Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185013 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kyana Salapani Sangadi
"Durasi screen time tinggi merupakan salah satu faktor risiko munculnya masalah perilaku pada anak usia prasekolah. Aspek yang bisa menjadi faktor protektif terhadap dampak buruk dari media adalah parental mediation. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara screen time dan masalah perilaku pada anak usia prasekolah yang dimoderasi oleh parental mediation. Partisipan merupakan 663 orang tua anak usia prasekolah yang memenuhi kriteria. Hasil menunjukkan adanya efek positif dan signifikan antara screen time dan masalah perilaku (r = 0.128, p < 0.01). Efek negatif dan signifikan ditemukan antara parental mediation terhadap masalah perilaku (r = , p < 0.01). Dimensi dari parental mediation yaitu, supervision (r = -0.25, p <0.01), activerestrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), dan technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) juga memiliki hubungan yang signifikan dengan masalah perilaku. Namun, dimensi couse tidak memiliki efek signifikan terhadap masalah perilaku ( r = - 0.02, p > 0.05). Selanjutnya, parental mediation secara keseluruhan dan dimensinya tidak memoderasi secara signifikan hubungan antara durasi screen time dan masalah perilaku (p > 0.05). Penemuan dari riset ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan panduan durasi screen time dan pengembangan strategi untuk memitigasi efek negatif dari screen time.

High screen time duration can be considered as a risk factor for the emergence of problem behaviors in preschool-aged children. One aspect that may serve as a protective factor against the negative effects of scree time is parental mediation. The aim of this research is to examine the moderating effect of parental mediation on screen time and behavior problems will also be studied in this study. Based on the results of this study, it was found that there was a positive and significant effect between screen time and behavioral problems (r = 0.128, p < 0.01). Furthermore, a negative and significant effect was found between parental mediation and problem behavior (r = -0.18, p < 0.01). Different dimensions of parental mediaiton such as supervision (r = -0.25, p <0.01), active- restrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) was also found to correlate negatively with problem behavior. However, co-use did not have a significant effect on behavior problems (r = -0.18, p < 0.01). There was also no significant moderating effect of parental mediation and its dimensions on the relationship between screen time and behavior problems (p > 0.05). The findings of this research can considered for creating guidelines regarding screen time duration as well as developing strategies to mitigate the negative effects of screen time."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Athina
"Media digital menjadi bagian dalam kehidupan saat ini dan mempengaruhi hubungan antara orang tua dan anak. Durasi screen time berlebih berpotensi memunculkan masalah perilaku pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara screen time dan masalah perilaku pada anak berusia 4-6 tahun, serta memeriksa peran moderasi parental stress dalam hubungan ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik cross-sectional. Partisipan penelitian adalah 663 orang tua yang memiliki anak berusia 4-6 tahun yang mengisi serangkaian kuesioner melalui google form. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mencakup, durasiscreen time anak diukur menggunakan instrumen untuk mengukur durasi screen time, masalah perilaku, dan stres pengasuhan. Melalui uji statistik moderasi menggunakan PROCESS Hayes, ditemukan bahwa parental stress tidak memoderasi hubungan durasi screen time dan masalah perilaku. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa durasi screen time dan parental stress memiliki hubungan yang positif terhadap masalah perilaku. Di sisi lain, parental stress tidak memiliki hubungan dalam meningkatkan durasi screen time anak. Penelitian ini menegaskan kembali pentingnya mengelola durasi screen time anak dan memperhatikan faktor pengasuhan seperti durasi parental stress dalam menangani masalah perilaku pada anak.

Digital media has become an integral part of contemporary life, influencing the parent-child relationship. Excessive screen time has the potential to give rise to behavioral problems in children. This study aims to explore the relationship between screen time and behavioral problems in children aged 4-6 years, as well as to examine the moderating role of parental stress in this relationship. Employing a quantitative research method with a cross-sectional design, the study involved 663 parents of children aged 4-6 years who completed a series of questionnaires via Google Forms. The research instruments utilized instruments to measure children's duration of screen time, behavioral problems, and parental stress. Through moderation statistical tests using PROCESS Hayes, it was found that parental stress did not moderate the relationship between screen time and behavioral problems. The results also indicated a positive relationship between screen time and parental stress with behavioral problems. Conversely, parental stress did not have a significant association with increasing children's screen time. This study reaffirms the importance of managing children's screen time and considering parenting factors such as parental stress in addressing behavioral problems in children."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Apriliana
"Aktivitas screen time merupakan fenomena yang masih sering ditemukan pada anak usia sekolah saat ini. Akibatnya, anak terpapar layar melebihi durasi yang direkomendasikan, yang berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan durasi screen time dengan perilaku makan anak. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel terdiri dari 341 anak sekolah yang sesuai dengan kriteria inklusi dan dipilih menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen SCREENS-Q untuk mengukur screen time dan Child Eating Behaviour Questionnaire (CEBQ) untuk mengukur perilaku makan. Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara durasi screen time dengan perilaku makan (p value< 0,05). Peneliti merekomendasikan adanya kerja sama antara pihak tenaga kesehatan dengan orang tua untuk melakukan sosialisasi mengenai penggunaan screen time yang sesuai dan perilaku makan yang baik untuk mengoptimalkan perkembangan anak usia sekolah.

Screen time activity is a phenomenon that is still often found in school-age children today. As a result, children are exposed to screens beyond the recommended duration, which hurts growth and development. This study aims to identify the relationship between screen time duration and children's eating behavior. This study used a cross-sectional design. The sample size consisted of 341 School-Aged Children who met the inclusion criteria through the cluster random sampling method. SCREENS-Q instrument to measure screen time and the Child Eating Behavior Questionnaire (CEBQ) to measure eating behavior. The results of the study analyzed by the chi-square test showed a significant relationship between screen time duration and eating behavior (p-value< 0.05). Researchers recommend that there be cooperation between health workers and parents to socialize the use of appropriate screen time and good eating behavior to optimize the development of school-age children. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Ahmad Abdillah Putra Carensa
"xLatar belakang: Kejadian leukemia akut sebagai kanker tersering pada anak terus meningkat setiap tahun menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi akibat penyakit. Umumnya, leukemia akut menyerang anak berusia <15 tahun dan remaja. Terapi definitif (kemoterapi) yang lama dan tidak menyenangkan berisiko dalam mengembangkan gangguan emosi dan perilaku pada anak. Di lain sisi, kehidupan pascapandemi juga turut meningkatkan penggunaan gawai pada kaum remaja yang turut berperan dalam terjadinya gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku pada remaja leukemia. Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang yang dilakukan di Poli Hematoonkologi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2022. Penelitian ini menggunakan instrumen data screen-time dan kuesioner PSC-17. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan aplikasi SPSS versi 24. Hasil: Jumlah remaja leukemia di RSCM 23 orang, tersebar merata secara usia, didominasi anak laki-laki (13/23), jenis leukemia LLA (22/23), tingkat pendidikan anak SD (12/23), tingkat pendidikan ayah dan ibu menengah (11/23; 9/23), pendapatan keluarga < UMP DKI Jakarta (10/23), dan seluruhnya mendapat dukungan emosional keluarga. Nilai median usia dan durasi sakit (bulan) adalah 12,94 (10,05-17,18) tahun dan 16 (0,83-96) bulan. Tingkat screen-time sebagian besar >2 jam/hari (22/23) dengan penggunaan terlama >6 jam/hari (12/23) dan rerata 6.5 ± 3,25 jam/hari, serta digunakan untuk hiburan. Gangguan Emosi dan Perilaku terjadi pada 2/23 orang yaitu gangguan internalisasi (1) dan gangguan eksternalisasi (1). Hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku tidak dapat disimpulkan. Kesimpulan: Tingkat screen-time yang tinggi pada remaja leukemia perlu diedukasi kepada orangtua dan remaja, serta 2 orang pasien dengan gangguan emosi dan perilaku perlu diperiksa lebih lanjut.

Background: The incidence of acute leukemia, the most common cancer in children, continues to increase yearly, becoming the highest cause of morbidity and mortality due to disease. Generally, acute leukemia attacks children aged <15 years and adolescents. Long and unpleasant definitive therapy (chemotherapy) is at risk of developing emotional and behavioral disorders in children. On the other hand, post-pandemic life has also increased the use of gadgets among adolescents, contributing to emotional and behavioral disorders. This study aims to determine the relationship between screen time and emotional and behavioural disorders in leukaemic adolescents. Methods: The design of this study was a cross-sectional study conducted at the Children's Hematooncology Polyclinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in November 2022. This study used screen-time data instruments and the PSC-17 questionnaire. The analysis was carried out univariate and bivariate using the SPSS version 24 application. Results: The number of leukemia adolescents in RSCM was 23 people, evenly distributed by age, dominated by boys (13/23), type of leukemia ALL (22/23), education level of children SD (12/23), middle education level of father and mother (11/23; 9/23), family income < UMP DKI Jakarta (10/23), and all of them received family emotional support. The median values for age and illness duration (months) were 12.94 (10.05-17.18) and 16 (0.83-96). The screen-time level is mostly >2 hours/day (22/23), with the most frequent use being >6 hours/day (12/23) and an average of 6.5 ± 3.25 hours/day, and it is used for entertainment. Emotional and behavioral disorders occur in 2/23 people, namely internalization disorders (1) and externalization disorders (1). The relationship between screen time and emotional and behavioral disorders is inconclusive. Conclusion: The high level of screen time in adolescents with leukemia needs to be educated to parents and adolescents, and two patients with emotional and behavioral disorders need to be examined further."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Fina Melinda
"Usia prasekolah merupakan usia emas dalam pembentukan perilaku prososial anak dan menentukan perilaku prososial di usia perkembangan berikutnya. Berbagai metode perlu digali untuk memaksimalkan perilaku prososial, salah satunya dengan metode permainan imajinatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara permainan imajinatif dan perilaku prososial dengan kontrol inhibisi sebagai moderator. Alat ukur yang digunakan berupa Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dimensi Perilaku Prososial, Child Imagination Questionnaire (CIQ), dan Tugas Kepala-Pundak-Lutut-Kaki. Partisipan merupakan anak prasekolah berusia 3-6 tahun (N=75). Orang tua dan guru anak juga dilibatkan untuk mengadministrasikan data. Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil antara penilaian guru dengan orang tua. Pada penilaian guru, ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara permainan imajinatif dengan perilaku prososial. Kontrol inhibisi juga ditemukan dapat memoderasi hubungan permainan imajinatif dengan perilaku prososial. Sementara, pada data orang tua tidak terdapat hubungan antara ketiga variabel. Begitu juga dengan kontrol inhibisi yang tidak dapat memoderasi hubungan antara permainan imajinatif dengan perilaku prososial. Perbedaan hasil ini dijelaskan lebih lanjut di dalam naskah.

Preschool age is a crucial period to foster children's prosocial behavior using imaginative play. This study aims to determine the relationship between imaginative play and prosocial behavior, with inhibitory control as a moderator. The instruments used were the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dimensions of prosocial behavior, the Child Imagination Questionnaire, and Head-Shoulders-Knees-Feet Play. Participants were preschool children aged 3-6 years (N = 75). Parents and teachers of children are also involved in administering the data. The results showed that there were differences in the assessment results between teachers and parents. The teachers' assessment result shows a significant relationship between imaginative play and prosocial behavior, and inhibitory control can moderate the relationship between imaginative play and prosocial behavior. However, the correlation among the three variables was found to be non-significant in the parents’ assessment. Inhibitory control also cannot moderate the relationship between imaginative play and prosocial behavior. The different results between teachers' and parents' assessments are analyzed further for possible explanations."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Ershanda Nadhira Syifarini
"Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu perkembangan yang terjadi pada anak usia pra sekolah yang dapat dipengaruhi oleh penggunaan media elektronik. Penggunaan media elektronik dalam jangka panjang dan tanpa pengawasan orang tua menyebabkan meningkatnya screen time pada anak dan dapat menyebabkan gangguan perilaku emosional. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan screen time dengan perkembangan sosial emosional anak usia pra sekolah di Depok. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling melibatkan 216 responden (ibu) dari anak pra sekolah yang berasal dari 3 TK di Depok yang terpilih. Instrumen diukur dengan Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) dan kuesioner screen time. Hasil utama penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara screen time dengan perkembangan sosial emosional anak usia pra sekolah di Depok (p value = <0,001). Penelitian ini merekomendasikan pembatasan penggunaan screen time pada anak usia pra sekolah. Selain itu perlu adanya edukasi baik dari sekolah maupun mahasiswa keperawatan terkait faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak, yaitu screen time.

Social emotional development is one of the developments that occur in pre-school children, which can be influenced by using electronic media. The use of electronic media in the long term and without parental supervision leads to increased screen time in children and can have an impact on their social emotional development such as emotional behavior disorders. Therefore, the purpose of this study is to identify the relationship between screen time and the social emotional development of pre-school children in Depok. This research used a cross-sectional design and cluster random sampling technique involving 216 respondents (mothers) of pre-school children from 3 selected kindergartens in Depok. Social emotional problems were measured with the Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) and screen time questionnaire. The main result showed an association between screen time and social emotional development of pre-school children in Depok (p value = <0.001). According to the results of this study, it is necessary to limit the use of screen time in pre-school children according to existing recommendations, in addition to the need for education both from schools and nursing students related to factors that can affect children's social emotional development, especially screen time."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Putri Anandiva
"Regulasi diri merupakan keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh anak usia prasekolah. Walaupun sejumlah penelitian membuktikan bahwa regulasi diri anak dapat diprediksi oleh parenting self-efficacy melalui peran mediasi oleh faktor-faktor yang melekat pada orang tua, namun apakah hubungan keduanya diperantarai oleh faktor-faktor yang dimiliki anak masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran salah satu faktor kognitif anak, yaitu executive function, sebagai mediator hubungan antara parenting self-efficacy dan regulasi diri anak. Sebanyak 441 orangtua yang memiliki anak usia 48 hingga 72 bulan tanpa riwayat masalah perkembangan maupun psikologis mengikuti penelitian ini. Adapun alat ukur yang digunakan, yaitu Me as a Parent (MaaP) untuk mengukur parenting self-efficacy, Childhood Executive Functioning Inventory (CHEXI) untuk mengukur masalah executive function anak yang dipersepsikan orangtua, dan Self-Regulation Questionnaire (SRQ) untuk mengukur regulasi diri anak yang juga dipersepsikan oleh orangtua. Analisis PROCESS Hayes menunjukkan hasil bahwa executive function anak secara partial memediasi hubungan antara parenting self-efficacy dan regulasi diri anak usia 48 hingga 72 bulan. Hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa upaya untuk meningkatkan parenting self-efficacy dan executive function anak penting untuk dilakukan agar regulasi diri anak dapat berkembang secara optimal.

Self-regulation is an important skill for preschoolers to have. Although a number of studies have proven that children's self-regulation can be predicted by parenting self-efficacy through the mediation role of factors attached to parents, whether the relationship between the two is mediated by factors owned by children is still unknown. This study aims to look at the role of one of the children's cognitive factors, namely executive function, as a mediator of the relationship between parenting self-efficacy and children's self-regulation. A total of 441 parents of children aged 48 to 72 months without a history of developmental or psychological problems participated in this study. The measurement tools used are Me as a Parent (MaaP) to measure parenting self-efficacy, the Childhood Executive Functioning Inventory (CHEXI) to measure children's executive function problems perceived by parents, and the Self-Regulation Questionnaire (SRQ) to measure self-regulation. children who are also perceived by parents. Hayes' PROCESS analysis showed that children's executive function partially mediates the relationship between parenting self-efficacy and self-regulation in children aged 48 to 72 months. The results of this study imply that efforts to increase parenting self-efficacy and executive function of children are important so that children's self-regulation can develop optimally."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahmawati
"ABSTRAK
Gangguan mental pada anak-anak dan remaja berkontribusi dalam beban penyakit dunia karena dampak yang ditimbulkan mencakup aspek yang luas. Di Indonesia, gangguan mental usia 15 tahun ke atas cukup tinggi dengan proporsi terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT . Komunikasi orang tua-anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi emosi dan perilaku anak, terutama pada anak usia 3-6 tahun ketika dimulainya perkembangan kemampuan sosial pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan emosi dan perilaku pada anak usia 3-6 tahun di Provinsi NTT dan hubungannya dengan frekuensi komunikasi orang tua-anak. Desain potong lintang analitik dilakukan terhadap 328 sampel anak usia 36-83 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 49,7 subjek mengalami gangguan emosi dan perilaku. Pada hampir setengah jumlah subjek jarang atau tidak pernah terjadi komunikasi orang tua-anak 44,2 . Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapatkan hubungan tidak bermakna antara frekuensi komunikasi orang tua-anak dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak p=0,272 . Selain itu, didapatkan hasil yang tidak bermakna antara karakteristik subjek lainnya, yaitu faktor jenis kelamin p=0,505 , gangguan perkembangan p=0,956 , jumlah anak dalam keluarga p=0,244 , dan status ekonomi keluarga p=0,707 . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi komunikasi orang tua-anak tidak berhubungan secara bermakna dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak.

ABSTRACT
Children rsquo s and adolescents rsquo mental disorder attributes to global burden of disease due to its wide impacts. In Indonesia, mental disorder of people aged 15 years old or more is high and Nusa Tenggara Timur NTT has the highest proportion. Parent child communication is one of many factors that influences the development of children rsquo s emotion and behavior, especially when they are 3 6 years old, the time whose social abilities is developing. This research aims to assess the emotional and behavioral disorder of 3 6 years old children in NTT and its association with parent child communication frequency. This analytical cross sectional study is used to 328 subjects of 3 6 years old children. The result shows that 49.7 subjects had emotional and behavioral disorder. Nearly half of the subjects had infrequently parent child communication 44.2 . Bivariate analysis using chi square test shows a nonsignificant association between parent child communication and children rsquo s emotional and behavioral disorder p 0.272 . In addition, there are nonsignificant association with other characteristics of the subjects gender p 0.505 , developmental delay p 0.956 , number of children in the family p 0.244 , and family rsquo s economic status p 0.707 . In conclusion, parent child communication frequency has nonsignificant association with emotional and behavioral disorder among 3 6 years old children in NTT."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Dwi Fathan
"Latar Belakang Kesiapan bersekolah merupakan hal yang sangat penting karena berpengaruh positif terhadap kemampuan anak untuk lulus dari sekolah dasar. Salah satu faktor yang memengaruhi kesiapan bersekolah adalah Screen Time. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara Screen Time dan kesiapan bersekolah menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara peningkatan Screen Time dan kesiapan bersekolah anak. Akan tetapi, penelitian-penelitian sebelumnya belum pernah diadakan di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini betujuan untuk menentukan hubungan antara Screen Time dan kesiapan bersekolah pada anak usia prasekolah. Metode Desain penelitian cross-sectional digunakan pada anak usia prasekolah di TK Negeri Menteng 01 dan TK Negeri Cilacap untuk mencari hubungan antara kedua variable. Penelitian dilakukan dengan membandingkan jumlah Screen Time subjek per hari menggunakan kuesioner SmallQ (Surveillance of digital media habits in early childhood questionnaire) dengan hasil pemeriksaan kesiapan bersekolah anak menggunakan kuesioner Brigance Early Childhood Screens III untuk anak 3-5 tahun. Hasil Dari 69 subjek pada penelitian ini, 16 subjek berusia empat tahun (23,18%) dan 53 subjek berusia lima tahun (76,81%) yang mana 33 orang subjek berkelamin laki-laki (47,82%) dan orang subjek 36 berkelamin perempuan (52,17%) yang mayoritas di antaranya memiliki orang tua dengan pendidikan terakhir SMA (50,84%) dan S1 (30,5%). Pengukuran menggunakan instrumen menunjukkan bahwa 37 dari 69 subjek memiliki Screen Time yang lebih (53,62%) dan 19 dari 69 subjek belum siap bersekolah (27,53%). Hasil analisis antara Screen Time terhadap kesiapan bersekolah tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistic (p=0,328). Kesimpulan Screen Time tidak berhubungan langsung dengan kesiapan bersekolah pada anak usia prasekolah karena masih terdapat banyak faktor lainnya yang turut berperan dalam kesiapan bersekolah.

Introduction School readiness is very important due to its positive influence on the ability of children to graduate from elementary school. One of the factors that affect school readiness is screen time. Previous studies that correlate screen time and school readiness show an association between the two of them. However, there have yet to be any studies on the same topic in Indonesia. Therefore, this study aims to determine the relation between screen time and school readiness in preschool-aged children. Method A cross-sectional research design was used for preschool children at TK Negeri Menteng 01 dan TK Negeri Cilacap to find the relationship between the two variables. The research was conducted by comparing the number of subjects' screen time per day using the SmallQ questionnaire (Surveillance of digital media habits in early childhood questionnaire) with the results of children's school readiness examination using the Brigance Early Childhood Screens III questionnaire for children with the age of 3-5 years old. Results The 69 subjects in this study consisted of 16 subjects aged four years (23.18%) and 53 subjects aged five years (76.81%) of which 33 subjects were male (47.82%) and 36 subjects were male. women (52.17%) the majority of whom have parents with a high school education (50.84%) and bachelor's degree (30.5%). By using the instruments, it was found that 37 of 69 subjects had more screen time (53.62%) and 19 of 69 subjects were not ready for school (27.53%). The results of the analysis between Screen Time and school readiness did not show a statistically significant relationship (p=0.328). Conclusion Screen time is not directly related to school readiness in preschool children because there are many other factors that play a role in school readiness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathul Gani Santoso
"Latar belakang: Pandemi COVID-19 menyebabkan anak tetap tinggal di rumah untuk menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hal ini dapat berdampak kepada peningkatan paparan screen time anak yang melebihi anjuran. Lebih lanjut hal ini dapat berpotensi terjadinya gangguan tidur. Pada anak dengan thalassemia, yang memiliki beberapa penyulit, dapat semakin meningkatkan risiko gangguan tidur tersebut sehingga akan berdampak terhadap tumbuh kembang anak. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan instrumen Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) versi Bahasa Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling pada orang tua pasien thalassemia yang berada di Poli Hematologi dan Ruang Transfusi RSCM Kiara. Hasil: Dari 93 data yang diperoleh, sebanyak 85 data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang kemudian dianalisis. Subjek didominasi oleh kelompok usia sekolah dengan rentang usia 6-15 tahun (51,2%) dan berjenis kelamin laki-laki (57,6%). Sebanyak 57 dari 85 subjek memiliki tingkat screen time yang tinggi. Dengan menggunakan kuesioner SDSC didapatkan juga 50 dari 85 subjek mengalami gangguan tidur dengan hiperhidrosis saat tidur menjadi faktor gangguan tidur terbanyak (26%). Terdapat hubungan bermakna antara screen time dan gangguan tidur (p=0,01). Pasien anak thalassemia dengan screen time tinggi (lebih dari 120 menit) memiliki peluang untuk mengalami gangguan tidur 3,35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien thalassemia yang tidak memiliki screen time tinggi (OR = 3,35 dan CI 95% = 1,31-8,59). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara screen time dan gangguan tidur pada pasien thalassemia sehingga perlu dilakukan edukasi dan pembatasan screen time.

Introduction: The COVID-19 pandemic has caused children to stay at home and undergo distance learning. This situation can have an impact on increasing exposure to child screen time exceeding the recommendation. Furthermore, it can potentially lead to sleep disturbances. Especially for children with thalassemia, having complications, be able to increase the risk of these sleep disturbances that will increasingly impact the child's development. Method: This study used a cross-sectional design using instruments Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) Indonesian version. Subject selection is done by consecutive sampling in parents of thalassemia patients in the Hematology Poly and Transfusion Room of RSCM Kiara. Result: Of the 93 data obtained, 85 data met the inclusion and exclusion criteria which were then analyzed. Subjects were dominated by the school age group with an age range of 6-15 years (51.2%) and were male (57.6%). As many as 57 out of 85 subjects have level screen time tall one. Using the SDSC questionnaire, it was also found that 50 out of 85 subjects experienced sleep disturbances with hyperhidrosis during sleep being the most common sleep disturbance factor (26%). There was a significant relationship between screen time and sleep disturbance (p=0.01). Thalassemia pediatric patients with high screen time (more than 120 minutes) had a 3.35 times higher chance of experiencing sleep disturbances compared to thalassemia patients who did not have high screen time (OR = 3.35 and 95% CI = 1.31- 8,59). Conclusion: In conclusion, this study recommends education and screen time restriction be needed for children with thalassemia to reduce the chance of sleep disturbances."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>