Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasna Khairunnisa
"Peningkatan atensi terhadap penggunaan Screen Time orang tua maupun anak sudah menjadi bagian integral dalam kehidupan. Sayangnya, anak usia sekolah saat ini lebih sering beraktivitas dengan hanya menatap layar selama waktu yang lama. Hal itu, membuat anak terpapar layar dengan durasi yang melebihi rekomendasi sehingga menimbulkan efek negatif terhadap tumbuh kembang anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran Screen Time dan mengidentifikasi hubungan lama Screen Time dengan perkembangan sosial. Penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional pada 285 responden orang tua yang sesuai dengan kriteria inklusi melalui metode stratified sampling. Instrumen SCREENS-Q untuk mengukur Screen Time dan Strength and difficulties Questionnaire (SDQ) mengukur perkembangan sosial. Hasil penelitian menunjukkan 74,4% anak mengalami Screen Time berlebihan dan terdapat hubungan antara lama Screen Time dengan setiap sub-skala perkembangan sosial (p value <0,05). Peneliti merekomendasikan adanya sosialisasi dan kerjasama pihak tenaga kesehatan dengan orang tua untuk mencari solusi bersama mengatasi permasalahan ini.

Increasing attention to the use of Screen Time for parents and children has become an integral part of life. Unfortunately, today's school-age children are more active by just staring at the screen for a long time. This causes children to be exposed to screens for a duration that exceeds the recommendations, which has a negative effect on children's development. This study aims to look at the description of Screen Time and identify the relationship between long Screen Time and social development. The study used a cross-sectional approach to 285 parents who fit the inclusion criteria through a stratified sampling method. The SCREENS-Q instrument to measure Screen Time and the Strength and Difficulty Questionnaire (SDQ) to measure social development. The results showed that 74.4% of children experienced excessive Screen Time and there was a relationship between the length of Screen Time and each social development sub-scale (p value <0.05). Researchers recommend socialization and collaboration between health workers and parents to find solutions together to overcome this problem."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raudya Tu Zahra Daud Ibrahim
"Pada era saat ini, gadget telah dijangkau oleh semua kalangan termasuk anak usia sekolah. Penggunaan gadget yang berlebihan dapat memiliki dampak negatif kepada anak salah satunya ketidakmampuan untuk berkonsentrasi saat belajar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan intensitas penggunaan gadget dengan konsentrasi belajar pada anak usia sekolah di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dan pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling melibatkan 282 responden dari 3 sekolah dasar terpilih di kota Depok. Instrumen diukur dengan Kuesioner Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV) dan Krawietz Concentration Scale (KCS). Hasil utama penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan gadget dengan konsentrasi belajar pada anak usia sekolah di kota depok (p value = 0.005). Peneliti menyarankan pelayanan kesehatan untuk mulai mensosialisasikan manajemen gadget yang ideal kepada anak-anak usia sekolah. Selain itu, sekolah juga dapat memfasilitasi sarana dan prasarana yang dapat digunakan agar siswa dapat menjadi lebih fokus ketika pembelajaran berlangsung.

In this era, gadgets have become accessible to all groups, including school-age children. The use of gadget can have negative impacts on children, one of which is the inability to concentrate during learning. Therefore, the aim of this research is to identify the relationship between gadget usage intensity and learning concentration among school-age children in Depok. This research uses a cross-sectional research design, cluster random sampling technique involving 282 respondents from 3 selected elementary schools in Depok. The instruments are measured using the Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV) questionnaire and the Krawietz Concentration Scale (KCS). The main results of this research indicate a relationship between gadget usage and learning concentration among school-age children in Depok City (p value = 0.005). Researchers suggest that healthcare services begin to socialize ideal gadget management to school-age children. Additionally, schools can provide facilities and infrastructure that can be used so that students can become more focused during learning activities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ershanda Nadhira Syifarini
"Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu perkembangan yang terjadi pada anak usia pra sekolah yang dapat dipengaruhi oleh penggunaan media elektronik. Penggunaan media elektronik dalam jangka panjang dan tanpa pengawasan orang tua menyebabkan meningkatnya screen time pada anak dan dapat menyebabkan gangguan perilaku emosional. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan screen time dengan perkembangan sosial emosional anak usia pra sekolah di Depok. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling melibatkan 216 responden (ibu) dari anak pra sekolah yang berasal dari 3 TK di Depok yang terpilih. Instrumen diukur dengan Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) dan kuesioner screen time. Hasil utama penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara screen time dengan perkembangan sosial emosional anak usia pra sekolah di Depok (p value = <0,001). Penelitian ini merekomendasikan pembatasan penggunaan screen time pada anak usia pra sekolah. Selain itu perlu adanya edukasi baik dari sekolah maupun mahasiswa keperawatan terkait faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak, yaitu screen time.

Social emotional development is one of the developments that occur in pre-school children, which can be influenced by using electronic media. The use of electronic media in the long term and without parental supervision leads to increased screen time in children and can have an impact on their social emotional development such as emotional behavior disorders. Therefore, the purpose of this study is to identify the relationship between screen time and the social emotional development of pre-school children in Depok. This research used a cross-sectional design and cluster random sampling technique involving 216 respondents (mothers) of pre-school children from 3 selected kindergartens in Depok. Social emotional problems were measured with the Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) and screen time questionnaire. The main result showed an association between screen time and social emotional development of pre-school children in Depok (p value = <0.001). According to the results of this study, it is necessary to limit the use of screen time in pre-school children according to existing recommendations, in addition to the need for education both from schools and nursing students related to factors that can affect children's social emotional development, especially screen time."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Click, Phyllis
"Presents the information needed by those involved in after-school programs. This title also presents the research and information on school-age child care, and offers many practical applications and activities that can be put to use immediately in a child care setting. "
Singapore: Wadsworth/Clengage Learning , 2012
305.234 CLI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Vera Linda
"Setiap orangtua memiliki harapan agar anaknya dapat menjadi manusia dewasa yang mandiri, sehingga sejak kecil anak dilatih untuk mandiri. Terbentuknya kemandirian anak bergantung pada pengasuhan orangtua terhadap anak dalam menghadapi tuntutan kemandirian dari lingkungannya. Ada tiga teknik asuhan yang dikemukakan Hoffman, yaitu power assertion, love withdrawal dan induction. Selain teknik asuhan, sejumlah faktor demograiis terkait dengan teknik asuhan anak, seperti status pekerjaan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, urutan anak, ukuran kcluarga, adanya anggota keluarga lainnya serta jenis kelamin anak diperkirakan berpengaruh terhadap kemandirian anak.
Penulis melakukan penelitian untuk menguji pemikiran di atas, mengingat sepanjang yang diketahui penulis, di Indonesia belum banyak penelitian yang secara khusus menitik beratkan pada topik ini Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, melibatkan sejumlah anak pcrempuan dan anak laki-laki di kelas 5 - 6 SD. Untuk memperoleh data mengenai kemandirian anak, teknik asuhan dan data demogratis digunakan kuesioner. Seluruh data di olah menggunakan program SPSS ver.11.01.
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa teknik asuhan memberikan sumbangan yang signiiikan terhadap kemandirian. Ibu yang menerapkan teknik asuhan induction cenderung memiliki anak dengan tingkat kemandirian tinggi. Sebaliknya ibu yang menggunakan teknik asuhan power assertion memiliki anak dengan tingkat kemandirian rendah. Ibu yang menerapkan teknik asuhan love withdrawal memiliki anak dengan tingkat kemandirian menengah. Dari faktor deinografis hanya tingkat pendiclikan ibu yang berperan signilikan terhadap kemandirian anak.
Semakin tinggi pendidikan ibu cenderung mempunyai anak dengan tingkat kemandirian tinggi. Sebaliknya semakin rendah pendidikan ibu akan memiliki anak dengan tingkat kemandirian rendah. Sejumlah faktor lain tampak mempengaruhi hasil yang diperoleh. Untuk penelitian selanjutnya, beberapa saran diberikan berkaitan dengan hal itu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeria Allen Friskila
"ABSTRAK
Perilaku sehat pada anak usia sekolah harus diperkenalkan sejak dini agar dapat menjadi generasi penerus bangsa yang sehat. Keluarga memiliki peran dan fungsi penting tempat anak usia sekolah bertumbuh dan berkembang membentuk perilaku. Tujuan penelitian ini untuk menguraikan secara mendalam makna peran dan fungsi keluarga dalam meningkatkan perilaku sehat pada anak usia sekolah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi fenomenologi deskriftif. Hasil penelitian didapatkan tujuh tema, yaitu pengetahuan keluarga tentang perilaku sehat, ragam perilaku sehat pada anak usia sekolah, upaya pembiasaan perilaku sehat, ragam sumber informasi dalam mengoptimalkan perilaku sehat, keterbatasan dalam menerapkan perilaku sehat, harapan keluarga, dan pembiasaan perilaku sehat. Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi keperawatan yaitu untuk pengembangan ilmu keperawatan keluarga khususnya perilaku keluarga yang menjadi contoh anak berperilaku sehat.

ABSTRACT
Healthy behaviors in school age children should be introduced early in order to become the next generation a healthy nation. The family has an important role and function of a school age children grow and develop shaping behavior. The purpose of this study to describe in depth the meaning of the role and function of the family in promoting healthy behaviors in school age children. The method used is descriptive phenomenological study. The result showed seven themes, namely family knowledge about healthy behaviors, types of health behavior in school age children, efforts habituation healthy behaviors, types of resources in optimizing healthy behaviors, limitations in implementing healthy behavior, family expectations, and habituation healthy behaviors. The results of this study have implications for nursing is to the development of nursing science communities, especially the behavior of the family is an example of a healthy child behaves."
2017
T47301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ila Wati
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh tinggal dengan ibu tunggal terhadap kecenderungan anak usia sekolah untuk bekerja dengan menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2014. Hasil dari penelitian ini adalah anak yang tinggal dengan ibu tunggal memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk bekerja dibandingkan dengan anak yang tinggal dengan orang tua lengkap. Apabila pendapatan keluarga diinteraksikan dengan ibu tunggal, pendapatan keluarga kelompok tertinggi pada anak yang tinggal dengan ibu tunggal memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk bekerja dibandingkan dengan pendapatan keluarga kelompok terendah dan kelompok menengah. Hal tersebut terjadi karena ada hubungan yang kuat antara ibu yang bekerja dengan anak bekerja.

The aim of this study is to see the impact of living with single mother on the likelihood of school-age children to work using IFLS (Indonesia Family Life Survey) 2014 data. The result of logistic regression show that children who living with single mother more likely to work than those living with complete parents. While family income as family resource is the mediating role of single mother, children in higher income bracket are more likely to work than those in lower and middle income bracket. Since there is a strong relation between both mothers and children who work.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paula Beatrix Rusly
"ABSTRAK
Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan manusia Iain untuk mengembangkan
dirinya secara optimal. Interaksi ini dimulai sejak ia berada dalam kandungan, dan terus
berlanjut sepanjang hidupnya.
Pada mula interaksi ini hanya antara individu dan kedua orang tuanya, tetapi lama
kelamaan semakin meIuas. Pada mass usia sekolah interaksinya tidak hanya dengan -orang
tua saja, melainkan juga dengan guru dan teman sebayanya. Pada masa ini hubungan
dengan teman sebaya memegang peranan yang penting dalam perkernbangan anak,
terutama dalam perkembangan sosialnya.
Bentuk hubungan dengan teman sebaya ini ada dua bentuk, yaitu persahabatan dan
penerimaan oleh teman sebaya. Kedua hal ini memiliki peranan yang berbeda dalam
perkembangan sosial anak. Melalui persahabatan seorang anak dapat mengembangkan rasa
percaya dan kesensitifan pada orang Iain, anak juga dapat belajar mengenai hubungan
timbal balik. Melalui penerimaan oleh teman sebaya anak dapat belajar mengenai kerja
sama., belajar mengkoordinir aktivitasnya, dan.belajar mematuhi aturan dan norma-norma
dalam suatu kelompok; [Parker dan Asher, 1993 dalam Sroufe et. al. 1996).
Adanya kesenjangan pengetahuan mengenai bagaimana hubungan antara kedua
konsep ini dalam perkembangan sosial anak mendorong penulis untuk melakukan
penelitian mengenai hal ini.
Penelitian ini dilakukan di suatu sekolah dasar di Jakarta pada anak usia 10-
11 tahun. Penelitian ini mecoba mencari ada tidaknya perbedaan kualitas persahabatan
antara anak yang memiliki tingkat penerimaan tinggi dan anak yang memiliki tingkat
penerimaan rendah. Hal ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan menggunakan alat
ukur sebagai berikut, Sosiometri Roster-dan Rating, Sosiometri Nominasi, dan Kuesioner
Kualitas Persahabatan.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non probability
sampling dengan teknik cluster sampling untuk pengambilan sampel siswa usia sekolah.
Sampel yang diambil dipisahkan ke dalam dua kelompok yaitu, (1) Kelompok Tingkat
Penerimaan Tinggi (TPT), 30 orang, dan (2) Kelompok Tingkat Penerimaan Rendah
(TPR) 30 orang.
Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya .perbedaan kualitas persahabatan yang
signifikan antara kedua kelompok tersebut. Dari hasil analisa keenam aspek kualitas
persahabatan juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok tersebut, kecuali pada aspek yang terakhir yaitu aspek konflik dan
pengkhianatan.
Pada analisa lebih lanjut, yaitu dengan memisahkan kelompok TPR dan TPT
berdasarkan jenis kelaminnya, ternyata ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara
kelompok TPT dan TPR pada anak perempuan. Perbedaan ini muncul pada aspek
pertolongan dan bimbingan, dan aspek konflik dan pengkhianatan.
Hasil yang demikian diduga disebabkan oleh peranan faktor budaya, faktor jenis
kelamin, adanya social desirability. Diduga faktor-faktor ini bekerja secara simultan
sehingga menimbulkan hasilkan hasil yang demikian.
Saran peneliti, untuk masa yang akan datang dapat dilakukan penelitian mengenai
kualitas persahabatan pada laki-laki dan perempuan, mengenai hubungan kelekatan dengan
persahabatan dan penerimaan oleh teman sebaya. Juga dapat dilakukan penelitian
mengenai persahabatan dalam budaya Indonesia, untuk itu diperlukan pengembangan alat
ukur kualitas persahabatan yang lebih lanjut lagi dalam budaya Indonesia."
1997
S2545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana
"Anak usia toddler adalah anak yang berusia antara rentang 12 bulan sampai 36 bulan dan periode ini adalah masa transisi dari bayi ke balita. Anak- anak usia toddler cenderung terpapar dengan perangkat elektronik atau screen time di zaman teknologi ini dan hal ini menjadi tantangan bagi orang tua terhadap perkembangan bahasa anak.. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bahasa anak usia toddler yang terpapar screen time di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling dan diteliti pada 200 responden. Penelitian ini dilakukan pada anak usia 1-3 tahun yang terpapar screen time setiap hari. Instrumen pada penelitian ini menggunakan CLAMS untuk menilai perkembangan bahasa anak. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik ordinal. Hasil yang didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antar riwayat kelahiran, durasi paparan screen time, pendidikan orang tua dan stimulasi. Variabel yang dominan adalah stimulasi. Kesimpulan: stimulasi memengaruhi perkembangan bahasa anak usia toddler sebesar 14 kali dibandingan anak tanpa diberi stimulasi. Dari hasil penelitian ini, pemeriksaan perkembangan bahasa disarankan untuk dilakukan bersamaan dengan pelayanan posyandu agar dapat mendeteksi dan mengintervensi dini keterlambatan perkembangan bahasa

Toddler are children between the ages of 12 months and 36 months and this period is the transition period from baby to toddler. Toddler tend to be exposed to electronic devices or screen time in this technological era and this is a challenge for parents regarding children's language development. The aim of this research is analyze the factors that influence the language development of toddler who are exposed to screens time in East Jakarta. This research uses a cross sectional design. Sample selection was using cluster random sampling and studied on 200 respondents. This research was conducted on children aged 1-3 years who were exposed to screen time every day. The instrument in this study uses CLAMS to assess language development. The statistical test used is ordinal logistic regression. The results obtained were there was a significant relationship between birth history, duration of screen time exposure, parental education and stimulation. The dominant variable is stimulation. Conclusion: stimulation affects the language development of toddler-aged children 14 times compared to children without stimulation. From the results of this research, it is recommended that language development examinations be carried out simultaneously with posyandu services in order to detect and intervene early in language development delays."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Mutiara Dewi
"ABSTRAK
Storytelling merupakan salah satu alternatif intervensi dalam asuhan atraumatik keperawatan anak di rumah sakit untuk mengurangi efek negatif akibat hospitalisasi. Storytelling dapat diberikan sebagai distraksi terhadap ketakutan anak yang dialami selama dalam perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas storytelling terhadap takut akibat hospitalisasi pada anak usia sekolah di rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperiment dan metode yang digunakan adalah non-equivalent control group pretest-posttest design. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok intervensi 1 (storytelling) dan kelompok 2 yaitu kelompok kontrol dimana jumlah total responden n=32, di RSAB Harapan Kita Jakarta. Pengambilan data responden menggunakan sistem blok yang dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2020. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa intervensi storytelling berpengaruh signifikan terhadap penurunan takut hospitalisasi anak usia sekolah di rumah sakit sebelum dan sesudah pemberian intervensi (P value =0,000 < 0,05). Selain itu juga ada perbedaan bermakna selisih skor takut pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol terhadap skor takut hospitalisasi (P value = 0,000 < ). Storytelling dapat diterapkan dalam
asuhan keperawatan pasien anak di rumah sakit untuk membantu meminimalkan trauma atau takut anak.

ABSTRACT
Storytelling is one of the alternative interventions in pediatric nursing atraumatic care in hospitals to reduce the negativeaffects of hospitalization. Storytelling can be given as distraction to the fears a child experiences during treatment. This study aims to determine the effectiveness of storytelling againts fear due to hospitalization in school- age children in hospital. This study is a quantitative study with a quasi-experimental researchdesign and the method used in non-equivalent control group pretest-posttest design. Subjects in this study consisted of two groups namely the intervention first group (storytelling) and second group namely the control group.The total number of respondens was n=32, at the Harapan Kita Maternity and Children Hospital in Jakarta. Respondent data collection using a block system conducted from June to July 2020. Bivariat analysis results show that storytelling intervention has a significant effect on reducing fear of hospitalization of school-age children in hospitals before and after
administration of the intervention (P value =0,000 < 0,05). In addition, there is also a significant deifference between the fear score in the intervention group and the control group (P value = 0,000 < ). Storytelling can be applied in nursing care of pediatric patients in hospitals to help minimize trauma or fear of children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>