Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191286 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wisnu Adiputra
"Pendahuluan: Tesis ini bertujuan untuk menilai efektivitas Kinesio Tape dan Sham Taping terhadap performa ekstremitas bawah atlet voli. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan taping tidak hanya meningkatkan performa atlet tetapi juga dapat menurunkan angka cedera atlet voli. Metode: Penelitian menggunakan single-blind randomized clinical trial dengan menilai efektivitas penggunaan taping pada jangka waktu 20 menit, 24 jam dan 72 jam dan hubungannya terhadap performa atlet voli sehat. Subjek penelitian ini berjumlah 38 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan kondisi atlet voli sehat tanpa faktor risiko. Seluruh subjek dilakukan randomisasi acak dengan aplikasi untuk membagi menjadi 2 kelompok, kelompok intervensi (Kinesio tape) dan kelompok kontrol (Sham Taping). Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi Kinesio Tape memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan Sham Taping dalam hal pengukuran body reaction time, pengukuran daya ledak otot, pengukuran kekuatan otot dengan leg dynamometer, pengukuran fleksibilitas otot dengan sit and reach test dan pada pengukuran agility dengan modified agility T test. Kesimpulan: Kinesio tape terbukti efektif dalam mempersingkat waktu body reaction time, meningkatkan daya ledak otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan fleksibilitas otot dan meningkatkan agility.

Background: To assess the effectiveness of Kinesio Tape and Sham Taping on the performance of the lower extremities of volleyball athletes. This research shows that the use of taping not only improves athlete performance but also reduce incidence rate of athlete injury. Method: Research used a single-blind randomized clinical trial by assessing the effectiveness of using taping over a period of 20 minutes, 24 hours and 72 hours and its relationship to the performance of healthy volleyball athletes. The subjects of this research were 38 people, with characteristics male and healthy volleyball athletes without risk factors. All subjects were randomly assigned with an application to divide them into 2 groups, the intervention group (Kinesio tape) and the control group (Sham Taping). Result: The results of this study show that Kinesio Tape intervention provides better results than Sham Taping in terms of measuring body reaction time, measuring muscle explosive power, measuring muscle strength with a leg dynamometer, measuring muscle flexibility with the sit and reach test and measuring agility with modified agility T test. Conclusion: Kinesio tape has proven to be effective in shortening body reaction time, increasing muscle explosive power, increasing muscle strength, increasing muscle flexibility and increasing agility."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Krismawanto
"Kejadian sindroma kompartemen akibat latihan atau aktivitas berlebihan (Exertional Compartment Syndrome ) yang biasa terjadi pada tungkai bawah, di Indonesia belum pernah dilaporkan. Ini bisa disebabkan memang tidak pernah terjadi atau sistem pendataan yang kurang baik.
Dari pengukuran tekanan intrakompartemen anterior tungkai bawah pada siswa calon bintara Polri di SPN Pontianak, sebanyak 63 siswa didapatkan tekanan intrakompartemen sebelum exercise rata-rata 7,3 mmHg dan setekah exercise dengan Ian selama 20 merit didapatkan tekanan rata-rata 10,9 mmHg pada 1 menit setelah selesai lari, dan tekanan rata-rata 8,0 mmHg 5 menit setelah selesai lari.
Peningkatan tekanan tersebut masih di bawah 15 mmHg yang merupakan batas tekanan sebelum exercise pada orang yang potensial terjadi exertional compartment syndrome kraals sesuai kriteria dari Pedowitz.
Dengan demikian dapat diperldrakan bahwa orang Indonesia memiliki batas anibang yang cukup tinggi untuk terjadinya sindroma kompartemen yang disebabkan oleh latihan atau aktivitas berlebihan.

Incident of the Exertional Compartment Syndrome of the lower leg, there is no case had been report in Indonesia. May be threre is no case or no data in Indonesia.
Pre and post exercise pressure of the anterior compartment of the lower leg has been measure from 63 students in military basic training Indonesian Police Department at Pontianak Police Training. Mean pre exrcise pressure is 7,3 mmHg ; one minute post exercise pressure is 10,9 mmHg ; five minute post exercise pressure is 8,0 mmHg.
The result is under value from Pedowitz criteria of Exertional Compaertinent Syndrome. Pre or post exercise still at 15 mmHg lowest than Pedowitz criteria I was assumed Indonesian people had high critical value to be exertional compartment syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghassani Shabrina
"Media dengan kemiringan 16o merupakan solusi efektif untuk mereduksi risiko low back pain akibat berdiri berkepanjangan. Sepatu yang berpengaruh terhadap besaran low back pain pada saat berdiri berkepanjangan, pada penelitian ini diteliti pengaruhnya terhadap besaran low back pain pada kondisi berdiri selama 2 jam diatas media miring. Namun berdiri berkepanjangan memiliki faktor risiko besar lainnya yaitu lower extremity pain, dimana dalam banyak penelitian risiko tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor sepatu sehingga lower extremity pain menjadi parameter utama yang diteliti pada penelitian ini. Sepatu yang diteliti adalah sepatu Safety dan Slip On dimana keduanya merupakan jenis sepatu yang paling banyak digunakan di industri manufaktur. Menggunakan metode Surface Electromyography SEMG, perbedaan respon otot Medial Gastrocnemius diukur terhadap kedua jenis sepatu yang pada penelitian ini ditemukan bahwa kedua jenis sepatu memiliki besaran aktivitas otot yang berbeda dan sepatu Safety memperlihatkan aktivitas yang lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa sepatu berpengaruh terhadap besaran lower extremity pain saat berdiri selama 2 jam diatas media miring, serta sepatu Safety memiliki risiko lower extremity pain yang lebih besar. Metode Visual Analog Scale VAS dan Foot Pain Questionnaire mendukung temuan tersebut dengan memberikan hasil yan serupa. Pada penelitian ini ditemukan pula bahwa aktivitas berdiri selama 2 jam diatas media miring memiliki risiko lower extremity pain yang lebih besar dibandingkan dengan risiko low back pain berdasarkan pada nilai VAS. Pada metode Foot Pain Questionnaire ditemukan bahwa media miring meningkatkan risiko nyeri pada bagian ibu jari kaki dan telapak kaki bagian belakang. Maka penelitian ini merekomendasikan bahwa perlunya rancangan sepatu khusus untuk berdiri berkepanjangan pada media miring yang dapat mereduksi risiko lower extremity pain disamping risiko low back pain.

Media with 16o slope is an effective solution to reduce the risk of low back pain due to prolonged standing. Shoes that affect the amount of low back pain on prolonged standing, in this study examined the effect on the amount of low back pain on standing condition for 2 hours on sloping medium. However, prolonged standing has another major risk factor that is lower extremity pain, where in many studies the risk can be affected by shoes factor so that lower extremity pain becomes the main parameter studied in this research. The shoes observed in this study are Safety Shoes and Slip On as the most widely used shoes in the manufacturing industry. Using the Surface Electromyography SEMG method, the difference in Medial Gastrocnemius muscle response was measured against both types of shoes which in this study resulted that both types of shoes have different muscle activation values and Safety Shoes show greater activation. This proves that the shoe effect on the amount of lower extremity pain while standing for 2 hours on sloping medium and Safety Shoes have lower extremity risk. Visual Analog Scale VAS and Foot Pain Questionnaire methods support that right by giving the same results. This study also found that the activity of standing for 2 hours on sloping media has lower extremity pain risk greater than the risk of low back pain from the results of VAS method. Foot Pain Questionnaire method indicates that the activity of standing for 2 hours over sloping media has a high risk in thumb and the back foot. So in this study the authors recommend that it is necessary to design a special shoe for prolonged standing on a sloping medium that reduces the reduction of lower extremity pain risk besides low back pain risk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menerapkan model Jigsaw dalam pembelajaran Permainan Bolavoli. Penelitian terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIIc SMPN 4 Nusa Penida yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14 perempuan. Objek penelitian adalah: (1) unjuk kerja keterampilan teknik passing dalam permainan bolavoli, (2) prilaku bermain, dan (3) pemahaman konsep gerak dasar passing dan permainan bolavoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 4 Nusa Penida, baik pada aspek keterampilan teknik dasar passing, prilaku passing dan bermain bolavoli, maupun pemahaman tentang teknik dasar passing dan aturan permainan bolavoli. Ketiga aspek prestasi belajar di atas mengalami peningkatan dari pembelajaran siklus I ke siklus II."
370 JPP 44 (1-3) 2011
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afiif Ahmidati
"Guided imagery sebagai intervensi komplementer untuk mengurangi nyeri diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kinesiofobia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektivitas guided imagery terhadap nyeri, kenyamanan, dan kinesiofobia pada pasien fraktur ekstremitas bawah pasca pembedahan. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pre-test dan post-test. Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling berjumlah 60 responden, terdiri dari 30 untuk kelompok kontrol dan 30 untuk kelompok intervensi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah mengalami fraktur ekstremitas bawah dan telah menjalani pembedahan pada hari pertama, mendapatkan ketorolak, berusia lebih dari 18 tahun, mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, tanda vital dalam rentang stabil, sadar penuh, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah ada gangguan pendengaran, multiple fracture, dirawat di ICU, mengalami diabetes mellitus dan neuropati perifer. Kelompok kontrol diberi analgetik, sedangkan kelompok intervensi diberi analgetik dan guided imagery selama 3 hari dengan durasi selama 20 menit. Pengukuran hasil dilakukan sebelum intervensi dan 3 hari setelah intervensi menggunakan Visual Analog Scale (VAS), Shortened General Comfort Questionnaire (SGCQ), dan TAMPA Scale for Kinesiophobia (TSK). Penelitian ini diikuti oleh responden laki-laki (61,7%), berpendidikan SMA (45,0%), memiliki riwayat nyeri pembedahan sebelumnya (68,3 %), dan mengalami fraktur femur (46,7 %). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna selisih rerata skala nyeri, skor kenyamanan, dan skor kinesiofobia sebelum dan setelah intervensi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol (p < 0,05; α 0,05). Selisih rerata skala nyeri, skor kenyamanan, dan kinesiofobia sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Disimpulkan, guided imagery dapat menurunkan skala nyeri dan skor kinesiofobia, serta meningkatkan skor kenyamanan, sehingga perawat dapat mengimplementasikan guided imagery pada pasien fraktur ekstremitas bawah pasca pembedahan.

Guided imagery as a complementary intervention can reduce post-operative pain, increase comfort, and reduce kinesiophobia. The purpose of this study is to identify the effectiveness of guided imagery on pain, comfort, and kinesiophobia in post-operative lower extremity fracture patients. The research design used was quasi-experiment with pre-test and post-test. Samples were selected by consecutive sampling method totaling 60 respondents, consisting of 30 for control groups and 30 for intervention groups. The inclusion criteria were having a lower extremity fracture and had undergone surgery on the first day, received ketorolac, were more than 18 years old, able to communicate in Indonesian, vital signs in the stable range, fully conscious, and willing to participate in the study. The exclusion criteria for this study were hearing loss, multiple fractures, being treated in the ICU, had diabetes mellitus and peripheral neuropathy. The control group was given analgesics, while the intervention group was given analgesics and guided imagery for 3 days with a duration of 20 minutes. Outcome measurements were taken before the intervention and 3 days after the intervention using Visual Analog Scale (VAS), Shortened General Comfort Questionnaire (SGCQ), and TAMPA Scale for Kinesiophobia (TSK). This study was attended by male respondents (61.7%), high school education (45.0%), had a history of previous post-operative pain (68.3%), and had femur fracture (46.7%). The results of this study showed a significant difference in the mean difference in pain scale, comfort score, and kinesiophobia score before and after the intervention between the control group and the intervention group (p < 0.05; α 0.05). The mean difference in pain scale, comfort score, and kinesiophobia before and after treatment in the intervention group was greater than that in the control group. It was concluded that guided imagery can reduce pain scales and kinesiophobia scores, and increase comfort scores, so nurses can implement guided imagery in post-operative lower extremity fracture patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research is aimed at identifiying the effects of distributional practice and massed practice on the volleyball basic skills. In addition, this research was meant to find out the effects of achievement motive on the two types of practice...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andhitya Dwi Ananda
"LATAR BELAKANG. Sindrom Impingement bahu SIB merupakan penyebab tersering dari keluhan nyeri bahu. SIB yang berkepanjangan akan menghasilkan disabilitas fungsional yang signifikan dan reduksi dari kualitas hidup. Kinesio Taping dipertimbangkan sebagai pilihan untuk mengontrol pergerakan skapula pada pasien dengan masalah bahu. Merujuk kepada terbatasnya studi dan kontroversi efektivitas dari kinesio taping pada SIB, penelitian ini bertujuan untukuntuk menilai lebih jauh pengaruh kinesio taping pada skala nyeri, lingkup gerak sendi, dan disabilitas pasien dengan SIB.METODE. Uji klinis acak terkontrol terhadap subjek SIB usia 18-75 tahun. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan Kinesio Taping dengan metode Kase dan Sham. Kinesio Taping diberikan selama satu minggu, dengan aplikasi ulang dalam tiga hari. Penilaian skala nyeri menggunakan Visual Analog Scale VAS , sementara penilaian kualitas hidup menggunakan Quick DASH. HASIL. Didapatkan 32 subjek SIB yang dianalisis pada akhir penelitian. Rerata usia kelompok perlakuan 58.13 tahun, sementara kelompok Sham 59 tahun. Analisis post hoc pada masing-masing kelompok menunjukkan adanya perbaikan intensitas nyeri saat pergerakan dan malam hari yang bermakna pada setiap tahap pengukuran.

BACKGROUND. Shoulder Impingement Syndrome SIS is the most common cause of shoulder pain. Prolonged SIS will result in significant functional disability and reduction of quality of life. Kinesio Taping is considered as an option to control the movement of scapula in patients with shoulder problems. Referring to the limited study and the effectiveness cont roversy of kinesio taping on SIS, this study aims to further assess the effect of Kinesio Taping on pain intensity, range of motion, and disability scale of patients with SISMETHODS. Randomized controlled trials of subjects with SIS aged 18 75 years. Subjects were divided into two groups, intervention group KT, Kinesio Taping with Kase method and Sham group SG . The Kinesio Taping application is provided for one week, with reapplication in three days. Pain scale is measured withVisual Analog Scale VAS , while quality of life measured with Quick DASH.RESULTS. Thirty two SIB subjects enrolled in this study KT n 16, SG n 16 . Mean age of KT 58.13 years, while SG 59 years. Post hoc analysis showed a statistically significant increase in pain intensity during movement and at night at immediately, 3 and 7 days after application p "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis Missouri: Elsevier Saunder, 2012
617.58 LOW
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Boangmanalu, Enny Selawaty
"Pendahuluan: Pasien fraktur akan berisiko mengalami konstipasi. Teknik pijat Swedish merupakan intervensi yang dapat mengurangi konstipasi, dimana pijat perut ini akan memberikan tekanan lembut pada permukaan jaringan sehingga dapat memperbaiki sirkulasi, melancarkan peredaran darah, menambah kenyamanan dan memperbaiki masalah sistem pencernaan. Air hangat dapat memberikan rangsangan pada sistem pencernaan sehingga feses menjadi lembek dan mudah untuk keluar. Dalam penelitian ini komsumsi air putih yang diberikan sebanyak 500 ml di pagi hari sesaat setelah bangun tidur.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perbandingan efektivitas dari komsumsi air putih hangat dan pijat perut teknik Swedish terhadap skor konstipasi pada pasien post operasi fraktur ekstremitas bawah.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain Quasy eksperimental pre post test design dengan randomized control group pre post test design. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Perhitungan sampel dengan mengggunakan perhitungan komparatif numerik dengan total sampel minimal adalah 30 sampel dan instrumen pada penelitian ini menggunakan Constipation Assesment Scale (CAS).
Hasil: Penelitian ini melaporkan bahwa konsumsi air putih maupun pijat perut teknik Swedish secara signifikan menurunkan skor konstipasi (p-value 0,00; α < 0,05). Namun, berdasarkan hasil uji statistik karakteristik responden jenis kelamin, usia dan jenis analgetik didapatkan hasil tidak signifikan terhadap skor konstipasi (p-value 0,71; 0,22; 0,57; α < 0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara skor konstipasi dengan rerata skor pada kelompok intervensi konsumsi air putih hangat 3,8 dan pada kelompok intervensi pijat perut teknik Swedish 6,5. Uji statistik menggunakan  pair t-test (p-value 0,00; α < 0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi konsumsi air putih hangat maupun pijat perut teknik Swedish secara signifikan dapat menurunkan skor konstipasi pada pasien fraktur ekstremitas bawah.

Introduction: Fracture patients will be at risk of experiencing constipation. Swedish massage technique is an intervention that can reduce constipation, where this abdominal massage will apply gentle pressure to the surface of the tissue so that it can improve circulation, improve blood circulation, increase comfort and improve digestive system problems. Warm water can stimulate the digestive system so that the stool becomes soft and easy to pass. In this study, the consumption of water was given as much as 500 ml in the morning right after waking up.
Objective: The purpose of this study was to identify the comparative effectiveness of warm water consumption and Swedish abdominal massage technique on constipation scores in postoperative patients with lower extremity fractures.
Methods: This study used a Quasy experimental pre posttest design with randomized control group pre posttest design. The sampling technique used simple random sampling technique. Sample calculation using numerical comparative calculation with a total minimum sample of 30 samples and instruments in this study using the Constipation Assessment Scale (CAS).
Results: This study reported that both water consumption and Swedish abdominal massage significantly reduced constipation scores (p-value 0.00; α < 0.05). However, based on the results of statistical tests of respondent characteristics of gender, age and type of analgesic, the results were not significant on constipation scores (p-value 0.71; 0.22; 0.57; α < 0.05). There was a statistically significant difference between constipation scores with a mean score in the warm water consumption intervention group of 3.8 and in the Swedish abdominal massage intervention group of 6.5. Statistical test using pair t-test (p-value 0.00; α < 0.05).
Conclusion: This study shows that the intervention of warm water consumption and Swedish abdominal massage can significantly reduce constipation scores in lower limb fracture patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Areska Ramadhan
"ABSTRAK
Studi literatur menemukan bahwa parameter gait telah stabil di umur 20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetauhi apakah ada hubungan antara panjang kaki dan panjang langkah pada orang dewasa muda. Desain potong-melintang digunakan untuk penelitian ini, dengan menggunakan data primer dari subyek di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia di usia 18-22. Subyek akan diminta untuk menandatangani informed consent, dan diukur berat badan, tinggi badan, panjang langkah, dan panjang tungkai. Semua data akan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil analisis menemukan laki-laki memiliki ukuran panjang tungkai lebih panjang dari perempuan 89.42 4.42 cm, 85.14 3.40 cm; p 0,05 . Peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara panjang langkah dan panjang kaki dalam kelompok laki-laki p 0,05, r = 0,142 . Peneliatan ini menemukan korelasi antara panjang langkah dan panjang tungkai pada laki-laki, namun tidak pada perempuan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil adalah kecepatan berjalan bebas di tanah dan obesitas.

ABSTRACT
Literature study found that the gait parameters are already stabilized in the age of 20. This study aims to see whether there is correlation between leg length and step length in young adult. Cross sectional study design is used in this study using primary data from subjects in Faculty of Medicine, Universitas Indonesia in the age of 18 22. Subjects will be asked to sign the informed consent, then researcher will measure the weight, height, step length, and leg length. Data will be analyzed using SPSS version 23. Data obtained shows male have a higher leg length measurement than female 89.42 4.42 cm, 85.14 3.40 cm p 0.05 and male step length is not differ than female 62.31 6.90 cm, 61.79 6.43 cm p 0.05 . Researcher found a significant relationship between step length and leg length in male p 0.05, r 0.414 . In contrary, female shows no correlation between the two variables p 0.05, r 0.142 . Correlation between step length and leg length was found in male, however not in female. Factors that may contributed to the results could be due to free walking speed ground and overweight. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>