Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Francisca Lily
"Purna Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Indonesia Kota Bogor atau yang dikenal dengan sebutan PPI Kota Bogor merupakan salah satu organisasi yang berperan sebagai wadah untuk pembinaan dan pengembangan potensi anggota sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PPI Kota Bogor merupakan salah satu organisasi yang paling diminati di Kota Bogor. Organisasi ini antara lain bertujuan untuk membentuk anggotanya hingga dapat menjadi komunikator dalam masyarakat.
Anggota PPI Kota Bogor yang merupakan orang-orang yang pernah bertugas mengibarkan bendera pusaka (Paskibraka) dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Bogor, merupakan orang-orang yang terkenal atau populer di lingkungannya. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh PPI Kota Bogor, antara lain mengadakan berbagai seminar dan lomba. Salah satu kegiatan yang juga rutin dilaksanakan adalah kunjungan persahabatan antar sekolah yang siswa-siswanya terpilih menjadi Paskibraka di Kota Bogor.
Menurut Santock (2006), orang yang populer antara lain memiliki keterampilan berorganisasi dan keterampilan interpersonal yang baik. Namun demikian, berdasarkan hasil elisitasi, diketahui bahwa anggota PPI Kota Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini ternyata memiliki beberapa masalah dalam berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti masalah ketika harus berbicara di depan orang lain. Mereka juga merasa bingung dalam menunjukkan suatu perilaku yang sesuai pada situasi-situasi tertentu, misalnya ketika diajak berbincang-bincang oleh teman atau senior di PPI Kota Bogor, guru di sekolah, orang tua atau bahkan orang yang ditemui di lingkungan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang mereka juga berhadapan dengan konflik interpersonal dengan orang tua, guru, dan teman-teman. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu program yang dapat membantu para anggota PPI Kota Bogor tersebut agar dapat berhubungan secara efektif dengan orang lain. Program yang ditawarkan adalah dalam bentuk pelatihan.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun program pelatihan tentang cara berhubungan dengan orang lain yang sesuai dengan hasil analisis kebutuhan.
Pada penelitian ini, digunakan metode analisis kebutuhan berupa wawancara. Dalam analisis kebutuhan tersebut, responden yang berpartisipasi sebanyak 28 orang dengan rentang usia 16 hingga 28 tahun. Dari 28 orang responden tersebut, mayoritas berusia di bawah 20 tahun. Subjek yang menjadi sasaran dalam pelatihan ini adalah anggota PPI Kota Bogor.
Tujuan umum dari pelatihan adalah agar peserta terampil dalam berhubungan dengan orang lain. Jumlah waktu pelatihan adalah 24 jam, terbagi menjadi 6 sesi. Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi tentang pelaksanaan program pelatihan.
Karena dalam analisis kebutuhan hanya menggunakan wawancara maka sebaiknya dilakukan analisis kebutuhan dengan menggunakan beberapa macam metode untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kebutuhan angota PPI Kota Bogor. Untuk itu, sebaiknya alat yang digunakan diujicobakan terlebih dahulu. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melibatkan responden yang lebih banyak lagi, termasuk dari rentang usia yang lebih luas sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai kebutuhan anggota PPI Kota Bogor. Karena modul pelatihan ini belum diujicobakan maka sebaiknya dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum melaksanakan pelatihan yang sebenarnya. Selain itu, untuk mengetahui perkembangan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, sebaiknya dilakukan pre-test dan post-test, serta suatu program untuk memantau dan menindaklanjuti pelatihan ini sehingga perkembangan serta efektivitas pelatihan pun dapat terpantau."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspa Pratiwi
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara sport-confidence dan self-talk pada atlet bulutangkis. Sport-confidence adalah kepercayaan atau tingkat keyakinan yang individu miliki terhadap kemampuannya untuk meraih keberhasilan dalam bidang olahraga (Vealey, 1986). Sementara itu, self-talk adalah dialog pribadi, diucapkan lantang ataupun tidak, yang digunakan atlet untuk menginterpretasikan perasaan dan persepsinya, meregulasi dan merubah evaluasi dan keyakinannya, serta memberikan instruksi dan reinforcement untuk dirinya sendiri (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). Sebanyak 97 atlet bulutangkis menjadi partisipan dalam studi ini dengan mengisi kuesioner. Sport-confidence diukur dengan menggunakan sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) yang disusun oleh Vealey & Knight (2002), sedangkan pengukuran self-talk menggunakan Self-Talk Questionnaire (S-TQ) yang dikembangkan oleh Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, dan SC-resilience dengan ST-motivasional dan ST-kognitif.

This research is conducted to find the relationship between sport-confidence and self-talk among badminton athletes. Sport-confidence was defined as the belief or degree of certainty individuals possess about their ability to be successful in sport (Vealey, 1986, P. 222). Meanwhile, self-talk was defined as a dialogue, a small voice in one?s head or said loud, in which the individual interprets feelings and perception, regulates and changes evaluations and convictions, and gives him/herself instruction and reinforcement (Hardy, Gammage, & Hall, 2001). 97 badminton athletes participated in this study by completing the questionnaires. Sport-confidence was measured by sport-confidence Inventory-4 (SCI-4) created by Vealey & Knight (2002) while, self-talk was measured by Self-Talk Questionnaire (S-TQ) created by Zervas, Stavrou, & Psychountaki (2007). The result of this research shows that SC-physical skills and training, SC-cognitive efficiency, and SC-resilience positive correlated significantly with ST-motivational and ST-cognitive."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Sekar Langit
"Penelitian ini menguji strategi berbicara pada diri sendiri self-talk menggunakan nama sebagai mekanisme regulasi diri terhadap pemicu stres di masa depan. Penelitian ini terdiri dari dua studi yang merupakan studi lanjutan dari studi yang berjudul Self-talk as a regulatory mechanism: How you do it matters Kross dkk., 2014.
Studi 1 menunjukkan bahwa penggunaan nama saat self-talk, dapat mengubah penilaian terhadap pemicu stres di masa depan, dari ancaman menjadi tantangan, dibandingkan jika menggunakan kata ganti orang pertama atau ldquo;aku rdquo;. Studi 2 menguji dampak strategi self-talk menggunakan nama pada individu yang terbiasa menyebut diri dengan nama. Hal ini dilakukan karena di Indonesia terdapat budaya yang masyarakatnya terbiasa menyebut diri dengan nama saat berinteraksi sehari-hari.
Studi 2 menunjukkan bahwa strategi self-talk menggunakan nama atau kata ganti orang pertama tidak memberikan penilaian pemicu stres yang berbeda pada individu yang terbiasa menyebut diri dengan nama. Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan desain, 2 jenis self-talk: kata ganti orang pertama aku vs nama secara between subject.

This study examined the effect of self distancing as a self regulatory mechanism of the future stressor. The effect of self distancing is inflicted by doing self talk using one 39 s own name instead of using the first person pronoun ldquo I rdquo . This study consists of two studies which are an advanced study from a study titled, Self talk as a regulatory mechanism How you do it matters Kross dkk., 2014.
Study 1 shows that using one's own name in self talk could appraise future stressor as a less threatening term and turn it into challenges. Study 2 examined the effects of self talk using one's own name in individuals who already accustomed to using one's own name in daily life. In consideration that there are certain cultures in Indonesia where it is common to use one's own name in daily life.
As a result, self talk strategy using one's own name shows no effect on future stressor appraisal in individual who already accustomed using one's own name in daily life. This study is done through a between subject experiment with design, 2 the type of self talk first person pronouns I vs one's own name.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T47983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmine Raudya Maghfira
"ABSTRAK
kripsi ini membahas bagaimana keyakinan religius dan nilai-nilai kepercayaan yang dihayati jurnalis bisa mewarnai karya jurnalistiknya. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran jurnalis, symbolic interactionism, serta komunikasi intrapersonal. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan wawancara terstruktur sebagai teknik pengumpulan data. Subjek penelitian pada penelitian ini ialah jurnalis yang masih aktif bekerja di media cetak dengan pengalaman minimal lima tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jurnalis yang memiliki keyakinan religius dan nilai-nilai kepercayaan yang ia yakini dapat mewarnai karya jurnalistiknya. Penelitian ini juga menemukan bahwa pewarnaan karya jurnalistik tidak hanya didasari keyakinan individu, tetapi ada juga intervensi dari organisasi media, sebagai contoh, jabatan seorang jurnalis bisa menentukan warna karya jurnalistiknya.

ABSTRACT
The focus of this study is to explain how the religious beliefs and values of journalists can color their journalistic work. This study uses journalist, symbolic interactionism, and intrapersonal communication as the framework of analysis. A qualitative approach is chosen for this study with structured interview as the technique for data gathering. The research subjects of this study are three journalists who are still actively working in print media with a minimum of five years experience. The results of the study shows that journalists religious beliefs and values are deemed to color their journalistic work. The study also finds that coloring journalistic work is not only based on the individual beliefs, but also based on the intervention of media organizations, for example, the position of journalist employment can determine the color of his journalistic work."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Tirta Luzanil
"Penggunaan kata ganti orang yang berbeda dalam self-talk dapat memberikan tingkat self-compassion yang berbeda. Penelitian ini ingin mengetahui apakah penggunaan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Di Indonesia, kata ganti orang pertama tunggal terdiri dari saya dan aku, sementara nama diri bukan merupakan kata ganti orang. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 74 orang. Partisipan diminta menulis pengalaman yang selalu membuat khawatir dan berusaha memahami mengapa bisa merasa seperti itu. Kemudian partisipan diminta untuk menulis surat kepada dirinya sendiri. Sebelum mulai mengerjakan, partisipan kelompok pertama diminta untuk menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan kelompok dua menggunakan nama diri untuk merujuk kepada diri sendiri. Pengukuran dilakukan oleh tim penilai melalui surat yang telah ditulis oleh partisipan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa partisipan yang menggunakan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Hasil ini memberikan alternatif yang dapat dilakukan ketika menghadapi situasi sulit.

The use of different personal pronouns in self-talk can provide different level of self-compassion. This study investigated whether the use of proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use the first-person singular pronoun when doing self-talk. In Indonesia, the firstperson singular pronoun consists of saya and aku, while proper name is not personal pronoun. Participants in this study amounted to 74 persons. Participants were asked to write their experience which always make them worried and trying to understand why it can feel like it. Then participants were asked to write a letter to themselves. Before they begin, the first group of participants were asked to use the first-person singular pronoun and the second groups using the proper name to refer to themselves. Measurements were made by raters through a letter written by the participants. The results supported the hypothesis that participants who use proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use first-person singular pronoun when doing self-talk. These result provides an alternative to do when faced with difficult situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajrianthi
"Manajer Sumber Daya Manusia sebuah perusahaan swasta multinasional
mempermasalahkan kondisi di tempat kerja yang dirasa kurang nyaman dan kurang bersahabat. Hubungan di antara manajer dengan karyawan maupun antara karyawan dengan karyawan lain dirasa sangat formal dan kurang hangat. Karyawan terbagi dalam kelompok-kelompok informal sesuai dengan kesamaan-kesamaan yang ada di antara mereka. Suasana tempat kerja terasa penuh dengan kecurigaan, terutama saat berlangsung proses promosi. Penilaian yang negatif terhadap orang lain, mewarnai situasi kerja. Sikap kurang menghargai antar sesama karyawan maupun terhadap pihak manajemen turut memperburuk situasi ini. Konflik di antara karyawan biasanya diselesaikan dengan sikap saling “mengacuhkan”. Sementara konflik karyawan senior dengan pihak manajemen diselesaikan dengan cara konfrontasi. Ditambah lagi sikap karyawan senior yang kurang menerima dan kurang menghargai kontribusi yang diberikan karyawan kontrak. Kondisi ini dirasa semakin memanas, saat perusahaan menambah jumlah karyawan baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan perusahaan yang semakin berkembang. Perkembangan perusahaan yang progresif ini dirasa kurang dapat diikuti oleh karyawan senior yang telah merasa nyaman dengan kondisi yang telah ada, sehingga tuntutan akan perubahan membuat mereka bersikap negatif terhadap karyawan baru maupun pihak manajemen."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Santhi Oktariyani
"ABSTRAK
Sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang pertama kalinya mengajarkan anak mengenai pengetahuan akademik dan ketrampilan sosial. Pengalaman yang didapatkan anak selama belajar di SD memiliki pengaruh yang besar terhadap bagaimana anak memandang dan bersikap terhadap diri mereka sendiri maupun sekolah di tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, penting bagi sekolah dasar untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak. Sekolah tidak dapat memberikan pendidikan secara efektif apabila tidak didukung guru yang efektif. Salah satu ketrampilan yang harus dikuasai guru adalah manajemen kelas. Selama satu dekade manajemen kelas merupakan salah satu komponen yang mendapatkan perhatian yang baik dari sekolah, guru dan orangtua. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 7 orang guru kelas 4-6 SD Tarakanita 3 ditemukan bahwa pemahaman guru mengenai manajemen kelas terlihat kurang, dimana mereka belum menyadari pentingnya manajemen kelas dalam pembelajaran.
Atas dasar pemikiran diatas, maka peneliti menyusun modul pelatihan manajemen kelas pada guru kelas 4-6 SD Tarakanita 3. Dengan pelatihan ini, diharapkan guru mampu menyadari pentingnya manajemen kelas dalam proses belajar mengajar, dan siap melakukan manajemen kelas yang efektif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Borkat P.
"Paskibraka merupakan kegiatan rutin tahunan yang bertujuan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan menanamkan jiwa kepemimpinan di kalangan pemuda Indonesia. Pelatihan Paskibraka dalam hal ini memegang peranan penting untuk mewujudkan tujuan tersebut, karena tahapan ini merupakan proses pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada anggota Paskibraka. Khususnya berkenaan dengan tujuan menanamkan jiwa kepemimpinan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi peserta pelatihan Paskibraka Jawa Barat tahun 2007 terhadap efikasi kepemimpinan anggota Paskibraka.
Penelitian ini termasuk penelitian survei yang melibatkan sampel penelitian sebanyak 54 orang yang diambil dengan teknik sensus. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan dengan penyebaran kuesioner, sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik.
Hasil uji validitas variabel pelatihan Paskibraka menunjukkan nilai koefisien Alpha sebesar 0,871, sedangkan untuk variabel efikasi kepemimpinan, hasil pengujian validitas menunjukkan nilai koefisien Alpha yang diperoleh sebesar 0,847. Nilai koefisien alpha dari kedua variabel cukup besar sehingga dapat disimpulkan baik instrumen pelatihan Paskibraka maupun efikasi kepemimpinan adalah reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan pelatihan Paskibraka yang dilihat berdasarkan aspek pelatih, metode, fasilitas dan materi dinilai baik, sedangkan efikasi kepemimpinan secara umum tergolong tinggi. Hasil analisis setiap indikator menunjukkan bahwa aspek pelatih merupakan aspek pelatihan Paskibraka yang berpengaruh paling dominan terhadap efikasi kepemimpinan, diikuti aspek metode, fasilitas dan materi.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka pelaksanaan pelatihan Paskibraka perlu dikembangkan sehingga memberikan kontribusi yang lebih nyata dan luas, terutama untuk menyiapkan kepemimpinan generasi muda di masa depan
Paskibraka is an annual routine activity that aims to foster the spirit of nationalism and instill a leadership spirit among Indonesian youth. Paskibraka training in this case plays an important role to realize this goal, because this stage is an educational process to instill national values to Paskibraka members. Especially with regard to the purpose of instilling the leadership spirit, this study aims to determine the perception of the 2007 West Java Paskibraka training participants on the leadership efficacy of Paskibraka members.
This research includes survey research involving 54 research samples taken by census technique. Data was collected through field research by distributing questionnaires, while data analysis was carried out using descriptive analysis and statistical analysis.
The results of the validity test of the Paskibraka training variable show an Alpha coefficient value of 0.871, while for the leadership efficacy variable, the results of the validity test show the Alpha coefficient value obtained is 0.847. The alpha coefficient values of the two variables are large enough so that it can be concluded that both Paskibraka training instruments and leadership efficacy are reliable.
The results showed that in general the implementation of Paskibraka training based on the aspects of trainers, methods, facilities and materials was considered good, while leadership efficacy in general was high. The results of the analysis of each indicator show that the aspect of the trainer is the aspect of Paskibraka training that has the most dominant influence on leadership efficacy, followed by aspects of methods, facilities and materials.
Based on the results of this study, the implementation of Paskibraka training needs to be developed so that it provides a more tangible and broad contribution, especially to prepare the leadership of the younger generation in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24921
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Loretta, Abigail
"Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mereka harus mulai memilih dan mempersiapkan diri dalam pekerjaan tertentu. Oleh karena itulah, penetapan orientasi masa depan merupakan suatu periode yang penting dan kritis bagi remaja karena cara remaja memandang masa depannya merupakan suatu bagian penting dalam pembentukan identitasnya.
Orientasi masa depan pada dasarnya mengacu pada cara seseorang memandang masa depan, yang di dalamnya tercakup harapan, tujuan, standar, perencanan, dan strategi. Orientasi masa depan penting bagi seseorang karena menyangkut kesiapan seseorang menghadapi masa depan. Bentuk orientasi masa depan ini dapat sederhana atau juga kompleks, realistik arau tidak realistik dan jelas atau belum jelas.
Remaja - remaja di Aceh merupakan salah satu populasi yang kurang beruntung karena harus mengalami banyak peristiwa yang mempengaruhi pandangannya akan masa depan. Konflik yang berkepanjangan antara GAM - Indonesia serta musibah tsunami yang tcljadi tahun 2004 lalu membuat remaja - remaja di sana kerapkali harus menghentikan kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini mengakibatkan pandangan masa depan para remaja di Aceh menjadi tidak jelas. Oleh karena im, bimbingan untuk menetapkan orientasi masa depan, tentunya sangat dibutuhkan bagi remaja di sana.
Siswa SMK adalah salah satu remaja yang membutuhkan bimbingan untuk menetapkan orientasi masa depan. Hal ini disebabkan karena para lulusan siswa SMK umumnya langsung bekerja / terjun ke dunia usaha. Hal ini menuntut para siswa SMK sehamsnya sudah mulai memiliki orientasi masa depan yang jelas dari sejak ia duduk di sekolah. Namun, sayangnya banyak dari siswa SMK ini belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, perencanaan yang terarah, dan sikap yang positif dalam melaksanakan rencananya Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa SMK memilih untuk masuk ke sekolah ini bukan disebabkan oleh minat / pilihan pribadinya, melainkan karena masalah biaya, tidak berhasil masuk ke SMA, dan disuruh orangtua.
Pelatihan menetapkan orientasi masa depan ini bertujuan agar membantu siswa SMK di Aceh yang menjadi peserta pelatihan untuk menetapkan orientasi masa depan yang jelas dan positif. Hal ini ditandai dengan adanya penetapan tujuan yang jelas / Spesifik yang ingin dicapai, pembuatan rencana untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan sikap positif dalam melaksanakan rencananya.
Program pelatihan ini disusun berdasarkan analisa kebutuhan yang telah dilakukan penulis kepada 60 orang siswa SMKN 3 Banda Aceh yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Bandung. Data dikumpulkan melalui pembagian kuesioner (Likerz type dan open ended question) serta wawancara singkat kepada pemilik perusahaan tempat subyek melaksanakan PKL dan beberapa subyek itu sendiri. Setelah mendapatkan data hasil analisa kebutuhan, penulis mulai menyusun tujuan dan sasaran program serta isi modul setiap session pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan. Selain itu, selama penyusunan modul, penulis juga berkonsultasi dengan dosen Psikologi UI bagian pendidikan dan relawan-relawan yang bertugas di Aceh guna mendapatkan isi modul yang relevan dengan kondisi dan kebutuhan siswa SMK di Aceh saat ini.
Kekurangan utama program ini adalah belum pernah diujicobakan pada siswa SMK di Aceh ilu sendiri. Dengan demikian, belum diketahui apakah materi serta cara penyajian yang digunakan benar - benar efektif untuk membantu mereka menetapkan orientasi masa depan yang jelas dan positif Analisa kebutuhan yang digunakan sebagai dasar penyusunan program juga masih belum representatif menggambarkan kebutuhan siswa SMK di Aceh secara keseluruhan. Selain ilu, alat yang digunakan dalam analisa kebutuhan juga belum teruji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini menyebabkan materi program belum menyentuh karakteristik siswa SMK di Aceh secara keseluruhan.
Berkaitan dengan kekurangan tersebut, penulis menyarankan agar pengguna program ini terlebih dahulu melakukan analisa kebutuhan dengan menggunakan sampel yang lebih representatif dan membuat alat Training Need Analysis yang lebih teruji validitas dan reliabilitasnya. Dengan demikian dapat dilakukan modifikasi program jika memang dibutuhkan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Fitriana
"ABSTRAK
Disebutkan dalam Pasal 28 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
PAUD adalah pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Menurut Gutama (Media
indonesia, I0 Juli 2006), banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan
partisipasi PAUD di Indonesia, diantaranya adalah tenaga pendidik yang belum
memenuhi kualifikasi. Sedangkan S6C&l`8 umum, guru merupakan faktor penentu
tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Oleh kanena itu, penting memberikan perhatian
terhadap peningkatan kualitas guru.
Berdasarkan analisa kebutuhan yang diiakukan kepada guru PAUD dan kepala
sckolah PAUD yang ada di kota Bogor diketahui bahwa pengajar masih bclum
memahami pcngajaran efektif secara keseluruhan sehingga mereka belum dapat
kreatif dalam menyiapkan bahan-bahan pembelajaran dan mcngatasi anak-anak yang
bemiasalah. Akar permasalahannya adalah karena pengctahuan mereka yang kurang
mengenai kamkteristik anak usia dini dan bagaimana cara menghadapinya, Hal ini
disebabkan oleh perbedaan lalar belakang pendidikan para pengajar dan sebagian
besar dari mereka lidak memiliki pengetahuan dasar sebagai gum. Tujuan pelatihan
ini adalah untuk membekali guru mengcnai pengetahuan karaktcristik anak usia dini
schingga nantinya diharapkan guru lebih efektif dalam mclakukan kegiatan bclajar
mengajar di kclas.
Pelatihan ini diadakan dengan durasi waktu empat bclas jam selama dua han. Isi
pelatihan dirangkum dalam sebuah modul yang terdiri atas tujuh scsi dengan pokok
bahasan antara lain : I) Perkembangan anak usia dini, khususnya aspek Esik,
kognititl emosi dan sosial; 2) Pendidikan anak usia dini secara umum.

ABSTRACT
Stated on Pasal 28 UU No. 20/2003 about National Education System, early child age
education is an education prior to basic education level run through formal,
nonforrnal, and informal education. According to Gutama (Media Indonesia, .luly IO,
2006), many obstacles faced on improving PAUD participation in Indonesia, that is,
non qualified educator. Commonly, teacher is a definite factor detemiining high-low
of education quality. Therefore, it is important to give finll attention in improving the
quality of the teachers.
Based on need analysis of PAUD teacher and PAUD headmaster in Bogor, it is
known that they lack of comprehension of effective teaching completely, in order to,
they can't provide creative teaching modul and handle extraordinary problem on
children. The main problem is because of they lack of comprehension on the
characteristics of early child age and how to face and handle it. It is caused by
difterent education background ofthe teachers and having no basic knowledge of
teacher. This training aims to give the teachers knowledge of early child age
characteristics so they can effectively teach in the classroom.
This training is organized in I4 hours for 2 days. It covered in a modul with 7
session discussing: I) The development of early child age such as physically aspect,
cognitive, emotion and social; 2) Early child age education.

"
2007
T34127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>