Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44755 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Flaviana Meydi Herditha
"Unilateral Arbitration Clause atau Klausul Arbitrase Unilateral (KAU) memposisikan satu pihak untuk mendapatkan hak yang lebih baik untuk mengakses penyelesaian sengketa, termasuk arbitrase. Sedangkan pihak lainnya direstriksi kepada pilihan tertentu saja. Karakteristik yang mengedepankan kesepihakan ini seringkali menuai isu, baik mengenai kebasahannya atau juga penerapannya yang melanggar kaidah super memaksa atau ketertiban umum. Demi mengetahui bagaimana peradilan menyikapi permasalahan ini, maka perlu diteliti dari putusan-putusan pengadilan yang telah menimbang terkait KAU. Putusan-putusan yang dipilih adalah dalam perkara Uber v. Heller di Kanada, lalu perkara RTK v. Sony Ericsson di Russia serta perkara Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd di Singapura. Pada kesimpulannya terdapat perbedaan dari setiap pertimbangan hakim mengenai ketidakseimbangan dalam klausul ini. Tinjauan dari hukum perdata internasional pun diperlukan sebagaimana dalam KAU kerap mengandung unsur asing. Ditambah juga salah satu lembaga tertua dari hukum perdata internasional, yaitu ketertiban umum, yang memiliki peran besar dalam menimbang mengenai KAU.

Unilateral Arbitration Clause (UAC) positions one party to obtain better dispute resolution rights, including arbitration. Meanwhile, the other party is restricted to only a particular choice(s) of a forum. The characteristic of a one-sided clause opens up a legal discussion on many court’s jurisdictions. Be it questioning the validity of the clause or worrying that the application of such a clause violates a nation’s mandatory rules or public policy. To see how the judiciary is addressing this issue, it is necessary to examine the court decision that has considered UAC. The decisions on Uber v. Heller in Canada, RTK v. Sony Ericsson in Russia, and Wilson Taylor Asia Pacific Pte Ltd v. Dyna-Jet Pte Ltd in Singapore may best represent this review. In conclusion, there are differences in each judge’s consideration regarding the imbalance in such a clause. A review of private international law is also necessary as UAC often contains foreign elements. Moreover, one of the oldest institutions under private international law-public policy-played a significant role in weighing the existence of UAC."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Daffa Firjatullah
"Skripsi ini akan membahas mengenai suatu pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak pada studi kasus putusan nomor 207/Pdt.G/2020/PN Ptk, dan bagaimana akibat hukum serta dampak yang akan terjadi apabila salah satu pihak membatalkan dengan tidak berdasar dan tidak memiliki alasan yang jelas, apakah hal tersebut termasuk kedalam Wanprestasi atau Perbuatan Melawan Hukum. Kemudian menganalisis bagaimana suatu perjanjian dapat dilakukan melalui social media dan menguji keabsahannya sesuai dengan peraturan yang terdapat didalam undang undang dan juga KUHPerdata apakah sudah dapat dikatakan sebagai perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak. Lalu putusan hakim dalam memutuskan perkara akan dianalisis.

This thesis will discuss the cancellation of an agreement that was carried out unilaterally in the case study of the decision number 207/Pdt.G/2020/PN Ptk, and what are the legal consequences and the impact that will occur if one party cancels with no basis and does not have good reasons it is clear whether this is included in a Default or an Unlawful Act. Then analyze how an agreement can be made through social media and test its validity in accordance with the regulations contained in the law and also the Civil Code whether it can be said to be a binding agreement between the two parties. Then the judge's decision in deciding the case will be analyzed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eirene Lamtiur Setyawati
"Skripsi ini membahas mengenai pemutusan perjanjian keagenan secara sepihak di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang sumber datanya adalah data sekunder. Pengaturan perjanjian di Indonesia dianggap sebagai pedoman agar perlindungan dan keadilan terwujud dalam suatu perjanjian, maka diharapkan pelaksanaannya berlangsung secara proporsional dan adil. Maka dari itu, perjanjian keagenan diharapkan dapat berlangsung secara proporsional mewujudkan pertukaran hak dan kewajiban secara adil. Dalam terjadinya kegagalan dalam pelaksanaannya, maka kadar kesalahannya harus diukur berdasarkan asas proporsionalitas, sehingga terhadap hal-hal kecil tidak serta merta mengakibatkan pemutusan kontrak. Mengacu pada analisis putusan-putusan, apabila terjadi sengketa pemutusan perjanjian keagenan secara sepihak, pada prinsipnya para pihak berupaya menempuh mekanisme yang mampu memberikan hasil terbaik bagi mereka. Peran Hakim dalam hal ini adalah sebagai penentu apakah suatu perjanjian keagenan sah atau tidak untuk diputus secara sepihak hakim merujuk pada perjanjian yang disepakati para pihak yang mengatur tentang pemutusan perjanjian keagenan serta pemberian ganti rugi kepada para pihak sebagai perlindungan hak bagi pihak yang dirugikan berdasarkan apa yang sudah diperjanjikan para pihak dalam perjanjiannya.

This thesis provides explanation regarding the unilateral termination of agency contract in Indonesia. This thesis applies a normative legal study, data source is secondary data. Setting agreement in Indonesia is considered as a guideline so that the protection and justice embodied in an agreement, it is expected that the implementation takes place proportionally and fairly. Therefore, the agency contract is expected to take place in proportion to realize the exchange of rights and obligations equitably. In the occurrence of failure in implementation, the levels of guilt should be measured based on the principle of proportionality, so that on the little things did not necessarily lead to termination of contract. The practice of the courts in resolving disputes, the parties seek to adopt a mechanism that is able to provide the fairest decision or the best result for them.  The role of the Judge is to determine whether an agency agreement is allowed or not tobe terminated uniterally. The judge refers to the agreement which regulates termination of the agency agreement and the provision of compensation to the parties as protection of the rights of the injured party based on what the parties have agreed in the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indi Millatul Aula
"Pembatalan perjanjian secara sepihak terjadi karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa kelalaian salah satu pihak dalam memenuhi kewajibannya, tidak otomatis batal melainkan pihak lainnya harus mengajukan pembatalan kepada hakim melalui pengadilan. Pencantuman klausul pengesampingan Pasal 1266 KUHPerdata dalam sebuah perjanjian menimbulkan perbedaan penafsiran dan pandangan oleh para ahli hukum. Pada dasarnya pengaturan mengenai hal itu tidak terdapat penjelasannya dalam KUHPerdata, sehingga pokok permasalahan dari penelitian ini adalah mengenai pendapat para ahli hukum di Indonesia terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi, dan membandingkannya dengan pengaturan yang terdapat di Negara-Negara Civil law. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan data-data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan ahli hukum mengenai dapat atau tidaknya mengesampingkan Pasal 1266 KUHPerdata dalam suatu perjanjian. Sehingga ahli hukum di Indonesia dapat mengacu pada pengaturan hukum perjanjian di Negara-Negara Civil Law, yakni Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, yang lebih spesifik mengatur pembatalan perjanjian secara sepihak akibat wanprestasi. Sebagian ahli hukum dan hakim di Indonesia berpandangan bahwa pembatalan perjanjian secara sepihak tidak dapat dilakukan, karena ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata mengatur pembatalan harus dimintakan kepada hakim (dwingend), sebagiannya berpandangan bahwa ketentuan tersebut hanya melengkapi (aanvullend), artinya Pasal 1266 KUHPerdata dapat untuk dikesampingkan. Sedangkan dalam pengaturan Negara Prancis, Jerman, Belanda, dan Italia, pembatalan perjanjian secara sepihak dapat dilakukan dengan menilai beberapa faktor, seperti mengklasifikasikan kesalahan yang dilakukan salah satu pihak tersebut sehingga ia wanprestasi, mengklasifikasikan besarnya kerugian akibat wanprestasi, dan faktor-faktor lainnya, di mana setiap negara masing-masing memiliki klasifikasi terendiri.

Unilateral termination of contract occurs due to default by one of the parties. Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the failure of one party to perform its obligations does not automatically terminate the contract, but the other party must legal claim termination to the judge through the court. The inclusion of the override clause of Article 1266 of the Indonesian Civil Code in contract raises differences in interpretation and views by legal experts. Basically, there is no explanation regarding this matter in the Indonesian Civil Code, so the main issues discussed in this research are the opinions of legal experts in Indonesia regarding the unilateral termination of contract due to default, and comparing it with the arrangements found in Civil Law Countries. This research is a normative juridical research with data collected through library research. The result of this research is that there are different views among legal experts regarding whether or not Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden in a contract. Therefore, Indonesian lawyers can refer to the regulation of contract law in Civil Law Countries, such as France, Germany, the Netherlands and Italy, which more specifically stipulates the unilateral termination of contract due to default. Some jurists and judges in Indonesia are of the view that unilateral termination of the contract cannot be done, because the provisions of Article 1266 of the Indonesian Civil Code stipulates that the termination must be requested to the judge (dwingend), some are of the view that these provisions only complement (aanvullend), meaning that Article 1266 of the Indonesian Civil Code can be overridden. Whereas in the regulation of France, Germany, the Netherlands, and Italy, unilateral termination of the contract can be done by assessing several factors, such as classifying the mistakes made by one of the parties so that he defaults, classifying the amount of loss due to default, and other factors, where each country has its own classification."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Cahyati
"Hemiparese pada klien stroke dapat menyebabkan klien mengalami berbagai kecacatan. Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan yang dinilai efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan. Latihan ROM bisa dilakukan dengan pendekatan bilateral yang dapat memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan unilateral training. Penelitian bertujuan mengidentifikasi perbandingan latihan ROM unilateral dan bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik. Penelitian menggunakan desain Quasi experiment pre dan post test design. Jumlah sampel 30 responden yang terdiri dari kelompok intervensi I dan intervensi II. Evaluasi penelitian dilakukan pada hari pertama dan ketujuh. Teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan otot meningkat pada kedua kelompok intervensi dan terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok intervensi (p= 0,018, α= 0,05 ). Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan latihan ini secara terprogram dalam menangani pasien stroke dengan hemiparese perlu dilakukan.
Comparison of Hemiparesis Patient?s Muscle Strength Improvement through Unilateral and Bilateral ROM Exercise. Hemiparesis on stroke client?s can cause such of disability. ROM exercise is effective to prevent disability. ROM exercises can be provided with bilateral approach which gives better effect than unilateral training. This study aimed to identify the comparison between unilateral and bilateral ROM exercise on hemiparesis patient's muscle. This study used Quasi Experiment pre and post test research designs. Number of sample was 30 respondents who were divided into intervention group I and group II. Evaluation research was undertaken in the first day and seventh day. Sampling technique used was a consecutive sampling. Study results showed an there were significant differences between the two intervention groups (p= 0018, α= 0,05). This result revealed that bilateral ROM exercises will increase muscle strength compare to unilateral ROM exercises. This study recommended the need for further research and the use of these exercises programmed in dealing with stroke patients with hemiparesis."
Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Jurusan Keperawatan ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2013
610 JKI 16:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Aminagustin Juwana
"Tesis ini membahas mengenai kesesuaian Renewable Energy Directive II yang dikeluarkan oleh Uni Eropa sebagai tindakan lingkungan sepihak terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia dengan ketentuan General Exception pada Pasal XX GATT. Minyak kelapa sawit adalah sumber minyak nabati yang paling efisien dibanding sumber-sumber minyak nabati lainnya, seperti rapeseed, bunga matahari, dan kedelai. Namun, terdapat isu lingkungan pada lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit. Isu perdagangan dan lingkungan yang menjadi fokus penelitian adalah tindakan lingkungan sepihak yang membatasi perdagangan internasional unilateral environmental measure). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan fakta dan mengidentifikasi masalah hukum RED II dalam GATT. Penelitian dilaksanakan dengan membaca GATT sebagai sumber hukum utama. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa Renewable Energy Directive II merupakan tindakan lingkungan sepihak yang dikeluarkan oleh Uni Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawit Indonesia. Hal ini karena Renewable Energy Directive II adalah tindakan yang memiliki motivasi atau dasar untuk melindungi lingkungan yang berdampak pada perdagangan komoditas CPO yang diadopsi tanpa adanya kesepakatan internasional. Selanjutnya penelitian ini menemukan bahwa tindakan lingkungan sepihak Renewable Energy Directive II tidak dibenarkan dalam general exception Pasal XX GATT, karena tidak memenuhi ketentuan yang harus dipenuhi yang tercantum dalam pembukaan pasal XX GATT atau dikenal dengan istilah chapeu. Dalam kasus dispute settlement body WTO yang digunakan dalam menganalisis chapeu, panel mengemukakan preferensinya terhadap pendekatan multilateral yang mengedepankan konsensus bersama. Melalui penelitian ini, disarankan bahwa masalah internasional seharusnya diselesaikan secara bersama dengan mengadakan konsultasi bagi pihak-pihak terkait. Indonesia diharapkan tetap mempertahankan posisinya sebagai penggugat dalam penyelesaiang sengketa WTO dengan Uni Eropa.  

This thesis discusses the conformity of the Renewable Energy Directive II issued by the European Union as a unilateral environmental action against Indonesian palm oil commodities under the General Exception Article XX of the GATT. Palm oil is the most efficient source of vegetable oil compared to other vegetable oil sources, such as rapeseed, sunflower and soybean. However, there are environmental issues concerning the land used to grow oil palm. Trade and environmental issue that are the focus of this research is unilateral environmental measures that limit international trade (unilateral environmental measures). The research method used in this study is normative juridical approach. The research was conducted by gathering facts and identifying legal issues RED II in light of the GATT. The research was carried out by reading the GATT as the main source of law. The results of the study suggest that the Renewable Energy Directive II is a unilateral environmental action issued by the European Union against Indonesian palm oil commodities. This is because the Renewable Energy Directive II is an action that has a motivation or basis to protect the environment that has an impact on the CPO commodity trade which was adopted without an international agreement. Furthermore, this study found that the Renewable Energy Directive II's unilateral environmental action is not justified under the general exception of Article XX GATT, because it does not fulfill the conditions that must be met as stated in the opening of Article XX GATT or known as chapeau. In the case of the WTO as dispute settlement body analyzes chapeau, the panel expressed its preference for a multilateral approach that prioritizes consensus. Through this research, it is suggested that international problems should be solved jointly by holding consultations for related parties. Indonesia is expected to maintain its position as a plaintiff in the settlement of WTO disputes with the European Union."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriana Dewandari
"Terdapat dua undang-undang yang mengatur permasalahan kepailitan setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 yakni Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK) serta Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). Di dalam kedua undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Pengadilan Niaga yang berhak memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Namun demikian, pada saat UUK masih berlaku, penunjukkan Pengadilan Niaga tersebut masih bertentangan dengan kewenangan absolut yang dimiliki oleh lembaga arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada prakteknya, masih terjadi perdebatan yang terjadi antara para pihak mengenai kewenangan dalam memeriksa dan mengadili sebuah sengketa kepailitan. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun belum memiliki landasan hukum yang secara khusus mengatur hal tersebut sehingga perlu untuk membuat pertimbangan sendiri dengan dibantu oleh yurisprudensi yang telah ada. Setelah berlakunya UUK-PKPU, pertanyaan mengenai kewenangan Pengadilan Niaga dan lembaga arbitrase pun diatur secara lebih jelas terutama pada Pasal 303 UUK-PKPU. Adanya pasal tersebut memberikan para pihak yang bersengketa sebuah kepastian hukum yang secara jelas menerangkan bahwa apabila permasalahan yang timbul termasuk dalam lingkup kepailitan walaupun mengandung klausula arbitrase, maka hanya Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun telah memiliki dasar hukum terhadap perkara kepailitan yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Pada perkara kepailitan yang mengandung klausula arbitrase, teori Hukum Perdata Internasional yang dapat diterapkan adalah teori Status Personal, Pilihan Hukum, dan Pilihan Forum.

There are two laws that govern bankruptcy issues after the monetary crisis on 1997 Statute Number 4 Year 1998 regarding The Bankruptcy (Bankruptcy Law) and Statute Number 37 Year 2004 regarding Bankruptcy and Obligation Suspension of Debt Payment. Those statutes state that The Commercial Court is the institution that has the right to investigate and adjudicate the bankruptcy case. Nevertheless, when the Bankruptcy Law were still applicable, the appointment of The Commercial Court was contradicted with the absolute competence of arbitration institution which is regulated on Statute Number 30 Year 1999 regarding The Arbitration and Alternative Dispute Resolutions. In fact, there were controvertions about the competence in investigating and adjudicating the bankruptcy dispute. The Judges of The Commercial Court did not have the legal foundation that regulate specifically about the competence, so that it was necessary for the Judges to make their own consideration with the relief of the jurisprudence which was existing. After the Law Number 37 Year 2004 is applicable, the conflict of competence between The Commercial Court and the institution of arbitration is regulated specifically on Article 303 Law Number 37 Year 2004. That article states that if the dispute that appears is included on the bankruptcy case although it contains arbitration clause, then The Commercial Court has the competence to investigate and adjudicate. It gives a certainty of law for the the parties who are on the dispute. Thus, The Judges of The Commercial Court has the legal foundation concerning on the bankruptcy case which has the arbitration clause on it. In bankruptcy case that is containing the arbitration clause, the theories of International Private Law that can be applied are Personal Status theory, Choice of Law, and Choice of Forum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S406
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tanita Dhiyaan Rahmani
"Praktek pemisahan diri secara sepihak dari negara di luar konteks dekolonisasi kini marak terjadi, baik yang berakhir dengan terbentuknya negara baru atau yang gagal. Meskipun demikian, hukum internasional tidak mengatur secara eksplisit mengenai legalitas maupun ilegalitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk memetakkan sejauh mana hukum internasional sepakat mengenai pengaturan isu ini, dengan membandingkan instrumen hukum internasional yang terdahulu dan dibandingkan dengan dengan praktek percobaan pemisahan diri secara sepihak yang terjadi akhir-akhir ini, baik yang memperoleh pengakuan luas maupun yang tidak. Pemishan diri secara sepihak dari negara dalam kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa hukum internasional mengizinkan sekelompok orang dalam negara untuk memisahkan diri dari negaranya, sebagai bentuk hak penentuan nasib sendiri secara eksternal, apabila terdapat kualifikasi tertentu yang dimiliki dan dialami kelompok orang tersebut.

Unilateral secession for people outside decolonisation has become an increasing instances, which either resulted in the birth of a new state or not. Nevertheless, international law neither explicitly govern the legality nor illegality of such practice. This research is intended to map the extent which international law agreed, by comparing the earlier instruments of international law with three contemporary practices which acquired widespread recognition and not. Those practices exhibit that international law allows a group of people to unilaterally secede, as a manifestation of an eternal right of self-determination, if certain qualification are met by such group."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S60500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chomsky, Noam
New Zealand: Allen Unwin, 2003
327.73 NOA h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sumual, Johan Patrick
"Berkembangnya dan menyebarluasnya Internet membawa berbagai perubahan ke dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk ke cara melakukan kegiatan usaha. Dewasa kini, para pelaku usaha sangat bergantung pada Internet demi kelangsungan usaha mereka. Lewat Internet, pelaku usaha dapat memasukkan Merek Dagang ke dalam Nama Domain demi promosi. Di Indonesia, pengaturan mengenai hal ini masih belum eksplisit, mengingat bahwa Nama Domain dan Merek merupakan dua konsep yang berbeda. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya sengketa kepemilikan Nama Domain Internet di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan Nama Domain Internet yang mengandung Merek di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif, dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Lewat penelitian ini, dapat ditemukan bahwa perlindungan terhadap Nama Domain yang menggunakan Merek dapat dikategorikan sebagai perlindungan terhadap Merek itu sendiri.

The growth and spread of Internet brought changes to various aspects of human life, including how to carry out business activities. Nowadays, businessmen and entities rely on the Internet for their business interests. The Internet provides businessmen and entities the chance to include their Trademarks in Domain Names for promotional purposes. In Indonesia, the law regulating this phenomenon is still inexplicit due to the fact that Domain Names and Trademarks are different from one another. This thesis will analyze the protection of Internet Domain Names in regards with the usage of registered Trademarks in Indonesia. A juridicalnormative research method will be used for this thesis, and the data used will be secondary data. This thesis finds out that protection of Domain Names which included registered Trademarks shall be categorized as protection towards said registered Trademark."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>