Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas musik K-pop secara global telah meningkat secara signifikan, sehingga menghasilkan lebih banyak penonton K-pop dan pengaruh yang lebih besar yang dimiliki oleh idola K-pop di industri ini. Akibatnya, banyak bisnis mulai merekrut idola K-pop sebagai "brand ambasador" untuk memanfaatkan basis penggemar mereka yang luas. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dampak positif dan negatif dari idola K-pop yang berperan sebagai "brand ambasador" dan mengeksplorasi alasan meningkatnya prevalensi fenomena ini. Metodologi yang digunakan untuk penelitian ini memerlukan tinjauan teoretis terhadap literatur dan sumber sekunder lainnya untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang pokok bahasan.

In recent years, the global popularity of K-pop music has risen noticeably, leading to a larger audience for K-pop and greater influence wielded by K-pop idols in the industry. As a result, many businesses have begun enlisting K-pop idols as brand ambassadors to tap into their vast fan base. This paper aims to examine the positive and negative effects of K-pop idols serving as brand ambassadors and explore the reasons for the increasing prevalence of this phenomenon. The methodology employed for this study entails a theoretical review of peer-reviewed literature and other secondary sources in order to provide a comprehensive understanding of the subject matter."
[Depok, Depok]: [Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia], 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Setiasih Aurelie
"This research is situated in the context where the influence of the Korean Wave (Hallyu) and the idols serving as cultural ambassadors of the country are changing conventional attractiveness standards across the globe. By applying Stuart Hall's theory of representation and establishing connections with the dissemination of Korean beauty products in the Indonesian market, this article examines the messages within the ads of these idols which may influence the reframing the concept of conventional beauty in the Indonesia. The research focuses on three local products that use K-Pop idols to represent the ideal beauty: Cha Eun-woo as the ambassador for MS Glow, Han So Hee who represents Somethinc, and TWICE who is supporting Scarlett Whitening. The main argument asserts that the aesthetic appeal of these idols, serving as brand representatives, conveys messages that have the potential to alter Indonesian beauty standards. The study is conducted through descriptive qualitative observation of the three mentioned product advertisements on Instagram. Findings and discussions reveal the intricate relationship between media representation, brand endorsements, and the potential for changing beauty standards embraced by social media users who are fans of these idols.

Penelitian ini ditempatkan dalam konteks dimana pengaruh Korean Wave (Hallyu) dan idola-idola yang menjadi duta budaya negara tersebut mengubah standar daya tarik konvensional di berbagai belahan dunia. Dengan menerapkan teori representasi Stuart Hall dan menjalin keterhubungan dengan penyebaran produk kecantikan Korea di pasar Indonesia, artikel ini mengkaji pesan lewat iklan dari idola-idola ini dan kemungkinannya membingkai ulang konsep kecantikan konvensional di Indonesia. Penelitian ini mengkaji tiga produk local yang menggunakan idol K-Pop sebagai representasi ideal kecantikan, yaitu Cha Eun-woo (sebagai duta MS Glow), Han So Hee (mewakili Somethinc), dan TWICE yang mendukung Scarlett Whitening. Argumen utama menegaskan bahwa daya tarik estetis dari idola-idola ini, yang berfungsi sebagai perwakilan merek, memberikan pesan-pesan 2 yang berpotensi mengubah standar kecantikan Indonesia. Studi dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan observasi terhadap tiga iklan produk tersebut di Instagram. Temuan dan dikusi mengungkapkan hubungan rumit antara representasi media, dukungan merek, dan potensi perubahan standar kecantikan yang diterima oleh pengguna sosial media yang adalah penggemar para idola ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Evania Maharani Setiowati
"Hubungan emosional muncul sebagai pendorong terkuat untuk membeli barang yang berhubungan dengan idola K-Pop favorit mereka. Tan Xuan Ni (2023) menemukan bahwa respons emosional dan kognitif yang kuat mendorong niat membeli barang idola yang lebih tinggi. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh hubungan emosional ketika idola K-Pop ditunjuk menjadi duta merek terhadap perilaku pembelian terhadap produk atau layanan yang didukung, di Asia Tenggara, dengan fokus di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Peran idola K-Pop sebagai duta merek berdampak signifikan terhadap perilaku pembelian. Kusumawardhany dan Karya (2024) menyoroti bahwa kesukaan dan daya tarik idola K-Pop menjadikannya alat periklanan yang kuat, sehingga meningkatkan penjualan produk yang didukung. Temuan ini didukung oleh Kirana (2021), yang mencatat bahwa peluncuran produk terkait secara terus-menerus meningkatkan efek idola, sehingga meningkatkan antusiasme dan loyalitas konsumen dalam fandom. Metode yang digunakan adalah tinjauan pustaka, yaitu analisis dan evaluasi kritis terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan berhubungan langsung dengan topik yang dituju. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan emosional dan kolektibilitas duta merek mendorong pembelian merchandise K-Pop di Asia Tenggara, memberikan pemahaman komprehensif tentang interaksi antara emosi konsumen dan strategi pemasaran dalam konteks budaya yang unik ini.
Emotional connection emerges as the strongest driver, with consumers expressing a greater intent to purchase items related to their favorite K-Pop idols. Tan Xuan Ni (2023) found that strong emotional and cognitive responses drive higher purchase intentions for idol goods. This study explores the influence of emotional connection when K-Pop idols are appointed to be a brand ambassador on purchasing behavior towards products or services endorsed, in South-East Asia, focusing on Indonesia, Malaysia and Thailand. The role of K-Pop idols as brand ambassadors significantly impacts purchasing behavior. Kusumawardhany and Karya (2024) emphasized that the attractiveness and charm of K-Pop idols render them influential marketing instruments, enhancing the sales of sponsored merchandise. As Kirana (2021) found, the regular introduction of related products intensifies the idol effect and increases fanbase enthusiasm and loyalty. The approach used is a literature review, which means carefully assessing and analyzing earlier studies that have a direct bearing on the chosen topic. Clarifying how collectability of brand ambassadors and emotional connection affect K-Pop product purchases in South East Asia is the aim of this study. It attempts to provide a thorough knowledge of how, in this particular cultural setting, consumer emotions and marketing tactics interact."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Eka Septiani
"Tulisan ini mengangkat persoalan hiperrealitas yang terjadi pada lingkup penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Penggemar K-Pop mengalami hiperrealitas karena adanya fenonema picnoleptic atau kegagalan melihat realitas yang mengharuskan realitas dibangun kembali. Namun karena adanya dromology, realitas yang dibangun menjadi realitas yang tidak sebenarnya yang mengakibatkan terbentuknya hiperrealitas. Adanya budaya partisipasi dalam fandom memudahkan terbentuknya hiperrealitas dalam lingkup peggemar K-Pop, hiperrealitas yang muncul ini kemudian menghasilkan fear karena realitas tidak sesuai dengan hiperrealitas. Fear yang muncul ini kemudian mengakibatkan adanya tindakan-tindakan fanatik para penggemar K-Pop seperti, pertikaian antar penggemar, konsumerisme, dan lain sebagainya. Melalui metode fenomenologis, saya mengumpulkan data melalui studi pustaka serta riset langsung melalui media sosial, data yang diperoleh kemudian data dianalisis secara filosofis menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat bagaimana hiperrealitas terbentuk di kalangan para penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori dari Paul Virilio. Tulisan ini membuktikan bahwa di kalangan penggemar KPop hiperrealitas terbentuk karena adanya ilusi persepsi dan relasi antara penggemar dan idola.

This article raises the issue of hyperreality occurring in the K-POP fans by using an approach to hyperreality from Paul Virilio. K-POP fans have hyperreality because of a picnoleptic fenonema or failure to see reality that requires it to be rebuilt. But with the dromology, realities built into realities that create hyperreality. The participation culture in fandom makes it easy for hyperreality to form in the K-POP sphere, this emerging hyperreality then produces fear because reality doesn't match hyperreality. That fear turned up and led to acts of rabid K-POP fans such as, strife among fans, consumerism, and so on. Through the phenomenological method, I collect data through literature review, research, and my experience as part fandom of K-POP, data obtained later data was philosophically analyzed using an approach to the hyperreality theory of Paul Virilio. The purpose of this writing is to see how hyperreality is possible among K-POP fans using a theoretical approach from Paul Virilio. This text proves that among the K-POP hyperreality fans the formation is the illusion of perception and the relationship between fans and idol."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Putri Novandari
"K-Pop yang saat ini menjadi fenomena global tidak dapat dipisahkan dari penggemar K-Pop yang menggunakan media sosial untuk melakukan aktivitas penggemar mereka, salah satu media sosial yang menjadi tempat utama bagi penggemar K-Pop untuk melakukan aktivitas penggemar adalah Twitter. Penggemar K-Pop tidak hanya menikmati konten dari idola mereka saja di Twitter namun mereka juga berinteraksi dengan penggemar lainnya serta melakukan produksi budaya penggemar atau fan culture. Salah satu praktik yang dilakukan oleh penggemar K-Pop di Twitter adalah pembuatan fan project yang bertujuan untuk mendukung idola mereka. Data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi terhadap praktik yang dilakukan oleh penggemar K-Pop di Twitter menunjukan bahwa penggemar K-Pop melakukan banyak kegiatan produksi budaya penggemar yang dapat dilihat sebagai bentuk mediated fan-practice. Penelitian ini juga menemukan bahwa praktik fan project yang dilakukan oleh penggemar dapat dilihat sebagai bentuk fan labor dan free labor, penggemar yang menjadi subjek utama dalam penelitian ini melakukan sebuah bentuk ‘labor’ karena menghasilkan produk budaya yang menguntungkan pihak-pihak kapital namun mereka tidak mendapatkan keuntungan secara finansial dari praktik yang mereka lakukan. Dalam tulisan ini ditemukan bahwa penggemar K-Pop memiliki motivasi yang bukan merupakan keuntungan finansial dalam melakukan fan project untuk idola mereka.

K-Pop, a current global phenomenon, is inseparable from K-Pop fans who use social media to carry out their fan activities, one of the social media that is the main place for K-Pop fans to do fan activities is Twitter. K-Pop fans not only enjoy content from their idols on Twitter but they also interact with other fans and do fan culture productions. One of the practices carried out by K-Pop fans on Twitter is the creation of a fan project that aims to support their idols. Data obtained through interviews and observations of practices carried out by K-Pop fans on Twitter shows that K-Pop fans carry out many fan culture production activities that can be seen as a form of mediated fan-practice. This research also found that fan project practices carried out by fans can be seen as a form of fan labor and free labor, fans who are the main subjects in this study do a form of 'labor' because they produce cultural products that benefit the parties of capital but they do not benefit financially from their practices. In this paper, it is found that K-Pop fans have motivations that are not financial gains in doing fan projects for their idols."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Mearlysha Aninda Rahmatyana
"Fenomena gelombang Hallyu atau budaya pop Korea Selatan telah muncul secara global sejak akhir 1990-an. Saat itu, penggemar hanya terbiasa untuk mengkonsumsi produk yang diberikan oleh produsen. Seiring berkembangnya zaman, kini para penggemar K-pop tidak hanya mengkonsumsi produk-produk yang disediakan oleh produsennya saja. Sebaliknya, penggemar dapat secara aktif berinteraksi, berpartisipasi, dan menjadi produser dalam fandom K-pop dengan adanya Participatory Culture. Namun, konten audio-visual yang dibuat oleh penggemar di media sosial seringkali mengandung konten imajinasi yang dapat menyebabkan perilaku fanatic dan delusional terhadap idola K-pop. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk memahami konsep teori Online Disinhibition Suler (2004), yang menjelaskan bagaimana konten audio-visual memungkinkan terjadinya perilaku delusi dan fanatik penggemar K-pop Indonesia di dunia maya, melalui dissociative anonymity, invisibility, solipsistic introjection, dan minimization of status and authority. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, observasi di media sosial, dan pengumpulan data sekunder yang akan digunakan untuk menganalisis perilaku fanatic dan delusi penggemar K-pop di Indonesia dengan menggunakan teori Online Disinhibition, melalui konten visual imajinasi dan fiktif yang mereka buat di sosial media.

The phenomenon of the Hallyu wave or South Korean pop culture has emerged globally since the late 1990s. Back then, fans used to consume the product given by the producer. As time evolves, nowadays, K-pop fans do not only consume the products provided by the producer. Instead, fans can actively interact, participate and become the producer within the K-pop fandom with the existence of participatory culture. However, the visual content created by fans on social media often contains imaginary content that might cause fanatic and delusional behavior towards the K-pop idols. Therefore, this paper aims to understand the concept of Suler’s online disinhibition (2004) theory, explaining how visual content enables fanatic and delusional behavior of Indonesian K-pop fans in cyberspace through dissociative anonymity, invisibility, solipsistic introjection, and minimization of status and authority. This study uses qualitative methods, observation on social media, and secondary data collection that will be used to analyze the fanatic and delusional behavior of K-pop fans in Indonesia using the online disinhibition theory through the imaginary and fictive visual content they created in social media. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Rahel
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena idolatry yang mempengaruhi perilaku konsumsi konsumen-penggemar atas K-Pop fan-made goods, meskipun isu hak cipta dan etika muncul dalam praktiknya. Fan-made goods dianggap penggemar sebagai salah satu manifestasi dari hubungan yang erat antara mereka dan idola mereka. Untuk menguji 18 hipotesis, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, cross sectional survey, dengan menggunakan kuesioner. Teknik purposive sampling digunakan untuk memperoleh 449 responden, yaitu penggemar K-Pop yang berusia 16-55 tahun, berdomisili di Indonesia, dan pernah melakukan pembelian fan- made goods. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan software SmartPLS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 11 hipotesis yang signifikan, yaitu Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, dan Customer Engagement memiliki pengaruh positif terhadap Brand Passion. Selanjutnya, Relatedness Needs Satisfaction memiliki pengaruh positif terhadap Brand Attachment. Sedangkan untuk pengujian efek mediasi, Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, dan Customer Engagement memiliki pengaruh positif terhadap Brand Loyalty melalui Brand Passion. Customer Engagement juga memiliki pengaruh positif terhadap Brand Loyalty melalui Brand Attachment. Temuan ini dapat dimanfaatkan oleh pemilik bisnis untuk merencanakan strategi yang tepat untuk memasarkan K-Pop fan-made goods.

This research aims to explain the phenomenon of idolatry that influences consumer-fan behavior towards K-Pop fan-made goods, despite copyright issues and ethical concerns arising in its practice. Fan-made goods are considered by fans as one of the manifestations of the close relationship between them and their idols. To test 18 hypotheses, this research used a quantitative approach, cross-sectional survey, using a questionnaire. The purposive sampling technique was used to collect 449 respondents, namely K-Pop fans aged 16-55 years, domiciled in Indonesia, and have purchased fan- made goods. Hypothesis testing was processed using the Structural Equation Modeling (SEM) method with SmartPLS 4.0 software. The results showed that only 11 hypotheses were significant, namely Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand- based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, and Customer Engagement had a positive effect on Brand Passion. Furthermore, Relatedness Needs Satisfaction had a positive effect on Brand Attachment. As for the mediation effect testing, Brand Personality Appeal, Perceived Emotional Value, Brand-based Self Realization, Relatedness Needs Satisfaction, and Customer Engagement had a positive effect on Brand Loyalty through Brand Passion. Customer Engagement also had a positive effect on Brand Loyalty through Brand Attachment. These findings can be utilized by business owners to plan appropriate strategies to market K-Pop fan-made goods."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhadifa Aska
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana online impulsive buying di kalangan penggemar K-Pop khususnya Carats dan NCTzens yang dipengaruhi oleh konformitas teman sebaya virtual dan loyalitas penggemar. Studi-studi terdahulu telah menemukan bahwa impulsive buying seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa alasan, seperti faktor kemudahan teknologi dan konformitas sosial oleh teman sebaya yang berlangsung melalui interaksi yang riil. Akan tetapi, kedua alasan ini belum mewakili adanya pengaruh dari teknologi dan sosial media dan loyalitas penggemar dalam fenomena online impulsive buying yang dilakukan penggemar K-Pop di Indonesia. Kelompok penggemar K-Pop di Indonesia yang berbasis secara virtual dapat membentuk model baru dari konformitas sosial, dimana konformitas tersebut dilakukan secara daring dengan perantara media sosial. Sebagai dua dari lima kelompok penggemar K-Pop terbesar di Indonesia, penelitian ini menggunakan Carats dan NCTzens sebagai subjek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini berargumen bahwa online impulsive buying yang dilakukan oleh Carats dan NCTzens dapat terjadi karena adanya faktor konformitas teman sebaya virtual dan loyalitas penggemar yang mereka rasakan. Penelitian ini akan menggali alasan tersebut dengan menggunakan pendekatan kuantitatif melalui penyebaran kuesioner pada penggemar K-Pop di Indonesia melalui media sosial Twitter. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2023 dan hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya virtual dan loyalitas penggemar terhadap online impulsive buying. Selain itu, keberadaan variabel kontrol kelompok usia memiliki pengaruh pada variabel independen dan dependen dari penelitian ini.

This study aims to explain how online impulsive buying among K-Pop fans especially Carats and NCTzens is influenced by virtual peer conformity and fan loyalty. Previous studies have found that a person's impulsive buying can be influenced by several reasons, such as the ease of technology and social conformity by peers that takes place through real interactions. However, these two reasons do not yet represent the influence of technology and social media alongside fan loyalty in the online impulsive buying phenomenon by K-Pop fans in Indonesia. Virtually based groups of K-Pop fans in Indonesia can form a new model of social conformity, where the conformity is carried out online with social media intermediaries. As two of five largest groups of K-Pop fans in Indonesia, this study uses Carats and NCTzens as research subjects. Therefore, this study argues that online impulsive buying by Carats and NCTzens fan groups can occur due to virtual peer conformity factors and the fan loyalty they feel. This research will explore these reasons by using a quantitative approach by distributing questionnaires to K-Pop fans in Indonesia via social media Twitter. This research was conducted from February to April 2023 and the results of this study are that there is a significant relationship between virtual peer conformity and fan loyalty to online impulsive buying. In addition, the existence of the age group control variable has an influence on the independent and dependent variables of this study."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatus Shahira
"Popularitas Korean pop music (K-pop) mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam beberapa tahun belakangan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran penggemar yang tiada henti memberi dukungan terhadap grup K-pop favoritnya melalui berbagai cara. Perilaku ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni identifikasi dengan komunitas penggemar (fan community identification) dan identifikasi dengan idola (fan identification). Kedua identifikasi tersebut mempengaruhi intensi perilaku (behavioral intention) mereka sebagai penggemar. Pada penelitian ini juga telah dilakukan studi komparasi antara pembentukan behavioral intention pada penggemar laki-laki (fanboy) dan penggemar perempuan (fangirl). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara fan community identification dengan behavioral intention dalam bentuk attendance intention, positive WOM intention, dan fan loyalty pada penggemar K-pop di Indonesia serta melihat pengaruh fan identification sebagai variabel mediasi dan perceived authenticity sebagai variabel moderasi. Desain penelitian yang digunakan adalah descriptive research design dengan pendekatan cross-sectional. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling method dengan kriteria sampel, yakni merupakan Generasi Z atau Milenial, menggemari minimal satu grup K-pop, merupakan anggota fandom K-pop, dan pernah menghadiri konser/event K-pop. Kemudian, diperoleh data sebanyak 128 sampel penggemar laki-laki dan 283 sampel penggemar perempuan yang kemudian diolah menggunakan metode Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM) dengan software SmartPLS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari fan community identification terhadap fan identification dan behavioral intention, khususnya dalam hal attendance intention dan fan loyalty, pada penggemar laki-laki maupun perempuan. Pada penggemar perempuan, fan identification memediasi hubungan antara fan community identification dengan seluruh bentuk behavioral intention, namun pada penggemar laki-laki, fan identification hanya memediasi hubungan antara fan community identification dengan fan loyalty. Dalam hal peran perceived authenticity sebagai mediator, hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived authenticity hanya mempengaruhi hubungan antara fan community identification dan attendance intention pada penggemar laki-laki dan hanya mempengaruhi hubungan antara fan community identification dan fan identification pada penggemar perempuan.

The popularity of Korean pop music (K-pop) has seen a significant rise in recent years. This success is largely due to the relentless support from fans who promote their favorite K-pop groups in various ways. This behavior is influenced by two factors: identification with the fan community (fan community identification) and identification with the idols (fan identification). Both types of identification impact their behavioral intention as fans. This study also conducted a comparative analysis of how behavioral intention is formed among male fans (fanboys) and female fans (fangirls). The aim of this research is to analyze the relationship between fan community identification and behavioral intention in terms of attendance intention, positive word-of-mouth (WOM) intention, and fan loyalty among K-pop fans in Indonesia. Additionally, the study examines the influence of fan identification as a mediating variable and perceived authenticity as a moderating variable. The research design used is a descriptive research design with a cross-sectional approach. The sampling method employed is purposive sampling, with the criteria being that the participants are Generation Z or Millennials, fans of at least one K-pop group, members of a K-pop fandom, and have attended a K-pop concert or event. Data were collected from 128 male fans and 283 female fans and were analyzed using Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM) with SmartPLS 4.0 software. The results of the study indicate that there is a positive influence of fan community identification on fan identification and behavioral intention, particularly in terms of attendance intention and fan loyalty, among both male and female fans. Among female fans, fan identification mediates the relationship between fan community identification and all forms of behavioral intention. However, among male fans, fan identification only mediates the relationship between fan community identification and fan loyalty. Regarding the role of perceived authenticity as a moderator, the findings show that perceived authenticity only affects the relationship between fan community identification and attendance intention among male fans, and the relationship between fan community identification and fan identification among female fans."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>