Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95464 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oloan, Joseph Mervin
"Keberhasilan kegiatan pemasaran dan kesuksesan finansial pada suatu area komersial/pusat perbelanjaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana salah satunya adalah faktor bauran penyewa (tenant mix). Proses analisis atas komposisi bauran penyewa dengan menggunakan metode consumer preference weighting dapat memudahkan pengembang dalam mengetahui secara tepat jenis–jenis penyewa yang diharapkan dan dibutuhkan oleh para calon konsumen. Objek penelitian dalam studi ini adalah Travoy Hub, sebuah area komersial yang sedang dikembangkan oleh PT Jasamarga Related Business. Secara spesifik, terdapat 3 (tiga) parameter utama yang dapat menggambarkan model bauran penyewa secara efektif, yaitu kategori preferensi tenant (Preferred Main Tenant Category), kategori urutan tenant (Ranking of Main Tenant Category Preference), dan kategori kecenderungan pembelian produk tenant (Likelihood of Supporting Preferred Tenant). Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan logika dari metodologi penelitian serta preferensi calon konsumen atas rencana penyewa yang akan beroperasi pada area komersial dimaksud, dengan menggunakan contoh suatu area komersial di daerah Jakarta Timur.

The success of financial and marketing activities in a commercial area/shopping center is influenced by several factors, one of which is the tenant mix factor. The process of analyzing the composition of the tenant mix using the consumer preference weighting method can facilitate developers in knowing exactly the types of tenants expected and needed by potential customers. The research object in this study is Travoy Hub, a commercial area being developed by PT Jasamarga Related Business. Specifically, there are 3 (three) main parameters that can effectively describe the tenant mix model, namely the Preferred Main Tenant Category, the Ranking of Main Tenant Category Preference, and the Likelihood of Supporting Preferred Tenant Category. The purpose of this study is to explain the logic of the research methodology as well as the preferences of potential customers for the planned tenants that will operate in the commercial area in question, using the example of a commercial area in the East Jakarta area."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynaldi Liwandi
"Peraturan yang berlaku dalam jual beli tanah yang objeknya berstatus Letter C adalah berdasarkan Hukum Tanah Nasional, yang dimana dianggap telah terjadi peralihan hak atas tanah dengan dilakukannya syarat terang dan tunai. Sehingga apabila proses jual beli baru didasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli, belum terjadi peralihan hak atas tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertimbangan hukum dan putusan hakim terkait peralihan tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas dan perlindungan hukum yang seharusnya didapatkan pembeli tanah yang berstatus Letter C berdasarkan Akta Autentik Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notaris yang telah dibayar lunas dalam perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 538 K/Pdt/2022. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengolah data sekunder secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa dalam melakukan pencatatan peralihan hak atas jual beli tanah yang belum bersertipikat harus dilakukan proses pendaftaran tanah terlebih dahulu melalui Kantor Kelurahan dan Kantor Pertanahan setempat berdasarkan kewenangannya masing-masing. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas pernyataan yang diberikan oleh penjual terkait kebenaran data objek jual beli dan segala pengurusan lainnya hingga dapat dilakukannya penandatanganan Akta Jual Beli.

The regulations that apply in the sale and purchase of land whose object has Letter C status are based on the National Land Law, which is considered to have occured a transfer of land rights by carrying out clear and cash conditions. Therefore, if the buying and selling process is based on a sale and purchase binding agreement, there has not been a transfer of land rights from the seller to the buyer. The problem raised in this research are legal considerations and judge’s decisions regarding land transfers based on the Sale and Purchase Binding Agreement and the legal protection that should be obtained by the land buyer with Letter C status based on the Authentic Deed of the Notary Sale and Purchase Binding Agreement which has been fully paid in the case of Supreme Court Decision Number 538 K/Pdt/2022. The method used in this research is doctrinal by conducting literature studies to process secondary data qualitatively. From this research, it was found that in recording the transfer of rights to the sale and purchase of land that has not been certified, the land registration process must be carried out first through the District Office and Local Land Office based on their respective authorities. A buyer who has good faith in entering into the Sale and Purchase Binding Agreement has the right to obtain legal protection for statements given by the seller regarding the validity of the data on the object of sale and purchase and all other arrangements until the signing of the Deed of Sale and Purchase can be carried out.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliani Praitno
"ABSTRAK
Jual beli tanah dalam Hukum Adat adalah bersifat tunai, terang dan riil. Namun,
dapat terjadi ketiga hal tersebut tidak dapat terpenuhi. Oleh karenanya para pihak
membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli terlebih dahulu yang secara hukum
belum mengalihkan hak atas tanah kepada calon pembeli. Akan tetapi, di dalam
praktek terdapat notaris yang membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli untuk
kedua kalinya pada waktu yang bersamaan terhadap obyek dan para pihak yang
sama. Pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang kedua, pihak yang semula calon
pembeli bertindak sebagai penjual dengan mendasarkan adanya hak milik dari
Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang pertama kali dibuat.

Abstract
In Custom Law, the natures of sale and purchase of land are cash (tunai),
transparent (terang) and real (riil). However, a situation whereby those three
matters are not fulfilled can be occurred. In order to accommodate such condition,
usually the parties will firstly execute a Conditional Sale and Purchase Agreement
which by law, the right of land has not been transferred to the candidate buyer. In
practice, however, there exists a case whereby a notary prepares a second
Conditional Sale and Purchase Agreement at the same time on the same object
and parties. In the second Conditional Sale and Purchase Agreement, the party -
who was previously acting as candidate buyer - is acting as the seller on the basis
of its right obtained in the first Conditional Sale and Purchase Agreement."
2012
T28690
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Utami
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
jessica Theda
"Secara hukum, hibah tidak dapat ditarik kembali akan tetapi ada beberapa pengecualian, dapat ditarik kembali dan dapat dihapuskan oleh penghibah, dalam Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pembatalan hibah terhadap barang yang telah dihibahkan harus dikembalikan kepada penghibah dalam keadaan bersih dari beban-beban yang melekat. Namun bagaimana apabila barang yang dihibahkan tidak berada di dalam kekuasaan penerima hibah. Penelitian dilakukan dengan penelitian hukum eksplanatori yang bersifat penjelasan dan bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang ada, guna mempertegas hipotesa untuk memperkuat teori yang ada. Penulisan tulisan ini pendekatan undang-undang, dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum terkait. Status kepemilikan daripada objek tanah tetap berada di dalam kekuasaan pembeli hal ini juga mengingat asas pembeli beritikad baik dilindungi oleh hukum. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan penuntutan ganti rugi maka alternatif yang dapat diambil adalah ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang, dengan mengingat asas pembeli beritikad baik dan poin utama penuntutan adalah oleh karena tidak dinafkahinya pemberi hibah. penerima hibah yang telah menjual objek hibah tersebut tidak mengembalikan objeknya melainkan harga. Peralihan dialihkan dengan jual beli maka kita merujuk kepada ketentuan pembeli beritikad baik yang mana dilindungi oleh hukum, maka pengembalian keadaan pada keadaan semula sulit untuk dilakukan. Alternatif yang dapat dituntut pemberi hibah adalah ganti rugi secara materiil. Penerima hibah merupakan penjual dari objek memiliki kewajiban untuk mengembalikan harga dari objek kepada pemberi hibah sesuai dengan harga pada saat gugatan dimasukkan.

By law, grants are irrevocable but there are some exceptions, withdrawable and can be written off by the granter, in Article 1688 of the Civil Code. The cancellation of the grant on the goods that have been granted must be returned to the granter in a clean state of the inherent burdens. But what if the goods granted are not within the power of the grantee. Research is carried out with explanatory law research that is explanatory and aims to test a theory or hypothesis to strengthen or reject existing research theories or hypotheses, in order to reinforce hypotheses to strengthen existing theories. The writing of this paper approaches legislation, by examining all laws and regulations related to related legal issues. The ownership status of the land object remains within the buyer's power this is also considering the principle of a good faith buyer is protected by law. Based on this possibility of indemnity prosecution, the alternative that can be taken is compensation for losses in the form of money, keeping in mind the principle of a good faith buyer and the main point of prosecution is because of the non-endurance of the grant giver. The grantee who has sold the grant object does not return the object but the price. The transition is diverted by buying and selling then we refer to the provisions of good faith buyers which are protected by law, then the return of circumstances in the original state is difficult to do. The alternative that grantees can demand is material indemnity. The grantee is the seller of the object having an obligation to return the price of the object to the grantor in accordance with the price at the time the lawsuit is entered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Al Wafi
"Peralihan hak katas tanah yang umum digunakan di Indonesia ialah Jual Beli. Metode yang dapat digunakan dalam jual beli tanah yaitu Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang mana harus dilengkapi dengan AJB untuk dapat dilakukan pemindahan hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual-Beli dengan objek tanah seharusnya dibuat oleh notaris manakala terdapat syarat-syarat peralihan hak atas tanah yang belum dapat dipenuhi oleh para pihak.  Peralihan hak atas tanah di Indonesia wajib dilakukan dengan memenuhi syarat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dihadapaan pemimpin adat (pejabat) yang menangani masalah pertanahan (tetua adat) sedangkan tunai berarti peralihan hak dari penjual kepada pembeli berlangsung secara seketika itu juga, pada saat terjadi pembayaran dari pembeli kepada penjual. Pada kenyatannya seringkali notaris tetap menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual-beli sebagai instrumen transaksi jual-beli atas tanah meskipun syarat peralihan hak atas tanah telah dipenuhi oleh para pihak,yang mana hal tersebut kurang menyelesaikan permasalahan hukum dalam suatu peralihan hak atas tanah. Tesis ini membahas mengenai urgensi pembuatan ppjb serta konstruksi transaksi jual beli atas tanah yang dilakukan para pihak dalam Putusan Nomor 52/PDT.G/2020/PN.PTK .Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan ppjb tidak relevan manakala syarat jual beli tanah sudah terpenuhi dan konstruksi jual beli yang seharusnya digunakan adalah AJB dengan memperhatikan bahwa seluruh dari syarat jual beli tanah telah terpenuhi dan selanjutnya jika masih terdapat sisa pembayaran dalam pembuatan AJB dapat dilakukan dengan menggunakan surat perjanjian hutang piutang dan hak tanggungan dalam menyelesaikan sisa pembayaran jika metode yang digunakan ialah dengan pencicilan

The transfer of land rights that is commonly used in Indonesia is buying and selling. The methods that can be used in buying and selling land are the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) and the Sale and Purchase Deed (AJB). The Sale and Purchase Agreement (PPJB) is a preliminary agreement which must be completed with the AJB in order to transfer land rights. In reality, notaries often continue to use the Sale and Purchase Agreement as an instrument for land sale and purchase transactions even though the conditions for the transfer of land rights have been fulfilled by the parties, which does not resolve legal issues in a transfer of land rights. This thesis discusses the urgency of making PPJB and the construction of land sale and purchase transactions carried out by the parties in Decision Number 52/PDT.G/2020/PN.PTK.. The results of the research show that making a PPJB is not relevant when the land sale and purchase conditions have been fulfilled and the sale and purchase construction that should be used is AJB, taking into account that all land sale and purchase conditions have been fulfilled and furthermore, if there is still remaining payment in making the AJB, it can be done using a letter. debt and receivable agreements and mortgage rights to settle the remaining payments if the method used is installments"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Fir Rizqi
"Semakin pesatnya arus globalisasi membuat bisnis juga semakin meningkat. Ditambah dengan sedang terjadinya era revolusi industry 5.0 membawa dampak dan perubahan yang signifikan dalam berbagai sisi kehidupan masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia. Kemajuan tersebut menjadi sebuah tantangan yang wajib dihadapi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesian. Pelbagai sengketa bisnis pun juga tak dapat dihindari dikarenakan kemajuan peradaban tersebut. Lambatnya penyelesaian perkara melalui lembaga peradilan membutuhkan suatu terobosan agar terciptanya peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai lembaga peradilan memiliki tanggung jawab untuk mengatasi permasalahan demi terciptanya akses pelayanan peradilan yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan kepada para pencari keadilan. Dengan kondisi demikian, banyak pelaku usaha yang meminta agar diberikan solusi penyelesaian bagi sengketa dengan waktu yang cepat untuk nilai materiil yang dianggap tidak terlalu besar. Atas usulan dan kebutuhan tersebut Mahkamah Agung mengatur mengenai gugatan sederhana (Small Claims Court) melalui Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 yang beberapa ketentuannya kemudian diubah dan ditambahkan dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Gugatan Sederhana dikarenakan dianggap memerlukan perubahan untuk lebih menyesuaikan dengan inflasi dan kebutuhan masyarakat. Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor 2/PDT.G.S/2019/PN.BGR memeriksa perkara dengan dasar hukum yang tidak tepat. Pertimbangan tersebut juga tidak sesuai dengan alasan pembatalan perjanjian. Pertimbangan ini berimplikasi pada ketidakpastian hukum di masa yang akan dating. Singapura dan Kanada dapat menjadi pertimbangan dalam mengatur gugatan sederhana lebih komprehensif. Pertama, Singapura merupakan negara acuan bagi Indonesia dalam mengatur gugatan sederhana, sementara Kanada melalui British Columbia dengan tingkat kejahatan yang rendah dan regulasi yang efektif membuat British Columbia menjadikan British Columbia menjadi salah satu tempat teraman untuk berbisnis. Saya menggunakan metode yuridis-normatif untuk menganalisis bagaimana perbandingan perkembangan hukum gugatan sederhana di Indonesia dengan negara Singapura dan Kanada serta bagaimana penipuan sebagai dasar pembatalan perjanjian dalam gugatan sederhana berdasarkan studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor 2/PDT.G.S/2019/PN.BGR.

The rapid flow of globalization makes business also increase. Coupled with the ongoing era of the industrial revolution 5.0, it has had significant impacts and changes in various aspects of the life of the world community, including the people of Indonesia. This progress is a challenge that must be faced by the Unitary State of the Republic of Indonesia. Various business disputes are also unavoidable due to the progress of this civilization. The slow resolution of cases through the judiciary requires a breakthrough to create a fast, simple, and low-cost trial. The Supreme Court of the Republic of Indonesia as a judicial institution has the responsibility to resolve problems to create access to justice services that are fast, simple, and low-cost for justice seekers. Under these conditions, many business actors have requested that a solution be provided for dispute resolution in a short time for a material value considered not too large. Based on these suggestions and needs, the Supreme Court regulates simple claims (Small Claims Court) through Supreme Court Regulation No. 2 of 2015, some of the provisions of which were later amended and added to Supreme Court Regulation No. 4 of 2019 concerning Amendments to Supreme Court Regulation No. 2 of 2015 concerning Simple Claims because they are deemed to require changes to better adjust to inflation and people's needs. The judge in the Bogor District Court Decision No. 2/PDT.G.S/2019/PN.BGR examined the case on an improper legal basis. These considerations are also not by the reasons for canceling the agreement. This consideration has implications for legal uncertainty in the future. Singapore and Canada can be considered in arranging a more comprehensive simple lawsuit. First, Singapore is a reference country for Indonesia in arranging simple lawsuits. At the same time, Canada through British Columbia with a low crime rate and effective regulations makes British Columbia one of the safest places to do business. I use the juridical-normative method to analyze the comparison of the development of simple lawsuits law in Indonesia with Singapore and Canada and how fraud is the basis for canceling agreements in simple lawsuits based on the case study of Bogor District Court Decision Number 2/PDT.G.S/2019/PN.BGR."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani Nurul Suci
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah warisan yang seharusnya dilaksanakan dengan melibatkan ahli waris lainnya yang berhak atas tanah waris tersebut. Ahli waris memiliki hak yang sah terhadap warisan tertentu dan peralihan hak tersebut harus dilakukan dengan benar sesuai dengan hukum yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah  kekuatan akta jual beli atas perbuatan penjualan yang dilakukan salah satu ahli waris yang tidak melibatkan ahli waris lainnya dan korelasi Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dengan Pasal 19 ayat (2) UUPA terkait hak ahli waris jika dikaitkan dengan Putusan No. 359/Pk/Pdt/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh simpulan bahwa kekuatan akta jual beli yang tidak melibatkan ahli waris lainnya yang sah sebagai pihak dalam akta menjadikan akta tersebut menjadi cacat hukum dimana sejak awal perbuatan jual beli dianggap tidak pernah ada. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dan UUPA menimbulkan ketidaksesuaian dikarenakan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 terdapat jangka waktu seseorang untuk mengajukan keberatan sedangkan dalam UUPA pemberian surat-surat sebagai tanda bukti hak berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan mutlak sebagai sistem publikasi negatif.

This research is motivated by the existence of a legal act of buying and selling rights to inherited land which should be carried out that involved by other heirs who have the rights to the inherited land. Heirs have legal rights to certain inheritances and the transfer of these rights must be carried out correctly in accordance with applicable law. The main problem in this research is the strength of the sale and purchase deed for the act of sale, carried out by one of the heirs which does not involved other heirs in the sale and purchase action and the correlation of Article 32 paragraph (2) of PP Number 24 of 1997 with Article 19 paragraph (2) of the UUPA regarding the rights of heirs if related to Decision no. 359/Pk/Pdt/2020. To answer these problems, this research was prepared using doctrinal research methods. The data used is secondary data. Based on the research carried out, it was concluded that the strength of the sale and purchase deed which does not involve other legal heirs as parties to the deed makes the deed legally flawed where from the start the sale and purchase act is considered to have never existed. Article 32 paragraph (2) of PP Number 24 of 1997 and UUPA has creates a discrepancy, because in PP Number 24 of 1997 there is a time period for a person to submit an objection, whereas in UUPA the provision of letters as proof of rights applies as a strong means of proof, not as an absolute negative publication system."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Novita B.
"Jual beli tanah pada umumnya dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli dengan menandatangani akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta jual beli dipergunakan untuk melakukan proses pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan di Kantor Pertanahan setempat. Namun ketika syarat-syarat yang ditentukan belum terpenuhi maka dilakukan penandatanganan akta pengikatan jual beli, untuk selanjutnya dilakukan penandatanganan akta jual beli dengan menghadirkan pihak penjual atau tidak perlu menghadirkan pihak penjual kembali. Dalam praktek dapat terjadi pengikatan jual beli yang telah ditandatangani para pihak tidak dapat terlaksana, yaitu ketika pihak pembeli tidak dapat memperoleh izin membangun dari Pejabat atau instansi yang berwenang, sehingga pihak pembeli berubah status menjadi pemegang kuasa yang diberi kuasa oleh pihak pertama untuk memindahtangankan tanah dan atau bangunan tersebut kepada pihak lain.

Sales and Purchase in general are done with signing a Sales And Purchase Agreement by the seller and buyer themselves infront of an Official Certifier Of Title Deeds.The Sales And Purchase Agreement is used for processing the right on land and or building at the local National Land Authority Office. However when terms to do so have not yet been fulfilled, then the parties must sign an Agreement To Sell, later followed by signing the Seles And Purchase Agreement with or without the present of the seller. In practice, an Agreement To Sell that are signed sometimes cannot take place, which is when the buyer is not given a permission to build on the land from the authorized officer. In that case, the buyer’s status changed into an authorized party given by the seller to sell the land and or builing to other parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganisha Fiebelina Yudianto
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat terkait bisnis properti 4 (empat) unit Apartemen Bassura City dan bagaimana konstruksi hukum pembelian 4 (empat) unit Apartemen Bassura City terkait putusan nomor 134/Pdt.G/2020/PN Jkt.Tim. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif bersifat preskriptif menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat tidak dapat dikategorikan sebagai pasangan suami dan istri karena dalam persidangan, Tergugat tidak menyertakan bukti bahwa antara dirinya dengan Penggugat telah melaksanakan perkawinan secara agama Islam. Tergugat tidak memiliki hak atas 4 (empat) unit Apartemen Bassura City apabila perkawinan antara dirinya dengan Penggugat tidak dicatatkan pada KUA Kecamatan mengacu pada Pasal 5 jo. Pasal 7 ayat (1) KHI bahwa perkawinan secara agama Islam tidak diakui secara hukum apabila perkawinan tersebut tidak dicatatkan pada KUA Kecamatan oleh Pejabat Pencatat Nikah. Hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat adalah sebagai rekan bisnis mengacu pada pernyataan saksi EH dan bukti P-6. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian maka konstruksi hukum pembelian 4 (empat) unit Apartemen Bassura City untuk diperjualbelikan mengacu pada Bukti P-6 yang dibuat oleh Tergugat, pernyataan saksi EH dan itikad baik Tergugat untuk mendokumentasikan penerimaan uang (bukti P-5) dari Penggugat kepada Tergugat. Penulis mengkaji bahwa posisi Tergugat sebagai perantara Penggugat untuk mengelola bisnis properti jual-beli 4 (empat) unit Apartemen Bassura City sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHD dimana Tergugat bertindak sebagai Komisioner. Penulis memberikan saran bahwa utamakan Perjanjian secara tertulis dalam kesepakatan bisnis apapun sehingga apabila dikemudian hari terdapat sengketa bisnis maka sudah ada bukti yang jelas dan tidak menimbulkan ketidakpastian konstruksi hukum.

XThis thesis discusses how the legal relationship between the Plaintiff and the Defendant relates to The Business Property of 4 units Bassura City Apartments and how the legal construction of 4 apartment unit puchase related to civil case decision number 134/Pdt.G/2020/PN Jkt.Tim. This research is a prescriptive normative juridical law research using secondary data which is then analyzed qualitatively. Based on the results of the study, it was found that legal relationship between the Plaintiff and the Defendant could not be categorized as a husband and wife because in the trial, the Defendant did not include evidence that between himself and the Plaintiff had carried out an Islamic marriage. The Defendant does not have rights to 4 units Bassura City Apartments if the marriage between her and the Plaintiff is not registered at KUA Kecamatan referring to Article 5 jo. Article 7 paragraph (1) Kompilasi Hukum Islam that Islamic marriage is not legally recognized if the marriage is not registered at KUA Kecamatan. The legal relationship between the Plaintiff and the Defendant is as a business partner referring to the statement of witness EH and evidence P-6. Furthermore, based on the results of the study, the legal construction of the purchase of 4 units Bassura City Apartments for sale refers to evidence P-6 made by the Defendant, witness EH’s statement and the Defendant’s good faith in documenting the receipt of money (evidence P-5) from the Plaintiff to the Defendant. The author examines that the Defendant’s position is as an intermediary for the Plaintiff to manage the business property of buying and selling 4 units Apartments Bassura City as regulated in Article 76 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) where the Defendant acts as a Commissioner. The author advises that prioritizing a written agreement in any business agreement so that if in the future ther is a business dispute, then there is clear evidence and does not create uncertainty in legal construction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>