Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153009 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilmi Nuril Romadhoni
"Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Salah satu yang termasuk dalam pelayanan kefarmasian adalah pengelolaan obat. Pengelolaan obat yang paling vital dalam menjamin mutu obat adalah pada proses penyimpanan. Penyimpanan obat merupakan kegiatan untuk mengamankan obat-obatan agar terhindar dari berbagai kerugian, seperti kehilangan, kerusakan fisik maupun kimia, atau penggunaan yang tidak bertanggung jawab. Proses penyimpanan obat yang tidak sesuai akan berdampak pada kesalahan pemberian obat kedaluwarsa kepada pasien. Adapun penulisan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah terkait penyebab kesalahan pemberian obat kedaluwarsa kepada pasien. Pelaksanaan tugas khusus dilakukan berdasarkan studi literatur yang berkaitan dengan kesalahan pemberian obat kedaluwarsa kepada pasien berdasarkan pendekatan root cause analysis (RCA). RCA merupakan suatu pendekatan analisis yang digunakan untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah atau peristiwa yang tidak diinginkan. Hasil penyebab kesalahan pemberian obat berdasarkan identifikasi menggunakan teknik mengapa, analisis penyimpangan, dan analisis barier adalah SOP yang tidak dijalankan dengan baik oleh petugas akibat ketipahaman. Sedangkan berdasarkan identifikasi berdasarkan fishbone analysis disebabkan karena metode yang kurang efisien yaitu berupa tidak ada pembaruan SOP dan tidak ada sistem pengendalian obat kedaluwarsa berdasarkan sistem komputer.

Pharmaceutical service is an integrated activity with the aim of identifying, preventing and solving drug problems and health -related problems. One of the things included in pharmaceutical services is drug management. The most vital drug management in guaranteeing the quality of the drug is in the storage process. Drug storage is an activity to secure drugs to avoid various losses, such as loss, physical and chemical damage, or irresponsible use. Inappropriate drug storage processes will have an impact on the error of giving expiration drugs to patients. The writing of the Pharmacist Professional Work Practice Report aims to identify problems related to the cause of errors in giving expiration drugs to patients. The implementation of special tasks is carried out based on literature studies related to errors in giving expiration drugs to patients based on the Root Cause Analysis (RCA) approach. RCA is an analysis approach used to find the root of the cause of an unwanted problem or event. The results of the cause of drug administration errors based on identification using the technique of why, irregular analysis, and barrier analysis are SOP that are not carried out properly by officers due to understanding. Whereas based on identification based on Fishbone Analysis is caused by an inefficient method in the form of no SOP update and no drug control system is expired based on a computer system."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Reforma Yunita Masri
"Pemberian informasi obat dan penyerahan obat pada pasien merupakan kegiatan paling akhir dalam tahap pengobatan pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker kepada pasien, yang biasanya telah disiapkan oleh tenaga teknis kefarmasian. Pelayanan ini dilakukan mulai dari tingkat Apotek, Puskesmas, klinik maupun Rumah sakit. Pelayanan pemberian informasi obat dan penyerahan obat yang dilakukan oleh unit kefarmasian tidak lepas dari risiko kesalahan pemberian obat pada pasien. Bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi, seperti kesalahan dalam pelayanan atau pengobatan yang dikarenakan kesalahan dalam mengidentifikasi pasien dengan benar, kesalahan dalam pemberian obat dikarenakan Look-Alike Sound-Alike, serta metode penggunaan obat yang terbukti tidak efektif. Panjangnya alur yang dilakukan saat penyiapan obat dapat mengakibatkan Insiden keselamatan pasien. Analisis risiko kesalahan pemberian obat dapat dilakukan dengan metode FMEA. Failure Mode Effect Analysis atau FMEA adalah metode perbaikan kinerja dengan cara mengidentifikasi dan mencegah adanya potensi kegagalan atau kesalahan sebelum terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Providing drug information and handing over drugs to patients is the final activity in the patient's treatment stage. The drug delivery is carried out by the pharmacist to the patient, which is usually prepared by pharmaceutical technical personnel. This service is carried out starting from the pharmacy, health center, clinic and hospital level. The service of providing drug information and drug delivery carried out by the pharmacy unit is not free from the risk of medication administration errors to patients. Types of errors that occur, such as errors in service or treatment due to errors in correctly identifying patients, errors in administering medication due to Look-Alike Sound-Alike, as well as methods of using medication that are proven to be ineffective. The long process involved in preparing medication can result in patient safety incidents. Analysis of the risk of medication administration errors can be carried out using the FMEA method. Failure Mode Effect Analysis or FMEA is a method of improving performance by identifying and preventing potential failures or errors before they occur with the aim of improving patient safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annissatul Fitria
"Pelayanan kefarmasian di Puskesmas menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti yang tercantum dalam Permenkes No. 74 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, dimana salah satu kegiatannya adalah farmasi klinis. Salah satu kegiatan dari pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan resep yang menjadi satu kesatuan dengan pengkajian resep. Lamanya waktu tunggu dalam penyerahan obat kepada pasien menjadi salah satu masalah yang sering ditemui dalam kegiatan pelayanan resep. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu pelayanan resep umum, racikan, dan lansia di Puskesmas Kecamatan Matraman, serta waktu tunggu berdasarkan setiap tahapannya. Pengambilan data dilakukan secara prospektif yang dilakukan bersamaan melalui observasi secara langsung aktivitas pelayanan resep di Apotek Puskesmas Kecamatan Matraman. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh waktu tunggu pelayanan resep obat jadi, racikan, dan lansia berturut-turut adalah 19 menit, 28 menit, dan 15 menit. Proses dengan waktu tunggu tertinggi pada pelayanan resep obat jadi dan lansia terjadi pada proses antara pencetakan resep dan penulisan etiket dengan waktu 7 menit untuk resep obat jadi dan 5 menit untuk resep lansia.  Sedangkan, waktu tunggu tertinggi pada pelayanan resep obat racikan terjadi pada proses antara penulisan etiket dengan penyiapan obat dengan lamanya waktu tunggu sebesar 15 menit.

Pharmaceutical services at the Puskesmas are inseparable from the implementation of health efforts in order to improve the quality of health services for the community as stated in Permenkes No. 74 concerning Pharmaceutical Service Standards at District Health Center, where one of the activities is clinical pharmacy. One of the activities of clinical pharmacy services is prescription service which is an integral part of prescription review. The long waiting time in drug delivery to patients is one of the problems that is often encountered in prescription service activities. The purpose of writing this report is to find out the average waiting time for general prescription services, concoctions, and the elderly at the Matraman District Health Center, as well as the waiting time based on each stage. Data collection was carried out prospectively which was carried out simultaneously through direct observation of prescription service activities at the Matraman District Health Center Pharmacy. Based on the results of observations, it was found that waiting times for ready-made, concocted, and elderly drug prescription services were 19 minutes, 28 minutes, and 15 minutes, respectively. The process with the highest waiting time for ready-made and elderly drug prescription services occurred in the process between printing prescriptions and writing labels with a time of 7 minutes for finished drug prescriptions and 5 minutes for elderly prescriptions. Meanwhile, the highest waiting time in concoction prescription services occurred in the process between writing labels and preparing drugs with a waiting time of 15 minutes."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Dharmaningsih
"Waktu tunggu pelayanan resep termasuk salah satu indikator dalam menjaga mutu pelayanan rumah sakit, waktu tunggu yang terlalu lama akan menimbulkan keluhan dari pasien yang dapat mengakibatkan penilaian negatif bagi rumah sakit. Waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan obat racikan di depo Farmasi Rawat Jalan Reguler RSPON Jakarta belum mencapai SPM yang ditetapkan dalam Kepmenkes Nomor 128 Tahun 2009 yaitu ≤30 menit untuk obat jadi dan ≤60 menit untuk obat racikan. Penelitian ini bertujuan mengurangi waktu tunggu pelayanan resep rawat jalan di depo farmasi rawat jalan reguler RSPON Jakarta dengan menggunakan pendekatan Lean Hospital. Penelitian ini menggunakan metode operational research dengan pendekatan kualitatif, pengambilan data dilakukan pada Mei-Juli 20223 di depo farmasi rawat jalan reguler, dengan jumlah sampel 25 resep obat jadi dan 5 resep obat racikan. Observasi langsung dilakukan dengan metode time motion study menggunakan lembar observasi VSM, wawancara dengan informan terpilih dan telaah dokumen.  Pada kondisi current state waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan setiap 1 resep (lead time) untuk resep obat jadi adalah 46,7 menit, dengan perbandingan aktivitas value added terhadap total waktu pelayanan 25%:75%, sedangkan lead time untuk resep racikan adalah 98,9 menit dengan perbandingan aktivitas value added terhadap total waktu pelayanan 27%:73%. Pada analisis kegiatan non value added, waste tertinggi pada kategori waste waiting dan waste overprocessing. Beberapa faktor penyebab terjadinya waste adalah inefisiensi SDM, jadwal praktek dokter yang bersamaan, belum adanya sistem pemisahan petugas pelayanan resep rawat jalan reguler dan rawat jalan eksekutif, perlunya optimalisasi e-resep, jaringan sistem informasi yang terkadang lambat di jam sibuk dan seringnya interupsi dari pasien yang bertanya di loket farmasi. Intervensi lean hospital yang dicoba untuk diterapkan adalah proses balancing, Heijunka dengan modifikasi shift petugas farmasi dan 5S. Pada kondisi future state terjadi penurunan lead time sebesar 28% untuk resep obat jadi menjadi 33,3 menit, sedangkan untuk resep racikan lead time turun sebesar 32% menjadi 67,1 menit,. Kesimpulan penelitian ini Lean Hospital merupakan metode atau tool yang dapat digunakan untuk menurunkan lead time dengan  mengurangi waste dan meningkatkan nilai tambah untuk pasien. Saran peneliti mendorong rumah sakit meneruskan sebagai langkah awal continuous improvement diiringi dengan pemenuhan kebutuhan SDM serta fasilitas pendukung.

Waiting time for prescription services is one of the indicators in maintaining the quality of hospital services, waiting times that are too long will cause complaints from patients which can result in a negative assessment of the hospital. The waiting time for ready-made and concocted drug prescription services at the Jakarta RSPON Regular Outpatient Pharmacy depot has not reached the SPM stipulated in Kepmenkes Number 128 of 2009, namely ≤30 minutes for finished drugs and ≤60 minutes for concocted drugs. This study aims to decrease the waiting time of outpatient prescription services at the regular outpatient pharmacy depots at RSPON Jakarta using Lean Hospital. This study used the operational research method with a qualitative approach, data collection was carried out in May-July 20223 at a regular outpatient pharmacy depot, a sample of 25 prescription drugs and 5 prescription drug concoctions. Direct observation was carried out using the time motion study method using VSM observation sheets, interviews with selected informants and document review. Under current state conditions, the lead time for each prescription (lead time) for finished drug prescription is 46.7 minutes, with a ratio of value added activity to total service time of 25%:75%, while the lead time for concoction recipes is 98.9 minutes with a ratio of value added activity to total service time of 27%:73%. In the analysis of non-value added activities, the highest waste is in the waste waiting and overprocessing waste. Some of the factors that cause waste are HR inefficiency, doctors' practice schedules that coincide, there is no separate system for regular outpatient prescription service officers and executive outpatient care, the need for optimizing e-prescriptions, information system networks that are sometimes slow during rush hours and frequent interruptions from patients asking questions at the pharmacy counter. The lean hospital intervention that was tried to be implemented was the balancing process, Heijunka with modifications to pharmacy staff shifts and 5S. In the future state, the lead time decreased by 28% for finished drug prescriptions to 33.3 minutes, while for mixed prescriptions the lead time decreased by 32% to 67.1 minutes. The conclusion of this study is that Lean Hospital is the right method or tool to reduce lead time by reducing waste and increasing added value for patients. The researcher's suggestion encourages the hospital to continue as the first step of continuous improvement accompanied by meeting the needs of human resources and supporting facilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febry Hadiqotul Aini
"Kegiatan pengadaan yang merupkan bagian dari pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di puskesmas merupakan salah satu hal yang krusial karena berhubungan dengan perealisasian perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis pakai di puskesmas. Adapun, pengadaan di puskesmas dapat dilakukan dengan permintaan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota maupun secara mandiri dengan pembelian. Pengadaan berdasarkan katalog elektronik dapat dilakukan melalui e-Purchasing dan secara manual. E-katalog dinilai dapat meningkatkan efisiensi pengadaan obat, namun pada prakteknya masih mengalami hambatan. Pada saat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas Matraman, dilakukan analisa terkait efektifitas pengadaan obat secara E-katalog di Puskesmas dan diketahui bahwa pengadaan obat melalui E-katalog masih belum berjalan secara efektif.

Activities related to the acquisition of pharmaceuticals, medical equipment, and disposable medical materials play a crucial role in managing stock at community health centers, directly impacting the implementation of resource planning at these facilities. Procuring necessary supplies at community health centers can be facilitated through requests or independently through direct purchasing. Procurement can be executed via e-Purchasing or manual methods. Despite expectations that e-Catalogs would improve the efficiency of drug procurement, practical challenges persist. As part of Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) at Puskesmas Matraman, an analysis was conducted on the effectiveness of drug procurement via e-Catalogs, revealing that e-Catalog-based procurement has not yet been effectively implemented.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ramadhanti
"Syok anafilaktik, preeklampsia berat, dan perdarahan pascapersalinan merupakan contoh kasus kegawatdaruratan dimana keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang menjadi kontak pertama dengan masyarakat. Oleh karena itu, pentingnya untuk menyusun sebuah panduan sebagai gambaran dalam menegakkan diagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat kepada para tenaga kesehatan yang diharapkan dapat mengurangi kejadian kegawatdaruratan. Penyusunan panduan dilakukan dengan cara penelusuran literatur kemudian menyaring informasi yang terpercaya dan menyusunnya dengan baik. Sehingga dihasilkan tiga sebuah panduan dalam penanganan syok anafilaktik, preeklampsia berat, dan perdarahan pascapersalinan yang masing-masing memuat informasi tentang penegakkan diagnosis, tanda dan gejala, tatalaksana terapi, dan juga upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Panduan ini diharapkan dapat meningkatkan kolaborasi dalam menjalankan peran puskesmas promotif dan preventif.

Anaphylactic shock, severe preeclampsia, and postpartum hemorrhage are examples of emergency cases where the patient's clinical condition requires immediate medical action to save life and prevent disability. Subdistrict Health Center (Puskesmas) is a primary health care facility that is the first contact with the community. Therefore, it is important to develop a guide as an illustration in making a diagnosis and providing appropriate treatment to health workers which is expected to reduce the incidence of emergencies. The preparation of the guide was carried out by searching the literature, then filtering reliable information and compiling it well. As a result, three guidelines were produced for treating anaphylactic shock, severe preeclampsia, and postpartum hemorrhage, each of which contains information about making a diagnosis, signs and symptoms, therapeutic management, and also preventive measures that can be taken. It is hoped that this guide can increase collaboration in carrying out the promotive and preventive role of community health centers.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Juli Astuti
"Pemerintah bertugas untuk mengatur penyelenggaraan upaya kesehatan di seluruh wilayah Indonesia secara merata, terjangkau dan bermutu dalam rangka mewujudkan pembangunan kesehatan agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Salah satu provinsi di Indonesia yang menerapkan sistem otonomi daerah adalah Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan bagian dari struktur organisasi Dinas Kesehatan pada tingkat kota administrasi di Provinsi DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi dalam mengelola bidang kesehatan yang terdiri dari lima seksi, yaitu sub bagian tata usaha, seksi kesehatan masyarakat, seksi pelayanan kesehatan, seksi sumber daya kesehatan dan seksi pengendalian masalah. Sumber Daya Kesehatan memiliki tiga bagian, yaitu Tenaga Kesehatan, Standarisasi Mutu Kesehatan, dan Farmasi Makanan dan Minuman. Bagian Farmasi Makanan dan Minuman merupakan salah satu sarana bagi apoteker dalam menjalankan tugas profesinya di pemerintahan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218, Jakarta Timur Periode 19-30 Agustus 2013 untuk memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat calon apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.

Government responsible for managing the implementation of health activities in all parts of Indonesia are equitable, affordable and quality health care in order to realize development that aims to manifest optimal health status. One of the provinces in Indonesia to implement regional autonomy system is Jakarta Province. Sub-Department of Health is part of the organizational structure of the Department of Health at the municipal level of administration in the province of Jakarta. Sub-Department of Health is an extension of the Provincial Health Office in managing the health sector which consists of five sections, namely sub-section administration, public health, health services, health resources and control problems section. Health resources has three parts, namely part medicals, quality health standards and pharmaceutical food and beverage section. Pharmaceutical food and beverage section is one of the means for the pharmacist profession in performing their duties in the administration. Pharmacist Internship Program (PKPA) in Sub-Department of Health East Jakarta at Jl . Matraman Raya No. 218, East Jakarta time period August 19th - 30th 2013, to provide supplies, knowledge, understanding and a brief overview of the role of pharmacists candidate in Sub-Department of Health.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Nadia Nurrahmah
"Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efektif dan efisien. Perencanaan obat dengan metode kombinasi analisis ABC-VEN. Analisis ABC atau Pareto adalah suatu analisis yang dapat digunakan dalam menganalisis pola konsumsi perbekalan farmasi dimana dengan kelompok A 80%, kelompok B 15%, dan kelompok C 5% dari keseluruhan dana, sementara analisis VEN untuk menetapkan prioritas pembelian obat dalam kelompok obat vital (V), essensial (E) dan non essensial (N). Pengadaan dilakukan dengan melakukan pemesanan melalui E-catalogue atau pemesanan langsung melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF).

The management of drugs and health supplies in Puskesmas aims to ensure the availability and affordability of effective and efficient drug services. Drug planning by the combined method of ABC-VEN analysis. ABC or Pareto analysis is an analysis that can be used in analyzing consumption patterns of pharmaceutical supplies where group A is 80%, group B is 15%, and group C is 5% of the total funds, while VEN analysis is to determine drug purchase priorities in vital (V), essential (E) and non-essential (N) drug groups. Procurement is carried out by placing orders through E-catalogue or direct orders through Pharmaceutical Wholesalers (PBF)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Asnah Nurjannah
"Puskesmas adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi salah satu pilihan terdekat untuk mendapatkan layanan kesehatan. Puskesmas Kecamatan Kalideres memiliki beberapa pelayanan kesehatan, salah satunya adalah Poli Penyakit Tidak Menular (PTM). Pasien penyakit tidak menular pada umumnya memerlukan pengendalian kondisi yang lama atau pengobatan jangka panjang serta umumnya mendapatkan lebih dari satu macam obat. Kondisi ini menyebabkan pasien rentan mengalami Drug Related Problem (DRPs). Unit farmasi puskesmas bertanggung jawab terhadap pelayanan farmasi kepada pasien untuk memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi pada lima pasien rawat jalan Poli PTM Puskemas Kalideres bulan Mei 2023 untuk mengetahui jenis dan angka kejadian DRP. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan penilaian DRPs dilakukan berdasarkan klasifikasi Hepler-Strand. Dari hasil kajian, jenis kejadian DRPs yang ditemukan meliputi dosis subterapetik (2), dosis berlebih (1), dan interaksi obat bersifat major (6).

Distrct health center is a first level health facility which is one of the closest options for getting health services. The Kalideres District Health Center has several health services, one of which is the Non-Communicable Diseases polyclinic. Patients with non-communicable diseases generally require long-term condition control or long-term treatment and generally receive more than one type of medication. This condition makes patients vulnerable to experiencing Drug Related Problems (DRPs). The pharmacy unit in district health center is responsible for providing pharmaceutical services to patients to maximize efficacy and minimize side effects. In this study, five outpatient with non-communicable diseases were identified at the Kalideres District Health Center in May 2023 to determine the type and incidence of DRP. Data collection was carried out retrospectively and DRPs assessment was carried out based on the Hepler-Strand classification. From the results of the study, the types of DRPs found included subtherapeutic doses (2), overdoses (1), and major drug interactions (6).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah
"Pemerintah DKI Jakarta mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota Administrasi yang berada di DKI Jakarta. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI untuk mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian. Apoteker sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan memiliki peran dan fungsi yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal 17-28 Juni 2013 dengan tujuan untuk memberikan gambaran dan pengalaman mengenai peran profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk mengetahui alur pengelolaan obat, mendata dokumentasi pelayanan informasi obat dan konseling serta memonitor penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Makasar.

The Jakarta administration established the Sub-Department of Health in each Municipality located in Jakarta. East Jakarta Health Sub-Department is an extension of the Jakarta Provincial Health Office to facilitate the duties and responsibilities in the implementation of the guidance, supervision, and control of the activities of the organization of individual health, reference, special, traditional, as well as expertise in this health center which includes in it. Pharmacists as a human resources role in health care has a role and a function relating to knowledge, understanding, and application licensing, as well as coaching, supervision, and control of health care, including health facilities and personnel. Pharmacists Internship Program (PIP) held on June 17th to 28th, 2013 at East Jakarta Health Sub-Department with the aim to provide an overview of the role and experience of the pharmacist profession in the Sub-Department of Health. While the purpose of the special task is to determine the flow of medication management, record documentation of drug information and counseling services and monitoring the rational use of drugs in Public Health Center at District of Makasar.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>