Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90408 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Findy Prasetyawaty
"Latar Belakang. Pasien kanker usia lanjut sering mendapatkan terapi substandar sehingga memiliki luaran lebih buruk dibandingkan usia yang lebih muda namun di lain pihak kemungkinan untuk terjadinya komplikasi dan toksisitas terkait pengobatan juga meningkat. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) merupakan metode yang paling tepat untuk mendapatkan gambaran status kesehatan umum pada usia lanjut namun tidak selalu mampu laksana untuk diterapkan pada praktik klinik rutin sehingga diperlukan pemeriksaan penapis yang lebih singkat dan mudah digunakan. Skor G8 adalah instrumen penapis yang direkomendasikan untuk populasi kanker usia lanjut namun belum pernah diteliti di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui bagaimana performa skor G8 sebagai pemeriksaan penapis dalam menilai frailty pada pasien kanker usia lanjut
Metode. Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan selama bulan Maret-Juni 2020. Subyek penelitian adalah pasien kanker berusia > 60 tahun yang berobat ke Poliklinik Hematologi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. CGA dinilai pada 7 domain yaitu domain status fungsional, nutrisi, kognitif, gangguan mood, mobilitas, polifarmasi dan komorbiditas. CGA dianggap terganggu apabila terdapat gangguan pada 2 domain atau lebih.
Hasil. Sejumlah 168 pasien kanker usia lanjut mengikuti studi ini dengan median usia 64 tahun. Didapatkan AUC (Area Under Curve) sebesar 0,76 (p < 0,001 dengan 95% CI 0,685-0,835). Pada nilai titik potong 11,25 didapatkan sensitivitas 78,5%, spesifisitas 56%, nilai duga positif 56,3% dan nilai duga negatif 78,4%. Akurasi diagnostik skor G8 adalah sebesar 67,75%.
Simpulan. Skor G8 memiliki performa yang cukup baik sebagai alat penapis frailty pada pasien kanker usia lanjut sehingga dapat diterapkan pada praktik klinik sehari-hari. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk mencari pemeriksaan tambahan untuk meningkatkan sensitivitas G8 pada pasien kanker usia lanjut.

Background. Elderly cancer patients are at increased risk of undertreatment or overtreatment, therefore they may have worse outcome compared to their younger counterparts. Currently Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) remains the most appropriate method to assess frailty in elderly patients but not always feasible in routine clinical practice. A screening tool is needed to make a quick assessment to recognize the patients who need a CGA. G8 score is the screening tool recommended for elderly cancer patients, but it’s performance has never been assessed in Indonesia.
Objectives. To assess the performance of G8 Score as frailty screening tool assessment in Elderly Cancer Patients
Methods. A cross-sectional study on elderly cancer patients (> 60 years old) was conducted in Hematology and Medical Oncology outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital from March to June 2020. The CGA domain assessed was functional status, nutrition, cognitive, mood disturbance, mobility, polypharmacy and comorbidity. CGA considered abnormal if there was abnormality in 2 or more domains.
Results. In 168 subjects aged 60-82 (median 64) years old, the AUC was 0.76 (p < 0.001; 95% CI 0.685-0.835). At cutoff point 11.25 the G8 score has sensitivity 78.5%, specificity 56%, positive predictive value 56.3% and negative predictive value 78.4% with diagnostic accuracy 67.75%.
Conclusion. The G8 score has a moderate performance as a screening tool for frailty assessment in elderly cancer patients and may be used in daily clinical practice. Studies to find additional instruments to increase the performance of G8 is needed.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Cipta
"Tujuan: untuk mengetahui profil dan faktor-faktor apa saja yang memepengaruhi kesintasan pada pasien-pasien paska radikal nefrektomi di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Metode Penelitian: Semua pasien keganasan ginjal paska operasi radikal nefrektomi di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada periode Juni 2009- September 2016 diinklusikan, dan data diambil secara retrospektif melalui rekam medis pasien. Variabel yang dinilai dalam studi ini meliputi: jenis kelamin, usia, stadium, histopatologi subyek, tindakan pembedahan, tindakan sistemik setelah tindakan pembedahan, ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah operasi, metastais, pemeriksaan penunjang setelah tindakan pembedahan. Hasil Penelitian: Pada penelitian ini, distribusi Fuhrman grade pada subjek adalah grade I 6,1 ; grade II 37,9 ; grade III 43,9 ; dan grade IV 12,1 . Fuhrman grade 3-4 mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan grade 1-2. Fuhrman stage 3-4 memiliki hazard risk 2,829x terhadap Fuhrman grade 1-2 p:0,011 .Selain itu, T3-T4 mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan T1-2, TNM stage 3 dan 4 memiliki hazard risk masing-masing 13,076x dan 113x dibandingkan TNM stage 1 P

Objective to find out the profiles and factors that influence survival in post radical nephrectomy patients at the Dharmais Cancer Hospital. Methods All patients of post operative renal malignancy of nephrectomy at Dharmais Cancer Hospital from June 2009 to September 2016 were included, and the data were retrospectively retrieved through the patient 39 s medical record. The variables assessed in the study included sex, age, stage, histopathology of the subjects, surgical action, systemic action after surgery, urea and creatinine before and after surgery, metastasis, investigation after surgery. Results In this study, the distribution of Fuhrman grade on the subject was grade I 6.1 grade II 37.9 grade III 43.9 and grade IV 12.1 . Fuhrman grade 3 4 has a worse prognosis than grade 1 2. Fuhrman stage 3 4 has a hazard risk of 2.829x against Fuhrman grade 1 2 p 0.011 . In addition, T3 T4 has a worse prognosis compared to T1 2, TNM stage 3 and 4 have a respective hazard risk 13.076x and 113x compared to TNM stage 1 P "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatuz Zulfia
"Penyakit ginjal kronis pada anak merupakan kondisi kerusakan ginjal yang permanen pada struktur atau fungsi ginjal anak. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal sebagai jembatan sebelum tindakan transplantasi ginjal dilakukan, untuk dapat meningkatkan kondisi klinis anak. Penerimaan diri terhadap penyakit merupakan fase penting yang akan menentukan keberhasilan program terapi. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk melakukan analisis terhadap penerapan teori kenyamanan Kolcaba dalam asuhan keperawatan anak dengan penyakit ginjal kronis tahap akhir yang menjalani hemodialisis. Penulis melakukan analisis terhadap lima kasus anak yang menjalani hemodialisis dan telah diberikan asuhan keperawatan menggunakan pendekatan teori kenyamanan Kolcaba. Aplikasi teori kenyamanan Kolcaba terbukti efektif memberikan kenyamanan pada anak yang menjalani hemodialisis. Acceptance of Illness Scale (AIS) berbasis sistem informasi yang digunakan dalam penilaian penerimaan penyakit terbukti valid dan reliabel. Proyek inovasi menggunakan AIS berbasis sistem informasi pada anak dengan penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis efektif dilakukan untuk menilai penerimaan penyakit anak. Edukasi suportif yang diberikan juga terbukti berpengaruh pada peningkatan penerimaan penyakit anak.

Chronic disease in children is a condition of permanent kidney damage to the structure or function of the child's kidneys. Hemodialysis is one of the renal replacement therapies as a bridge before a kidney transplant is carried out, to improve the clinical condition of children. Self-acceptance of the disease is an important phase that will determine the success of program therapy. The purpose of writing this scientific paper is to analyze the application of Kolcaba's theory of comfort in the care of children with end-stage chronic diseases undergoing hemodialysis. The author conducted an analysis of five cases of children who underwent hemodialysis and were given nursing care using the Kolcaba comfort approach. The application of Kolcaba's theory of comfort has proven to be effective in providing comfort to children undergoing hemodialysis. The Information System-based Disease Acceptance Scale (AIS) used in the assessment of disease acceptance has been proven to be valid and reliable. An innovation project using AIS based on an information system in children with chronic diseases undergoing effective hemodialysis was carried out to assess the acceptance of children's disease. The supportive education provided has also been shown to have an effect on increasing the acceptance of children's illnesses."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Nindy Jayatri
"Latar Belakang. Pasien kanker usia lanjut dapat memiliki luaran yang buruk akibat intoleransi terhadap terapi standar, hingga mortalitas, terutama pada stadium lanjut (III dan IV). Memprediksi mortalitas merupakan hal yang penting dalam menentukan pemberian terapi. Hingga saat ini ECOG (Eastern Cooperative Oncology Group) masih digunakan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Geriatric 8 (G8) merupakan salah satu instrumen penapis yang dikembangkan untuk memprediksi frailty. Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa G8 dapat memprediksi mortalitas.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai performa ECOG dan G8 dalam memprediksi mortalitas 6 bulan pada pasien usia lanjut dengan kanker stadium III dan IV.
Metode. Metode penelitian ini adalah kohort retrospektif, menggunakan data rekam medis pasien berusia > 60 tahun dengan kanker stadium III dan IV yang belum atau sudah menjalani terapi kanker, di Poliklinik Hematologi Onkologi Medik RSCM sejak Oktober 2019-Maret 2021. Peneliti menilai ECOG dan G8, serta melakukan follow-up dalam 6 bulan untuk mengetahui luaran subjek berupa meninggal atau tidak. Peneliti menganalisis uji kalibrasi dengan Hosmer-Lemeshow dan uji diskriminasi dengan Area Under the Curve (AUC).
Hasil. Peneliti mendapatkan 230 subjek. Proporsi mortalitas dalam 6 bulan adalah 40,9%, dengan kanker terbanyak adalah kanker kepala dan leher (11,3%). ECOG memiliki performa kalibrasi yang baik (p = 0,085), dan performa diskriminasi yang baik (AUC 0,705; IK95% 0,570 - 0,841), sensitivitas 70,2%, dan nilai prediksi negatif (NPN) 49,3%. Performa kalibrasi skor G8 menunjukkan hasil yang juga baik (p = 0,687), dan performa diskriminasi yang baik (AUC 0,777; IK95% 0,683 - 0,872), sensitivitas 89,4% dan NPN 76%.
Kesimpulan. Skor G8 memiliki performa kalibrasi dan diskriminasi yang lebih baik untuk memprediksi mortalitas 6 bulan pada pasien usia lanjut dengan kanker stadium III dan IV.

Background: Elderly cancer patients can have a poor outcome due to intolerance to standard therapy, up to mortality, especially in advanced stages (III and IV). Predicting mortality is important to determine treatment. ECOG is still being used at dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM). G8 is one of the screening instruments developed to predict frailty. However, several studies have shown that the G8 can predict mortality.
Aim. To assess the performance of ECOG and G8 in predicting six months mortality in elderly cancer patients with stage III and IV.
Methods: In this study, a retrospective cohort design was used using medical records of patients aged > 60 years old with stage III and IV cancer who had not or had undergone cancer therapy at the Medical Oncology Hematologic Polyclinic of RSCM since October 2019-March 2021. Collected data were analyzed using the Hosmer-Lemeshow test for the calibration performance and the Area Under the Curve (AUC) test for the discrimination performance in predicting mortality.
Results. Among 230 subjects, mortality in 6 months was 40.9%, with the most common types of cancer was head and neck cancer (11.3%). ECOG had good calibration (p = 0.085), and good discrimination performance (AUC 0.705; 95% CI 0.570 - 0.841). G8 also had good calibration (p = 0.687), and good discrimination performance (AUC 0.777; 95% CI 0.683 - 0.872). G8 had higher sensitivity and negative predictive value than ECOG (89,4% vs 70,2%; 76% vs 49,3%).
Conclusion. G8 has better calibration and discrimination performance for predicting six months mortality in elderly cancer patients with stages III and IV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Amalia Ambarwati
"Pendahuluan: Frailty adalah prediktor luaran buruk pasien usia lanjut (usila) di IGD.
Forty-item frailty index (FI-40) sebagai standar penilaian frailty tidak praktis digunakan
di IGD sehingga dibutuhkan instrumen ringkas untuk penapisan. ISAR dan TRST
memiliki performa moderat untuk stratifikasi risiko pasien usila di IGD, tetapi
penggunannya sebagai instrumen penapisan frailty belum banyak dilaporkan. Studi ini
bertujuan untuk menilai performa ISAR dan TRST dalam penapisan frailty pada pasien
usila di IGD.
Metode: Studi potong lintang dilakukan dengan merekrut subjek berusia 60 tahun atau
lebih yang berkunjung ke IGD RSCM pada bulan September-November 2018 secara
konsekutif. Dilakukan penilaian performa ISAR dan TRST terhadap FI-40 sebagai baku
emas berupa sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif (NPP dan NPN),
rasio kemungkinan positif dan negatif (RK+ dan RK-).
Hasil: Dari 471 subjek, kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 63,7%, median usia 66
tahun, dan rentang usia 60-95 tahun. Mayoritas subjek adalah laki-laki (55,6%), datang
tanpa rujukan (63,3%), pengguna JKN (97,2%), dan tidak mengalami trauma (94,5%).
Subjek frail sebanyak 82%. ISAR dan TRST secara berurutan memiliki sensitivitas
87,6% dan 93,8%, spesifisitas 58,8% dan 43,5%, NPP 90,6% dan 88,3%, NPN 51% dan
60,7%, RK+ 2,1 dan 1,7, RK- 0,2 dan 0,1. ISAR dan TRST memiliki area under the
curve (AUC) serupa yaitu 0,8 (IK95%: ISAR 0,8-0,9 dan TRST 0,8-0,9).
Simpulan: ISAR dan TRST memiliki performa yang sangat baik dalam penapisan frailty
pada usila di IGD.

Objective: Poor outcomes for elderly emergency room (ER) patients have been linked to
frailty. This study aimed to measure the performance of the identification of the seniors
at risk (ISAR) tool and triage risk-screening tool (TRST) for frailty screening in elderly
ER patients, as the Forty-Item Frailty Index (FI-40) is impractical in ER settings.
Methods: A cross-sectional study was undertaken involving subjects aged 60 years or
older at Cipto Mangunkusumo General Hospital ER from September -November 2018.
Frailty was defined by the FI-40. The ISAR and TRST performance was measured as
sensitivity, specificity, the positive and negative predictive value (PPV and NPV), the
positive and negative likelihood ratio (LR+ and LR-) and the area under the curve
(AUC).
Results: A total of 471 subjects were examined of which 63.7% were in the 60-69-yearold
subgroup with a median age of 66 years and an age range of 60-95 years old. Most
were male (55.6%), had no referral (63.3%), had national health insurance (97.2%) and
they were mostly non-trauma (94.5%) patients. According to the FI-40, 82% were
classified as frail. ISAR and TRST showed sensitivity readings of 87.6% vs 93.8%, a
specificity of 58.8% vs 43.5%, a PPV of 90.6% vs 88.3%, an NPV of 51% vs 60.7%, an
LR+ of 2.13 vs 1.66 and an LR- of 0.21 vs 0.14, respectively. Both had similar AUCs of
0.8 (95% CI: ISAR [0.76, 0.86] and TRST [0.75, 0.86], p = 0.91).
Conclusion: ISAR and TRST showed very good frailty-screening performance among
elderly ER patients"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Euphemia Seto Anggraini W
"Latar Belakang: Pendekatan indeks frailty 40 item (FI-40) dianggap sebagai alat terbaik untuk evaluasi mortalitas dan hospitalisasi sindrom frailty, tetapi sulit diterapkan dalam praktik klinis sehari-hari. Pendekatan dengan sistem skor CHS, SOF, dan FI-CGA lebih mudah diterapkan dalam praktik klinis sehari-hari, namun hingga saat ini belum ada data validasi di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan rekomendasi mengenai alat ukur sindrom frailty yang mudah diterapkan dalam praktik klinis sehari-hari di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan pendekatan uji diagnostik yang dilakukan pada pasien di poliklinik Geriatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dengan usia ≥60 tahun, pada periode Mei-Juni 2013. Setiap subjek dinilai menggunakan sistem skor CHS, SOF, FI-CGA, dan FI-40. Dilakukan penilaian sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), rasio kemungkinan positif (RK+), dan rasio kemungkinan negatif (RK-) untuk masing-masing sistem skor CHS, SOF, dan FI-CGA dibandingkan dengan FI-40.
Hasil: Proporsi individu yang termasuk dalam kategori frail, pre-frail, dan fit berdasarkan indeks frailty 40 item berturut-turut adalah 25,3%, 71%, dan 3,7%. Untuk membedakan individu frail dengan tidak frail, skor CHS memiliki sensitivitas 41,2%, spesifisitas 95%, NPP 73,7%, NPN 82,7%, RK+ 8,41 dan RK- 0,62. Skor SOF memiliki sensitivitas 17,6%, spesifisitas 99,5%, NPP 92,3%, NPN 78,1%, RK+ 35,2 dan RK- 0,83. Sedangkan skor FI-CGA memiliki sensitivitas 8,8%, spesifisitas 100%, NPP 100%, NPN 76,4%, RK+ tak terbatas, dan RK- 0,91.
Kesimpulan: Tidak ada sistem skor yang dapat digunakan sebagai alat skrining yang baik untuk sindrom frailty, namun masing-masing sistem skor dapat digunakan sebagai alat diagnostik yang baik untuk sindrom frailty.

Background: The Frailty Index 40-item (FI-40) approach is considered the best tool for evaluating mortality and hospitalization outcomes related to frailty syndrome, although it is challenging to implement in daily clinical practice. The CHS, SOF, and FI-CGA scoring systems are easier to use in daily practice, but there is no validation data available in Indonesia.
Aim: To obtain recommendations for a frailty syndrome diagnostic tool that is easy to implement in daily clinical practice in Indonesia.
Methods: This was a cross-sectional study with a diagnostic test approach conducted on patients aged ≥60 years at the Geriatric Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital from May to June 2013. Each subject was assessed using the CHS, SOF, FI-CGA, and FI-40 scoring systems. Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), positive likelihood ratio (LR+), and negative likelihood ratio (LR-) were calculated for each scoring system compared to FI-40.
Results: The proportions of frail, pre-frail, and robust individuals based on the 40-item frailty index were 25.3%, 71%, and 3.7%, respectively. To differentiate between frail and non-frail individuals, the CHS score showed a sensitivity of 41.2%, specificity of 95%, PPV of 73.7%, NPV of 82.7%, LR+ of 8.41, and LR- of 0.62. The SOF score showed a sensitivity of 17.6%, specificity of 99.5%, PPV of 92.3%, NPV of 78.1%, LR+ of 35.2, and LR- of 0.83. The FI-CGA score showed a sensitivity of 8.8%, specificity of 100%, PPV of 100%, NPV of 76.4%, LR+ infinite, and LR- of 0.91.
Conclusion: No scoring system was found to be suitable as a screening tool for frailty syndrome; however, all scoring systems can be used as effective diagnostic tools for frailty with good predictive ability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rizka
"Latar Belakang. Kemoterapi merupakan salah satu modalitas terapi kanker pada pasien usia lanjut yang dapat menyebabkan risiko berat, terutama pada pasien usia lanjut dengan sindrom frailty. Hingga saat ini belum ada model prediksi kemotoksisitas dengan variabel frailty. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model prediksi kemotoksisitas berat pada usia lanjut yang melibatkan penilaian status frailty.
Metode. Penelitian kohort retrospektif menggunakan data sekunder terhadap pasien usia lanjut yang menjalani kemoterapi di RSCM tahun 2019-2021. Dilakukan pemeriksaan determinan (jenis kelamin, usia, jenis kanker, jumlah regimen kemoterapi, status nutrisi, status frailty, polifarmasi, fungsi kognitif, status fungsional dan depresi) sebelum kemoterapi. Pasien diikuti hingga 21 hari pasca kemoterapi siklus pertama untuk dinilai apakah mengalami luaran kemotoksisitas berat berdasarkan kriteria CTCAE grade 3-5. Dilakukan analisis untuk pengembangan model prediksi dengan regresi Cox dan perhitungan performa prognostiknya menggunakan perangkat SPSS.
Hasil. Dari 193 subyek yang menjalani kemoterapi, sebagian besar laki-laki dengan median usia 65,6 (RIK 60-82). Toksisitas berat terjadi pada 36% subyek. Model prediksi yang dikembangkan terdiri dari 4 determinan yaitu polifarmasi, penggunaan regimen kemoterapi lebih dari satu obat, status frailty dan jenis kanker saluran cerna. Model ini memiliki AUC 0,79 (IK95% 0,70-0,88) dengan p=0,01.
Kesimpulan. Model prediksi dengan variabel polifarmasi, regimen kemoterapi lebih dari satu, status frailty dan jenis kanker saluran cerna dapat memprediksi kejadian toksisitas berat kemoterapi pada usia lanjut dengan performa baik

Background. Chemotherapy is a therapeutic modality for elderly with cancer which can pose elderly, especially frail patients, to fatal side effect. To date, there is no prediction model incorporating frailty in clincal practice. This study aims to develop prediction model which includes frailty state evaluation in predicting severe chemotoxicity in elderly.
Methods. A retrospective cohort study using secondary data of elderly underwent chemotherapy during 2019-2021 was conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital. Data of determinants ( sex, age, polypharmacy, frailty status, nutritional status, depression, cognitive status, cancer type, polychemotherapy, and functional status) and the incidence severe chemotherapy side effect according to grade 3-5 CTCAE were collected. Data was analyzed to develop prediction model with Cox regression using SPSS
Results. Of 193 subjects, most of them are male, with median age of 65.6 (IQR 60-82) years old. Severe chemotoxicity was found in 36% of the subjects. Prediction model consists of polypharmacy, number of chemotherapy drugs, cancer type and frailty status was developed. The model has AUC of 0.79 (95% CI 0.70-0.88), p value 0,01
Conclusion. A prognostic Model consists of polypharmacy, number of chemotherapy drugs, cancer type and frailty status can predict incidence of severe chemotoxicity in elderly with AUC 0.79 (95%CI 0.70-0.88)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Yusnidar
"Latar Belakang. Komplikasi pascabedah elektif meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Status frailty pada pasien usia lanjut dikaitkan dengan peningkatan kejadian komplikasi pascabedah. Pengaruh status frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah perlu diteliti lebih lanjut pada pasien usia lanjut di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui pengaruh status  frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut.
Metode. Studi dengan desain kohort prospektif untuk meneliti pengaruh status frailty terhadap kejadian komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut, dengan menggunakan pengambilan data pada pasien yang menjalani pembedahan elektif di RS Cipto Mangunkusumo pada tanggal 20 April sampai dengan 13 Juli 2018. Penilaian frailty dengan menggunakan FI 40 items. Analisis bivariat dan multivariat dengan logistik regresi dilakukan untuk menghitung crude risk ratio (RR) dan adjusted RR terjadinya komplikasi 30 hari pascabedah elektif antara kelompok frail terhadap kelompok fit, dan antara kelompok pre-frail terhadap kelompok fit dengan menggunakan SPSS.
Hasil. Sebanyak 21,1% dari total 180 subjek pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif mengalami komplikasi 30 hari pascabedah. Proporsi kejadian komplikasi 30 hari pada kelompok frail lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pre-frail dan fit (41,7% vs 15% vs 9,4%). Pada analisis multivariat, didapatkan adjusted RR pada kelompok frail sebesar 4,579 (IK 95% 1,799-8,118), setelah memperhitungkan faktor perancu, yakni jenis pembedahan. Pada kelompok pre-frail, tidak ditemukan komplikasi yang berbeda bermakna walaupun terdapat kecenderungan komplikasi lebih tinggi dibandingkan kelompok fit.
Kesimpulan. Kondisi frail meningkatkan risiko komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut. Sedangkan pre-frail dibandingkan fit walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun terdapat kecenderungan peningkatan komplikasi.

Background. Postoperative complication is increased in the elderly patients. Frailty in the elderly is associated with postoperative complication. The impact of frailty on 30- day complications after elevtive surgery needs to be evaluated in the elderly patients in Indonesia.
Objectives. To identify the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Methods. A prospective cohort study was conducted to determine the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patient in Cipto Mangunkusumo hospital from 20 April to 13 Juli 2018. Frailty was asessed using Frailty Index  40 items. Analysis was done using SPSS statistic for univariate, bivariate and multivariate logistic regression to obtain crude risk ratio and adjusted risk ratio of probability of 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Result. Out of the total 180 eldery patients who underwent elective surgery, 21,1% of those had 30-day complications. Postoperative complications were higher in those with frail than pre-frail and fit subjects(41,7% vs 15% vs 9,4%). Multivariate analysis using logistic regression analysis with type of surgery as counfounder, revelead that adjusted RR in frail group was 4.579 (95% CI 1.799-8.118). Although pre-frail subjects showed higher postoperative complications than fit subjects, but there were no differences significantly.
Conclusion. Elderly patients with frail condition had higher 30-day complications after elective surgery. There were no significant differences between pre-frail compared to fit subject on 30-day complications after elective surgery, although pre-frail subject tends to showed higher complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makagiansar, Shanti Pricillia Tatina
"ABSTRAK
Latar belakang. Sampai saat ini belum ada instrumen yang teruji yang dapat digunakan untuk menilai status kerentaan usia lanjut di komunitas di Indonesia.Tujuan. Mengetahui kesahihan dan keandalan sistem skor The Study of Osteoporotic Fracture SOF berbahasa Indonesia untuk digunakan oleh kader posbindu dalam menilai status kerentaan pada usia lanjut. Metode. Penelitian terdiri dari dua tahap : 1 . adaptasi bahasa dan budaya; dan 2 . uji kesahihan dan keandalan. Penelitian ini berlangsung di posbindu lansia di Kelurahan Pisangan Timur, Jakarta Timur, dengan melibatkan 8 kader dan 85 responden berusia ge; 60 tahun. Sebagai uji referensi digunakan skor The Cardiovascular Health Study CHS untuk menilai kesahihan eksternal. Keandalan dinilai dengan mencari intraclass coeffisient correlation ICC pada uji ulang dan konsistensi internal dengan menghitung nilai Cronbach-?. Hasil. Skor total SOF memiliki korelasi positif kuat yang bermakna dengan butir penilaian terkait status nutrisi r = 0,815, p

ABSTRACT<>br>
Background There is no proven instrument that can be used to assess frailty among the elderly in community in Indonesia. Objective to construct and validate Indonesian version of SOF used by posbindu cadres. Methods This research was consisting of two stages 1 . Culture and language adaptation 2 . validity and reliability test, conducted in posbindu in Kelurahan Pisangan Timur, by involving 8 cadres and 85 respondents 60 years or older. We used the Cardiovascular Health Study CHS frailty index as a reference test to assess the external validity. Reliability was tested by internal consistency and the test retest reliability at a 2 week interval. Results The total score of SOF score had a strong positive correlation with the nutritional status r 0.815, p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Malik Ayub
"Latar belakang: Sampai saat ini, belum ada pemeriksaan baku emas dari sindrom frailty pada populasi usia lanjut dengan gagal jantung. Cardiovascular Health Study (CHS) saat ini dianggap sebagai referensi standar oleh berbagai studi dalam mendiagnosis sindrom frailty pada populasi usia lanjut dengan gagal jantung. CHS memerlukan alat dinamometer, ruangan yang luas untuk digunakan sehingga memiliki aplikabilitas yang rendah dalam praktik sehari-hari. INA-FRAIL dan Study of Osteoporotic Fractures (SOF) Index merupakan instrumen yang mudah digunakan tetapi belum pernah diuji pada populasi usia lanjut dengan gagal jantung di Indonesia. Tujuan: Mengetahui performa diagnostik alat ukur INA-FRAIL dan SOF-Index dalam mendiagnosis sindrom frailty pada populasi usia lanjut dengan gagal jantung. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross-sectional study) untuk menilai performa diagnostik INA-FRAIL dan SOF index dengan baku emas CHS. Populasi studi ini adalah individu berusia 60 tahun keatas dengan gagal jantung. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Jantung Terpadu (PJT) dan Poliklinik Geriatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Hasil: Hasil analisis data dari 81 sampel menunjukkan prevalensi frailty pada instrumen CHS (35,5%), INA-FRAIL (23,5%), dan SOF-Index (8,6%). Analisis performa diagnostik INA-FRAIL menunjukkan sensitivitas 55,17% (IK95% 35.69 - 73.55), spesifisitas 94.23% (IK 95% 84.05 - 98.79), dan AUC 0,805 (0,698-0,912). Analisis performa diagnostik SOF-Index menunjukkan sensitivitas 20,69% (IK 95% 7,99 – 39,72), spesifisitas 98,08% (IK 95% 89,74 – 99,95), dan AUC 0,719 (IK95% 0,595 - 0,843). Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara INA-FRAIL dan SOF-Index terhadap CHS. Nilai cut-off INA-FRAIL≥1 memiliki sensitivitas tertinggi dan INA-FRAIL≥2 memiliki indeks youden tertinggi. Nilai cut-off SOF-Index≥1 memiliki sensitivitas dan indeks youden tertinggi.

Background: Currently, there is no specific gold standard for frailty in geriatric patients with heart failure. Cardiovascular Health Study (CHS) is considered as a reference standard in various researches and has been used to diagnose frailty in geriatric patients with heart failure. CHS require a dynamometer and a wide space to use, making it not very applicable in everyday practice. INA-FRAIL dan Study of Osteoporotic Fractures (SOF) Index on the other hand is relatively easy to use but has not been tested for diagnostic performance on geriatric patients with heart failure in Indonesia. Aim: To determine diagnostic performances of INA-FRAIL dan SOF-Index in diagnosing frailty in the elderly patients with heart failure. Method: This study is a cross-sectional study to assess diagnostic performances of INA-FRAIL and SOF-Index with CHS being the gold standard in this study. The population of this study is heart failure patients with age 60 or older. This study was conducted in Poliklinik Jantung Terpadu (PJT) dan Geriatric Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Results: Analysis from 81 samples shows prevalence of frailty based on CHS (35.5%), INA-FRAIL (23.5%), dan SOF-Index (8,6%). Diagnostic performance analysis of INA-FRAIL shows sensitivity of 55,17% (95%CI 35.69 - 73.55), specificity of 94.23% (95%CI 84.05 - 98.79), dan AUC of 0.805 (95%CI 0.698-0.912). Diagnostic performance analysis of SOF shows 20,69% sensitivity (95%CI 7.99 – 39.72), 98.08% specificity (IK 95% 89.74 – 99.95), and AUC 0.719 (95%CI 0.595 – 0.843). Conclusion: INA-FRAIL and SOF-Index had a significant association with CHS. Cut-off point of INA-FRAIL ≥1 shows the highest sensitivity while INA-FRAIL ≥2 shows the highest youden index. SOF≥1 shows the highest sensitivity and the highest youden index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>