Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellyca
"Tanah terlantar merupakan suatu hal yang merugikan masyarakat umum karena tanah merupakan milik Bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-besanrya untuk kesejahteraan umum sehingga apabila ditelantarkan maka berdampak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat. Oleh karena itu mengenai tanah terlantar perlu dilakukan penertiban yang mana hal tersebut dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku instansi ynag berwenang dalam menertibkan dan menetapkan tanah terlantar. Namun, dalam praktik melaksanakan kewenangannya dalam bentuk Surat Keputusan Penetapan Tanah Terlantar yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional justru berujung hingga Pengadilan karena pihak yang memiliki tanah merasa bahwa keputusan yang dibuat atas tanah milik mereka tidak selayaknya ditetapkan sebagai tanah terlantar yang mana dalam beberapa putusan pengadilan, Badan Pertanahan Nasional justru kalah dalam gugatan atas penetapan tanah terlantar sehingga surat keputusan yang telah diterbitkan dinyatakan dicabut. Atas dasar itu, maka terdapat faktor-faktor yang menyebabkan surat keputusan yang telah diterbitkan dicabut sehingga hal ini menimbulkan perkara hukum atas keputusan yang telah diterbitkan. Analisis mengenai penertiban tanah terlantar dalam penelitian ini akan dibatasi dengan 7 (tujuh) putusan pengadilan untuk melihat pola dari penertiban tanah terlantar.

Abandoned land is something that is detrimental to the general public because land belongs to the Indonesian nation which must be utilized to the fullest extent possible for the general welfare so that if it is neglected it will have an impact on causing harm to the community. Therefore, regarding abandoned land, it is necessary to control it, which is carried out by the National Land Agency as the agency that has the authority to regulate and determine abandoned land. However, in practice exercising its authority in the form of a Decree on the Determination of Abandoned Land issued by the National Land Agency actually ends up in court because the parties who own the land feel that decisions made on their land should not be designated as abandoned land which in several court decisions, The National Land Agency actually lost the lawsuit over the designation of abandoned land so that the decree that had been issued was declared repealed. On that basis, there are factors that cause the decision letter that has been issued to be revoked so that this creates a lawsuit against the decision that has been issued. The analysis regarding the control of abandoned land in this study will be limited to 7 (seven) court decisions to see the pattern of controlling abandoned land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Ahmad Haikal
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas prosedur penerbitan dan penyampaian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP dan mekanisme upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap SPDP yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memberikan perluasan penafsiran Pasal 109 ayat 1 KUHAP yang mengatur mengenai kewajiban penyidik untuk menyampaikan SPDP. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015, penyampaian SPDP kepada penuntut umum, terlapor, dan pelapor/korban diberikan tenggang waktu selama tujuh hari, sedangkan sebelum adanya putusan ini tidak diberikan tenggang waktu. Penambahan prosedur SPDP dalam putusan ini menunjukkan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai positive legislator, di samping fungsinya sebagai negative legislator. Namun, ketentuan setelah adanya putusan ini tidak mempengaruhi proses penyidikan yang sedang berjalan saat dikeluarkannya putusan ini mengingat sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang umumnya tidak berlaku surut. Adapun apabila penyampaian SPDP dilakukan melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan, maka dapat dilakukan upaya hukum terkait hal tersebut, yaitu upaya hukum dengan mekanisme gelar perkara khusus dan upaya hukum dengan mekanisme praperadilan.

ABSTRACT
This study focuses on the issuance and submission of Notification Letter of Investigation Commencement SPDP and possible legal action against SPDP that are not accordance with the procedure which has been regulated since the issuance of Constitutional Court verdict Number 130 PUU XIII 2015. This verdict expands the interpretation of Article 109 Paragraph 1 Indonesia Criminal Code Procedure KUHAP which requires investigators to submit the SPDP. Research method used in this research is qualitative research with normative juridical research form. The result of this research is that the Constitutional Court verdict adds a new procedure to the SPDP submission regarding to the 7 seven days time limit since the issuance date of the investigation warrant, whilst there was no time limit to submit SPDP before this verdict was. This additional procedure indicates Constitutional Court rsquo s function as positive legislator, besides as a negative legislator. However, this verdict would not give any impact to the investigation process started before the date of Constitutional Court verdict Number 130 PUU XIII 2015, considering that Constitutional Court verdict is not retroactive applicable. If the SPDP submission passes the time limit given, there are two pssible legal action that can be made special examination case gelar perkara khusus mechanism and pre trial mechanism. "
2017
S68516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aminah
"Akta perdamaian yang dibuat notaris sebagai pejabat umum pada dasarnya harus dibarengi dengan penerapan itikad baik, hal ini bertujuan agar pembuatan akta ini dapat menyelesaikan permasalahan sehingga tidak berujung sengketa dikemudian hari. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) Bagaimana keabsahan Akta Perdamaian yang dibuat antara ahli waris kaum suku tanjung dengan pembeli beritikad baik dalam kasus jual beli tanah (ii) Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik dalam akta perdamaian pada Putusan Nomor: 2879/K/Pdt/2018. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan menggunakan data sekunder disertai tipologi penelitian eksplanatoris. Kesimpulan dari rumusan masalah ini adalah (i) Keabsahan Akta perdamaian dalam Putusan Nomor: 2879/K/Pdt/2018 adalah batal demi hukum sebab tidak memenuhi syarat objektif, karena isi dari akta perdamaian memuat pembayaran sejumlah uang atas jual beli yang telah dilaksanakan. (ii) Perlindungan hukum pembeli beritikad baik dilindungi berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dan SEMA 4/2016 yaitu jual beli dilakukan berdasarkan prosedur yang dilakukan sesuai undang-undang dan tuntutan dari pihak ketiga hanya terkait kepada penjual bukan kepada pembeli. Sehingga dalam putusan ini walaupun telah dibuatnya akta perdamaian oleh pembeli dengan pihak ketiga yang bukan merupakan penjual, dan telah dilaksanakannya jual beli sesuai prosedur, maka akta perdamaian haruslah dibatalkan sebagai bentuk perlindungan terhadap pembeli beritikad baik.

The deed of peace made by a notary as a public official must basically be accompanied by the application of good faith. The problems in this study are (i) How is the validity of the Deed of peace made by the heirs who are not authorized with the buyer in good faith in the case of buying and selling land (ii) How is the legal protection for the buyer with good intentions in the deed of peace in Decision Number: 2879/K/ Pdt/2018. This research method uses a normative juridical research method using secondary data accompanied by an explanatory research typology. The conclusion of the formulation of this problem is (i) The validity of the deed of peace in Decision Number: 2879/K/Pdt/2018 is null and void because it does not meet the objective requirements, because the contents of the deed of peace contain the payment of a sum of money for the sale and purchase that has been carried out. (ii) Legal protection for buyers in good faith is protected under Article 1338 paragraph (3) of the Civil Code and SEMA 4/2016, namely buying and selling is carried out based on procedures carried out according to law and claims from third parties are only related to the seller, not to the buyer. So that in this decision, even though a deed of peace has been made by the buyer with a third party who is not the seller, and the sale and purchase has been carried out according to the procedure, the deed of peace must be canceled as a form of protection for buyers in good faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Kusumastito
"Perjanjian utang-piutang atau loan agreement adalah suatu perjanjian perdata antara suatu subjek hukum dengan subjek hukum lain di mana satu pihak meminjam uang kepada pihak yang lain dan pihak yang lain akan mendapat timbal-balik berupa bunga atau hal lain yang telah diperjanjikan sebelumnya. Pengaturan terhadap perjanjian utang-piutang menurut hukum Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seperti lahirnya dan hapusnya. Para pihak dalam perjanjian utang-piutang dapat berbeda status personalnya, sehingga menimbulkan masalah HPI. Ketika terjadi wanprestasi, kemudian juga akan timbul permasalahan forum mana yang berwenang untuk mengadili dan hukum apa yang akan berlaku untuk mengadili perkara tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perkara-perkara wanprestasi yang berasal dari perjanjian utang-piutang yang tidak berjalan sebagaimana seperti yang diperjanjikan antara para pihak yang berbeda status personalnya. Kemudian salah satu pihak menggugat pihak lainnya di Pengadilan Indonesia.

A Loan agreement is an agreement between two or more legally competent individuals or entities on borrowing a sum of money by one person, company, government, and other organization from another. The lender will get another sum of money or other certain profit paid as compensation for the loan. Loan agreement in Indonesia is regulated in Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Civil Code). It regulates how the agreement begins and when it completes. The parties of a loan agreement can come from different countries. This will create international private law issue. When a loan agreement is not enforced as it has been agreed, breach of contract occurs. Some questions will appear like which court has the competence to adjudicate the case and which law should govern the case. This thesis will explain about a breach of contract cases related to a loan agreement where the parties come from different countries, then one of the parties conducted a lawsuit againts the other in Indonesian court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S23
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lamech A.P., compiler
"ABSTRAK
Kemajemukan hukum atau pluralisme hukum merupakan salab satu tema penting dalam nuansa kajian antropologi hukum (Rouland, 1992:2-4). Pluralisme hukum seperti dijelaskan oleh Hooker (1975:2-4) berkembang antara lain melalui pemerintahan kolonial dan berdirinya negara-negara baru. Di Indonesia misalnya, proses terjadinya pluralisme hukum berawal dari penerapan hukum oleh penjajah terutama pada masa kolonial Belanda ketika penduduk Indonesia (jajahan) digolongkan menjadi tiga golongan dimana masing-masing tunduk pada hukum yang berlainan, yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan golongan Bumiputera (lihat: Arief, 1986:10-14; Ter Haar, 1980:21-25). Semenjak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, sistem hukum nasional diwarnai oleh koeksistensi hukum formal dari negara dan hukum adat dari kelompok-kelompok etnis di Indonesia. Dalam hal ini, corak pluralisme hukum di Indoensia diwarnai oleh hukum formal yang sebagian merupakan peninggalan hukum kolonial dan produk hukum baru pemerintah Indonesia di satu pihak dan di lain pihak adalah hukum adat dari masing-masing kelompok etnis yang diakui keberadaannya oleh negara.
Eksistensi dan penerapan hukum yang berbeda-beda dalam kenyataan hidup bermasyarakat menimbulkan pandangan yang berbeda mengenai hukum mana yang menjadi pilihan utama untuk diterapkan. Salah satu aliran pendapat menyatakan bahwa bagaimanapun juga, dalam situasi pluralisme hukum, pada akhirnya yang menentukan adalah hukum dari negara. Pendapat yang dikenal dengan sebutan legal centralism ini ditentang oleh Griffiths (1986:4) yang menyatakan bahwa pada kenyataannya hukum negara itu tidak sepenuhnya berlaku. Dalam masyarakat dapat dikenai lebih dari satu tatanan hukum. Di Indonesia kritik dari Griffiths ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kasus-kasus dimana hukum nasional belum menjangkau semua lapisan masyarakat. Alfian (1981:148), misalnya, menunjukkan peranan yang kurang berarti dari hukum nasional dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat Aceh. Tingkah laku mereka banyak dipengaruhi oleh norma-norma atau nilai-nilai agama dan adat daripada peraturan-peraturan hukum yang seyogyanya harus berlaku. Pada sisi lainnya, terutama dalam kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa, terdapat juga situasi dimana lembaga hukum formal untuk menyelesaikan konflik atau sengketa tidak mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang jauh terpencil. Contoh dari situasi seperti ini dijumpai pada orang Tabbeyan, sebuah desa di Kabupaten Jayapura (Irian Jaya), dimana terjadi konflik baik antar warga masyarakat itu sendiri maupun antara warga desa itu dengan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) yang konsesi hutan di daerah tersebut, namun tidak mudah memperoleh akses untuk menggunakan lembaga peradilan formal untuk menyelesaikannya (Tjitradjaja, 1993).
Keberadaan yang sesungguhnya dari sistem-sistem hukum dalam situasi pluralisme hukum dapat dilihat dalam pola pilihan yang dibuat terhadap sistem-sistem hukum tersebut dan hagaimana sistem-sistem hukum yang berbeda itu secara efektif dapat dipakai untuk menyelesaikan setiap masalah hukum yang timbul dalam masyarakat yang bersangkutan, terutama dalam penyelesaian sengketa yang timbul (Hooker, 1975). Secara teoritis semua sistem hukum mendapat peluang yang sama untuk dipilih sebagai sistem yang diandalkan dalam menghadapi setiap peristiwa hukum. Namun demikian pada kenyataannya pilihan-pilihan hukum mana yang dipakai bergantung pada strategi pembangunan hukum negara yang bersangkutan dan situasi-situasi nyata yang mengarahkan pilihan atas suatu sistem hukum. Dalam kaitan inilah proses penyelesaian sengketa pada suatu situasi pluralisme hukum dapat dipakai sehagai suatu pendekatan dalam menganalisa keberadaan dan keefektifan dari sistem hukum yang ada dalam memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi oleh warga masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ripandi
"Dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus bersikap profesional dan menjunjung tinggi kode etik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, terdapat beberapa perkara pidana Notaris sampai pada tahap pemeriksaan di persidangan, yang berakhir dengan putusan lepas dari tuntutan hukum dengan alasan perbuatan Notaris bukan merupakan perbuatan pidana, berdasarkan beberapa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Akibatnya, Notaris mengalami kerugian secara materil dan immateril dalam menjalankan tugas dan kewenangannya membuat akta autentik. Rumusan masalah dalam penelitian ini mengenai tindakan pemerikasaan penyidikan, penuntutan dan persidangan terhadap Notaris melakukan tindakan pidana dalam sistem peradilan pidana dan upaya perlindungan hukum yang ideal terhadap Notaris dalam sistem peradilan pidana yang kerap medapatkan vonis putusan lepas dari tuntutan hukum. Tesis ini, menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe preskriptif dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini terkait tindakan pemeriksaan penyidikan, penuntutan dan persidangan terhadap Notaris dalam sistem peradilan pidana, belum menjamin terciptanya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, berakibat Notaris mengalami kerugian (waktu, pikiran dan materil). Hasil penelitian berikutnya yaitu upaya perlindungan hukum yang ideal, melalui lebih meningkatkan peran MKN agar membekali dengan pengetahuan dan sikap tegas dalam memeriksa dan memutuskan menolak permohonan pemanggilan dan pengambilan akta dengan alasan dasar hukum yang kuat, serta pembinaan hukum pidana dan advokasi hukum terhadap Majelis Kehormatan Notaris agar dapat mendampingi Notaris serta membentuk Kantor Bantuan Hukum bagi Notaris menjadi tersangka dan terdakwa tindak pidana. Selain itu, adanya upaya hukum ganti rugi akibat putusan lepas dari tuntutan hukum dan rekontruksi kebijakan hukum terhadap Notaris dalam sistem peradilan pidana.

In carrying out his position, a Notary must be professional and uphold the code of ethics in accordance with the laws and regulations. However, there are several notary criminal cases that have reached the stage of examination in court, which ended with a decision to be released from lawsuits on the grounds that the notary's actions were not criminal acts, based on several court decisions that have permanent legal force. As a result, the Notary suffers material and immaterial losses in carrying out his duties and authority to make an authentic deed. The formulation of the problem in this study is regarding the investigation, prosecution and trial of Notaries committing criminal acts in the criminal justice system and ideal legal protection efforts against Notaries in the criminal justice system who often get verdicts free from lawsuits. This thesis uses a normative legal research method with a prescriptive type and is analyzed qualitatively. The results of this study related to the investigation, prosecution and trial of Notaries in the criminal justice system, have not guaranteed the creation of law enforcement by law enforcement officers, resulting in Notaries experiencing losses (time, thought and material). The results of the next research are ideal legal protection efforts, through further increasing the role of MKN in order to equip it with knowledge and a firm attitude in examining and deciding to reject requests for summons and deed taking with strong legal grounds, as well as fostering criminal law and legal advocacy against the Notary Honorary Council. in order to assist Notaries and establish a Legal Aid Office for Notaries to become suspects and defendants of criminal acts. In addition, there are legal remedies for compensation due to the decision to escape from lawsuits and the reconstruction of legal policies against Notaries in the criminal justice system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Happy Rayna Stephany
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang urgensi hak imunitas kepada kurator sebagai bentuk
perlindungan hukum saat mengurus dan membereskan harta pailit. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan metode preskriptif yuridis analitis. Hasil
penelitian adalah Undang-Undang Kepailitan tidak tegas dalam memberikan
perlindungan hukum kepada kurator sehingga para kurator rentan menjadi target
tuntutan hukum, baik secara pidana maupun perdata.Untuk itu, para praktisi
menginginkan satu dasar hukum yang kuat, yaitu dicantumkannya satu klausul
perlindungan hukum dalam UU Kepailitan layaknya UU Advokat. Dengan
demikian, para kurator dapat bekerja dengan aman meskipun masih terbuka
kesempatan kepada pihak lain yang berkepentinga nuntuk menuntut dan
menggugat kurator.

ABSTRACT
The focus of this study urgency of giving immunity right to bankruptcy trustee as a
legal protection when taking care of the bankruptcy estate. The purpose of this study
is to know how important immunity right for bankruptcy trustee. As a result, Trustee
need a legal protection because Bankruptcy Law in Indonesia does not provide legal
protection to the trustee so they become a natural target for lawsuits. Therefore,
trustees want an article about legal protection in Bankruptcy Law as a lawyer. The
research is qualitative with a juridical prescriptive analytical. The data were collected
by deep interview."
2015
T43092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Hamidah
"Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah di Raya Belawan-Medan, Km 7,9 antara Drs.AFN melawan Depkominfo RI. Analisis ini mengkaji putusan No.239/PDT/G/1997IPN.Medan yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 18 Mei 1999 berkaitan dengan gugatan DRS.AFN mengenai permohonan pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 atas nama Depkominfo terhadap tanah yang menjadi objek sengketa.
Untuk dapat menjelaskan aspek hukum yang digunakan oleh peneliti dalam mengkaji putusan tersebut, maka peneliti menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Sumber yang menjadi bahan penelitian adalah data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sengketa tanah tersebut.
Analisis putusan tersebut memperlihatkan ada tiga permasalahan yang terungkap yakni pembatalan SK.Mendagri No.47/HM/DA/1988 tentang permohonan hak milik atas tanah yang menjadi obyek sengketa atas nama Drs.AFN, kemudian penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.1 Tahun 1995 atas nama Depkominfo dan kewenangan kompetensi pengadilan negeri itu sendiri.
Hasil analisis berkenaan dengan pembatalan SK. Mendagri oleh Kepala BPN memperlihatkan bahwa pengakuan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Nasional ternyata tidak menjamin penghargaan seutuhnya terhadap hak kelompok masyarakat adat. Indikasi ini terlihat pada proses pembatalan SK.Mendagri oleh Kepala BPN tersebut yang tidak mengindahkan bukti kepemilikan Drs.AFN yakni Grant Sultan No.95 Tahun 1900 yang diakui keberadaannya berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang ketentuan Pokok Agraria.
Analisis terhadap permasalahan penerbitan Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 ternyata juga menyalahi ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Permendagri No.5 Tahun 1975 tentang ketentuan Pemberian Hak Atas Tanah. Kewenangan pengadilan negeri juga menjadi permasalahan yang muncul dalam analisis ini karena putusan yang dikeluarkan oleh hakim pengadilan negeri berkenaan dengan status hukum Sertifikat Hak Pakai No.l Tahun 1995 telah menyalahi kompetensinya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannus Rumbino
"Kasus-kasus sengketa tanah yang terjadi hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Gejala ini merupakan konsekuensi logis dari pesatnya peningkatan kebutuhan akan lahan dalam pembangunan. Irian Jaya ternyata tidak bebas pula dari kasus-kasus sengketa tanah dan justru menarik karena banyak terjadi di antara penduduk asli Irian Jaya sendiri. Contoh kasus sengketa tanah yang dibahas ini mengenai dua desa dari penduduk asli Irian Jaya yang hidup di pinggiran kota. Oleh karena itu tulisan ini membahas tentang proses penyelesaian sengketa tanah pada penduduk asli pinggiran kota di Irian Jaya dalam konteks kemajemukan hukum.
Manfaat dari tulisan ini adalah mengungkapkan proses penyelesaian sengketa tanah yang tidak hanya dilakukan dengan cara-cara adat yang sudah lazim dikenal dalam masyarakat yang bersangkutan tetapi juga digunakan cara-cara yang datang dari luar masyarakatnya sebagai akibat dari pengaruh yang datang dari kota. Selain itu tulisan ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pola penguasaan dan pemilikan tanah adat di Irian Jaya. Fokus tentang proses penyelesaian sengketa tersebut dianalisis dengan menggunakan konsep kemajemukan hukum yang kuat dan kemajemukan hukum yang lemah menurut Griffiths.
Sasaran penelitian ini adalah penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura Propinsi Irian Jaya. Penduduk desa Ayapo dan penduduk desa Yoka termasuk penduduk pinggiran kota. Sebagai penduduk pinggiran kota, sudah tentu tidak terhindar dari pengaruh-pengaruh yang datang dari kota, yang membawa perubahan pula pada proses penyelesaian sengketa tanah.
Penelitian yang sifatnya kualitatif ini dilakukan di desa-desa tersebut di atas dengan menggunakan metode perluasan kasus (the extended case method), artinya unsur-unsur lain di luar sengketa tanah dan proses penyelesaiannya seperti letak dan keadaan geografis, asal usul dan perkembangan penduduk, mata pencaharian, pemukiman, kepemimpinan, pola penguasaan tanah, dan dampak pengaruh luar terhadap penguasaan tanah menjadi perhatian pula dari penulis sebagai peneliti. Sedangkan teknik-teknik pengumpulan data ditekankan pengamatan terlibat, wawancara mendalam dengan beberapa informan kunci; dan wawancara sambil lalu dengan penduduk desa pada umumnya.
Sengketa tanah dan proses penyelesaiannya merupakan inti dari tulisan ini. Berkaitan dengan itu dikemukakan alasan/dasar tuntutan dari pihak-pihak yang bersengketa mengenai tanah yang disengketakan sedangkan dalam proses penyelesaian sengketanya, pihak-pihak yang bersengketa menggunakan cara-cara adat yaitu negosiasi/musyawarah, mediasi, rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa menggunakan pula prosedur peradilan formal untuk mengesahkan kesepakatan-kesepakatan yang telah diputuskan di lingkungan adat. Peradilan formal (Pengadilan Negeri Jayapura, dan Pengadilan Tinggi Irian Jaya) secara silih berganti telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa. Tetapi ketika sengketa tanah antara pihak yang bersengketa dinaikkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) di Jakarta, seluruh keputusan yang sebelumnya telah memenangkan pihak-pihak yang bersengketa dinyatakan batal dan tidak berlaku lagi. Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan akan mengadili sendiri sengketa/perkara itu dan sebagai hasilnya dikeluarkanlah keputusan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tidak ada pihak yang menang dan kalah dalam sengketa tersebut. Pihak-pihak yang bersengketa lebih baik menyelesaikan saja sengketa itu dengan cara-cara adat yang dilandasi dengan rasa kekeluargaan. Pihak-pihak yang bersengketa dapat melaksanakan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari inti tulisan ini ialah dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara adat maupun cara-cara yang berlaku resmi di tingkat peradilan pemerintah. Klimaksnya pemerintah dalam hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memenangkan salah satu pihak yang bersengketa, hanya dianjurkan agar sengketa/perkara itu diselesaikan secara musyawarah dan mufakat saja secara adat. Buktinya sengketa itu diselesaikan juga secara adat dan akhirnya berdamai juga pihak-pihak yang bersengketa. Tindakan Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak memutuskan salah satu pihak yang bersengketa sebagai pemenang dan mengembalikan sengketa/perkara itu untuk diselesaikan secara adat saja agar tidak merusak hubungan-hubungan sosial para pihak bersengketa yang telah lama terjalin secara turun temurun yang diistilahkan oleh Nader dan Todd sebagai hubungan multipleks."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetti Wulandari
"Tesis ini membahas ketentuan tentang seorang Notaris apakah harus menolak atau tidak dalam membuat Akta Berita Acara RUPS sehubungan dengan study kasus ini yaitu dari adanya laporan/pengaduan yang diajukan oleh Pelapor terhadap Terlapor Notaris atas Kuasa Lisan yang tidak pernah dinyatakan oleh Pelapor namun dinyatakan oleh Terlapor dalam Akta Berita Acara RUPSLB sehingga dalam hal ini Terlapor Notaris dituntut dalam menjalankan tugas atau jabatannya untuk selalu menerapkan kode etik dan melaksanakan jabatannya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Penelitian ini menggunakan Metode Kepustakaan dan mengumpulkan Data Sekunder serta hasil wawancara guna menunjang penulisan. Analisis kasus ini dilakukan terhadap Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 04/B/Mj. PPN/V/2013, di mana pembuatan Akta Berita Acara RUPSLB tersebut dilakukan tanpa mematuhi ketentuan dalam Perseroan sehingga akta yang dibuat mengalami degradasi karena terdapat cacat pada akta tersebut dan menyebabkan akta tersebut menjadi non existant.

This thesis discusses the provision of a Notary whether to reject or not to make the deed General Meeting of Shareholders in connection with this case study is from a report / complaint filed by the Rapporteur of the Notary Reported on verbal power that was never declared by the Rapporteur are considered by Reported in deed Minutes of RUPSLB so in this case the Notary Reported required in carrying out his duties or to always apply the code of conduct and carry out his post in accordance with the Law Notary. This study uses the method of literature and secondary data gathering and interviews to support the writing. The analysis of this case made against the decision of the Supervisory Council of Notaries Center No. 04 / B / Mj. PPN / V / 2013, in which the deed is done Minutes of the RUPSLB of the Company without complying with the provisions of that deed made degraded because there are defects in the deed and cause the certificate to be non existant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>