Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khairil Anwar
"Paradigma baru pemerintahan menuntut fungsi pemerintah mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Karena itu, kinerja pemerintah daerah harus diarahkan pada upaya untuk memberikan kepuasan kepada warganya. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 salah satu somber dana bagi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Dan Retribusi Daerah, salah satu jenis pajak daerah adalah Pajak Reklame.
Pajak reklame saat ini mendapat perhatian dari masyarakat, Permasalahan pajak reklame di DKI Jakarta terkait dengan permasalahan pengelolaan reklame yang sangat kompleks, seperti birokrasi yang berbelitbelit, pengawasan yang kurang optimal, pemasangan rekiame yang belum memenuhi norma 7K (Keindahan, Keagamaan, Kesopanan, Ketertiban, Kesusilaan, Keamanan dan Kesehatan) dan sebagainya. Permasalahan tersebut memiliki dampak terhadap kinerja pemungutan pajak rekiame yang berdampak kurang optimalnya penerimaan pendapatan asli daerah di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan, yang menyangkut efisiensi pemungutan pajak reklame, efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak reklame. Tujuannya menjelaskan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak rekiame dan pelayanan pajak rekiame di Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam terhadap beberapa orang yang terpilih, yakni orang-orang yang sehari-hari bertugas mengelola administrasi pajak reklame serta beberapa orang yang berkedudukan sebagai wajib pajak reklame, baik perorangan, badan maupun biro reklame. Sedang data sekunder dikumpulkan dengan teknik analisis dokumen, dengan menggunakan alat-alat analisis kinerja administrasi pajak daerah, yakni CCER, TPI dan persentase kontribusi pajak reklame terhadap APBD.
Penelitian menghasilkan beberapa temuan. Pertama, efisiensi biaya pemungutan pajak reklame yang diukur dengan. Cost of Collection Efficiency Ratio (CCER) menunjukkan bahwa pemungutan pajak reklame bervariasi dari tahun ke tahun, dengan rasio CCER terendah 2,99 pada tahun 1998/1999 dan tertinggi 15,12 pada tahun 2000. Kedua, efektivitas pemungutan pajak reklame yang diukur dengan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan pajak reklame baik dilihat dari segi rencana penerimaan maupun realisasi penerimaan cukup. stabil, Ketiga, diterbitkannya SK.Gub. DKI Jakarta No. 37 Thn 2000 pada satu sisi dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak reklame namun pada sisi lain membuat prosedur penerbitan izin reklame sangat lama dan birokrasinya berbelit-belit. Tidak adanya one roof system dalam pelayanan membuat pengambilan keputusan pemberian iziin menjadi lama karena masing-masing instansi terkait menjalankan prosedur sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Kondisi tersebut membuat pelayanan pajak reklame menurun dan memberikan citra buruk, sehingga mempengaruhi penerimaan pajak reklame.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka direkomendasikan: Pertama, perlunya peningkatan sistem pelaporan pajak reklame yang baik, konsisten dan dapat dibandingkan, sehingga tingkat efisiensi administrasi pajak reklame dapat dipantau secara terus menerus agar dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan yang diperlukan sebelum suatu gejala penurunan efiesiensi terjadi dengan demikian efisiensi pemungutan pajak reklame dapat terus ditingkatkan. Kedua, perlu dikaji secara mendalam mengenai penetapan rencana penerimaan agar lebih tepat dan sesuai dengan potensinya. Ketiga, untuk meningkatan kualitas pelayanan kepada pemohon reklame sebaiknya dipertimbangkan kembali pembentukan sistem manajemen satu atap (one roof system) semacam TPTPR, karena keberadaannya dapat memberi kepastian dan percepatan permohonan izin pemasangan reklame. Keempat, besarnya kontribusi penerimaan pajak reklame terhadap anggaran pendapatan belanja daerah seharusnya dapat dipertahankan dan apabila memungkinkan harus Iebih ditingkatkan. Peningkatan ini dapat dilaksanakan dengan lebih mengintensifkan penerapan administrasi pajak reklame baik dengan cara melakukan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan sanksi. Dengan demikian wajib pajak timbul kesadaran atas kewajibannya membayar pajak reklame yang akhirnya berdampak terhadap upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoharman Syamsu
"Dalam menyongsong era globalisasi yang semakin luas dan bertanggung jawab pada Pemerintah-pemerintah Daerah di Indonesia, tekad ini telah dipancangkan melalui Undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999. Artinya baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan mesti dinilai berdasarkan prinsip-prinsip efektivitas, akuntabilitas, dan objektivitas.
Pada sisi penerimaan, utamanya untuk Penerimaan Asli Daerah, ditahap perencanaan, "Target" setiap jenis penerimaan, baik berasal dari pungutan pajak ataupun retribusi lainnya harus ditentukan berdasarkan kapasitas untuk memungutnya. Kemudian pada tahap evaluasi dan pertanggungjawaban, besarnya tingkat upaya (effort) dalam mengumpulkan penerimaan tersebut mesti menjadi titik perhatian utama. Tingkat upaya pengumpulan yang tinggi ataupun rendah, selanjutnya dapat dijadikan titik tolak untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk: (i) Mempertahankan tingkat upaya yang relatif tinggi, jika ini telah dicapai; (ii) Meningkatkan tingkat upaya tersebut, jika ternyata masih rendah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, Daerah (Kabupaten/Kota) memiliki hak otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri sejalan dengan prefrensi masyarakat daerahnya. Oleh sebab itu maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harts dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya, dengan cara menggali secara maksimal potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berada dalam kewenangannya.
Sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa Keuangan Pemerintah Daerah bersumber dari PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Pendapatan yang sah Sedangkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: (i) Hasil Pajak Daerah; (ii) Hasil Retribusi Daerah; (iii) Hasil Laba Badan Usaha Milik Daerah; (iv) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya pasal 2 ayat 2, disebutkan bahwa Pemerintah Daeah Kabupaten/Kota dapat memungut 6 jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Reklame.
Melihat ke belakang, penerima dari Pajak Reklame ini, terutama untuk daerah-daerah perkotaan, cukup signifikan, namun di pihak lain penentuan besarnya target dari pajak ini sering kali belum realistik. Target Penerimaan yang semestinya ditetapkan berdasarkan potensi dan/atau kapasitas umumnya ditentukan agak arbitrer (tidak realistis), pada hal mestinya target penerimaan dari pajak tersebut adalah sama dengan kapasitas dari pajak itu sendiri.
Berangkat dan hal tersebut di atas, penelitian ini bermaksud membahas masalah penetapan target tersebut melalui pelacakan terhadap kapasitas pajak sehingga Pemerintah Daerah memiliki pedoman yang objektif dalam penentuan target, dan jika telah dilakukan demikian, setiap penyimpangan realiasai terhadap taget dapat dicarikan kebijakan untuk perbaikannya.
Daerah yang diplih menjadi daerah penelitian adalah Kota Semarang dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menghitung Potensi Penerimaan, Kapasistas Pengumpulan, dan Upaya Pengumpulan Penerimaan Pajak Reklame.
2. Memaparkan Sistem dan Prosedur Administrasi pemungutan Pajak Reklame di Daerah Kota Semarang, baik pada periode Pra maupun Pasca Peraturan Daerah Nomor 1/1998.
3. Menyajikan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan upaya pengumpulan pajak Reklame di kota Semarang.
Ruang lingkup penelitian adalah selama tahun 1997/1998. Pungutan Pajak Reklame di Pemerintah Kota Semarang menjadi objek penelitian. Ini tidak lain karena dan pengamatan sementara yang dilakukan, Pemerintah Kota Semarang merupakan pionir yang menggunakan cara pengenaan pajak reklame dengan Ad-valoren Tax System. Cara mana selanjutnya oleh Pemerintah Indonesia dianggap sebagai suatu hal positif, dan oleh karenanya diinklusifkan dalam Undang-Undang Nomor 18/1998.
Dan penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa; Pajak Reklame merupakan salah satu sumber keuangan Pemerintah Daerah yang cukup besar peranannya bagi pelaksanaan administrasi pemerintahan dan administrasi pembangunan bagi Pemerintah Kota Semarang. Cukup besarnya penerimaan dari pajak ini salah satunya adalah ditentukan oleh sistem pengenaan pajak itu sendiri kepada wajib pajaknya. Tarif Pajak Reklame di Kota Semarang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1998, dengan menggunakan sistem pengenaan "Ad valaren Tax", yaitu pengenaan pajak berdasarkan persentase terhadap Nilai Sewa Reklame (NSR) sebesar 20%.
Nilai Sewa Reklame didapatkan dengan menjumlahkan Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR) dan Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJDPR). Penggunaan sistem seperti ini merupakan yang pertama pada Pemerintah-pemerintah Daerah di Indonesia. Karena secara prinsip sistem ini cukup baik, maka diharapkan digunakan pula oleh Pemerintah-pemerintah Daerah lain di kemudian hari. Oleh karena itulah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 diinklusifkan di dalamnya.
NSPR ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu : (i) Lokasi atau Wilayah Strategis dan Kelas Jalan pemasangan Reklame; (ii) Jumlah Sudut Pandang untuk melihat Reklame; dan (iii) Luas Reklame itu sendiri.
Selanjutnya keseluruhan variabel tersebut diberi bobot dan nilai. Nilai total dari satu reklame dikalikan dengan Nilai Titik Simpul (NTS) yang merupakan patokan untuk penentuan harga NSPR. diformulasikan dalam model adalah sebagai berikut :
NTS = (wi.NL + w2.NK.T + w3.NSP + w4.NLR)
dimana : NTS = Nilai Titik Simpul
NL = Nilai Lokasi
NKJ = Nilai Kelas Jalan
NSP = Nilai Sudut Pandang
NLR = Mai Luas Reklame
wi = Bobot untuk Lokasi
w2 = Bobot untuk Kelas Jalan
w3 = Bobot untuk Sudut Pandang
w4 = Bobot untuk Luas Reklame
Harga Titik Simpul (HTS) ditentukan dengan dua cara. Pertama didasarkan kepada mekanisme pasar, yang dilaksanakan dengan cara lelang terbuka, dan kedua melalui pendekatan kepakaran, yang oleh Pemda Kota Semarang disebut Harga Jabatan.
Selanjutnya ditentukan Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR), yaitu dengan mengalikan Nilai Titik Simpul dengan Harga Titik Simpul, yang diformulasikan sebagai berikut :
NSPR = NTS x HTS
Dimana : NTS = Nilai Tittik Simpul dan
HTS = Harga Titik Simpul
NJOPR Ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu : (i) Biaya Pembuatan Reklame; (ii) Biaya Pemasangan Reklame; (iii) Biaya Pemeliharaan dan Operasional Reklame selama terpasang, dan (iv) Biaya Pembongkaran Reklame. Secara sederhana dapat dirumuskan Sebagai berikut
NJOPR = eBB + eBP + eBM + eBR
Dimana: NJOPR = Nilai Jual Objek Pajak Reklame
eBB eBP eBM eBR
Estimasi Biaya Pembuatan
- Estimasi Biaya Pemasangan
- Estimasi Biaya Pemeliharaan
- Estimasi Biaya Pembongkaran
Untuk semua titik pemasangan reklame ditentukan oleh satu tim yang personalianya berasal dari dinas dan instansi terkait. Diantaranya yaitu: Dinas Pendapatan Daerah sendiri, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertamanan, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Tim menentukan semua kriteria untuk pemasangan reklame, misalnya luas, tinggi, jenis reklame dan lain-lain dari setiap titik yang sudah ditentukan, untuk kemudian disusun dalam satu tabel dan ditetapkan Melalui Surat Keputusan Walikota.
Dengan Mekanisme yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang ini Potensi Penerimaan Pajak Reklame tahun anggaran 1997/1998 mencapai Rp 245.964.107,53 dengan jumalah titik pemasangan yang terjual'sebanyak 317 buah. Lebih dari 750 titik pemasangan reklame belum dipasangi reklame atau kurang diminati oleh konsumen.
Kapasitas Pemungutan Pajak Reklame Pemerintah Daerah Kota Semarang pada tahun anggaran tersebut adalah sebesar Rp 900.132.560,- sementara pada tahun tersebut realisasi penerimaan Pajak reklame sudah mencapai Rp 1.746,386.000,- . Hal ini menunjukan bahwa tingkat Upaya Pemungutan Pajak Reklame Pemerintah Daerah Kota Semarang secara relatif sudah berada di atas 100 %, terbukti sudah mencapai 194,01%. Namun jika dibandingkan dengan besarnya potensi yang dimiliki Realisasi ini masih di bawah 10%.
Tarif efektif yang sudah diterapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang sudah di atas dan rata-rata daerah lainnya yaitu sebesar Rp 5.509.100,- untuk setiap reklame terpasang, sementar tarif efektif rata-rata 2 daerah Kota lainnya (Surakarta dan Tegal) di Propinsi rawa Tengah =sing-miming bare sebesar Rp 928.880,- dan Rp 351.680,- untuk setiap reklame terpasang di kota tersebut.
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah; Berkaitan dengan prosedur dan sistem pengenaan Pajak Reklame di Kota Semarang dengan basis yang hampir sama dengan kota-kota lain di propinsi Jawa Tengah dan beberapa kota lain di luar jawa tangah, jika diperbandingkan memberikan hasil yang lebih tinggi, maka akan lebih baik jika sistem pengenaan "Ad-valoren Tax" ini disosialisasikan pada Pemerintah Daerah lain di Indonesia, terutama daera-daerah Kota.
Untuk Pemerintah Daerah Kota Semarang yang sudah menerapkan sistem "Advaloren Tax" ini rekomendasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk sistem penetuan harga titik simpul yang selama ini dilakukan dengan mekanisme pasar (melalui pelaksanaan lelang terbuka) danlatau dengan pendekatan kepakaran (barga jabatan) akan lebih mudah jika harga titik simpul ini diambil dari harga jual tanah tertinggi pada kawasan/lokasi yang bersangkutan.
2. Untuk meningkatkan potensi penerimaan Pajak Reklame, Pemerintah Daerah Kota Semarang harus segera melakukan lelang terbuka terhadap titik-titik pemasangan reklame yang belum terjual dan atau titik pemasangan reklame yang sudah habis masa kontraknya.
3. Pelaksanaan lelang untuk titik-titik pemasangan reklame seperti yang penulis ungkapkan pada poin 2 dilaksanakan harus lebih dari 1 kali dalam setahun, umpamanya setiap semester atau setiap triwulan.
4. Untuk meningkatkan kapasitas penerimaan pajak reklame oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang harus segera melengkapi sarana dan prasarana pemungutan pajak ini, terutama seperti kendaraan operasional roda 4 (empat) atau roda 2 (dua) serta perangkat keras dan lunak lainnya.
5. Walaupun secara relatif upaya pemungutan Pajak Reklame oleh Pemerintah Daerah Kota Semarang sudah lebih tinggi dari Pemerintah Daerah Kota lainnya di Propinsi Jawa Tengah dan beberapa kota lainnya yang dijadikan sebagai pembanding, namun harus tetap mensosialisasikan sistem pengenaan ini terutama kepada lingkungan internal Pemerintah Daerah dan kepada masyarakat umum khususnya yang menjadi objek dan/atau subjek pajak reklame ini.
6. Untuk lebih meningkatkan upaya pemungutan pajak Reklame di kota Semarang ini harus melakukan penelitian dan penelaahan lebih lanjut."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T7697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safri Nurmantu
"ABSTRAK
UU Perubahan Kedua UU PPh 1984 mengandung pilihan kebijaksanaan perpajakan (tax policy option), antara lain kebijaksanaan perpajakan yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (2) yang mengatur perlakuan khusus mekanisme pengenaan PPh atas empat macam penghasilan. Dalam tesis ini kebijaksanaan perpajakan tersebut akan dibahas dari tiga unsur kebijaksanaan, yakni kemudahan administrasi pajak, kelancaran dana ke kas negara dan keadilan dalam perpajakan.
Masalah pokok tesis adalah, pertama: apakah kebijaksanaan tersebut secara empiris memang termasuk dalam kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak?, kedua: apakah kebijaksanaan tersebut telah mengakibatkan arus dana ke kas negara semakin lancar?; ketiga: apakah kemudahan administrasi pajak tersebut tetap memenuhi unsur-unsur keadilan dalam perpajakan?, keempat: apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara dan kelima apakah terdapat korelasi antara kemudahan administrasi pajak dengan keadilan dalam perpajakan?,
Hipotesis yang diajukan tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan kelancaran dana ke kas Negara (variabel terikat) adalah: H1 terdapat hubungan antara kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dengan kelancaran dana ke kas negara, sedangkan HO: tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan kelancaran dana ke kas Negara. Selanjutnya, mengenai Hipotesis tentang kemudahan administrasi pajak (variabel bebas) dan keadilan dalam perpajakan (variabel terikat): H1 ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan, sedangkan HO adalah tidak ada hubungan antara kemudahan administrasi pajak dan keadilan dalam perpajakan Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan verifikasi berdasarkan tabel frekwensi terhadap Variabel X, Variabel Y dan Variabel Yl
Kerangka teori yang digunakan adalah simplification sebagai salah satu unsur utama dalam pembaharuan perpajakan, ease of administration and compliances scheduler and global taxation, dan equity in taxation sebagai prinsip pemungutan pajak.
Penelitian dilakukan berdasarkan unit analisis persepsi Akuntan Publik dengan menggunakan kuestioner yang disebarkan kepada 71 responden (Kantor Akuntan Publik) dari 247 (populasi) yang berada di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa mekanisme pengenaan PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua UU PPh 1984, 85.44% responden menyatakan sebagai suatu kemudahan administrasi pajak bagi Wajib Pajak dan 88,0% menyatakan sebagai mengakibatkan arus dana ke kas negara menjadi lancar. Hanya 29% responden yang menyatakan bahwa kebijaksanaan perpajakan ini sebagai suatu hal yang adil dalam konsep perpajakan. Selanjutnya, uji korelasi antara Variabel X dengan Variabel Y menunjukkan koefisisen yang sangat kecil, yakni <1 bahkan terdapat koefisien korelasi yang negatif sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat korelasi yang rendah antara kemudahan administrasi pajak dengan kelancaran dana ke kas negara. Selanjutnya korelasi antara Variabel X dengan Variabel Yl juga menunjukkan koefisen korelasi yang sangat rendah dan koefisin korelasi negatif.
Sebagai kesimpulan, kebijaksanaan perpajakan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU Perubahan Kedua PPh 1984 secara empiris terbukti sebagai mengandung unsur kemudahan administrasi bagi Wajib Pajak, dan telah menyebabkan arus dana ke kas negara lebih lancar, akan tetapi tidak seluruhnya mengandung unsur ketidak adilan.
Disarankan supaya kebijaksanaan yang menyangkut ketidakadilan ini tidak dilanjutkan, dan pada waktunya supaya diganti dengan menerapkan global taxation with one progresive rate structure berbarengan dengan meningkatnya kualitas pendidikan penduduk warga negara Indonesia.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Hamzah
"ABSTRAK
Perkembangan Kota Palembang yang merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Selatan sangat didukung oleh sektor sektor komersil yang sangat membantu perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang. Seiring dengan perkembangan arah yang diinginkan maka diperlukan kebijakan kebijakan pemerintah kota dalam mendukung proses tersebut.
Untuk itu, sebagai upaya mengantisipasi permasalahan perkembangan pajak daerah khususnya pajak hiburan dan pajak reklame maka diperlukan arahan yang baik, sehingga dapat mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang. Sementara perkembangannya, baik itu pajak hiburan ataupun pajak reklame sangat dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya faktor pendapatan per kapita penduduk Kota Palembang.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, tujuan penelitian dalam tesis ini adalah mendiskripsikan kebijakan pajak hiburan dan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang dengan cara rnenelaah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak hiburan dan pajak reklame sebagai sumber penerimaan pernerintah daerah Kota Palembang.
Penelitian ini menggunakan alat analisa kuantitatip dan kualitatip dengan mencoba memberikan suatu gambaran secara garis besarnya. Alat analisa regresi dalam upaya melihat arah kebijakan dari pajak tontonan, dan pajak atas papan nama, dan juga dihubungkan dengan perkembangan Pendapatan Asli Daerah dengan menggunakan data relevan yang dikaitkan dengan teori dan alat analisa yang sudah baku yang digunakan dalam penelitian ekonomi.
Dari hasil antara pajak hiburan dan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang dari tahun 1998 sampai tahun 2001. Hasil analisanya dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan rata-rata Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang sebesar 17,96 persen, Pajak Hiburan sebesar 5,52 persen, dan Pajak Reklame sebesar 17,14 persen. Pajak Hiburan menunjukkan kontribusinya yang terus menurun terutama pada tahun 1997 menunjukkan tingkat pertumbuhannya sebesar - 40,14 persen dan tahun 1998 sebesar -11,53 persen. Maka kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asti Daerah Kota Palembang menunjukkan hubungan yang tidak signifikan sementara pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah menunjukkan hubungan yang signifikan. Dengan menggunakan data time series selama 14 tahun dengan tingkat keyakinan 95 persen diperoleh tingkat perkiraan model koefisien R2 sebesar 79,86 persen,dan model secara keseluruhan dengan menggunakan Uji F dengan nilai F Statistik sebesar 21,809dan F Label sebesar 3,48 dengan level of confidence sebesar 5 persen maka secara keseluruhan model itu signifikan dapat menjelaskan variabel pajak hiburan, pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang.
Dari hasil analisis ini tentang pajak tontonan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan pertama, dengan menggunakan metode persamaan regresi berganda dengan pengamatan 40 (empat puluh) responden dengan level of confidence sebesar 95 persen dengan menggunakan faktor-faktor yang mernpengaruhi penerimaan pajak tontonan secara signifikan dengan tingkat ketepatan perkiraan model melalui Uji F dan nilai F statistik sebesar 3,052 persen, sementara F label sebesar 2,49 berarti modelnya cukup signifikan. Sementara struktur pajak tontonan bersifat regresip yang ditunjukkan nilai elastisitas sebesar 0,4136 dan melihat korelasi beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran tontonan sebagai berikut : pendapaan perkapita, usia, pendidikan, status dan pekerjaan. Kedua, berdasarkan elastisitasnya dapat disimpuikan bahwa variabel yang berpengaruh positip terhadap pengeluaran tontonan yaitu variabel pendapatan perkapita, pekerjaan sementara variabel yang berpengaruh negatip terhadap pengeluaran tontonan yaitu variabel usia, pendidikan dan status.
Analisa tentang pajak reklame yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : pertama, dengan menggunakan metode persamaan regresi berganda dengan data time series dengan pengamatan selama 13 tahun dan tingkat keyakinan sebesar 95 persen dan ditinjau secara makro faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak reklame secara signifikan dengan tingkat ketepatan perkiraan model ditinjau Koefisien detenninasi (R2) sebesar 0,949 dan pengujian secara keseluruhan diperoleh F statistik sebesar 37,656 dan F Label sebesar 3,49 berarti model tersebut signifikan dalam pengujian pajak reklame yang dihubungkan dengan beberapa variabel yaitu variabel pendapatan perkapita, tingkat pertumbuhan, penduduk dan lain-lain.
Analisa tentang pajak atas papan nama tersebut menunjukkan korelasi positip terhadap beberapa faktor yang mernpengaruhinya yaitu pendapatan perusahaan, ukuran papan nama dan lokasi. Struktur pajak atas papan nama bersifat regresip, ditinjau dari angkat elastisitasnya sebesar 0,246. Berarti kebijakan penetapan pajak papan nama di Kota Palembang bersifat regresip.

"
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Daryanto
"Sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengandung pajak berganda yang dikenakan berkali-kali dalam setiap kali dilakukan penyerahan terlihat dengan adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada masa pajak yang bersangkutan.
Demikian pula sebaliknya apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau dapat dimintakan kembali oleh Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
Dalam upaya mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak pertambahan nilai perlu peningkatan pengawasan dan pembenahan administrasi Faktur Pajak, peningkatan mutu aparat pajak, pemeriksaan pajak dan pemberiar sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Hal ini dilakukan agar dapat memperkecil kemungkinan pelanggaran oleh perusahaan atau pengusaha kena pajak melakukan kecurangan-kecurangan untuk menghindari pembayaran pajak.
Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah bagaimanakah penggunaan Faktur Pajak sebagai intrumen mekanisme pengkreditan pajak pertambahan nilai dan apakah penggunaan Faktur Pajak itu dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak pertambahan nilai.
Tujuan penulisan tesis ini Untuk mendiskripsikan pelaksanaan penggunaan Faktur Pajak dalam intrumen mekanisme pengkreditan pajak pertambahan nilai serta menggambarkan dan menganalisis apakah penggunaan Faktur Pajak tersebut dapat mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif.
Dari pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa Pelaksanaan penggunaan Faktur Pajak sebagai intrumen dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran harus sesuai dengan ketentuan - perundangan yang berlaku. Sebagai salah satu dari faktor yang dapat meningkatkan penerimaan pajak, para faktur pajak sebagai intrumen pengkreditan pajak pertambahan nilai telah mampu mengamankan dan meningkatkan penerimaan PPN dimana pada tahun '1998/1999 realisasi penerimaan PPN sebesar Rp. 28.940,0 milyar dan pada tahun 1999/2000 mengalami kenaikan menjadi Rp. 34.697,4 milyar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selamat Muda
"Tesis ini membahas permasalahan mengenai Peningkatan Pelayanan Wajib Pajak di KPP WP Besar Satu sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tesis ini dibuat untuk menjawab pertanyaan:
Seberapa jauh peningkatan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak?
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa jauh peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa jika pelayanan yang diberikan oleh KPP WP Besar Satu meningkat, maka akan terjadi tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, dan jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah di KPP WP Besar Satu, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif berupa analisis atas data-data yang diperoleh dalam penelitian. Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Sedangkan untuk memberikan rekomendasi kepada Ditjen Pajak digunakan SWOT analysis yang juga didukung oleh data sekunder.
Berdasarkan hasil analisis atas data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah menyebabkan tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Dengan demikian peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah dapat meningkatkan Kinerja KPP WP Besar Satu yang akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romlah H.
"Keuangan Daerah sangat penting terutama bagi penyelenggaraan dan Pembangunan Daerah, salah satu Sumber Pendapatan Daerah adalah Pajak Pembangunan I. Untuk bisa menjadikan Pajak Pembangunan I sebagai Sumber Pendapatan Daerah yang potensial, perlu peningkatan efektifitas dalam pengelolaannya.
Pemilihan Jakarta Selatan sebagai daerah penelitian karena merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan obyek pajak (P.Pb I) relatif lebih tinggi dibanding dengan Kotamadya-kotamadya di Jakarta. Sebagai gambaran, data tahun 1992/1993 jumlah jenis usaha tersebut berjumlah 384 buah yang terdiri dari hotel, motel, losmen, wisma, pondok wisata, hotel, apartemen, cafetaria, coffee shop, tahun 199319/94 berjumlah 470 (naik 15 %) dan tahun 1994/1995 berjumlah 442 buah (sumber KPDE).
Melihat potensi yang ada, selanjutnya sejauhmana Suku Dinas Pendapatan Daerah bisa mengefektifkan administrasi penerimaan Pajak Pembangunan I itu yang terdiri dari : 1). Penentuan Wajib Pajak 2). Penetapan Nilai Kena Pajak, 3). Pemungutan Pajak, 4). Pembukuan, dan 5). Penegakkan Sistem Pajak Pembangunan I dan bagaimana tingkat kesadaran wajib pajak terhadap P.PB I.
Metode penelitian yang digunakan adalah Studi Kasus dengan tipe Deskriptif. Teknik pengambilan sample yang dipergunakan teknik Probability Sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel penelitian dengan cara Proportionate Stratified Random Sampling untuk memperoleh sample dani populasi yang anggotalunsurnya heterogen dan berstrata secara proporsional.
Pajak Pembangunan I berlandaskan pada Perda DKI Jakarta No. 9 tahun 1977. Sistem Self Assessment yang menganut 3 (tiga) cara pemungutan, seperti : Setor Tunai (Contante Storting) yang nilai pajaknya ditetapkan sebesar 10 % dari penerimaan ; Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang nilai pajaknya ditetapkan oleh petugas ; dan Materai Pembangunan (MP) dikenakan Rp. 500 - Rp. 1.000;
Dari penelitian ini diperoleh data bahwa setiap tahun realisasi penerimaan Pajak Pembangunan I telah melampaui target yang telah direncanakan, hal ini terjadi karena pesatnya pertumbuhan rumah-rumah makan dan rumah-rumah penginapan sebagai subyek Pajak Pembangunan I. Namun besarnya angka tunggakan juga mengindikasikan belum efektifnya penerimaan Pajak Pembangunan I, hat ini karena rendahnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia serta terbatasnya sarana dan prasarana yang ada; lemahnya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Pajak Pembangunan I, dan kurangnya kesadaran pengusaha terhadap kewajibannya membayar pajak.
Untuk mengatasi kondisi seperti itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah melaui Suku Dinas-suku Dinasnya diwilayah masing-masing, antara lain dengan pengikutsertaan petugas pajak dalam kegiatan pendidikan baik formal maupun informal, pelatihan-pelatihan khusus, kursus-kursus kilat dan seminar-seminar yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada; koordinasi dengan instansi-instansi terkait; dan senantiasa mengkaji ulang keberadaan peraturan perundang-undangan yang ada untuk bisa mengantisipasi kemajuan dan perkembangan permasalahan seiring dengan berjalannya waktu."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddi Maziardi
"Salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah DKI Jakarta sebagai sumber PAD adalah Pajak Hotel dan Restoran. Secara faktual upaya pemungutan Pajak Hotel dan Restoran di DKI Jakarta masih menghadapi masalah, terutama menyangkut administrasi perpajakan daerah serta kepatuhan wajib pajak. Munculnya masalah tersebut diduga merupakan dampak dari kurangnya kemampuan pemda DKI Jakarta khususnya Dipenda dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran melalui administrasi perpajakan yang efektif.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Pusat dalam pelaksanaa administrasi perpajakan Pajak Hotel dan Restoran, menganalisis kemampua sumber daya manusia Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Pusat dalam pengadministrasian Pajak Hotel dan Restoran, serta menganalisis peran administrasi Pajak Hotel dan Restoran dalam upaya peningkatan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran. Penelitian menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara terhadap pengelola administrasi pajak dan wajib pajak, masing-masing sebanyak 10 (sepuluh) orang. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menemukan beberapa hal.
Pertama, pajak hotel dan restoran merupakan salah satu penyumbang utama bagi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta. Perkembangan penerimaan pajak hotel dan restoran sejalan dengan sejalan dengan perkembangan jumlah hotel dan restoran di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Kedua, suku dinas pendapatan daerah melakukan pemungutan pajak hotel dan restoran pada masing-masing wilayah dengan menggunakan sistem se assessment.
Ketiga, kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran masih belum begitu optimal. Masih terdapat masalah-masalah kurang jelasnya pembagian tugas dibidang penyuluhan pajak, kurang jelasnya deskripsi tugas dan pekerjaan, kurangnya koordinasi antar unit di dalam organisasi, kurangnya koordinasi antar berbagai uni terkait, serta tidak adanya pengaturan yang jelas terhadap PDK.
Keempat Kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat masih belum optimal baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas.
Kelima, kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran mash belum optimal.
Serta keenam, administrasi perpajakan Pajak Hotel dan Restoran yang dilaksanakan oleh Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Pusat meskipun belum optimal namun ternyata mampu meningkatkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.
Atas dasar temuan tersebut direkomendasikan, pertama, dalam upaya menggali sumber-sumber pendapatan dari pajak hotel dan restoran secara lebih optimal maka Dispenda perlu memiliki data base yang lengkap dan up to date mengenai baik objek maupun subjek pajak hotel dan restoran, mana yang sudah dapat menerapkan self assessment dan mana yang masih harus oficiall assessment. Pemda juga perlu melakukan upaya untuk membuat wajib pajak melakukan pembukuan usahanya dengan baik dan benar agar penerapan self assessment terhadap wajib pajak dapat dilakukan. Kedua, dihadapkan pada keterbatasan jumlah aparat yang bertugas untuk mengadministrasikan pajak daerah yang menjadi kewenangan Suku Dinas, maka diperlukan adanya penambahan jumlah pegawai dengan berbagai cara, seperti partama, penerimaan pegawai baru dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan. kedua, melalui mutasi pegawai yang berlatar belakang pendidikan yang sesuai dari berbagai unit lain, dan ketiga, melakukan pengadaan pegawai melalui sistem kontrak untuk mengatasi kekurangan pegawai dalam, jangka pendek sambil secara sedikit demi sedikit melakukan penambahan pegawai tetap. Ketiga, dihadapkan pada masalah kualitas pegawai maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu mendorong pegawai untuk mengikuti berbagai diklat maupun pendidikan lanjutan di bidang administrasi perpajakan.
Diktat yang direkomendasikan adalah latihan keuangan daerah (LKD) untuk pimpinan, kursus keuangan daerah (KKD) untuk valor pimpinan, serta berbagai diklat ketrampilan administrasi pendapatan daerah mulai dari tipe A, tipe B, tipe C, maupun tipe D. Keempat, dihadapkan" pada kurang optimalnya kemampuan organisasi Suku Dinas Pendapatan Daerah Kodya Jakarta Timur dalam mengadministrasikan Pajak Hotel dan Restoran masih belum begitu optimal maka dipertukan kebijakan-kebijakan yang dapat mampu mengatur pembagian tugas dibidang penyuluhan pajak, menjelaskan deskripsi tugas dan pekerjaan, meningkatkan koordinasi antar unit di dalam organisasi maupun dengan berbagai unit terkait, serta mampu mengatur fungsi PDK secara lebih optimal. Untuk meningkatkan optimalisasi kemampuan organisasi Suku Dinas diperlukan pula peningkatan kemampuan organisasi untuk menjabarkan tugas-tugas dan fungsinya menjadi visi, misi maupun strategi yang kemudian dilaksanakan menjadi aktivitas-aktivitas pengadministrasian pajak hotel dan restoran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hendroharto
"Perjalanan pelaksanaan reformasi perpajakan di Indonesia tidak hanya terjadi pada tahun 1985 tetapi juga dilanjutkan dengan reformasi perpajakan dalam bidang organisasi Direktorat Jenderal Pajak. Pada dasarnya reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 1985, 1994, 1997 dan 2000 ternyata belum mengubah struktur organisasi yang lebih ramping tetapi hanya melakukan penambahan seksi dan sub seksi. Kelemahan administrasi perpajakan tersebut disebabkan oleh belum optimalnya upaya reformasi administrasi yang dilakukan khususnya berkaitan dengan reformasi struktur, prosedur, strategi dan budaya sehingga reformasi administrasi yang dilakukan selama ini masih terfokus pada reformasi administrasi dari aspek reorganisasi dengan memperbesar struktur organisasi, memperbanyak jumlah pegawai dan memperbesar jalur prosedur. Untuk menindaklanjuti hal tersebut di atas, pada awal tahun 2002 Direktorat Jenderal Pajak membentuk Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer Office) yang merupakan prototype Kantor Wilayah dan KPP yang modern di masa mendatang. Hal ini menjadi pokok permasalahan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Tujuan penelitian ini yaitu menjelaskan dan menguraikan peran sistem administrasi perpajakan modern pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu dalam upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif. Dari analisis diketahui pada tahun 2004 telah ditetapkan 9 (sembilan) Wajib Pajak patuh yang berhak memperoleh pengembalian pajak melalui penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. SPPP Selesai yang telah dilaksanakan oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu sebanyak 200 atau sebesar 61,7% dibandingkan dengan SPT yang masuk. Persentase SPPP yang terbit dengan SPPP yang selesai sebanyak 82,6% (200 berbanding 242). Hal ini cukup efektif mengingat penyelesaiannya sangat besar yaitu di atas 70%. Petugas Pemeriksa Pajak atau Fiscal dapat menyelesaikan maksimal 15 SPPP dalam satu tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap bulannya minimal setiap Petugas Pemeriksa Pajak dapat menyelesaikan 1 laporan hasil pemeriksaan pajak. Hasil tambahan penerimaan dari pemeriksaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu Tahun 2003 adalah sebesar 9,2% dibandingkan dengan total penerimaan pajak.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern mempunyai keunggulan dan perbedaan yang sangat besar. Adanya pemisahan fungsi yang jelas antara fungsi pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, keberatan dan pembinaan.
Saran dalam penelitian ini adalah dengan adanya penyesuaian terhadap struktur dan fungsi organisasi pada KPP Wajib Pajak Besar Satu, peran sistem administrasi perpajakan modern perlu ditingkatkan lebih optimal tanpa melupakan aspek penegakan hukum disertai dengan peningkatan sumber daya pemeriksa baik dari segi kuantitas dan kualitas.

Tax reform application period in Indonesia is not only held in 1985 but also continued by tax reform in organization section of tax directorate general. Basically, tax administration reform executed by Tax Directorate General in 1985, 1994, 1997 and 2000, in fact, it has not been changed to make simpler of organization structure but just adding sections and sub sections. Those tax administration weaknesses because of not optimizing effort of administration reform execution, especially relating to structure reform, procedure, strategy and culture, there for administration reform recently still focusing on administration reform from reorganization aspects and enlarging organization, structure, enlarging quantity of employees, and enlarging procedure line.
To follow the up at beginning of year 2002 tax directorate general formed district office tax service office (ISO) of large taxpayer office as prototype of modem district office and tax service office (TSO) in the future. It becomes a prime case in the research, which is being done by the author. The aim of research is explaining and analyzing the role of modern tax administration system at large taxpayer office one in the way of improving taxpayer compliance.
Research methodology used in writing the thesis is analysis descriptive method, by data collecting technique through bibliography study and field study. Analysis characteristics are qualitative and quantitative analysis.
From the analysis is known that in 2004, the LTD One has determined 9 golden Taxpayers who are given an exclusive right to claim tax refund without prior audit by the issuance of Decision Letter on Prepayment of Refund. Completed SPPP, which has done by large taxpayer office one, is 2000 or equal to 61,7% compared with in coming SPT. SPPP percentage issued with SPPP completed is 82,6% (200 compared with 242). It is quite effective reminding that is a very big finalization to reach above 70% tax audit officer or Fiscal could finish maximum 15 SPPP in each year. It identifies that each month of each tax audit office could finish minimum I report of tax audit result. Revenue additional result from auditing to tax payer compliance at large taxpayer office one in 2003 is 9,2% compared with total of tax revenue.
The summary of research is about implementing modem tax administration system has very big superiorities and differences. There are very clear function separations among service function, controlling, auditing, complaining and developing.
Suggestion in the research one by adjusting to structure and organization function to tax service office of large tax payer office one, role of modem taxpayer administration system need to improve more optimum without eliminating law. Upholding aspects as long with audit human resources improvement, withes at quantity and quality side.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzi
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak (negara). Dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Adanya good governance dan manajemen organisasi yang sehat merupakan prasyarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas DJP secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah usaha untuk menjamin proses organisasi yang lebih etis dan transparan. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan menguraikan tentang seberapa besar pengaruh reformasi struktur organisasi terhadap peningkatan penerimaan pajak.
Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah hubungan korelasi antara seberapa besar pengaruh reformasi setruktur organisasi dengan peningkatan penerimaan pajak, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kuantitatif.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan dari reformasi struktur organisasi terhadap peningkatan penerimaan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Timur. Signifikansi pengaruh dari reformasi struktur organisasi terhadap peningkatan penerimaan pajak menunjukkan bahwa langkah yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak adalah tepat di dalam merespon tuntutan peningkatan penerimaan pajak. Hal ini ditunjukkan juga dengan pengaruh yang sangat kuat dan sangat signifikans antara fungsi Pelayanan dan Pemeriksaan, Pendelegasian Otoritas, Sistem Pelaporan, Koordinasi terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak khususnya pada Kanwil DJP Timur.
Rekomendasi dalam penelitian ini adalah agar reformasi di Direktorat Jenderal Pajak agar dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi reformasi administrasi perpajakan, struktur organisasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Sangat diharapkan sekali terhadap perubahan struktur organisasi pada Direktorat Jenderal Pajak nantinya akan lebih dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam penerimaan pajak, khususnya pada Kanwil DJP Jakarta Timur lebih besar dalam peningkatan penerimaan Direktorat Jenderal dan juga perlu dilakukan pelatihan-pelatihan terhadap sumber daya manusia yang ada di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur demi tercapainya pelayanan yang prima dan professional.

The Directorate General of Tax (DGT) is the government institution under the Ministry of Finance, which is responsible to collect tax revenue. In order to achieve the increasing targeted tax revenue, the DGT needs to face the challenges of the changing social and economic situation. Good governance and healthy organization management are the basic requirements for the DGT to be able to perform continuously, including the effort to guarantee that the organization process is transparent and ethical. The research is aimed at explaining how significant the impacts of the structural organization reform are to the increasing of tax revenue.
The research methodology used is the method of linear regression analysis, along with data collection, literature review and field study. The research is used as a quantitative analysis.
The conclusion of the thesis? research is the structural organization reform has had positive and significant impacts on the increasing targeted tax revenue in the East Jakarta Regional Tax Office. The analysis shows there is a correlation between the variables of the Service Function and Examination (audit) and the variables of the Targeted Tax Revenue.
The thesis? recommendation is the structural organization reform at the DGT in fact has had a positive and significant impact on increasing tax revenue. Therefore, the changes at the organization are expected to give a greater contribution to tax revenue collection, especially for the East Jakarta Regional Tax Office. In order to improve the service provided for the taxpayers and to build professional tax officials, it is also recommended that the DGT continuously develops the skills of tax officials in the Medium and Small Taxpayers offices through trainings and workshops. By doing so, the targeted tax revenue is expected to be achieved."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T25855
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>