Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raditya Juliantoro
"Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum diantara sekian banyak aparat penegak hukum yang mempunyai kewenangan melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan untuk semua perkara pidana. Dewasa ini Kepolisian telah melakukan perbaruan organisasi sebagai aparat hukum profesional dan adaptif terhadap perkembangan jaman. Di dibidang penyidikan tindak pidana, Polri mulai tahun 2017 menerapkan sistem Elektronik Manajemen Penyelidikan (EMP) sebagai bagian dari peningkatan layanan publik dalam penegakan hukum. Penelitian ini akan menelaah Implementasi Aplikasi Elektronik Manajemen Penyidikan Berbasis Komputer Dalam Meningkatkan Kinerja Penyidikan di Dittipidum Bareskrim Polri. Penelitian ini menggunakan kerangka berfikir/ utama atas teori e-government, administrasi publik dan manajemen sumberdaya manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat mix-method dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Temuan penelitian menemukan bahwa pemanfaatan sistem E-MP sebagai penerapan e-government di lingkup Dittipidum POLRI telah berjalan cukup optimal dengan kontribusi yang positif dalam peningkatan kualitas penyidikan dan layanan publik kepada masyarakat. Sekitar 93.75% responden menyatakan bahwa pemanfaatan sistem E-MP akan berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan hukum dalam proses penyidikan tindak pidana dan 68.75% responden berpendapat bahwa E-MP meningkatkan akuntabilitas dan trasparansi layanan penyidikan bagi masyarakat.

Police organization is one of the law enforcement institutions with embedded authority in conducting investigation on criminal acts. Today, the Indonesian Police (POLRI) has transformed as modern and professional law enforcement institution that adaptive with the development of information technology. In criminal acts investigation, POLRI has applied e-investigation management (E-MP) systems as part of public service in law enforcement. This research looks further at the implementation of computer based e-investigation application in improving the investigation works in General Criminal Act Unit in Crimes Taskforce Unit (Dittipidum Bareskrim) of POLRI. This research applies the theoretical framework of e-government, public administration and human resource management. The research method used in this research combined the quantitative and qualitative method in a mix-method. The finding of this research has confirmed the hypothesis that E-MP system as e-government applicaton in Dittipidum POLRI has been running optimally with positive contribution towards the improvement of investigation and public services quality. Around 93.75% of respondents have stated that the use of E-MP systems has contributed to the improvement of law enforcement quality in investigation process and around 68.75% of respondents perceived that E-MP has improved the accountability and transparency in the investigation services for the public."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Juliantoro
"Kepolisian merupakan salah satu aparat penegak hukum diantara sekian banyak aparat penegak hukum yang mempunyai kewenangan melakukan tugas penyelidikan dan penyidikan untuk semua perkara pidana. Atas dasar itu aparat kepolisian dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya sebagai aparat hukum profesional yang mampu menerapkan hukum positif dalam kasus yang konkrit. Peningkatan sumber daya manusia dalam kepolisian tidak dapat ditunda-tunda lagi dengan percepatan munculnya aturan-aturan baru, adanya perubahan aturan, kompleksitas modus operandi kejahatan dan perkembangan teknologi. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka niscaya penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.Sebagai langkah perbaruan organisasi dan menjawab tantangan jaman khususnya dibidang penyidikan tindak pidana, Polri mulai tahun 2017 menerapkan sistem Elektronik Manajemen Penyelidikan (EMP) mulai dari tahapan awal perkara hingga selesai dan ini wajib dipedomani oleh seluruh penyidik Polri. Penelitian ini akan menelaah Implementasi Aplikasi Elektronik Manajemen Penyidikan Berbasis Komputer Dalam Meningkatkan Kinerja Penyidikan di Dittipidum Bareskrim Polri.

The police are one of the law enforcement officers among the many law enforcement officers who have the authority to carry out investigations and investigations for all criminal cases. On this basis, the police are required to be able to develop themselves as professional law enforcement officers who are able to apply positive law in concrete cases. The increase in human resources in the police cannot be delayed any longer with the acceleration of the emergence of new regulations, changes in the rules, the complexity of the modus operandi of crime and technological developments. If this is not done, law enforcement will undoubtedly run as it should. As a step to reform the organization and answer the challenges of the times, especially in the field of criminal investigations, the National Police starting in 2017 implemented an Electronic Investigation Management (EMP) system starting from the initial stages of the case to completion and this is mandatory. guided by all Police investigators. This research will examine the Implementation of Computer Based Investigation Management Electronic Applications in Improving Investigation Performance at the Dittipidum Bareskrim Polri."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kisnu Widagso
"Kejahatan siber telah menjadi salah satu ciri dari masyarakat modern yang muncul seiring dengan perkembangan dan penggunaan teknologi oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan ini, polisi ternyata mengalami kesulitan dalam melakukan penegakan hukum maupun pencegahan terjadinya kejahatan di dunia siber. Polisi terlihat lemah dalam penanganan kasus kejahatan siber, sehingga berdampak pada lemahnya pengendalian sosial formal terhadap kejahatan siber. Situasi ini tercermin, salah satunya, dari meningkatnya angka kasus kejahatan siber dan banyaknya kasus kejahatan siber yang belum dapat ditangani. Di sisi lain, secara teoretis, perubahan terhadap model pemolisian umumnya hanya berlandaskan pada satu atau dua faktor, misalnya dari sisi kelemahan polisi, dari sisi sifat kejahatan siber, atau dari sisi masyarakat pengguna teknologi. Sebagai konsekuensinya, kondisi ini membutuhkan perubahan model pemolisian.
Pendekatan kualitatif digunakan dengan mempertimbangkan bahwa penelitian tentang model pemolisian pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pemahaman dan penjelasan dalam mengonstruksi sebuah konsep yang memiliki sebagian ciri atau karakteristik dari dunia nyata. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kajian literatur, wawancara, dan pengamatan. Analisis data dilakukan dengan pengorganisasian dan mengurutan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan pola, tema yang dapat menjadi petunjuk jalan dalam melakukan analisis (interpretasi).
Data menunjukkan bahwa terdapat faktor input dalam model pemolisian, seperti jenis kejahatan siber, penyebab munculnya kejahatan siber, dan karakteristik masyarakat siber. Dari penelitian menunjukkan bahwa jenis kejahatan siber di Indonesia didominasi oleh tindak pidana penipuan dan content-related crimes. Kemudian, rendahnya literasi digital dan terjadinya kesenjangan digital pada masyarakat, kapabilitas polisi yang terbatas, absennya knowledge management system (KMS), serta masih lemahnya praktik-praktik community policing menjadi faktor-faktor yang mendorong maraknya kejahatan siber di Indonesia. Dengan bantuan kerangka berpikir yang diberikan oleh Ponsaers (2001), pemahaman akan faktor-faktor tersebut sebagai aspek dalam proses dinamis pembentukan model pemolisian diidentifikasi pada model pemolisian terhadap kejahatan siber. Hasilnya, hybrid policing sebagai model pemolisian dipandang sebagai jawaban atas makin beragamnya bentuk kejahatan siber, keterbatasan kapabilitas Polri, serta praktik pemolisian yang lebih efektif. Model ini juga membuka peluang bagi masyarakat untuk turut berperan serta dalam pelaksanaan kewenangan polisi dalam melakukan pemolisian. Dalam penelitian ini, teridentifikasi pula beberapa tipologi hybrid policing sebagai sebuah model, yaitu non-hybrid policing, semi hybrid policing, serta pseudo hybrid policing.

Cybercrime has been a feature of modern society, which emerges along with technological advancement and usage. Empirically, it has been challenging for the police to enforce and prevent the occurrence of cybercrime in the cyberspace. The police appear to be weak in handling cybercrime cases, hence weakening the formal social control of cybercrime. Currently, it reflects on the increasing number of cybercrime cases, while most of those cases left unhandled. Theoretically, current state indicates change in policing model grounded in one or two factors, for instance, police weakness, or the nature of cybercrime, or how the society uses technology. Prevailing conditions commonly leads to change in policing model.
The qualitative approach employed in current research, considering the nature of a policing model research in which can be defined as an attempt to understand and explain in order to construct a concept that partly resemble characteristics of the real world. The data collection process in current research utilizes literature study, interview and observation. Data analysis was done by organizing and sorting data into categories and basic description unit in order to find patterns and themes in which can be analyzed (interpretation).
Data exposes certain factors in policing model, input factor. Factors such as the high number of fraud and content-related crimes, user’s lack of understanding of how technology can be exploited for personal gain, police’s weakness and limitations, the absence of knowledge management system (KMS), and also inadequate community policing practice. Understanding of these factors, combined with a framework of aspects within the dynamic process of constructing policing model from Ponsaers (2001), identifying cybercrime policing model. Result presents Hybrid Policing, as a policing model to resolve varying forms of crime, weaknesses of the police and encouraging more effective policing. Aforementioned model can also initiate opportunities for the people to have authority, previously in the hands of the police, in terms of policing. Current research also identifies several typologies of Hybrid Policing as a model, namely non-hybrid policing, semi hybrid policing and pseudo hybrid policing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Santoso
"Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, pertumbuhan pinjaman online berbasis peer-to-peer (P2P) lending di tanah air mengalami kemajuan pesat. Sayangnya, hal ini memunculkan ancaman teror dengan kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik dari perusahaan P2P lending, seperti yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Inovasi Milik Bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditipideksus Bareskrim Polri dan alasan para tersangka dalam kasus pinjaman online ilegal KSP Inovasi Milik Bersama tidak dijerat hukum tindak pidana korporasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi kasus terhadap kasus KSP Inovasi Milik Bersama. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada personel Dittipideksus Bareskrim Polri dan OJK dan studi dokumentasi terhadap peraturan perundang-undangan serta berita acara hasil penyidikan kasus tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyidikan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dimana saat ini proses penyidikan sudah sampai penyerahan tersangka dan barang bukti ke pengadilan. Berdasarkan hasil penyidikan tersebut, korporasi ini diidentifikasi sebagai crime corporation atau perusahaan yang secara sengaja didirikan untuk tujuan kejahatan. Kasus KSP Inovasi Milik Bersama tidak dikenakan pertanggungjawaban korporasi karena di dalam KUHP belum menganggap korporasi sebagai subjek hukum serta belum tercapainya kesepahaman antara penegak hukum terkait hal tersebut.

Along with the rapid advances in technology, the growth of online lending based on peer-to-peer (P2P) lending in the country is progressing rapidly. Unfortunately, this raises the threat of terror with violence, humiliation, and defamation from P2P lending companies, such as KSP Inovasi Milik Bersama. This study aims to analyze the investigation process carried out by the Ditipideksus Bareskrim Polri and the reasons the suspects in the case of the illegal online loan of KSP Inovasi Milik Bersama were not charged with corporate criminal law. This study uses a qualitative method through a case study of the case of the KSP Inovasi Milik Bersama. Data was collected by interviewing the personnel of the Dittipideksus Bareskrim Polri and OJK and studying documentation of the laws and regulations as well as the minutes of the results of the investigation of the case. The results of this study indicate that the investigation process carried out is in accordance with the procedures in force in the National Police Chief Number 6 of 2019 concerning Criminal Investigations where currently the investigation process has reached the submission of suspects and evidence to court. Based on the results of the investigation, this corporation is identified as a crime corporation or a company that is intentionally established for criminal purposes. The case of the KSP Inovasi Milik Bersama is not subject to corporate responsibility because the Criminal Code does not yet consider corporations as legal subjects and an understanding has not been reached between law enforcement regarding this matter. "
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Asrul Aziz
"Indonesian Automatic Finger Identification System (INAFIS)mendukung tugas Polri, baik dalam segi penegakan hukum dan pelayanan terhadap masyarakat. Namun, masih ada sejumlah masalah dalam kelembagaan INAFIS Polri. Tulisan ini membahas dua hal, yaitu kapabilitas dan kapasitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan. Tujuan penelitian ini ialah 1)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri berdasar analisis kapabilitas kelembagaan INAFIS di kewilayahan terkait dimensi struktur kelembagaan dan beban kerja; 2)mengetahui tingkat efektivitas implementasi SOTK Pusinafis Bareskrim Polri melalui analisis kapasitas kelembagaan Inafis di kewilayahan terkait dimensi Sumber Daya Manusia, sarana prasarana, anggaran, dan Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK). Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mix method dengan teknik pengumpulan data penyebaran kuesioner, wawancara, Focus Group Discussion(FGD), dan studi dokumen. Responden penelitian kuantitatif adalah pejabat dan personel yang bertugas pada Seksi Identifikasi (Siident) di tingkat Polda dan Urusan Identifikasi (Urident) di tingkat Polres. Informan penelitian kualitatif adalah pejabat terkait untuk tingkat Polda dan tingkatPolres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hal Kapabilitas Kelembagaan, struktur organisasi fungsi Inafis di tingkat Mabes Polri belum memiliki kesatuan dengan struktur kelembagaan fungsi Identifikasi di tingkat Polda dan Polres. Selain itu, beban kerja fungsi Inafis di kewilayahan belum rasional/tidak seimbang dengan jumlah personel / Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Anggaran fungsi Inafis di kewilayahan masih menyatu dengan mata anggaran Satker Reskrimum dan belum mencukupi untuk mendukung kegiatan operasional. Hubungan Tata Cara Kerja (HTCK) dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pusinafis di kewilayahan belum efektif dalam menjawab tantangan tugas Polri saat ini, khususnya di bidang forensik."
Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2022
320 LIT 25:3 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Fiandri
"Seiring dengan semakin canggihnya teknik tindak pidana di bidang pasar modal, maka tantangan yang dihadapi oleh Polri, khususnya penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pasar modal akan semakin berat. Oleh karena itu, diperlukan profesionalisme penyidik Polri yang mempunyai kompetensi tinggi karena kompetensi akan dapat mendukung peningkatan kinerja penyidik Polri. Kompetensi penyidik Polri dapat ditingkatkan melalui program pelatihan khusus tentang tindak pidana pasar modal. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Penulis menggunakan empat teori untuk menganalisis implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal. Teori-teori tersebut adalah teori implementasi dari George C. Edwards III, teori penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, teori pelatihan dari Robert L. Mathis dan John H. Jackson, serta teori kerjasama dari Ann Marie Thomson dan James L. Perry. Jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian kualitatif. Penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui hasil wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi. Guna memperoleh keabsahan data, maka dalam analisa digunakan teknik triangulasi data. Selanjutnya, analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal sudah terlaksana dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal meliputi faktor pengetahuan atau knowledge, faktor kerjasama, faktor teknologi, faktor kewenangan, serta faktor dari kualitas dan kuantitas personil itu sendiri. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana pasar modal adalah penerapan sanksi dan hukuman (berupa sanksi pidana dan administrasi), masih adanya multi persepsi antara OJK, Polri dan Kejaksaan, serta Undang-Undang Pasar Modal sebagai landasan hukum pelaksanaan pasar modal di Indonesia belum mampu mengikuti perkembangan zaman karena tidak pernah mengalami pembaharuan.

The more sophisticated the technique of criminal offenses in the field of capital markets, the challenges faced by the police, especially police investigators as law enforcement officers who are given the authority to investigate capital market criminal acts will be even more severe. Therefore, professionalism of police investigators who have high competence is needed, because competence will be able to support the improvement of the performance of police investigators. The competence of police investigators can be increased through special training programs on capital market crime. This study aims to identify the implementation of law enforcement in handling capital market crime and also identify factors that influence law enforcement in handling capital market crime. The author uses four theories to analyze the implementation of law enforcement in handling capital market crime. These theories are the theory of implementation of George C. Edwards III, law enforcement theory from Soerjono Soekanto, training theories from Robert L. Mathis and John H. Jackson, as well as the theory of collaboration from Ann Marie Thomson and James L. Perry. The type of research chosen is qualitative research. The author uses three data collection techniques, namely interviews, observation, and documentation. Primary data in this study were collected through interviews and observations. Meanwhile, secondary data is obtained through documentation studies. To obtain the validity of the data, the data triangulation technique is used in the analysis. Furthermore, data analysis in qualitative research is carried out through several stages, namely data reduction, data display, and conclusion drawing/verification. The results of the study show that the implementation of law enforcement in handling capital market crime has been well implemented. Factors that influence law enforcement in handling capital market crime include knowledge factors, cooperation factors, technological factors, authority factors, and factors of the quality and quantity of the personnel themselves. In addition, other factors that influence law enforcement in handling capital market criminal acts are the application of sanctions and penalties (criminal and administrative sanctions), multi-perceptions between OJK, Police and Prosecutors, and the Capital Market Law as the legal basis for capital market implementation in Indonesia it has not been able to keep up with the times because it has never experienced renewal."
Jakarta: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T55466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Adie Wicaksono
"ABSTRAK
Maraknya aksi unjuk rasa yang terjadi selama Pilgub DKI Jakarta terfokus pada proses hukum kasus yang menjerat salah satu calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama BTP . Selama proses penyelidikan dan penyidikan kasus BTP, Polri dihadapkan pada tekanan publik yang dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Aksi unjuk rasa yang terjadi dilakukan oleh kelompok pendukung dan penentang BTP dengan mengusung tuntutan yang saling bertolak belakang. Kelompok pendukung menuntut penghentian perkara dan penangguhan penahanan BTP sedangkan kelompok penentang BTP menuntut agar proses hukum dipercepat dan dilakukan penahanan terhadap BTP oleh penyidik. Dari proses hukum yang sudah selesai dilaksanakan, terlihat bahwa penyidik tidak menghentikan perkara dan tidak melakukan penahanan terhadap BTP. Langkah tersebut menandakan bahwa penyidik menempatkan tekanan publik sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu dimaknai sebagai respon penyidik terhadap tekanan publik selama proses penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi literatur. Analisa dilakukan dengan menggunakan teori agenda setting untuk melihat bentuk-bentuk tekanan publik selama proses hukum kasus BTP dan teori pengambilan keputusan untuk membahas respon penyidik terhadap tekanan publik yang muncul dalam dalam penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP.

ABSTRACT
A large number of civil unrest during Jakarta rsquo s Governor Election 2017 was focused in legal process of incumbent candidate, Ir. Basuki Tjahja Purnama BTP . During the investigation process of BTP case, INP was exposed by public pressures which influenced by mass media coverage. The civil unrests were did by the supporters and the opponents of BTP whose brought different and contradictive demands into police duty. The supporters demanded to stop the legal process and to delay the BTP's arrest. In other side, the opponents demanded to accelerate the law process and to arrest BTP. At the legal process of BTP, it shown that the investigator didn't stop the case and didn't arrest BTP. It implies that the investigator used public pressure as their consideration in their decision making process. It was also interpreted as an investigator's response to public pressure during the investigation and investigation process of the BTP case. This research is a qualitative with collecting data techniques through observation, interview, and study literature. The analysis was conducted using the agenda setting theory to look at the forms of public pressure during the legal process of the BTP case and the decision making theory to explain the investigator's response to public pressure which arise in the investigation's of the BTP Case."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viora Andari Yasman
"Terorisme merupakan sebuah permasalahan yang selalu menarik perhatian banyak orang. Kerusakan secara materiil bahkan hingga terancamnya nyawa seseorang menjadi hal yang tidak luput dari peristiwa terorisme. Tidak hanya skala kecil, terorisme juga menjadi ancaman untuk skala Internasional. Terbentuk dalam jaringan besar yang bergerak secara diam-diam, kelompok yang memiliki pemikiran dan tujuan ekstrimis ini menjadi salah satu musuh berbahaya di setiap negara. Tragedi pemboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia membuat pemerintah harus berfikir tepat dalam melakukan upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Tidak hanya undang-undang, bahkan pemerintah juga membentuk suatu badan yang khusus menangani kasus terorisme. Perubahan alur dalam pembentukan undang-undang menjadi pewarna dalam usaha pemerintah untuk menghadapi kasus terorisme. Hal ini pun melahirkan sebuah pertanyaan mengenai seberapa besar efektivitas yang dihasilkan dari upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini dan juga mengenai penerapan penegakan hukum yang ideal berdasarkan UU No.5 Tahun 2018 yang dilakukan oleh POLRI. Berawal dengan dibentuknya Perppu No.1 Tahun 2002 yang membahas akan kasus terorisme dari segi hukum, nyatanya tak menghentikan pergerakan kelompok ekstrimis di Indonesia. Hal ini pun menjadi bahan evaluasi untuk disahkannya Perppu tersebut menjadi UU No. 15 Tahun 2003. Diharapkan menjadi payung hukum yang sah dan menjadi senjata mutakhir dalam menghilangkan terorisme, tak menjadikan UU ini cukup efektif dalam pelaksanaannya. Dengan segala diskusi dan pembahasan, pada akhirnya disahkanlah UU No.5 Tahun 2018 yang hingga saat ini menjadi aturan utama dalam kasus terorisme di Indonesia. Tak selalu berjalan mulus, UU yang disebut sebagai Security Act dan juga Patriot Act yang dalam pelaksanaannya sering mendapat kecaman karena ketidak sesuaiannya dengan Hak Asasi Manusia. Dalam penelitian ini, fokus masalah akan dibahas dengan metode penelitian hukum dengan kajian hukum normatif, empiris dan implementasi. Penelitian ini juga menggunakan teori efektivitas hukum, implementasi hukum dan tujuan hukum yang dikolaborasikan dengan hasil wawancara dan data lainnya hingga menghasilkan analisa data. Sebagai kesimpulannya, ditemukan bahwa dengan proses perubahan pada aturan dan perundang-undangan mengenai kasus terorisme telah menghasilkan perubahan yang signifikan sebagai upaya dalam menghadapi kasus terorisme. Meskipun beberapa upaya teror masih tetap dilakukan di sejumlah wilayah, namun upaya yang dilakukan Densus 88 dalam menangkap sejumlah tersangka yang tergabung dalam kelompok radikal menunjukan perubahan yang signifikan. Hal ini tentunya membantu dalam mengurangi upaya terjadinya peristiwa terorisme. Dengan disahkannya UU No.5 Tahun 2018 yang memberikan wewenang kepada pihak kepolisian untuk melakukan upaya preventif sebagai pencegahan kasus terorisme, memberikan keleluasaan atas penanganan kasus terorisme. Upaya preventif yang dapat dilakukan sebelum terjadinya kasus terorisme memudahkan pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang berkaitan dengan jaringan terorisme. Dengan dilakukannya penyidikan ini, tentunya membantu dalam menguak ide atau rencana yang direncanakan oleh jaringan terorisme tersebut. Sehingga bisa dikatakan pula bahwa UU anti terorisme yang saat ini digunakan telah memberikan dampak yang cukup efektif terhadap permasalahan terorisme di Indonesia . Namun, dalam pelaksanaanya haruslah selalu diperhatikan komponen pelaksanaan dan penggunaan wewenang agar tetap sesuai dengan kaidah Hak Asasi Manusia.

Terrorism is a problem that always attracts the attention of many people. Material damage, even to the point of threatening one's life, is something that is not spared from terrorism. Not only on a small scale, terrorism is also a threat on an international scale. Formed in a large network that moves secretly, this group that has extremist thoughts and goals has become one of the most dangerous enemies in every country. The bombing tragedy that occurred in several regions in Indonesia made the government have to think properly in making efforts to deal with cases of terrorism. Not only laws, even the government has also established a body that specifically handles terrorism cases. Changes in the flow in the formation of laws become coloring in the government's efforts to deal with cases of terrorism. This also raises a question about how much effectiveness has resulted from the efforts that have been made by the government to date and also regarding the ideal implementation of law enforcement based on Law No. 5 of 2018 carried out by POLRI. Starting with the formation of Perppu No. 1 of 2002 which discussed terrorism cases from a legal perspective, in fact it did not stop the movement of extremist groups in Indonesia. This has also become an evaluation material for the ratification of the Perppu to become Law no. 15 of 2003. It is hoped that this law will become a legal umbrella and become the latest weapon in eliminating terrorism, but this law will not be effective enough in its implementation. With all the discussion and discussion, in the end Law No. 5 of 2018 was passed which until now has become the main rule in terrorism cases in Indonesia. It does not always run smoothly, the law which is referred to as the anti-terrorism law is often equated with the anti-subversion law and also the Internal Security Act and the Patriot Act which in their implementation have often been criticize for their incompatibility with human rights. In this study, the focus of the problem will be discussed using legal research methods with normative, empirical and implementation legal studies. This study also uses the theory of legal effectiveness, legal implementation and legal objectives which are collaborated with the results of interviews and other data to produce data analysis. In conclusion, it was found that the process of changing the rules and regulations regarding terrorism cases has resulted in significant changes as an effort to deal with terrorism cases. Although several terror attempts are still being carried out in a number of areas, the efforts made by Densus 88 to arrest a number of suspects belonging to radical groups have shown significant changes. This certainly helps in reducing efforts to occur terrorist incidents. With the passing of Law No. 5 of 2018 which authorizes the police to carry out preventive measures to prevent terrorism cases, it provides flexibility in handling terrorism cases. Preventive efforts that can be carried out before the occurrence of terrorism cases make it easier for the police to carry out investigations of parties related to terrorist networks. By carrying out this investigation, it certainly helps in uncovering ideas or plans planned by the terrorist network. So that it can also be said that the current anti-terrorism law has had a fairly effective impact on the problem of terrorism in Indonesia. However, in its implementation it must always pay attention to the components of the implementation and use of authority so that it remains in accordance with the principles of human rights."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitya Yuki Mahya
"Pembahasan yang dituangkan dalam tulisan ini yaitu tinjauan yuridis mengenai“efektivitas penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menangani tindak pidana di sektor jasa keuangan di Indonesia, khususnya tindak pidana perbankan.”Permasalahannya timbul mengingat di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terdapat ketentuan mengenai Penyidik OJK dengan kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan yang meliputi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sementara itu, di dalam ketentuan undang-undang organik masing-masing lembaga kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi juga terdapat ketentuan mengenai penyidik yang juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana, termasuk penyidikan tindak pidana perbankan. Dalam tesis ini,“metode penulisan yang digunakan adalah“metode yuridis normatif yang menitikberatkan pada penelaahan terhadap hukum positif yang menjadi dasar hukum keberadaan objek-objek penelitian.” Adapun pengumpulan data dilakukan dengan meneliti, dan mengkaji berbagai bahan kepustakaan (data sekunder) baik berupa bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier khususnya Undang - Undang Otoritas Jasa Keuangan, Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.“Hasil penelaahan berupa telaah aspek yuridis dalam bentuk deskriptif analitis.”Kesimpulan dari tulisan ini yaitu“dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik OJK maupun penyidik Jaksa, Polisi atau KPK, khususnya penyidikan tindak pidana perbankan, dapat“bersinggungan dan mempengaruhi efektivitas dari penyidik OJK sehingga ketentuan terkait perlu ditinjau kembali.

The discussion set forth in this paper is a juridical review of the effectiveness of investigations by the Financial Services Authority (OJK) in handling crimes in the financial services sector in Indonesia, particularly banking crimes. The problem arises considering that in Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority there is a provision regarding OJK Investigators with the authority to investigate crimes in the financial services sector which includes the banking sector, capital market, insurance, and other financial service institutions. Meanwhile, in the provisions of the organic law of each, police, prosecutor, and the Corruption Eradication Commission, there are also provisions regarding investigators who also have the authority to carry out criminal investigations, including investigations into banking crimes. In this thesis, the writing method used is a normative juridical method that focuses on examining positive laws which are the legal basis for the existence of the research objects. The data collection was carried out by researching and reviewing various literature materials (secondary data) in the form of primary, secondary and tertiary legal materials, especially the Financial Services Authority Law, the Criminal Procedure Code, and other related laws and regulations. The results of the study are in the form of an analysis of juridical aspects in the form of descriptive analytical. The conclusion of this paper is that the implementation of investigations carried out by OJK investigators and prosecutors, police and KPK investigators, especially investigations of criminal acts in the banking sector, can intersect and affect the effectiveness of OJK investigators so that the relevant provisions need to be reviewed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkesman R. Hillep
"Tesis ini merupakan hasil penelitian menggunakan metoda kualitatif dalam bentuk studi kasus, dengan pendekatan manajemen, yuridis dan psikologis dalam membahas proses pengambilan keputusan para agen yaitu Pimpinan dan para Penyidik Bareskrim Polri, yang memiliki kapasitas bertindak kreatif, sebagai respon terhadap aturan dan sumber daya organisasi (struktur) dalam penyidikan terhadap para Tersangka Perwira Tinggi Polri.
Permasalahan pokok dan tesis ini adalah mempertanyakan apakah para agen mampu menerapkan kapasitas bertindak kreatif yang mereka miliki sehingga dapat mempertahankan jati diri sebagai penegak hukum yang jujur, adil dan tidak diskriminatif, sertal tidak menyalah gunakan wewenangnya ketika menyidik sesama anggota Polri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami proses, bentuk, pola, kemungkinan penyebab dan pengaruh dari keputusan para agen khususnya para Penyidik dalam mengunakan kapasitas bertindak kreatif ketika menyidik sesama anggota Polri, dalam hal ini para Perwira Tinggi Polri.
Secara umum penelitian menunjukan bahwa, kapasitas bertindak kreatif yang mendasari keputusan penyidik untuk memberiakukan atau tidak memberiakukan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan undangundang atau ketentuan lainnya yang berlaku dalam organisasi kepolisian, terhadap tersangka yang adalah atasan atau senior mereka, dipengaruhi oleh persepsi Penyidik yang lahir dari budaya kepolisian yang mereka anut. Kadar rasa hormat dan loyalitas kepada atasan maupun senior memegang peranan dominan terhadap penilaian subyektif penyidik dalam bertindak sehingga aspek etika dalam bentuk sikap yang penuh sopan santun, manusiawi, dan empati sangat ditonjolkan, Iebih-lebih kepada para Tersangka yang dinilai sebagai senior yang memiliki kepribadian yang balk oleh para penyidik.
Meskipun demikian, prinsip-prinsip dan kebijaksanaan yang telah digariskan pimpinan untuk menuntaskan kasusnya, sebagai wujud tanggung jawab terhadap tugas dan byalitas kepada institusi tetap dipertahankan, sehingga seluruh prosedur dan tahapan penyidikan sesuai ketentuan dapat dipenuhi dan kasusnya dapat diteruskan sampai pada tingkat peradilan dan penjatuhan hukuman.
Kesimpulan dan hasil penelitian memperlihatkan, pertama, para agen sesuai dengan tingkat kekuasaan dan wewenang mereka di dalam organisasi dengan kreasi dan kapasitas bertindak atas penilaian sendiri itu memberi kontribusi pencapaian tujuan penyidikan tanpa menimbulkan konflik yang berarti. Kedua, pada level pengambil keputusan, melalui tindakan kreatifnya mampu mengeliminir tekanan struktur yang lebih tinggi dan berskala strategis, bahkan berhasil mereproduksi struktur Baru dalam bentuk Keputusan Menkumham RI yang menetapkan rumah tahanan Polri sebagai Lapas bagi Terpidana Polri. Dan ketiga, hasii dari tindakan-tindakan kreatif pada level pelaksana, temyata memperlihatkan diskriminasi perlakuan yang dapat dikiasifrkasikan sebagai penyimpangan ringan namun dapat memberi implikasi yuridis bila terekspos ke depan publik hukum.
Wujud dari tindakan kreatif para agen yang diskriminatif menunjukan pola sebagai berikut :Terdapat perlakuan yang berbeda yang ditampilkan Penyidik (agen) dalam penyidikan terhadap Tersangka sipil dan tersangka anggota Polri. Perlakuan terhadap Tersangka Pain umumnya lebih longgar dan semakin tinggi tingkat kepangkatan Tersangka Polri yang disidik, semakin tinggi pula tingkat kelonggaran yang diberikan. Perlakuan yang sangat khusus diberikan pada Tersangka berpangkat Perwira Tinggi Polri.
Sesuai dengan tujuan tesis, rekomendasi yang diajukan adalah perlunya menetapkan dan merumuskan secara lebih jelas dan tepat konsep diskresi untuk Polri agar keragaman pemahaman dapat dicegah; penyusunan petunjuk yang jelas tentang prosedur pemenksaan pelanggaran disiplin, kode etik Polri dan pelanggaran pidana oleh anggota Polri berikut sistem pengawasannya; Berta penyusunan prosedur tetap penyidikan terhadap anggota Polri yang diproses karena pelanggaran pidana.

The thesis is a result of a research employing qualitative method in a form of a case study. The thesis also employs management, juridical and physiological approach in discussing the process of making decision made by some agents; that is, the administrators and investigators of Criminal Investigation Department (CID) of Indonesian National Police (INP) who have the capability to act creatively as a response to regulations and the organization's human resources in investigating high-rank police officers.
The capability to act creatively as the base of the investigators' decision as the agents of enforcing or not enforcing regulations stated in laws or other rules that prevail in police organization to the suspects who are actually the investigators' superiors or seniors, is influenced by the investigators' perception which comes from the police culture. The degree of respect and loyalty of the investigators to their superiors or seniors plays dominant roles in their subjective assessment so that ethical aspects in the forms of respect, humanity, and empathy strongly dominate such assessment. This is especially true in investigating suspects who are their senior that are regarded by the investigators to have good personality. Nevertheless, principles and policies that are underscored by their chief as a form of responsibility to the duties and loyalty to the institution are still maintained so that all procedures and steps of investigation can be fulfilled. In addition, the case can be forwarded to the level of trial and punishment.
The result of the research reveal some points: First, the agents, in accordance with their level of authority in their organizations and with their capability and creativity have given contribution in order to achieve the goals of investigation without causing significant conflict; Second, at the level of decision maker the investigators, using their creative action, are able to eliminate higher structural pressure as well as strategic pressure and they even succeeded to struggle for a new structure in a form of a decree of the Minister of Law and Human Rights which determines the prison of INP members as the penitentiary for convicted from INP members; and Third, the results of creative action at the level of implementation, in fact, show that discriminative treatment that can be classified as minor deviances but such deviances can give juridical implication if they are exposed to the public.
The shape of creative action of the discriminative agents shows the following patterns: there are different treatments done by the agents (investigators) in investigating civilian suspects and suspects belong to INP. Treatments to suspects belong to INP are generally laxer and the higher of the rank of the suspect the laxer of the treatment given. There are even extremely specific treatments given to suspects who are high-rank police officers.
In accordance with the aim of the thesis, the author recommends that it is necessary to determine and to formula a clearer and more precise concept of police discretion so that various and ambiguous understanding can be avoided. In addition, the author suggests formulating a clearer direction on the procedure of investigating discipline violation, Polri code of ethic and criminal act as well as the supervision of the implementation. Finally, the author also suggests formulating a fixed procedure about the investigation of Polri members who are processed because of criminal violation."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>