Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauna Herawati
"Disertasi ini menghasilkan temuan bahwa clinical pathway yang disusun oleh berbagai profesi sesuai kompetensi, peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing profesi dalam perawatan pasien dapat digunakan sebagai media komunikasi, bekerja sama, berkoordinasi dalam praktek kolaborasi interprofesional. Praktek kolaborasi interprofesional dengan menggunakan clinical pathway dapat mengoptimalkan penggunaan antibiotik untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri. Penelitian ini adalah kombinasi penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain deskriptif analitik. Hasil penelitian menyarankan bahwa penyusunan clinical pathway tidak hanya berbasis bukti tetapi juga merupakan kesepakatan perawatan bersama oleh beberapa profesi tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, terutama penggunaan antibiotik rasional.

The finding of this dissertation is clinical pathways prepared by various professions according to the competencies, roles, values, and responsibilities of each profession in patient care. A clinical pathway is a tool for communication, working together, and coordination in interprofessional collaborative practices. Interprofessional collaboration practices using clinical pathways can optimize the use of antibiotics to prevent bacterial resistance. This research is quantitative and qualitative research that analyzes analytics descriptively. The study suggests that the development of a clinical pathway is not only evidence based practice but also a joint agreement by several healthcare professionals to improve the quality of services, especially the rational use of antibiotics."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifanne Winesa
"Kolaborasi interprofesional merupakan bentuk kegiatan pelayanan kesehatan yang melibatkan pasien serta tenaga antar professional kesehatan dengan tujuan yang sama. Implementasi kolaborasi interprofessional yang baik akan berdampak pada tingkat peningkatkan kualitas dan mutu pelayanan, peningkatan keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. Hal ini juga dapat berdampak pada kepuasan kerja perofesional kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan pelaksanaan kolaborasi interprofesional. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan melibatkan 167 orang perawat. Sampel dipilih dengan teknik quota sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa jenjang karir (p=0,002), masa kerja (p= 0,009), usia (p= 0,0012), dan komunikasi (p= 0,102) merupakan determinan implementasi kolaborasi interprofesional. Hasil analisis regresi linear berganda mendapatkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan  implementasi kolaborasi interprofesional adalah jenjang karir. Semua variabel yang menjadi faktor berkontribusi sebesar 35,2% dalam implementasi kolaborasi interprofesional. Rekomendasi penelitian ini menyarankan pihak manajemen rumah sakit perlu untuk mengembangkan sistem jenjang karir dan peningkatan kemampuan komunikasi guna meningkatkan kuliatas implementasi kolaborasi interprofesional.

Interprofessional collaborational is a form of health service activity that involves patients and health professionals with the same goal. Implementation of good interprofessional collaboration will have an impact on increasing the quality and level of service, increasing patient safety and continuity of service. This can also impact health professionals' job satisfaction. This research aims to identify the determinants of implementing interprofessional collaboration. This research design used a cross-sectional approach involving 167 nurses. The sample was selected using the quota sampling technique. The research results showed that career level (p=0.002), length of service (p= 0.009), age (p= 0.0012), and communication (p= 0.102) were determinants of interprofessional collaboration implementation. The results of multiple linear regression analysis found that the factor most related to the implementation of interprofessional collaboration was career level. All variables that are factors contribute 35.2% to the implementation of interprofessional collaboration The research recommendation is that hospital management needs to develop a career path system and improve communication skills to improve the quality of implementing interprofessional collaboration"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dendi Dharmawan
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat virus yang ditularkan melalui nyamuk aedes aegipty. Pasien termasuk ke dalam fase kritis karena demam hari ke tiga dan terjadi penurunan trombosit yang mengakibatkan masalah pada keseimbangan cairan. Masalah keperawatan yang muncul yaitu risiko perdarahan, hipovolemia, dan nausea/mual. Salah satu masalah yang cukup mengganggu kenyamanan pasien DBD selain demam yaitu mual. Mual tidak hanya berdampak terhadap ketidaknyamanan, namun juga mempengaruhi intake serta keseimbangan cairan jika disertai dengan muntah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu manajemen mual yang terbukti efisien dan efektif dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi. Pada kasus kelolaan diperoleh hasil pengkajian mual RINVR mengalami penurunan dari skor 7 menjadi 3 di hari ke 2 setelah intervensi. Pemberian aromaterapi efektif mengurangi keluhan mual disamping terapi farmakologi.

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a disease caused by a virus transmitted through the Aedes aegypti mosquito. The patient was included in the critical phase because of the third day of fever and a decrease in platelets, resulting in fluid balance problems. The nursing problems that arise are bleeding, hypovolemia, and nausea. One of the problems that interfere with the comfort of DHF patients besides converting fever. Nausea does not only have an impact on inhibition but also affects fluid intake and balance if accompanied by vomiting. Therefore, an intervention is needed to overcome this problem. One of the management of converts proven to be efficient and effective can be done by offering aromatherapy. In managed cases, the assessment results of nausea RINVR decreased from a score of 7 to 3 days after the intervention. Giving aromatherapy is effective in reducing complaints of nausea in addition to pharmacological therapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana
"Praktik kolaborasi memiliki pengaruh yang besar untuk kepuasan pasien dan kepuasan profesi pemberi asuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi determinan kepuasan perawat pada Interprofesional Colaborative Practice (IPCP). Metode penelitian menggunakan studi cross sectional yang dilakukan dari bulan Maret sampai Desember 2021. Kuesioner yang digunakan hasil modifikasi, dan telah dilakukan uji validitas dan reabilitas. Kuesioner Profesional Factor, Organizational factor dan Interactional Factor nilai uji validitas 0.427-0.722 dan uji reabilitas 0.905 dengan butir kuesioner 17 item. Untuk nilai uji validitas kuesioner kepuasan perawat dalam interkolaborasi 0.590 – 0.913 dan uji reliabilitas 0.980 dengan butir kuesioner 31 item. Kuesioner disebarkan kepada 242 perawat yang bersedia mnjadi responden dan memenuhi criteria inklusi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi dan bermakna dengan kepuasan perawat dalam IPCP adalah Faktor Profesional (p=0.001), Faktor Organisasional (p=0.048). Simpulan, Faktor Profesionalpaling berpengaruh pada kepuasan perawat dalam melaksanakan inter kolaborasi dengan profesi lain, Faktor Profesional memegang peran yang sangat besar dalam mengerakkan perawat untuk menguasai kompetensinya agar tujuan asuhan dan pelayanan terhadap pasien dapat dicapai secara efisien dan efektif.

Collaboration practice greatly influence inpatient’s outcomes and the satisfaction for the nursing profession. The aim of this research is to identify the determinant factors of nurse’s satisfaction in Interprofessional Collaborative Practice (IPCP). This research used cross-sectional study that was conducted from March until December 2021. Questionnaires were distributed to 242 nurses. The questionnaire used was modified, and validity and reliability tests were carried out. Professional Questionnaire Factors, Organizational Factors and Interaction Factors, the value of the validity test is 0.427-0.722 and the reliability test is 0.905 with 17 questionnaire items. For the value of the validity test of the nurse satisfaction questionnaire in the intercollaboration of 0.590 – 0.913 and the reliability test of 0.980 with 31 items of questionnaire items. Questionnaires were distributed to 242 nurses who answered the questions and met the inclusion criteria.The results of the study revealed that the factors that influence and also significant with nurse satisfaction in IPCP are Professional Factor (p = 0.001), Organizational factor (p = 0.048). In conclusion, Professional Factor is the most influential factor for nurse satisfaction in carrying out inter-collaboration with other professions. Professional Factor plays a huge role in moving nurses to master their competencies so that the goals of care and service to patients can be achieved efficiently and effectively."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiyah Mumpuni
"Stroke iskemik merupakan kondisi dimana adanya gangguan aliran darah ke parenkim otak yang menyebabkan kematian sel-sel otak karena kekurangan oksigen. Manifestasi klinis yang umum terjadi pada pasien pasca stroke adalah hemiparesis. Hemiparesis merupakan kelemahan pada satu sisi tubuh biasanya kontralateral pada area yang terdampak stroke. Hemiparesis umumnya terjadi dari wajah hingga kaki dimana terjadi penurunan kekuatan otot. Analisis dilakukan pada pasien perempuan berusia 63 tahun yang mengalami stroke iskemik berulang dengan faktor risiko hipertensi dan diabetes mellitus. Masalah keperawatan yang muncul adalah risiko perfusi serebral tidak efektif, hambatan mobilitas fisik, dan ketidakstabilan kadar glukosa darah. Tujuan penulisan ini yaitu memparkan hasil analisis asuhan Keperawatan dengan menggunakan latihan ROM spherical grip untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke iskemik. Latihan ROM spherical grip diberikan selama empat hari dari tanggal 22/09/22 sampai dengan 26/09/22 dengan setiap latihan dilakukan sekitar 15 menit dilakukan dua kali sehari pagi dan sore. Dari hasil latihan ROM spherical grip, terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan rentang pergerakan pergelangan tangan. Kesimpulannya latihan ROM spherical grip dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot dan intervensi ini mudah dilakukan serta tidak menimbulkan efek samping.

Ischemic stroke is a condition where there is an interruption of blood flow to the brain parenchyma which causes the death of brain cells due to lack of oxygen. The common clinical manifestation in post-stroke patients is hemiparesis. Hemiparesis is weakness on one side of the body, usually contralateral to the area affected by the stroke. Hemiparesis generally occurs from the face to the feet where there is a decrease in muscle strength. The analysis was performed on a 63-year-old female patient who had recurrent ischemic stroke with risk factors for hypertension and diabetes mellitus. Nursing diagnose that arise are the risk of ineffective cerebral perfusion, impared physical mobility, and instability of blood glucose levels. The purpose of this paper is to present the results of the analysis of nursing care using ROM spherical grip exercises to increase muscle strength in ischemic stroke patients. The spherical grip ROM exercise was given for four days from 22/09/22 to 26/09/22 with each exercise performed for about 15 minutes twice a day in the morning and evening. From the results of the spherical grip ROM exercise, it is proven to be effective in increasing muscle strength and range of motion of the wrist. In conclusion, spherical grip ROM exercises can be done to increase muscle strength and this intervention is easy to do and does not cause side effects."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nursyahidah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan antibiotik profilaksis bedah bertujuan untuk mencegah infeksi daerah operasi pada pasien yang dianggap mempunyai risiko tinggi. Meskipun kebijakan penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai yang dapat menyebabkan peningkatan risiko resistensi antibiotik dan peningkatan biaya perawatan di rumah sakit.Tujuan: Mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik profilaksis serta efisiensi biaya penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah digestif di RSUPN-CMMetode: Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Data sekunder diambil dari rekam medik pasien rawat inap Departemen Bedah RSUPN-CM selama periode Januari hingga Desember 2015. Pada penelitian ini 102 pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis dievaluasi berdasarkan panduan NHS Lanaskhire untuk ketepatan dosis dan waktu pemberian pada tindakan pembedahan dan panduan antibiotik profilaksis divisi bedah digestif RSUPN-CM untuk pemilihan antibiotik berdasarkan indikasi tindakan.Hasil: Dari 102 pasien penelitian 81,4 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis dengan indikasi sesuai tindakan dan 90,8 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat dosis. Berdasarkan ketepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis, sebanyak 52 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis tepat waktu 30 menit . Sementara itu, pasien yang mendapatkan antibiotik profilaksis lebih dari satu dosis yang berarti bukan lagi profilaksis sebanyak 15,7 . Tambahan biaya obat akibat pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman sebesar Rp. 16.016.007,-.Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan masih adanya penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman pada pasien bedah digestif RSUPN-CM. Pemberian antibiotik profilaksis yang tidak sesuai pedoman dapat menyebabkan peningkatan biaya perawatan rumah sakit. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pedoman yang digunakan.
hr>
b>ABSTRACT
"Background Prophylactic antibiotic is used to prevent surgical wound infections in surgery patients who are considered to have high risk of contamination. Despite established guideline, some studies reported inappropriate use of prophylactic antibiotic which potentially increase the risk of antibiotic resistance and hospitalization cost.Aim To evaluate the appropriateness and cost of prophylactic antibiotic usage in digestive surgery patients at Cipto Mangunkusumo hospital.Methods This was a retrospective study conducted on digestive surgery patients. Secondary data were collected from medical records of hospitalized patients in Surgery Department of Cipto Mangunkusumo hospital during the periode January to Desember 2015. In this study, 102 patients receiving prophylactic antibiotics were evaluated based on NHS Lanaskhire guideline for dosage and timimg in accordance with surgical types and guideline of digestive surgery division Cipto Mangunkusumo hospital for antibiotic selection.Results In 102 patients 81,3 patients received prophylactic antibiotics with appropriate indications and 91,2 patients received prophylactic antibiotics with appropriate doses. While 52 patient received prophylactic antibiotic with appropriate timing of 30 minutes. Meanwhile, patients that received prophylactic antibiotics more than once, which means not prophylactic anymore, were accounted for 15,7 . The estimated extra cost due to of inappropriate use of prophylactic antibiotics was Rp. 16.016.007, .Conclusion The results showed that inappropriate use of antimicrobial prophylaxis was still found in digestive surgery Cipto Mangunkusumo hospital and it increased drug cost. The most frequent inappropriateness was the timing of administration followed by inappropriate indication and dose. More work is needed in order to increase the adherence to the guidelines. "
2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Binerta Bai Agfa
"Angka kejadian bedah caesar di seluruh dunia terus meningkat setiap tahun. Namun, angka risiko kematian pasca bedah caesar sangat tinggi akibat infeksi. Pemakaian suatu jenis antibiotik profilaksis pada sebagian kasus bedah caesar telah terbukti dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penggunaan antibiotik profilaksis serta kerasionalan antibiotik profilaksis yang digunakan pada pasien bedah caesar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2015.
Penelitian dilakukan secara observasional dengan menggunakan metode deskriptif dan data diperoleh dari rekam medis pasien secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik purposive sampling. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik profilaksis dinilai dari ketepatan pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan tanpa infeksi luka operasi.
Pasien yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian sebanyak 245 pasien. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa jenis antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah sefazolin (72,66%). Pada penelitian terdapat pasien bedah caesar yang menerima antibiotik profilaksis 100% tepat pasien, 100% tepat indikasi, 98,78% tepat obat, 98,37% tepat dosis dan 72,24% tepat waktu pemberian, serta 98,37% tanpa infeksi luka operasi. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah sesar terbukti 72,24% pasien menunjukkan kerasionalan.
The number of caesarean section in all over the world continue to increase each year. But the rate of post caesarean section risk of death is very high due to infection. The use of a type of antibiotics prophylaxis in some cases of caesarean section has been proven to reduce the occurrence of surgical site infection. The purpose of this study was to know the image of antibiotic prophylaxis and the rationality of antibiotic prophylaxis on caesarean section patients in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2015.
This study was conducted in observation using descriptive method and the data is acquired from medical record investigation retrospectively. Data were collected using purposive sampling technique. Rational use of antibiotics assessed evaluation of the appropriate patient, appropriate indication, appropriate drug, appropriate dose, appropriate time and without the provision of surgical site infection.
Eligible patients as subjects of research were 245 patients. Data obtained showed that the most common kind of antibiotic prophylaxis that being used is cefazoline (72.66%). In this study were caesarean patients who received antibiotic prophylaxis showed 100% appropriate patient, 100% appropriate indication, 98.78% appropriate drug, 98.37% appropriate dose, 72.24% appropriate time and 98.37% no surgical site infection. The usage of antibiotic prophylaxis in patients with proven 72.24% caesarean section patients showed rationality."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Alfatma
"Upaya untuk memaksimalkan penggunaan antibiotik yang rasional merupakan salah satu tanggung jawab penting dari pelayanan farmasi. Penggunaan obat dikatakan rasional jika obat yang digunakan sesuai indikasi, kondisi pasien dan pemilihan obat yang tepat terkait jenis, sediaan, dosis, rute, waktu dan lama pemberian, mempertimbangkan manfaat dan resiko dari obat yang digunakan. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan pengobatan lebih mahal, efek samping lebih toksik, meluasnya resistensi dan timbulnya kejadian superinfeksi yang sulit diobati. Setelah melakukan pemantauan terapi obat pada pasien di ruang ICU RSUP Fatmawati, kesimpulan yang didapat: Pengobatan yang diterima oleh Nn. TRA sudah sesuai dengan indikasi penyakit, yaitu abses submandibularis, dengan frekuensi pengobatan dan dosis antibiotik juga dinilai sudah tepat. Pada Ny. AAH, didapatkan adanya obat yang tidak sesuai indikasi, yaitu tigecycline dan penggunaan meropenem serta levofloxacin juga tidak tepat dosis dan tidak tepat frekuensi pemakaian. Sepanjang penggunaan tigecycline, kondisi pasien justru memburuk hingga kemudian dinyatakan meninggal pada tanggal 11 April 2022 akibat gagal ventilasi dan sepsis pneumonia. Penggunaan tigecycline kemungkinan tidak efektif. Perhitungan DDD/100 patient-days, meropenem memiliki nilai DDD tertinggi,  kemudian disusul oleh amikasin, levofloxacin, metronidazole, dan tigecycline secara berurutan. Pada perhitungan DU 90 %, meropenem, amikacin, dan levofloxacin termasuk dalam segmen tersebut. Antibiotik yang memiliki nilai DDD/100 patient-days yang tinggi dan termasuk dalam segmen 90 % perlu diawasi penggunaannya dengan baik karena penggunaan yang tinggi dapat meningkatkan resiko terjadinya resisten antibiotik.

Efforts to maximize the rational use of antibiotics is one of the important responsibilities of pharmaceutical services. The use of drugs is said to be rational if the drugs used are according to the indications, the patient's condition and the selection of the right drug regarding type, preparation, dose, route, time and duration of administration, considering the benefits and risks of the drug used. Inappropriate use of antibiotics can cause more expensive treatment, more toxic side effects, widespread resistance and the emergence of superinfections that are difficult to treat. After monitoring drug therapy on patients in the ICU at Fatmawati Hospital, the conclusion was obtained: The treatment received by Ms. TRA is in accordance with the indications of the disease, namely submandibular abscess, with the frequency of treatment and dosage of antibiotics also considered to be appropriate. To Mrs. AAH, it was found that there were drugs that were not according to indications, namely tigecycline and the use of meropenem and levofloxacin, which also included incorrect doses and incorrect frequency of use. Throughout the use of tigecycline, the patient's condition worsened until he was declared dead on April 11 2022 due to ventilation failure and pneumonia sepsis. The use of tigecycline may not be effective. Calculating DDD/100 patient-days, meropenem has the highest DDD value, followed by amikacin, levofloxacin, metronidazole, and tigecycline in sequence. In the 90% DU calculation, meropenem, amikacin, and levofloxacin are included in this segment. Antibiotics that have a high DDD/100 patient-days value and are included in the 90% segment need to be monitored carefully because high use can increase the risk of antibiotic resistance."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Cindy Nathania Usman
"Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Antibiotik yang biasa digunakan memiliki spektrum sempit, toksisitas rendah, memiliki sifat bakterisidal dan spesifik. Tujuan penelitian ini adalah melihat kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien yang dilakukan pembedahan di Instalasi Bedah Sentral RSUP Fatmawati periode Januari ndash; Maret 2017 dengan PPAB RSUP Fatmawati tahun 2016 dan ASHP Guidelines tahun 2013. Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Pasien yang paling banyak dilakukan pembedahan adalah pasien perempuan 57,54 dan kelompok usia yang paling banyak adalah >45-55 tahun. Rencana pembedahan yang paling banyak dilakukan adalah elektif 73,75 . Divisi pembedahan yang paling banyak dilakukan adalah bedah kebidanan 20,37 . 2.191 pasien mendapatkan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan dan persentase divisi pembedahan yang paling banyak menggunakan antibiotik profilaksis adalah bedah digestif 89,15 . Antibiotik profilaksis yang paling banyak digunakan adalah penggunaan tunggal sefazolin 41,05 . Kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis dengan PPAB RSUP Fatmawati tahun 2016 sebesar 51,92 dan kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis dengan ASHP Guidelines 2013 sebesar 43,13.

Prophylactic antibiotics are antibiotics used to prevent infection. Commonly used antibiotics have a narrow spectrum, low toxicity, have a bactericidal activity and specific. The purpose of this study is to see the suitability of the use of prophylactic antibiotics in surgical patients at the Central Surgery Installation of Fatmawati Central General Hospital January March 2017 with Antibiotic Guidelines from Fatmawati Central General Hospital 2016 and ASHP Guidelines 2013. This research method is done analitical descriptively with retrospective retrieval data. Sampling with total sampling technique. Patients most widely performed surgery were female 57.54 and the age group most was 45 55 years. The most widely performed surgical plan was elective 73.75 . The most widely performed surgical division was midwifery surgery 20.37 . 2,191 patients received prophylactic antibiotics before surgery and surgery division percentage of the most widely used surgical antibiotic prophylaxis was digestive 89.15 . The most widely used prophylactic antibiotic is cefazoline 41.05 . The compliance of prophylactic antibiotic usage with Antibiotic Guidelines from Fatmawati Central General Hospital 2016 was 51,92 and compliance of antibiotic prophylaxis with ASHP Guidelines 2013 was 43,13."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustia Istiarni
"Kanker prostat merupakan penyakit keganasan yang sering menyerang laki-laki di area perkotaan. Faktor resiko yang menyebabkan timbulnya kanker prostat di area perkotaan diantaranya faktor familial, usia, pola makan, dan kadar hormon testosteron. Masalah keperawatan yang menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah inkontinensia urin. Salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urin yaitu latihan kegel.
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis intervensi latihan kegel pada pasien Adeno CA Prostat untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul. Secara kognitif pasien dapat memahami dan melakukan latihan kegel, namun belum dapat mengontrol inkontinensia urin karena keterbatasan waktu intervensi. Pemantauan khusus perlu diberikan pada pasien dengan inkontinensia urin selama melakukan latihan kegel untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.

Prostate cancer is the common malignant disease in men that occurs in urban areas. Risk factors which cause prostate cancer in urban areas include the familial factor, age, diet, and testosterone level. The nursing problem which becomes a concern of this paper is urinary incontinence. One of the nursing interventions to overcome urinary incontinence is kegel exercises.
The objective of this paper was to analyze the intervention of kegel exercises in a patient with Adeno CA Prostate to strengthen the pelvic floor muscle. The patient has shown the understanding of how to do the kegel exercise and the purpose of the exercise, yet the patient has not been able to control urinary incontinence due to the limited period of the intervention. Specific monitoring should be given to the patient with urinary incontinence during kegel exercises to strengthen the pelvic floor muscle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>