Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119077 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risca Hanesty Maharani
"Saat ini semakin banyak perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan, minuman, kosmetik, dan market place di Indonesia memilih menggunakan produk jasa dari public figure asal Korea Selatan sebagai brand ambassador produk mereka. Oleh karena itu, Indonesia saat ini sedang kecanduan produk jasa dari Korea Selatan. Namun, pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pemanfaatan Sumber Daya Dalam Negeri bahwa adanya pelarangan untuk menggunakan warga negara asing dalam pembuatan iklan komersial. Pada penelitian ini mengkaji proses penetrasi Korean Wave kepada Publik Indonesia melalui perdagangan jasa dan kesesuaian penggunaan brand ambassador asal Korea Selatan perdagangan jasa sebagaimana diatur dalam Hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa proses penetrasi Korean Wave kepada Publik Indonesia melalui perdagangan jasa pertama adanya pengaruh globalisasi dalam melakukan ekspansi K-Pop yang turut memperkenalkan beberapa produk konten K-Pop di antaranya fashion, makanan, elektronik, musik, film dan kosmetik serta melakukan promosi bahasa dan budaya Korea Selatan banyak digemari. Kedua, mulai dikenalnya film dan musik dari Korea Selatan di Indonesia. Ketiga, adanya kerjasama dengan Indonesia berupa pendirian agensi penyebaran budaya dan membuka cabang kantor agensi di Indonesia. Keempat, banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki kerjasama dengan public figure asal Korea Selatan untuk menjadi brand ambassador. Kemudian temuan lain dari penelitian ini adalah menurut pandangan penulis belum terdapat kesesuaian terkait penetrasi budaya populer terhadap perdagangan jasa dalam Hukum Indonesia. Hal ini karena masih adanya disharmoni dalam regulasi Indonesia yang mengatur mengenai penggunaan bintang iklan dengan Warga Negara Asing.

Currently, more companies engaged in the production of food, beverages, cosmetics, and market places in Indonesia are choosing to use service products from public figures from South Korea as brand ambassadors for their products. Therefore, Indonesia is currently addicted to service products from South Korea. However, in the Regulation of the Minister of Communication and Informatics Number 25 of 2007 concerning Utilization of Domestic Resources that there is a prohibition to use foreign nationals in making commercial advertisements. This study examines the process of Korean Wave penetration to the Indonesian public through trade services and the suitability of using brand ambassadors from South Korea for trade services as stipulated in Indonesian law. The research method used is normative juridical research method. The results of this study are that the process of penetration of the Korean Wave to the Indonesian public through trade services are first has the influence of globalization in expanding K-Pop which also introduces several K-Pop content products including fashion, food, electronics, music, film and cosmetics as well as conducting language promotions and South Korean culture is much-loved. Second, the recognition of films and music from South Korea in Indonesia. Third, there is cooperation with Indonesia in the form of sensitivity to cultural dissemination agencies and opening agency branch offices in Indonesia. Fourth, many companies in Indonesia have collaborated with public figures from South Korea to become brand ambassadors. Then other findings from this study, according to the author's view there is no leeway regarding the penetration of popular culture towards trade in services in Indonesian law. This is because there is still disharmony in Indonesian regulations governing the use of advertising stars with foreign nationals."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evania Maharani Setiowati
"Hubungan emosional muncul sebagai pendorong terkuat untuk membeli barang yang berhubungan dengan idola K-Pop favorit mereka. Tan Xuan Ni (2023) menemukan bahwa respons emosional dan kognitif yang kuat mendorong niat membeli barang idola yang lebih tinggi. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh hubungan emosional ketika idola K-Pop ditunjuk menjadi duta merek terhadap perilaku pembelian terhadap produk atau layanan yang didukung, di Asia Tenggara, dengan fokus di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Peran idola K-Pop sebagai duta merek berdampak signifikan terhadap perilaku pembelian. Kusumawardhany dan Karya (2024) menyoroti bahwa kesukaan dan daya tarik idola K-Pop menjadikannya alat periklanan yang kuat, sehingga meningkatkan penjualan produk yang didukung. Temuan ini didukung oleh Kirana (2021), yang mencatat bahwa peluncuran produk terkait secara terus-menerus meningkatkan efek idola, sehingga meningkatkan antusiasme dan loyalitas konsumen dalam fandom. Metode yang digunakan adalah tinjauan pustaka, yaitu analisis dan evaluasi kritis terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan berhubungan langsung dengan topik yang dituju. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan emosional dan kolektibilitas duta merek mendorong pembelian merchandise K-Pop di Asia Tenggara, memberikan pemahaman komprehensif tentang interaksi antara emosi konsumen dan strategi pemasaran dalam konteks budaya yang unik ini.
Emotional connection emerges as the strongest driver, with consumers expressing a greater intent to purchase items related to their favorite K-Pop idols. Tan Xuan Ni (2023) found that strong emotional and cognitive responses drive higher purchase intentions for idol goods. This study explores the influence of emotional connection when K-Pop idols are appointed to be a brand ambassador on purchasing behavior towards products or services endorsed, in South-East Asia, focusing on Indonesia, Malaysia and Thailand. The role of K-Pop idols as brand ambassadors significantly impacts purchasing behavior. Kusumawardhany and Karya (2024) emphasized that the attractiveness and charm of K-Pop idols render them influential marketing instruments, enhancing the sales of sponsored merchandise. As Kirana (2021) found, the regular introduction of related products intensifies the idol effect and increases fanbase enthusiasm and loyalty. The approach used is a literature review, which means carefully assessing and analyzing earlier studies that have a direct bearing on the chosen topic. Clarifying how collectability of brand ambassadors and emotional connection affect K-Pop product purchases in South East Asia is the aim of this study. It attempts to provide a thorough knowledge of how, in this particular cultural setting, consumer emotions and marketing tactics interact."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas musik K-pop secara global telah meningkat secara signifikan, sehingga menghasilkan lebih banyak penonton K-pop dan pengaruh yang lebih besar yang dimiliki oleh idola K-pop di industri ini. Akibatnya, banyak bisnis mulai merekrut idola K-pop sebagai "brand ambasador" untuk memanfaatkan basis penggemar mereka yang luas. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dampak positif dan negatif dari idola K-pop yang berperan sebagai "brand ambasador" dan mengeksplorasi alasan meningkatnya prevalensi fenomena ini. Metodologi yang digunakan untuk penelitian ini memerlukan tinjauan teoretis terhadap literatur dan sumber sekunder lainnya untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang pokok bahasan.

In recent years, the global popularity of K-pop music has risen noticeably, leading to a larger audience for K-pop and greater influence wielded by K-pop idols in the industry. As a result, many businesses have begun enlisting K-pop idols as brand ambassadors to tap into their vast fan base. This paper aims to examine the positive and negative effects of K-pop idols serving as brand ambassadors and explore the reasons for the increasing prevalence of this phenomenon. The methodology employed for this study entails a theoretical review of peer-reviewed literature and other secondary sources in order to provide a comprehensive understanding of the subject matter."
[Depok, Depok]: [Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia], 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Gabriella Emmas
"Era Revolusi Industri 4.0 telah melahirkan banyak inovasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia, salah satunya media sosial. Di bidang periklanan sendiri, kehadiran media sosial memudahkan brand untuk mengajak selebritas dari Korea Selatan sebagai brand ambassador dalam kampanye digitalnya. Contohnya adalah Nu Green Tea, brand minuman teh hijau kemasan siap minum yang mengajak grup idola K-Pop NCT 127 sebagai brand ambassador untuk kampanye barunya, #FixEnak. Namun, strategi ini menimbulkan sejumlah implikasi pada kondisi psikologis audiens dan konsumen, seperti perasaan FoMO. Terlebih apabila perasaan FoMO ini sengaja diciptakan oleh perusahaan guna mendorong perilaku pembelian impulsif. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan strategi penggunaan K-Pop brand ambassador dalam menciptakan perasaan Fear of Missing Out pada konsumen Indonesia yang kemudian mendorong pembelian produk Nu Green Tea X NCT 127 secara impulsif. Analisis dilakukan dengan mengaitkan temuan dari media sosial Nu Green Tea @nuteaid dengan konsep daya tarik eksternal FoMO, konsep kelangkaan dalam pemasaran, serta faktor internal dan eksternal yang mendorong pembelian impulsif. Hasil analisis menunjukkan bahwa kolaborasi ini berhasil memicu FoMO pada konsumen hingga menciptakan pembelian impulsif melalui kombinasi dari produk yang bersifat impuls, pesan iklan dan promosi di media sosial, pembagian pengalaman, serta strategi stok terbatas.
Many inventions have emerged in numerous fields of human lives during the Industrial Revolution 4.0 era, one of those is social media. In terms of advertising, the presence of social media makes it easier for brands to invite celebrities from South Korea, to act as brand ambassadors in their digital campaigns. One of the examples is Nu Green Tea, a ready-to-drink tea company in Indonesia, who chose K-Pop idol group NCT 127 as their brand ambassadors for its new #FixEnak campaign. However, using K-Pop brand ambassadors has a variety of implications for the audience and consumers' psychological well-being, one of which is the feeling of FoMO. Especially if the brand intentionally stimulated this FoMO feeling to encourage impulsive buying. The objective of this paper is to describe how K-Pop brand ambassadors are used to create FoMO in Indonesian consumers, leading them to buys Nu Green Tea X NCT 127 goods impulsively. The research was conducted by connecting the findings from the Nu Green Tea @nuteaid social media account to the concept of FoMO's external appeal, the concept of scarcity in marketing, as well as internally and externally factors that stimulate impulsive buying. The results indicate that through a mix of impulse products, advertising messages and promotions on social media, shared experiences, and limited availability tactics, this collaboration proved successful in triggering FoMO in consumers, resulting them to do impulsive buying.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Lintang Sari
"Berkembangnya industri platform e-commerce di Indonesia diikuti oleh ketatnya persaingan antar platform yang salah satunya terlihat dari pemilihan brand ambassador yang dianggap paling populer di kalangan konsumen. Dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, peneliti mencoba untuk mengonfirmasi adanya pengaruh tingkat penilaian bintang K-Pop sebagai brand ambassador terhadap brand awareness, brand image, dan keputusan pembelian konsumen salah satu platform e-commerce yaitu Tokopedia. Penelitian dilakukan dengan membagikan kuesioner secara online kepada Milenial pengguna e-commerce usia 25-40 tahun dengan jumlah 450 responden yang kemudian diolah menggunakan analisis jalur (path analysis). Hasil analisis penelitian ditemukan bahwa adanya pengaruh tingkat penilaian kedua brand ambassador Tokopedia terhadap brand awareness dan brand image Tokopedia. Tingkat penilaian brand ambassador dan brand awareness namun ditemukan tidak cukup memengaruhi keputusan pembelian. Namun begitu ditemukan pengaruh brand image terhadap keputusan pembelian konsumen pengguna platform e-commerce Tokopedia.

The e-commerce platform industry development in Indonesia was followed by intense competition between platforms, which can be seen from the selection of brand ambassadors who are considered the most popular among consumers. By using a quantitative research approach, this study tried to confirm the influence of the K-Pop stars as brand ambassadors' evaluations on Tokopedia brand awareness, brand image, and consumer purchasing decisions as one of the e-commerce platforms. The research was conducted by distributing online questionnaires to millennial e-commerce users aged 25- 40 years with a total of 450 respondents which were then processed using path analysis. The results of this research analysis found that there was an influence between the evaluation level of two Tokopedia brand ambassadors on Tokopedia's brand awareness and brand image. The assessment of brand ambassadors and brand awareness, however, was found to be insufficient to influence purchasing decisions. However, it was found that the brand image of Tokoedia significantly influences purchasing decisions of Tokopedia users."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Shabrina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perilaku konsumsi penggemar atas brand kecantikan lokal yang menggandeng brand ambassador K-Pop. Studi terdahulu seputar konsumsi penggemar dan relasi idola-penggemar telah dikaji dengan mengukur pengaruhnya terhadap perilaku konsumsi serta dianalisis menggunakan konsep consumer society, hiperrealitas, dan representasi identitas. Namun, studi terdahulu belum banyak membahas perilaku konsumsi penggemar yang spesifik terkait konsumsinya atas brand kecantikan lokal yang menggandeng brand ambassador K-Pop menggunakan ketiga teori tersebut secara bersamaan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menjawab terkait bagaimana perilaku konsumsi penggemar atas brand kecantikan lokal yang menggunakan brand ambassador K-Pop menggunakan ketiga teori tersebut dengan pendekatan kualitatif dan studi kasus kolaborasi Somethinc x NCT Dream. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi penggemar atas produk kolaborasi Somethinc x NCT Dream didasarkan atas konsumsinya terhadap tanda yang ditawarkan dan melekat pada kolaborasi tersebut, yakni NCT Dream sebagai brand ambassador beserta atribut kolaborasi lainnnya (hadiah photocard dan kode unik) dan penggunaan ‘konsep melokal’. Perilaku konsumsi penggemar atas kolaborasi ini menjadi wujud hiperrealitas yang meliputi proses simulasi hingga simulacra dengan adanya kedekatan semu yang dipertontonkan dan dikonsumsi penggemar. Berdasarkan hal itu, hasil penelitian ini melihat bahwa perilaku konsumsi penggemar melibatkan relasi penggemar dan idolanya sehingga mendorong konsumsi penggemar sebagai bentuk loyalitas dan dukungan mereka terhadap idola. Hal ini kemudian menjadi wujud hiperrealitas karena penggemar sulit mengidentifikasi kebenaran terkait kebutuhan mereka dan hubungannya dengan idola. Selain itu, perilaku konsumsi penggemar atas produk kolaborasi Somethinc x NCT Dream juga dapat merepresentasikan identitas penggemar (NCTzen) sekaligus menjadi motif konsumsi itu sendiri melalui interaksinya dan pertukaran tanda dengan sesama kelompok penggemar atau lainnya.

The aim of this study is that to examine fan consumption behavior of local beauty brands which collaborate with K-Pop brand ambassadors. Furthermore, previous research on fan consumption and idol-fan relations had been studied by measuring its influence on consumption behavior and it was analyzed by using the concepts of consumer society, hyperreality, and identity representation. However, they have not discussed the fan consumption behavior specifically related to their consumption of local beauty brands which collaborates with K-Pop brand ambassadors by using these theories simultaneously. Therefore, this study intends to answer how fan consumption behavior of local beauty brands which collaborate with K-Pop brand ambassadors by using these theories with a qualitative approach and the Somethinc x NCT Dream collaboration case study. The result of this study shows that fan consumption of the Something X NCT Dream collaboration product is based on their consumption of the sign which is offered and attached to the collaboration that is NCT Dream as the brand ambassador along with other collaboration attributes (photocard benefit and unique codes) and the use of ‘local concepts’. Moreover, the fan consumption behavior of this collaboration become a form of hyperreality which includes a process of simulation to simulacra with a pseudo-closeness which is presented and consumed by fans. Therefore, the results of this study show that fan consumption behavior involves the relationship between fans and their idols so that it can encourage fan consumption as a form of their loyalty and support for their idols. It becomes a form of hyperreality since fans find it difficult to identify the truth regards to their needs and their relationship with their idol. In addition, fan consumption behavior of Somethinc x NCT Dream collaboration product can represent fan identity (NCTzen) as well as a consumption motive through its interaction and exchange of signs with fellow fan groups or others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Azzura Fredella
"Popularitas industri hiburan Korea Selatan mengalami perkembangan pesat dalam satu dekade terakhir dan K-pop menjadi salah satu faktor pendorong di balik popularitas tersebut. Hal ini tidak lepas dari beragam strategi pemasaran yang dilakukan oleh agensi pengelola dalam memasarkan musik para artisnya. Agensi pengelola sangat pandai penggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran akan artis dan musik baru, berinteraksi dengan penggemar, dan mendistribusikan musik dengan biaya yang relatif rendah. Salah satu strategi yang kini mulai dilirik oleh banyak agensi pengelola adalah transmedia storytelling, sebuah strategi perluasan narasi yang didistribusikan melalui berbagai saluran media untuk menambah wawasan baru terhadap keseluruhan narasi. Strategi ini telah digunakan oleh beberapa grup, tetapi perluasan narasi yang kompleks terlihat dari SM Culture Universe (SMCU) milik SM Entertainment dan Bangtan Universe milik BTS. SMCU menggunakan jenis transmedia bergaya West Coast yang bersifat ringan, sedangkan Bangtan Universe menggunakan perpaduan gaya West Coast dan East Coast yang bersifat lebih interaktif. Kedua semesta ini menggunakan pendekatan media yang berbeda yang menyesuaikan dengan narasi yang mereka angkat. Melalui transmedia storytelling, baik SMCU maupun Bangtan Universe membuka ruang partisipasi bagi penggemar untuk terlibat dalam narasi utama melalui petunjuk-petunjuk kecil yang diberikan dalam setiap media. Hal ini tentunya akan semakin membangun loyalitas antara artis dan penggemarnya.

The popularity of South Korean entertainment industry has grown rapidly in the last decade and K-pop is one of the supporting factors of this popularity. This is inseparable from the various marketing strategies conducted by the management agency to promote the music of its artists. Management agencies are very good at using social media to raise awareness of new artists and music, interact with fans, and distribute music at a relatively low cost. One strategy that is looked by many management agencies nowadays is transmedia storytelling, a narrative expansion strategy that is distributed through various media channels to add new insights to the overall narrative. This strategy has been used by several groups, but the complex narratives is seen in SM Entertainment's SM Culture Universe (SMCU) and BTS's Bangtan Universe. SMCU uses West Coast Transmedia style, meanwhile Bangtan Universe uses a blend of West Coast and East Coast styles that are more interactive. These two universes use different media approaches that conform to the narratives they adopt. Through transmedia storytelling, both SMCU and Bangtan Universe open up space for fans to be involved in the main narrative through small clues given in each medium. This of course will further build loyalty between the artist and the fans."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Azzura Fredella
"Popularitas industri hiburan Korea Selatan mengalami perkembangan pesat dalam satu dekade terakhir dan K-pop menjadi salah satu faktor pendorong di balik popularitas tersebut. Hal ini tidak lepas dari beragam strategi pemasaran yang dilakukan oleh agensi pengelola dalam memasarkan musik para artisnya. Agensi pengelola sangat pandai penggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran akan artis dan musik baru, berinteraksi dengan penggemar, dan mendistribusikan musik dengan biaya yang relatif rendah. Salah satu strategi yang kini mulai dilirik oleh banyak agensi pengelola adalah transmedia storytelling, sebuah strategi perluasan narasi yang didistribusikan melalui berbagai saluran media untuk menambah wawasan baru terhadap keseluruhan narasi. Strategi ini telah digunakan oleh beberapa grup, tetapi perluasan narasi yang kompleks terlihat dari SM Culture Universe (SMCU) milik SM Entertainment dan Bangtan Universe milik BTS. SMCU menggunakan jenis transmedia bergaya West Coast yang bersifat ringan, sedangkan Bangtan Universe menggunakan perpaduan gaya West Coast dan East Coast yang bersifat lebih interaktif. Kedua semesta ini menggunakan pendekatan media yang berbeda yang menyesuaikan dengan narasi yang mereka angkat. Melalui transmedia storytelling, baik SMCU maupun Bangtan Universe membuka ruang partisipasi bagi penggemar untuk terlibat dalam narasi utama melalui petunjuk-petunjuk kecil yang diberikan dalam setiap media. Hal ini tentunya akan semakin membangun loyalitas antara artis dan penggemarnya.
The popularity of South Korean entertainment industry has grown rapidly in the last decade and K-pop is one of the supporting factors of this popularity. This is inseparable from the various marketing strategies conducted by the management agency to promote the music of its artists. Management agencies are very good at using social media to raise awareness of new artists and music, interact with fans, and distribute music at a relatively low cost. One strategy that is looked by many management agencies nowadays is transmedia storytelling, a narrative expansion strategy that is distributed through various media channels to add new insights to the overall narrative. This strategy has been used by several groups, but the complex narratives is seen in SM Entertainment's SM Culture Universe (SMCU) and BTS's Bangtan Universe. SMCU uses West Coast Transmedia style, meanwhile Bangtan Universe uses a blend of West Coast and East Coast styles that are more interactive. These two universes use different media approaches that conform to the narratives they adopt. Through transmedia storytelling, both SMCU and Bangtan Universe open up space for fans to be involved in the main narrative through small clues given in each medium. This of course will further build loyalty between the artist and the fans.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Rahel
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena idolatry yang mempengaruhi perilaku konsumsi konsumen-penggemar atas K-Pop fan-made goods, meskipun isu hak cipta dan etika muncul dalam praktiknya. Fan-made goods dianggap penggemar sebagai salah satu manifestasi dari hubungan yang erat antara mereka dan idola mereka. Untuk menguji 18 hipotesis, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, cross sectional survey, dengan menggunakan kuesioner. Teknik purposive sampling digunakan untuk memperoleh 449 responden, yaitu penggemar K-Pop yang berusia 16-55 tahun, berdomisili di Indonesia, dan pernah melakukan pembelian fan- made goods. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan software SmartPLS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 11 hipotesis yang signifikan, yaitu Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, dan Customer Engagement memiliki pengaruh positif terhadap Brand Passion. Selanjutnya, Relatedness Needs Satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Brand Attachment. Sedangkan untuk pengujian efek mediasi, Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, dan Customer Engagement memiliki pengaruh positif terhadap Brand Loyalty melalui Brand Passion. Customer Engagement juga memiliki pengaruh positif terhadap Brand Loyalty melalui Brand Attachment. Temuan ini dapat dimanfaatkan oleh pemilik bisnis untuk merencanakan strategi yang tepat untuk memasarkan K-Pop fan-made goods.

This research aims to explain the phenomenon of idolatry that influences consumer-fan behavior towards K-Pop fan-made goods, despite copyright issues and ethical concerns arising in its practice. Fan-made goods are considered by fans as one of the manifestations of the close relationship between them and their idols. To test 18 hypotheses, this research used a quantitative approach, cross-sectional survey, using a questionnaire. The purposive sampling technique was used to collect 449 respondents, namely K-Pop fans aged 16-55 years, domiciled in Indonesia, and have purchased fan- made goods. Hypothesis testing was processed using the Structural Equation Modeling (SEM) method with SmartPLS 4.0 software. The results showed that only 11 hypotheses were significant, namely Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand- based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, and Customer Engagement had a positive effect on Brand Passion. Furthermore, Relatedness Needs Satisfaction had a positive effect on Brand Attachment. As for the mediation effect testing, Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, and Customer Engagement had a positive effect on Brand Loyalty through Brand Passion. Customer Engagement also had a positive effect on Brand Loyalty through Brand Attachment. These findings can be utilized by business owners to plan appropriate strategies to market K-Pop fan-made goods."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>