Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113613 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusvita Putri Andamdewi
"Penelitian ini membahas tentang keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial sebagai strategi coping menghadapi ageism yang dikaji dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Hal ini dilatarbelakangi adanya prediksi bonus demografi beberapa tahun mendatang, sehingga dibutuhkan usaha untuk menjadikan lansia yang berkualitas agar tidak menjadi ‘beban’ di masa mendatang. Lansia termasuk kelompok yang rentan menghadapi gangguan seiring bertambahnya usia dikarenakan terjadinya perubahan maupun permasalahan yang dihadapinya, salah satunya yaitu ageism. Ageism merupakan pandangan atau stigma negatif yang diberikan pada seseorang karena usianya dan lansia merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan mengalami ageism. Menjadi penting untuk diteliti bagaimana lansia menghadapi ageism dan bagaimana aktif secara sosial dapat menjadi upaya lansia dalam menghadapi hal tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan pada Juli 2023 melalui: (1) wawancara dengan sembilan informan lansia, (2) observasi, dan (3) studi dokumentasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa bentuk ageism yang seringkali diperoleh lansia diantaranya other-directed ageism dan self-directed ageism, dan diketahui bahwa ageism tersebut memberikan dampak negatif bagi lansia yaitu dampak negatif terhadap fisik dan psikis lansia. Para informan berusaha menghadapi ageism tersebut dengan menerapkan strategi coping berfokus pada masalah diantaranya menggunakan planful problem coping, confrontive coping, dan seeking social support. Informan juga menerapkan strategi coping berfokus pada emosi, dengan menggunakan escape-avoidance, accepting responsibility, dan positive reappraisal.  Terungkap pula bahwa latar belakang keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial  adalah ingin mencari interaksi sosial yang berkelanjutan, berupaya memperluas jaringan sosial, dan dapat berkontribusi kepada sekitar. Hal tersebut memberi manfaat bagi lansia diantaranya menjadi lebih senang, sehat, dan dapat meningkatkan fungsi kognitif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi coping yang lansia lakukan dalam menghadapi ageism berkaitan erat dengan keikutsertaan lansia dalam partisipasi sosial karena selain manfaatnya dapat membantu mengatasi dampak dari ageism namun ternyata partisipasi tersebut diketahui merupakan salah satu prinsip anti-ageism atau dengan kata lain dapat menjadi upaya lansia dalam melawan ageism tersebut dengan mendorong partisipasi lansia.

This study focusses on the elderly in social participation as coping strategies to face ageism, which discusses from the social welfare discipline. This research is motivated by the demographic bonus in the next few years, where efforts are needed to produce quality elderly people so that they do not become a 'burden' in the future. The elderly are a group that is vulnerable to disruption as they age due to changes and problems they face, one of which is ageism. Ageism is a negative view or stigma given to someone because of their age and the elderly are one of the groups that are very vulnerable to ageism. It is urgent to study how the elderly deal with ageism and how to be socially active can be an elderly effort in dealing with ageism. This study conducted from October 2022 to July 2023, employed a qualitative approach with data collection through: (1) interviews with nine elderly informants, (2) observation, and (3) documentation study. The study revealed that forms of ageism experienced by the informants were other-directed ageism and self-directed ageism.  Ageism has a negative impact on the informants, namely a negative impact on the physical and psychological of the elderly. Therefore, the informants try to deal with ageism by applying problem-focused coping strategies including using planful problem coping, confrontive coping, and seeking social support. They also applied coping strategies focused on emotions, using escape-avoidance, accepting responsibility, and positive reappraisal. The infomants’ intention to social participation includes wanting to find sustainable social interactions, trying to expand social networks, and being able to contribute to their surroundings, as this provides benefits for the elderly including being happier, healthier, and can improve cognitive function. This study concludes that the coping strategies used by elderly informants in dealing with ageism are closely related to their social participation, because in addition to the benefits that can help overcome the impact of ageism, it turns out that participation is known as one of the principles of anti-ageism or in other words, it can be an effort for the elderly to overcome ageism by encouraging elderly participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arnita Afriyani Adam
"Persentasi populasi lansia Indonesia kian meningkat dari waktu ke waktu memunculkan tantangan serta dampak sosial-ekonomi. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak lansia. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta keterkaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar lansia dan ageism. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni 2022 melalui wawancara mendalam dengan 9 (sembilan) informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta didasarkan pada adanya peningkatan populasi penduduk lanjut usia di Provinsi DKI Jakarta dan melaksanakan amanat Peraturan Gubernur Nomor 100 Tahun 2019 tentang Pemberian Bantuan Sosial PKD terhadap Lanjut Usia. KLJ ini diformulasikan dengan melakukan koordinasi dengan pihak terkait, seperti Dinas Sosial, Bappeda, BPKD, DPRD serta Bupati/Walikota, Camat dan Lurah, dan Bank DKI. Sosialisasi KLJ dilakukan melalui media online, pendamping sosial, penyuluh sosial dan juga RT/RW. Implementasi kebijakan KLJ ini dinilai sudah tepat sasaran, dengan melakukan verifikasi dan musyawarah kelurahan untuk menentukan penerima KLJ. Tanggapan terhadap KLJ juga mendapat respon positif karena dapat memenuhi kebutuhan dasar lansia, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan perlindungan dan kebutuhan sosial lansia. Namun, KLJ belum dapat memenuhi kebutuhan lansia atas penghargaan dan kebutuhan aktualisasi. Belum terpenuhinya kebutuhan tersebut ternyata berkaitan dengan adanya ageism pada proses kebijakan Kartu Lansia Jakarta. Adanya ageism berupa streotipe implisit terhadap kondisi lansia antara lain terungkap dari kenyataan tidak dilibatkannya lansia secara langsung dalam tahapan formulasi dan evaluasi kebijakan. 

The percentage of Indonesia's elderly population is increasing from time to time, creating challenges and socio-economic impacts. Therefore, a policy that is in accordance with the needs and rights of the elderly is needed. This study aims to describe the Jakarta Lansia Card policy process in relation to meeting the basic needs of the elderly and ageism. This research is a descriptive research with qualitative method. Data collection was carried out during June 2022 through in-depth interviews with 9 (nine) informants. The selection of informants was done by purposive sampling. The results showed that the Jakarta Elderly Card policy process was based on an increase in the elderly population in DKI Jakarta Province and carried out the mandate of Governor Regulation Number 100 of 2019 concerning the Provision of PKD Social Assistance to the Elderly. This KLJ is formulated by coordinating with related parties, such as the Social Service, Bappeda, BPKD, DPRD as well as Regents/Mayors, Camat and Lurah, and Bank DKI. KLJ socialization is carried out through online media, social assistants, social instructors and also RT/RW. The implementation of this KLJ policy is considered to have been right on target, by conducting verification and village meetings to determine the recipient of the KLJ. The response to KLJ also received a positive response because it can meet the basic needs of the elderly, such as physiological needs, protection needs and social needs of the elderly. However, KLJ has not been able to meet the needs of the elderly for appreciation and actualization needs. The unfulfilled need is apparently related to the ageism in the Jakarta Elderly Card policy process. The existence of ageism in the form of implicit stereotypes on the condition of the elderly is revealed, among others, from the fact that the elderly are not directly involved in the formulation and evaluation stages of policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Oktavia Wibowo
"Kesepian telah menjadi isu sosial yang signifikan di kalangan lansia di Jepang. Film Perfect Days (2023) karya Wim Wenders sebagai salah satu film terbaru yang mengangkat fenomena lansia, namun belum banyak penelitian yang menganalisis film ini sebelumnya. Penelitian ini membahas penerapan strategi coping oleh karakter Hirayama, untuk menjalani hidup dan menghindari kesepian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis teks dan sinematografi, berpedoman dengan teori strategi coping oleh Weiten dan Lloyd (2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hirayama menerapkan empat jenis strategi coping: appraisal-focused coping, problem-focused coping, emotion-focused coping, dan occupation-focused coping. Strategi-strategi ini membantunya untuk mengelola emosi dengan lebih stabil, menemukan kedamaian dalam rutinitas sehari-hari, dan menemukan makna dalam hidup agar tidak merasa kesepian. Masa lalunya sebagai pengusaha kaya namun tidak merasa hidup puas, hubungan keluarga yang tegang, dan kebiasaan lama yang tidak sehat, mempengaruhi pilihan mekanisme coping yang diterapkannya. Dengan memilih gaya hidup yang lebih sederhana sebagai petugas kebersihan toilet umum, Hirayama memegang kendali atau kontrol atas hidupnya dan membuatnya menghargai momen-momen kecil yang memberi makna. Penelitian ini menekankan pentingnya pemilihan mekanisme coping yang efektif bagi lansia untuk mengatasi kesepian dan mencapai kesejahteraan emosional.

Loneliness has become a significant social issue among the elderly in Japan. The film Perfect Days (2023) by Wim Wenders, one of his latest films addressing the phenomenon of aging, has not been widely analyzed in previous studies. This research examines the coping strategies used by the character Hirayama to navigate life and avoid loneliness. The analysis method used is text and cinematographic analysis, based on the coping strategies theory by Weiten and Lloyd (2008). The findings show that Hirayama applies four types of coping strategies: appraisal-focused coping, problem-focused coping, emotion-focused coping, and occupation-focused coping. These strategies help him manage his emotions more stably, find peace in his daily routines, and discover meaning in life to avoid loneliness. His past as a wealthy businessman, despite not finding fulfillment, strained family relationships, and unhealthy old habits, influenced his choice of coping mechanisms. Hirayama gains control over his life by choosing a simpler lifestyle as a public toilet janitor and learns to appreciate the small moments that give it meaning. This study emphasizes the importance of selecting effective coping mechanisms for the elderly to overcome loneliness and achieve emotional well-being."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahma Halimah Hadi
"Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan strategi coping Perempuan Pekerja Rumah Tangga (selanjutnya PRT) live-out, yang menghadapi kerentanan di dunia kerja sekaligus juga terbebani dengan tuntutan domestik di rumah. Studi-studi terdahulu belum banyak yang secara khusus membahas perempuan PRT live-out, selain hanya berfokus pada kerentanan PRT, termasuk relasi yang timpang dengan majikannya, serta lemahnya perlindungan hukum bagi PRT. Sebab itu, penelitian ini berfokus membahas beban perempuan PRT live-out dan menjelaskan strategi coping merujuk konsep yang digagas oleh Skinner dan Zimmer-Gembeck (2007). Perempuan PRT live-out adalah PRT yang tidak tinggal di rumah majikan, tetapi hanya bekerja beberapa jam per hari di rumah majikan. Dengan demikian, mereka sebagai Perempuan, setiap hari berupaya memenuhi tuntutan majikan, tuntutan keluarga, serta dimungkinkan masih berkegiatan di komunitas. PRT live-out yang diungkap pengalamannya adalah perempuan menikah, bersuami, punya anak berusia 4-12 tahun, dan bekerja di lebih dari satu rumah per hari. Penelitian kualitatif dengan metode studi kasus ini dilakukan di Jakarta. Adapun data dijaring melalui teknik wawancara mendalam dan ditopang data observasi. Temuan studi menunjukkan bahwa perempuan PRT live-out menghadapi beban berlapis, yakni beban domestik, pekerjaan, dan komunitas. Adapun strategi coping yang dikembangkan adalah: problem-solving, information-seeking, self-reliance, support-seeking, social isolation, delegation, accommodation, negotiation, submission dan opposition.

This study aims to explain the coping strategies of live-out female domestic workers (hereinafter domestic workers), who face vulnerabilities in the world of work while also being burdened with domestic demands at home. Not many previous studies have specifically discussed live-out female domestic workers, apart from only focusing on the vulnerabilities of domestic workers, including unequal relationships with their employers, as well as weak legal protection for domestic workers. Therefore, this research focuses on discussing the burden of live-out domestic workers and explaining coping strategies referring to the concept initiated by Skinner and Zimmer-Gembeck (2007). Live-out female domestic workers are domestic workers who do not live in the employer's house, but only work a few hours per day in the employer's house. In this way, they as women, every day try to meet the demands of their employers, the demands of their families, and are still able to carry out activities in the community. The live-out domestic workers whose experiences were revealed were married women with husbands and children aged 4-12 years, and worked in more than one house per day. This qualitative research using the case study method was conducted in Jakarta. The data was collected through in-depth interview techniques and supported by observation data. The study findings show that live-out female domestic workers face multiple burdens, namely domestic, work and community burdens. The coping strategies developed are: problem-solving, information-seeking, self-reliance, support-seeking, social isolation, delegation, accommodation, negotiation, submission and opposition."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satwati Suprihatin
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
S2657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadini
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat proactive coping pada mahasiswa tahun pertama dan mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang berada pada tahun pertama dan tahun terakhir perkuliahan sebanyak 150 orang. Tingkat proactive coping diukur dengan menggunakan alat ukur hail adaptasi dari alat ukur Proactive Coping Inventory (PCI) yang dikembangkan oleh Esther Greenglass.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkatan proactive coping pada mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI). Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkatan proactive coping pada mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir FIK UI jika dilihat dari perbedaan jenis kelamin. Namun terdapat hubungan yang signifikan antara mahasiswa tahun pertama dan tahun terakhir FIK UI jika dilihat dari perbedaan kepemilikan dukungan sosial. Kepemilikan dukungan sosial diukur dari ada atau tidaknya teman dekat/ teman curhat.

This study aimed to determine whether there are differences in the level of proactive coping in the first year and last year student in the Faculty of Nursing, University of Indonesia. Participants of this study were the first year and last year students of the Faculty of Nursing, University of Indonesia. Level of proactive coping was measured using an adaptation instrument developed by Greenglass.
The results of this study indicate that there is no significant difference between the levels of proactive coping in the first-year and last year student Faculty of Nursing, University of Indonesia (FIK UI). In addition, there is no significant difference between the levels of proactive coping in the first-year and last year students of FIK UI when viewed from the difference between the sex. But there is a significant relationship between the first-year and last year students of FIK UI when viewed from a difference of social support ownership.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Pinasthika
"Mahasiswa kedokteran melalui berbagai penyesuaian pada tahun pertama pendidikan, sehingga dapat menimbulkan stres. Mekanisme coping merupakan usaha mengatasi stres dan penggunaannya dapat dipengaruhi jenis kelamin serta asal daerah seseorang. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan sampel konsekutif dari mahasiswa tahun pertama program studi pendidikan dokter FKUI. Penelitian ini menggunakan kuesioner COPE Inventory yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan divalidasi lebih lanjut. Dari studi awal yang telah dilakukan, terjemahan kuesioner cukup reliabel skor Cronbach alpha 0.774. Sampel penelitian ini berjumlah 165 responden response rate 73 dengan skor Cronbach alpha kuesioner 0.848.
Hasil penelitian menunjukkan skor mekanisme coping tertinggi dan terendah di sampel ialah masing-masing "religious coping"dan "substance use". Hubungan asal daerah dengan mekanisme coping tidak dapat disimpulkan, karena jumlah sampel yang tidak sebanding di kedua kelompok asal daerah. Terdapat perbedaan bermakna mekanisme coping antar jenis kelamin, yaitu pada "focusing on and venting of emotions"p=0.004, "religious coping"p=0.001, "use of emotional social support"p=0.004 dan "substance use" p=0.024. "Focusing on and venting of emotions", "use of emotional social support"dan "religious coping" lebih tinggi pada perempuan, sedangkan "substance use" lebih tinggi pada laki-laki. Sebagai kesimpulan, terdapat hubungan antara jenis kelamin dan mekanisme coping, sedangkan hubungan asal daerah dan mekanisme coping tidak dapat disimpulkan.

Medical students go through various adjustments in first year of undergraduate medical education and this often leads to stress. Coping mechanism is a way to reduce stress and its use can be influenced by gender and place of origin of the person. This study is a cross sectional study with consecutive sampling of first year undergraduate medical students in Universitas Indonesia. A translated and validated COPE Inventory Questionnaire was administered in pilot study and the modified questionnaire is reliable Cronbach alpha score 0.774. 165 respondents response rate 73 filled the questionnaire with Cronbach alpha score 0.848.
Result shows overall highest and lowest coping mechanism score of respondents were "religious coping" and "substance use" respectively. Place of origin differences could not be concluded, as the sample was not comparable between two groups. There are significant gender differences in coping mechanisms "focusing on and venting of emotions" p 0.004, "religious coping" p 0.001, "use of emotional social support" p 0.004 and "substance use" p 0.024. "Focusing on and venting of emotions", "use of emotional social support" and "religious coping" score higher in females and "substance use" score higher at males. To conclude, gender shows to have significant differences in coping mechanism, while place of origin could not be concluded."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Rahayu Marion
"Hubungan antara persepsi ageisme dengan kesepian pada lansia menggabungkan aspek psikologis dan sosial. Ketika lansia mengalami ageisme, kesejahteraan psikososial mereka dapat terpengaruh, termasuk kesepian. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional, sampel terdiri dari 115 lansia di Jakarta Timur yang dipilih melalui cluster random sampling. Data dikumpulkan menggunakan Perceived Ageism Questionnaire (PAQ) dan UCLA Loneliness Scale Version 3. Hasil menunjukkan hubungan signifikan antara persepsi ageisme negatif dan kesepian dengan p-value = <0,001 dan koefisien korelasi (ρ) sebesar 0,373. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara persepsi ageisme positif dengan kesepian dengan p-value = 0,544 dan koefisien korelasi (ρ) sebesar 0,057. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa ageisme negatif yang dipersepsikan oleh lansia secara signifikan berhubungan dengan kesepian yang dialami oleh lansia. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi hasil temuan penelitian, di antaranya: adaptasi terhadap lingkungan di kota; pemanfaatan teknologi; dukungan sosial yang lebih kuat; akses terhadap layanan kesehatan mental; dan kesempatan untuk berkontribusi. Pentingnya kemampuan berkomunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat adalah salah satu upaya pemberian dukungan sosial bagi para lansia di kota-kota besar, khususnya di Kota Jakarta Timur.

The relationship between perceptions of ageism and loneliness among the elderly encompasses both psychological and social aspects. When elderly individuals experience ageism, their psychosocial well-being can be affected, including feelings of loneliness. This study employs a descriptive correlational design with a cross-sectional approach, with a sample consisting of 115 elderly individuals in East Jakarta selected through cluster random sampling. Data were collected using the Perceived Ageism Questionnaire (PAQ) and the UCLA Loneliness Scale Version 3. The results show a significant relationship between negative perceptions of ageism and loneliness, with a p-value < 0.001 and a correlation coefficient (ρ) of 0.373. Additionally, there was no relationship between positive perceptions of ageism and loneliness, with a p-value of 0.544 and a correlation coefficient (ρ) of 0.057. These results indicate that the negative ageism perceived by the elderly is significantly related to the loneliness they experience. The study highlights several factors influencing the findings, including adaptation to the urban environment, the utilization of technology, stronger social support, access to mental health services, and opportunities to contribute. The importance of therapeutic communication skills performed by nurses is one effort to provide social support for the elderly in large cities, particularly in East Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Dwi Ariyanti
"ABSTRAK
Masa perpindahan dari SD ke SMP umumnya berkaitan dengan perubahan pada
lingkungan sekolah, aktifitas akademis, dan aktifitas sosial, perubahan-perubahan
tersebut dihadapi oleh siswa remaja awal bersamaan dengan perubahan yang
berasal dari dalam dirinya karena masa pubertas. Bagi kebanyakan siswa remaja
awal kondisi tersebut bisa menjadi pemicu munculnya stress (stressor). Dalam
menghadapi stress setiap siswa memiliki perbedaan karena disebabkan oleh
kemampuan coping yang dimilikinya dan dukungan sosial yang diterimanya.
Penelitian dilakukan pada partisipan sebanyak 106 orang yang berasal dari SMP N
2 Depok, dan memiliki karakteristik anak laki-laki maupun anak perempuan yang
sedang menjalani semester pertama sekolah. Seluruh partisipan diukur mengenai
pengalaman stress menggunakan Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, &
Mermelstein, 1983), pengalaman stressor menggunakan lembar checklist,
penggunaan strategi coping menggunakan Cope Scale (Carver, Scheier, &
Weintraub, 1989), dan dukungan sosial menggunakan Social Support
Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua partisipan mengalami stress namun pada tingkat yang berbeda-beda,
situasi khawatir dengan hasil raport jelek merupakan salah satu situasi yang
banyak dialami siswa sekaligus dianggap sebagai stressor, strategi coping terpusat
emosi sering digunakan oleh paling banyak partisipan, dan dukungan sosial yang
sangat sesuai ialah dari orang tua baik dalam bentuk instrumental maupun
emotional. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu seluruh pihak
yang terlibat dalam tumbuh kembang siswa remaja awal untuk bisa lebih
memahami pengalaman stress, stressor, strategi coping, serta dukungan sosial
pada siswa remaja awal di SMP.

ABSTRACT
The transition from elementary school to junior high school is generally
associated with changes in the school environment, academic activities, and social
activities, the changes faced by students in conjunction with the change that
comes from within him or her because of the onset of puberty. For most students
these conditions could trigger the emergence of stress (stressors). In the face of
stress every student has a different because their own capability of coping and
social support their received. Participants totaled 106 people from SMP N 2
Depok, and has the characteristics of boys and girls who are undergoing the first
semester of school. All participants were measured on experience of stress using
the Perceived Stress Scale (Cohen, Kamarck, & Mermelstein, 1983), the
experience of stressor using a checklist sheet, the use of coping strategies using
the Cope Scale (Carver, Scheier, & Weintraub, 1989), and social support using
Social Support Questionnaire for Children (Gordondise, 2011). The results
showed that all participants experienced stress but on a different level, the
situation concerned with the results of bad report cards is one of the situations
experienced by most students at once regarded as a stressor, coping strategies
centered emotions often used by most participants, and social support particularly
appropriate is from parents in the form of instrumental and emotional. From the
results of this research can help all parties involved in the development of early
adolescent students to better understand the experience of stress, stressors, coping
strategies, and social support on early adolescent students in junior high school."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Susanti
"Di Indonesia penyandang autisme cenderung meningkat. Sepuluh tahun lalu jumlah penyandangnya sekitar 1 per 5.000 anak. Dewasa ini telah mencapai 3 per 5,000 anak, dan peningkatan ini akan terus berlangsung, di mana di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 6.900 anak menyandang autisme. Autisme terjadi di belahan dunia manapun. Tidak peduli pada suku, ras, agama maupun status sosial (Kesehatan Masyarakat, 2002).
Terdapatnya peningkatan kasus kecemasan dari ibu-ibu yang memiliki anak penyandang autisme menimbulkan masalah dalam menghadapi kehidupan. Kecemasan yang tak terarah dapat menyebabkan stres bagi ibu tersebut sehingga mereka akan mengalami kemampuan koping yang kurang baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dukungan sosial merupakan salah satu alternatif yang dapat dicari oleh mereka dalam mengatasi hal tersebut, baik dari kelompok atau individu itu sendiri sehingga mereka mampu mengendalikan perasaan, emosi, sikap dan perilaku.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu (Quasi experimental) dengan rancangan non-equivalent prestest posttest with control group. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi dinamika kelompok terhadap kemampuan koping dan tingkat stres ibu yang mempunyai anak penyandang autisme. Variabel yang diteliti meliputi kemampuan koping dinilai dengan skala F-COPES dan tingkat stres dinilai dengan skala CES-D sebagai variabel dependen dan karakteristik individu (usia ibu, status pekerjaan, sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, usia autisme, jenis kelamin, lama terapi, no unit kelahiran) sebagai faktor confounding, Analisis dilakukan secara univariat, bivariat.
Hasil analisis diketahui bahwa ada peningkatan kemampuan koping ibu setelah dilakukan intervensi dinamika kelompok. Dari hasil penelitian diharapkan bagi ibu-ibu yang mempunyai anak penyandang autisme untuk menurunkan kecemasan pada diri mereka agar dapat mencari dukungan sosial di dalam masyarakat baik dalam bentuk kelompok atau individu.

There is a tendency of increasing the number of autism cases in Indonesia. The ratio of the autism patient in the last 10 years is 1 in 5000 children. At the moment the number of autism patient is reaching the ratio of 3 in 5000 children, where in Indonesia every year is estimated around 6900 children with autism. The autism can be happened on every country, people with any culture, race, religion and social status (Public Health, 2002).
The mother of autism child may have anxiety as an affect of the child's condition. This anxiety may affect the quality of the family life. The anxiety experienced by the mother would contribute to the ability of mother to use the positive coping mechanism. The social support can be as one of positive coping alternating of the mother in dealing with psychosocial problem. The social support could be provided by the group of mother with similar problem in dealing with their feeling, emotion and behavior.
This study was using quasi experiment approach with non-equivalent pre-test post-test using control group. The goal of this study was to determine the influence of group dynamic intervention towards coping ability and stress level of the mother with autistic child. The variable of this study were the ability of the mother analyzed by F-copes scale and the level of stress by the CES-D scale as the dependent variable and the demographic data (age, working status, social economic background, educational background, the age of autistic child, sex, and duration of the therapy) as the confounding factor. The analyze process used univariate and bivariate.
The result of this study depicted that there was an improvement of the coping ability of the mother after intervention. The recommendation of the study was proposed that the group dynamic intervention can be properly used by the group of the mother with autistic child to share the problems and their solutions so that there would be decreased level of anxiety and also improved social support both from the community and their own group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
T18688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>