Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161050 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bramantyo Dwiputra Marsetia
"Latar belakang: Pandemi COVID-19, selanjutnya disebut pandemi, menyebabkan keterbatasan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat menyebabkan hiperglikemia tidak terkontrol dan Ketoasidosis Diabetikum (KAD). Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan angka kejadian, karakteristik dan luaran pasien KAD sebelum dan selama pandemi.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik kohort retrospektif dengan subjek pasien KAD di RSCM yang datang pada bulan bulan April 2018 – April 2020 (kelompok sebelum pandemi) dan April 2020 – April 2022 (kelompok selama pandemi). Angka kejadian, karakteristik dan luaran pasien diambil dari rekam medis. Studi analitik akan dilakukan menggunakan uji Chi square dan Mann Whitney.
Hasil: Sebanyak 354 pasien diikutsertakan dalam penelitian. Angka kejadian KAD meningkat sebelum dan selama pandemi (IRR: 2v13; p: 0,027). Sebagian besar pasien merupakan laki-laki (57,06%) berusia <65 tahun (76,27%) dengan riwayat Diabetes Melitus/ DM (91,81%). Selama masa pandemi, jumlah pasien yang baru terdiagnosis DM dan mengalami KAD lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi (10,98% vs 1,01%). Pasien dengan DM yang telah terdiagnosis (RR: 1,38 95% CI: 1,251-1,526; p <0,001) memiliki risiko yang secara signifikan lebih tinggi mengalami KAD selama pandemi dengan pencetus berupa pneumonia (RR: 1,25 95% CI: 1,08-2,11; p: 0,002). Selama pandemi, mortalitas (RR: 1,23 95% CI: 1,087-1,389; p: 0,001) dan tingkat keparahan KAD secara signifikan meningkat menjadi sedang-berat (RR: 1,3 95% CI: 1,021-1,353; p:0,014).
Kesimpulan: Selama masa pandemi COVID-19, terdapat peningkatan jumlah pasien dan angka mortalitas KAD. Terdapat perbedaan karakteristik dan perburukan gambaran KAD selama pandemi COVID-19. Gambaran klinis harus diutamakan dalam tatalaksana pasien.

Background: The COVID-19 pandemic, hereinafter referred to as a pandemic, causes limited access to health care facilities which leads to uncontrolled hyperglycemia and diabetic ketoacidosis (DKA). This study aims to determine the differences in the incidence, characteristics and outcomes of DKA patients before and during the pandemic.
Methods: This study was a retrospective analytic cohort study comparing the DKA patients presented in April 2018 – April 2020 (as pre-pandemic group) and April 2020 – April 2022 (as during the pandemic group). Incidence rates, characteristics and outcomes were taken from medical records. An analytical study will be carried out using the Chi square and Mann Whitney tests.
Results: A total of 354 patients were included in the study. The incidence of DKA increased during the pandemic (IRR: 2.13; p: 0.027). Most of the patients were male (57.06%) aged <65 years (76.27%) with pre-existing Diabetes Mellitus/DM (91.81%). Newly diagnosed DM proportion was higher in the during pandemic group (10.98% vs 1.01%). Based on the analysis, patients with pre-existing DM (RR: 1.38 95% CI: 1.251-1.526; p <0.001) had a significantly higher risk of experiencing DKA during a pandemic with pneumonia as a precipitating factor (RR: 1.25 95% CI: 1.08-2.11;p: 0.002). During the pandemic, mortality significantly increased (RR: 1.23 95% CI: 1.087-1.389; p: 0.001). DKA severity significantly worsened to moderate-severe (RR: 1.3 95% CI: 1.021-1.353; p:0.014).
Conclusion: During the COVID-19 pandemic, there was an increase of DKA incidence and mortality rate. Different characteristics and worsening features of DKA were found during the pandemic. Clinical features should be prioritized in patient management.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Anisah
"ABSTRAK
Nama : Nur AnisahProgram Studi : Magister Fakultas Ilmu KeperawatanJudul : Pengaruh Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga Terhadap Citra Tubuh dan Harga Diri Klien Ulkus DiabetikDampak biologis yang dirasakan oleh klien ulkus diabetik antara lain penurunan stamina, daya tahan tubuh, serta kekuatan fisik akibat perubahan fungsi, stuktur dan bentuk tubuh sehingga klien mengalami keterbatasan gerak sehingga terjadi gangguan citra tubuh. Dampak psikologis pada klien ulkus diabetik terlihat dari sikap klien merasa putus asa, merasa tidak ada harapan dan cita-cita yang dapat dicapai, merasa sudah cacat, klien tidak dapat menerima keadaan bahwa harus menjalani perawatan luka dan gerak menjadi terbatas dan tidak dapat lagi melaksanakan aktivitas apapun sehigga terjadi harga diri rendah Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga terhadap citra tubuh dan harga diri klien ulkus diabetik. Metode penelitian menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan Quasy Experimental Pre-Post with Control Group. Responden sejumlah 62 dan dipilih dengan purposive sampling. Analisi data yang digunakan adalah dependent t-test dan independent t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan keperawatan pada tindakan keperawatan ners, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga lebih tinggi signifikan dalam meningkatkan citra tubuh, harga diri, kemampuan berpikir positif dan kemampuan keluarga sehingga berpengaruh terhadap kondisi ulkus menjadi lebih baik daripada yang mendapatkan tindakan keperawatan ners. terapi kognitif dan. Kesimpulan penelitian ini adalah klien ulkus diabetik direkomendasikan untuk mendapatkan tindakan keperawatan ners, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga.Kata kunci : Ulkus Diabetik, Citra Tubuh, Harga Diri, Tindakan Keperawatan Ners, Terapi Kognitif dan Psikoedukasi keluarga

ABSTRACT
ABSTRACT Name Nur AnisahProgram Master of Nursing ScienceTittle The effect of cognitive therapy and family psychoeducation on body image and self esteem clients diabetic ulcers Biological impact perceived by clients diabetic ulcers, among others, a decrease in stamina, endurance and physical strength as a result of changes in the function, structure and shape of the body so that the client is experiencing limitation of motion, causing body image disturbance. The psychological impact on the client ulcer diabetic seen from the attitude of the client feels hopeless, feels there is no hope and ideals that can be achieved, was already disabled, the client can not accept the situation that must undergo wound care and movement is limited and can no longer carry out activities whatever happens sehigga low self esteem research objective was to determine the effect of cognitive therapy and family psychoeducation on body image and self esteem clients diabetic ulcers. The research method uses a quantitative approach to design quasy Experimental Pre Post with Control Group. Respondents number 62 and selected by purposive sampling. Analysis of the data used is dependent t test and independent t test. The results showed that the nursing actions on nurses nursing actions, cognitive therapy and family psychoeducation significantly higher in improving body image, self esteem, positive thinking ability and the ability of the family and therefore contributes to ulcer conditions to be better than getting nurses nursing actions. and cognitive therapy. It is concluded that diabetic ulcer clients is recommended to get the nurses nursing actions, cognitive therapy and family psychoeducation.. Keywords Diabetic Ulcers, Body Image, Self Esteem, Nursing Measures nursesEffects of Cognitive Therapy and family psychoeducation"
2017
T47512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Nessa Utami
"Latar Belakang: Tata laksana edema makula terus dievaluasi, dengan terapi anti-VEGF sebagai lini pertama. Subthreshold micropulse laser (SML) diajukan sebagai alternatif adjuvan. Studi retrospektif terdahulu menunjukkan efektivitas SML 577-nm sebagai monoterapi pada edema makula dengan ketebalan di bawah 400 μm. Akan tetapi, data prospektif efektivitas SML sebagai adjuvan masih minim.
Tujuan: Menilai pengaruh pemberian kombinasi bevacizumab dan laser SML 577-nm dibanding bevacizumab monoterapi terhadap ketebalan makula sentral dan tajam penglihatan pasien edema makula diabetik ringan-sedang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental lengan ganda. Dilakukan randomisasi acak terhadap pasien edema makula diabetik dengan rentang ketebalan makula 300-600 μm, kelompok kontrol mendapatkan protokol standar. Kelompok studi mendapatkan adjuvan laser SML kuning satu minggu pascainjeksi. Pasien menjalani follow-up penilaian tajam penglihatan dan ketebalan makula sentral pada 28 dan 35 hari pascainjeksi.
Hasil: Terdapat 26 subjek yang terbagi rata pada kelompok studi dan kontrol. Ditemukan signifikansi nilai CMT pada kontrol 28 hari dan 35 hari pascainjeksi baik pada kelompok studi (p=0,011 dan 0,014) maupun kontrol (p=0,006 dan p=0,001). Akan tetapi, tidak ditemukan perbedaan signifikansi selisih nilai CMT antara kedua kelompok pada kontrol 28 hari (p=0,317) dan 35 hari (p=0,84). Tidak ditemukan perbedaan selisih TPDK ETDRS antara kelompok studi dan kontrol pada kelompok 28 hari (p=0,568) dan 35 hari (p=0,128) pascainjeksi.
Kesimpulan: Kombinasi SML dengan bevacizumab intravitreal dapat mengurangi ketebalan makula sentral dan memperbaiki tajam penglihatan namun tidak ditemui perbedaan yang signifikan dengan monoterapi standar.

Background: The management of macular edema is constantly evaluated, with anti-VEGF therapy being the first line. Subthreshold micropulse laser (SML) has been proposed as an alternative adjuvant. A previous retrospective study demonstrated the effectiveness of 577-nm SML as monotherapy in macular edema with CMT below 400 μm. However, prospective data on the effectiveness of SML as an adjuvant are lacking.
Objective: To assess the effect of the combination of bevacizumab and 577-nm SML laser compared to bevacizumab monotherapy on central macular thickness and visual acuity in mild-moderate diabetic macular edema patients.
Methods: This research is a double arm experimental study. A randomized trial was performed on diabetic macular edema patients with macular thickness range of 300-600 μm. The control group received a standard protocol and the study group received a yellow SML laser adjuvant one week after injection. Patients underwent follow-up assessment of visual acuity and central macular thickness at 28 and 35 days postinjection.
Results: There were 26 subjects which were equally divided into study and control groups. Significant decrease in CMT were found in study group (p=0.011 and 0.014) and the control group (p=0.006 and p=0.001). However, there was no significant difference in delta CMT values between the two groups in the 28-day (p=0.317) and 35-day controls (p=0.84). There was no difference in ∆TPDK ETDRS between the study and control groups at 28 days (p=0.568) and 35 days (p=0.128) after injection.
Conclusion: The combination of SML and intravitreal bevacizumab can reduce central macular thickness and improve visual acuity but there was no significant difference with standard monotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Tobroni
"Diabetes Mellitus merupakan penyakit degeneratif yang jumlahnya terus meningkat setaip tahunnya. Individu yang menderita DM dengan gula darah yang tidak terkontrol sangat, berisiko mengalami luka ulkus diabetikum. Selain penanganan hiperglikemia dengan pemberian obat-obatan, perawatan luka ulkus diabetikum penting dilakukan untuk mencegah terjadi infeksi. Studi kasus ini bertujuan mengetahui efektifitas penggunaan antibiotik topikal pada perawatan luka ulkus diabetikum grade 1. Analisis dilakukan pada asuhan keperawatan yang diberikan di ruang rawat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Evaluasi dilakukan dengan memonitoring proses penyembuhan luka ulkus selama perawatan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa proses penyembuhan luka ulkus dapat cepat mengering. Karya ilmiah ini menyarankan bahwa penggunaan antibiotik topikal sebagai alternatif jenis perawatan luka ulkus.

Diabetes Mellitus is a degenerative disease whose numbers continue to increase every year. Individuals suffering from diabetes mellitus with uncontrolled blood sugar are at risk of developing diabetic ulcer. In addition to handling hyperglycemia by administering drugs, care for diabetic ulcer wounds is important to prevent infection. This case study aims to determine the effectiveness of using topical antibiotics in grade 1 diabetic ulcer wound care. The analysis was carried out on nursing care given in the hospital room Dr. RSUPN Cipto Mangunkusumo. Evaluation is done by monitoring the ulcer wound healing process during treatment. Evaluation results indicate that the ulcer wound healing process can dry out quickly. This scientific work suggests that the use of topical antibiotics as an alternative treatment of diabetic ulcer."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Henderiawati
"Pendahuluan: Ulkus diabetik masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia, penurunan kualitas hidup pasien dan membutuhkan sumber daya kesehatan yang besar. Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya luka pada kaki pasien Diabetes Mellitus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan merawat kaki dengan kejadian ulkus diabetik. Metodologi: Penelitian kasus kontrol dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo periode April-Mei 2019. Total sampel 316 pasien diabetes terdiri dari 115 kasus dan 201 kontrol. Kasus merupakan semua pasien ulkus yang berobat periode Oktober 208-Mei 2019, kontrol merupakan pasien tanpa ulkus yang berobat periode April-Mei 2019 dan diambil secara random. Variabel yang diperiksa adalah Ulkus diabetik, merawat kaki, umur, lama menderita DM, kadar gula darah, hipertensi, obesitas, penggunaan alas kaki, merokok dan aktifitas fisik. Analisis menggunakan regresi logistik dengan backward procedure model. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan dari 316 pasien sebagian besar mengalami ulkus derajat 2(50%) kemudian derajat 3(34%). Responden yang melakukan perawatan kaki dengan baik sebesar 61.71%, dengan distribusi kasus sebesar 45.22% dan kelompok kontrol sebesar 71.14%. Hasil analisis menunjukkan merawat kaki berhubungan dengan kejadian Ulkus diabetik dengan OR 2.71(CI 95% 1.67-4.41). Kesimpulan: Merawat kaki dengan baik dapat mengurang risiko terjadinya ulkus diabetik. Pasien yang tidak merawat kaki dengan baik berisiko 2.71 kali mengalami ulkus diabetik dibandingkan pasien yang merawat kaki dengan baik setelah dikontrol merokok dan obesitas.

Introduction: Diabetic ulcer is a major health problem in the world, impairment of the quality of life and consume a great deal of health system resources. Foot care is the primary prevention of diabetic ulcers. Foot care is an effort to prevent primary injuries in the legs of patients with Dianetes Melitus. The aim of this study was to determine the relationship of foot care with the incidence of diabetic ulcers. Methods: Case control studies were conducted at the Pasar Rebo District Health Center for the period April-May 2019. A total of 316 studies with 115 case and 201 kontrol. The cases were all ulcer patients for the period October 2018-May 2019, controls were patients without ulcer and taken randomly. The variables studied were diabetic ulcers, foot care, age, diabetes duration, blood glucose levels, hypertension, obesity, footwear use, smoking and physical activity. A backward logistic regression model was used for analysis. Results: The study showed that of the 316 patient most experienced grade 2 ulcers (50%) than grade 3(34%). Respondents with good foot care were 61.71%, with case distribution of 45.22% and controls 71.14%. The results of the analysis showed that foot care was correlations with diabetic ulcers. OR 2.71(CI 95% 1.67-4.41). Conclusion: Foot care can reduce the risk of diabetic ulcers. Patients who poor foot care have 2.71 times experiencing diabetic ulcers compared with patient who get good foot care after being cotrolled by smoking and obesity."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Dwindaru Gunardi
"Setidaknya 1 dari 200 pasien COVID-19 akan mengalami DVT, dan sekitar 20% kasus VTE berhubungan dengan COVID-19. Risikonya meningkat empat kali lipat pada pasien COVID-19. Munculnya berbagai faktor patofisiologis yang berkontribusi terhadap terjadinya DVT pada pasien COVID-19 menimbulkan pertanyaan menarik mengenai perbedaan dalam karakteristik luaran pasien DVT sebelum dan selama pandemi, serta variasi dalam perawatan dan hasil pasien. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kohort retrospektif untuk melihat perbandingan karakteristik dan manajemen pasien DVT (Deep Vein Thrombosis) sebelum dan selama pandemi COVID-19. Didapatkan data 489 subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini dengan nilai rata-rata usianya adalah 50.72 ± 18.00. Berdasarkan waktu terkenanya DVT, dari 489 subyek tersebut, sebagian besar sampel yaitu sebanyak 344 orang (72.9%) merupakan pasien yang mengalami DVT selama pandemi COVID. Berdasarkan status mortalitas, terdapat 336 orang (71.8%) yang masih hidup setelah mengalami DVT. Berdasarkan keberadaan perdarahan hebat, sebagian besar subyek yaitu 402 orang (82.2%) tidak mengalami perdarahan hebat. Berdasarkan status rekurensi, terdapat 321 orang (65.7%) yang mengalami rekurensi yaitu kembali dirawat dengan diagnosa yang sama dalam 1 tahun pertama setelah pertama kali dirawat. Sebanyak 479 orang (97.9%) tidak mengalami emboli paru. Didapatkan nilai rata-rata durasi rawat inap selama 13.41 ± 9.89 hari. Berdasarkan hasil pemeriksaan D-Dimer, didapatkan nilai rata-rata 3008.21 ± 1494.59 ng/mL. Sedangkan hasil pemeriksaan fibrinogen, didapatkan nilai rata-rata 301.06 ± 58.63 mg/dL. Dalam melihat komparasi data DVT sebelum dan selama pandemic COVID-19, dari 4 variabel yang dilihat, hanya D-Dimer yang memiliki perbedaan yang signifikan berupa peningkatan nilai rata-rata apabila dibandingkan antara sebelum pandemic COVID (2052.34 ± 568.30 ng/mL) dan selama COVID (3363.89 ± 1573.79 ng/mL) dengan nilai p < 0.001. Hasil berbeda terjadi pada fibrinogen yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara sebelum pandemic COVID (295.66 ± 57.28 mg/dL) dibandingkan dengan selama COVID (303.06 ± 59.08 mg/dL) dengan nilai p 0.223. Ditemukan bahwa pada pasien COVID-19 didapati nilai D-Dimer yang lebih tinggi (nilai p <0.001) serta fibrinogen yang lebih tinggi secara signifikan (p=0.032).

At least 1 in 200 COVID-19 patients will experience DVT, and approximately 20% of VTE cases are related to COVID-19. The risk increases fourfold in COVID-19 patients. The emergence of various pathophysiological factors that contribute to the occurrence of DVT in COVID-19 patients raises interesting questions regarding differences in the outcome characteristics of DVT patients before and during the pandemic, as well as variations in patient care and outcomes. The research design used was a retrospective cohort study to compare the characteristics and management of DVT (Deep Vein Thrombosis) patients before and during the COVID-19 pandemic. Data were obtained for 489 subjects who were included in this study with an average age value of 50.72 ± 18.00. Based on the time of DVT, of the 489 subjects, the majority of the sample, namely 344 people (72.9%) were patients who experienced DVT during the COVID pandemic. Based on mortality status, there were 336 people (71.8%) who were still alive after experiencing DVT. Based on the presence of severe bleeding, the majority of subjects, namely 402 people (82.2%) did not experience severe bleeding. Based on recurrence status, there were 321 people (65.7%) who experienced recurrence, namely being treated again with the same diagnosis within the first year after first being treated. A total of 479 people (97.9%) did not experience pulmonary embolism. The average duration of hospitalization was 13.41 ± 9.89 days. Based on the results of the D-Dimer examination, an average value of 3008.21 ± 1494.59 ng/mL was obtained. Meanwhile, the results of the fibrinogen examination showed an average value of 301.06 ± 58.63 mg/dL. In looking at the comparison of DVT data before and during the COVID-19 pandemic, of the 4 variables looked at, only D-Dimer had a significant difference in the form of an increase in the average value when compared between before the COVID pandemic (2052.34 ± 568.30 ng/mL) and during COVID (3363.89 ± 1573.79 ng/mL) with p value < 0.001. Different results occurred in fibrinogen which did not have a significant difference between before the COVID pandemic (295.66 ± 57.28 mg/dL) compared to during COVID (303.06 ± 59.08 mg/dL) with a p value of 0.223. It was found that COVID-19 patients had higher D-Dimer values (p value <0.001) and significantly higher fibrinogen (p=0.032)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dinda Shabira Anjani
"Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyrakat dan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian di puskesmas. Contoh kegiatan PIO yaitu dengan membuat media edukasi dalam bentuk video, leaflet, atau poster. Salah satu informasi yang dapat disampikan adalah mengenai terapi non farmakologi. Terapi non faramakolgi adalah terapi yang bertujuan untuk mencegah, mengobat, atau mengatasi masalah kesehatan tanpa melibatkan penggunaan obat. Penyakit yang memiliki tingkat prevelensi tinggi di puskesmas antara lain demam, flu, batuk dan diare. Oleh karena itu, tugas khusus ini bertujuan untuk memberikan informasi pada pasien di Puskesmas Kecamatan Ciracas mengenai terapi non-farmakologi untuk demam, flu, batuk dan diare pada anak. Metode pelaksanaan yang digunakan dalam pemberian informasi obat yaitu dengan media edukasi video yang akan diputar di ruang tunggu Puskesmas Kecamatan Ciracas. Video berdurasi 1-2 menit dan dilengkapi dengan animasi yang menarik serta informasi yang singkat, jelas, dan mudah dipahami. Terapi Non farmakologi demam dapat dilakukan dengan mengkompres dengan air hangat, memperbanyak asupan cairan, dan istirhat yang cukup. Untuk penanganan batuk dan flu dengan menghindari pemicu dan menkonsumsi air atau racikan hangat. Terapi non-farmakologi diare dengan memperbanyak minum untuk mencegah dehidrasi, mengkonsumi oralit, memilih makanan yang tepat, dan menjaga kebersihan. Saat berkonsultasi obat dengan apoteker tanyak 5-O obat sebagai bentuk dari GeMa CerMat (Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat). Apabila kondisi tidak membaik maka dapat berobat ke fasiliat kesehatan terdekat.

Puskesmas is a first level health care facility that prioritize in promotional and preventive care for the community and individuals in their area. An example of pharmaceutical service in Puskesmas is providing drug information. The information that are given can be in the form of media such as videos, posters, or leaflets. An example information that may be given to the patients are about non-pharmacological therapies. Non-pharmacological therapy is a therapy that aimed at preventing, treating, or addressing health problems without involving the use of medicines. Usually the diseases that may be treated with non-pharmacological approach are those that are light and uncomplicated, such as cold, flu, cough, and diarrhea. Therefore, this paper aims is to provide information to patients in Puskesmas Ciracas on non-pharmacological therapy for fever, flu, cough and diarrhea in children. The implementation method is by creating an educational video that will be played in the waiting room of Puskesmas Ciracas. The duration of the video is 1-2 minutes long and contains exciting animations as well as brief, clear and easy-to-understand information. Non-pharmacological therapy of fever can be done with warm water compress, increase fluid intake, and sufficient rest. Treating cough and flu can be done by avoiding triggers and consuming warm water. Non-pharmacological approach of treating diarrhea by drinking enough fluid to prevent dehydration, consuming oralit, choosing the right food, maintain hygiene. When consulting drug with a pharmacist, make sure to ask The 5-O as a form of GeMa CerMat. If child condition does not improve, are advised to seek medical hel at the nearest facility."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: FH Universitas Tarumanegara, 1983
344.032 1 UNI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>