Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Rahma
"Makalah ini merefleksikan pengalaman saya dalam mendapatkan stereotip dan perlakuan diskriminatif di tempat kerja. Sebagai admin probation perempuan, saya seringkali dibebankan pekerjaan tambahan yang berfokus pada pekerjaan domestik seperti merapikan meja, menyapu dan mengepel ruangan, membuatkan kopi, menimbang sampah, mengisi token listrik, dan pekerjaan lain yang sejenis di luar dari pekerjaan utama. Sejalan dengan pernyataan Heilman (2012) bahwa stereotip gender memiliki dua atribut yaitu stereotip deskriptif (seperti apa) dan stereotip preskriptif (bagaimana seharusnya). Perempuan sering dikaitkan dengan pekerjaan bertipe feminin yang pasif dan subordinat. Hal tersebut saya rasakan selama proses probation yakni sering dipandang lemah secara fisik, dilihat sebagai pribadi yang cengeng secara emosional, mempunyai sikap yang ribet, diekspektasikan untuk selalu rapi dan teratur serta dianggap mudah diperintah karena kedudukannya diposisikan di bawah laki-laki. Stereotip yang kuat tersebut menuntun pada berbagai perlakuan diskriminatif, hingga pelecehan seksual baik verbal maupun nonverbal. Pengalaman kerja ini menjadi catatan penting bahwa stereotip gender telah membentuk tipe-tipe pekerjaan berdasarkan gender serta berpengaruh secara signifikan dalam menentukan perlakuan aktor lain (pemilik perusahaan, karyawan lain, dan pelanggan) terhadap pekerja perempuan.

This paper reflects on my personal experience with stereotypes and discriminatory treatments in the workplace. As a female probationary administrator, I frequently faced additional tasks that focuses on domestic core such as tidying tables, sweeping and mopping the room, making coffee, weighing garbage, input electricity tokens, and other similar duties outside of my primary responsibilities. Consistent with Heilman’s (2012) assertion that gender stereotypes comprise two attributes—descriptive stereotypes (are like) and prescriptive stereotypes (should be like). Women are often associated with passive and subordinate feminine tasks. During my probationary period, I often felt perceived as physically weak, emotionally fragile, overly meticulous, expected to be orderly and neat, and easily directed due to being positioned hierarchically below male colleagues. These pervasive stereotypes led to various forms of discriminatory treatment, including both verbal and non-verbal sexual harassment. This work experience highlights the significant impact of gender stereotypes in shaping gender-typed work and influencing the treatment of female workers by other actors (owner, other employees, and customers) in the workplace"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Azzahra Firnanda
"Tindakan racial profiling terhadap orang Afrika-Amerika di bawah ketidaksetaraan sistemik mendorong dunia hiburan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah ini. Media, seperti film, telah menjadi instrumen terpenting dalam menyikapi isu-isu sosial, terutama isu-isu rasial. Untuk menyoroti peran media dalam hal tersebut, artikel ini menganalisis racial profiling dalam serial televisi Netflix When They See Us (2019) yang disutradarai oleh Ava DuVernay. Dengan menggunakan pendekatan analisis sinematik dan kerangka teori rasisme sistemik sebagai dasar penelitian, artikel ini mengkaji aspek sinematik yang menonjol dari serial tersebut mengenai representasi kehidupan pemuda kulit hitam di balik kasus kejahatan yang diduga dilakukan oleh “The Exonerated Five” di New York pada tahun 1989. Terkait dengan hal tersebut, penelitian ini merujuk pada argumen bahwa When They See Us (2019) menciptakan dampak yang signifikan terhadap masyarakat mengenai racial profiling di bawah ketidaksetaraan sistemik di Amerika Serikat melalui pendekatan sinematik yang berfokus pada representasi kebrutalan polisi dan stereotip media terhadap orang Afrika- Amerika.

The act of racial profiling towards African-Americans under systemic inequality prompts the entertainment world to raise awareness concerning the issue. The media, such as film, has been the most important instrument in addressing social issues, especially racial issues. To highlight the role of the media, this article analyzes racial profiling in the Netflix television series When They See Us (2019) directed by Ava DuV ernay. Using cinematic analysis approach and systemic racism framework as the bases of the research, this article examines the prominent cinematic aspects of the series regarding the representation of the lives of the Black youths behind the case of the crime allegedly committed by “The Exonerated Five” in New York in 1989. With that in mind, I argue that When They See Us (2019) creates a significant impact regarding racial profiling under systemic inequality through cinematic lens by using representations of police brutality and media stereotype towards African-Americans."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prianka Alya Emirpraja
"This study aims to examine how Modern Family sitcoms represent stereotypes about race and ethnicity through an analysis of the actors' words and actions. The data is then evaluated to see how actors represent stereotypes based on their individual characteristics. The method used is the descriptive qualitative method with a social semiotic analysis. The data was collected by observing and paying attention in detail to episodes chosen from the television series Modern Family. Stuart Hall's representation theory was employed as the base to analyze the data. The findings of the research suggest that there are various positive and negative stereotypes that are represented through dialogue, expressions, and the way actors behave.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana sitcom Modern Family merepresentasikan stereotip terhadap ras dan etnis dengan menganalisis perkataan serta perlakuan yang dilakukan para pemerannya. Data-data tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui bagaimana para pemeran merepresentasikan stereotip sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif menggunakan analisis semiotik sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menonton dan memperhatikan secara detail episode-episode dari serial televisi Modern Family. Teori representasi milik Stuart Hall digunakan sebagai landasan penulis dalam menganalisis penelitian ini. Hasil riset menunjukan bahwa ditemukan beberapa stereotip baik maupun buruk yang direpresentasikan melalui dialog, ekspresi dan juga cara berpakaian pemeran-pemerannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alifta Kinanti
"Terdapat stereotip di masyarakat mengenai pekerjaan maskulin dan feminin. Stereotip pekerjaan berbasis gender tersebut berbahaya karena dapat membuat seseorang yang melakukan pekerjaan yang berlawanan dengan gendernya akan merasa krisis identitas dan cenderung berperilaku menyimpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan maskulin dan feminin serta dasar dari seseorang dalam mengklasifikasikan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner yang diisi oleh 3633 orang responden yang berusia 15-64 tahun dan berasal dari seluruh Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan bantuan software SPSS 22 dan Microsoft Excel serta metode kualitatif dengan bantuan software Nvivo 11. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa terdapat 46 pekerjaan maskulin, 57 pekerjaan netral, dan 26 pekerjaan feminin. Sebagai tambahan, jumlah jenis kelamin yang melakukan suatu pekerjaan masih menjadi dasar yang paling kuat bagi seseorang untuk mengklasifikasi pekerjaan menjadi pekerjaan maskulin dan feminin.

There is a stereotype about masculine and feminine occupation in the society. This occupational gender stereotype will lead to several negative impact. It could make someone who do the occupation that is contrary to his gender identity will experience an identity crisis and tend to deviate. This study aims to determine the classification of masculine and feminine occupation and the underlying reason behind the classification. Data were collected by distributing questionnaires filled out by 3633 respondents aged 15-64 years and from all over Indonesia. The analysis was carried out using quantitative methods with the help of SPSS 22 and Microsoft Excel software and qualitative methods with the help of Nvivo 11 software. From the results of the analysis, it was found that there were 46 masculine jobs, 57 neutral jobs, and 26 feminine jobs. In addition, the number of sexes doing work is still the strongest basis for a person to classify work as masculine and feminine.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Lirik lagu memang tidak banyak dijadikan bahasan untuk dengan kajian linguistik Salah satu aspek yang dapatdibahas adalah stereotip gender Makalah ini membahas mengenai stereotip gender yang ditemukan dalam dualirik lagu berbahasa Belanda bertemakan cinta dilihat dari makna denotatif dan konotatif Lagu pertama adalahlagu dari Gers Pardoel dengan judul Ik neem je mee dan lagu kedua berjudul Mijn vriendin yang dinyanyikanoleh Monique Smit Stereotip gender bahasa laki laki yang lebih tegas dan lugas dan bahasa perempuan yanglebih berbelit belit dan sopan dapat ditemukan di dalam kedua lirik lagu tersebut Hasil penelitian menunjukanbahwa stereotip gender dapat terlihat dalam lirik lagu yang dinyanyikan oleh laki laki dan perempuan adalahbenar
Songs lyrics are rarely discussed for the study of linguistics One of the aspects that can be discussed is thegender stereotypes This paper discusses the gender stereotypes which are found in the two Dutch song lyricswith theme of love as seen from denotative and connotative meanings The first song is a song from GersPardoel titled Ik neem je mee and the second song titled Mijn Vriendin sung by Monique Smit Genderstereotypes that male rsquo s language is more firm and straightforward and as well as women 39 s language is moreconvoluted and polite which can be found in the lyrics of the song The results showed that gender stereotypescan be seen in the lyrics of the song sung by both men and women is true"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Rosihan
"ABSTRAK
Stereotip seringkali menjadi pemicu ketegangan antaretnis, khususnya di
masyarakat yang majemuk seperti Bangsa Indonesia, karena masih banyak orang
menilai stereotip hanya dipandang sebagai suatu yang langsung jadi (instant).
Salah satu tempat yang mempunyai tingkat interaksi yang tinggi dan terjadinya
pertukaran budaya yang berbeda diantara individu adalah sekolah. Oleh
karenanya, menarik untuk melihat bagaimana proses pembentukan stereotip yang
ada pada Etnis Komering sebagai etnis pribumi atas Etnis Jawa sebagai etnis
pendatang, khususnya di SMA N 1 Martapura, Sumatera Selatan. Penelitian
dalam Tesis ini bertujuan untuk membahas dan mendeskripsikan mengenai proses
pembentukan stereotip Etnis Komering (Etnis Pribumi) atas Etnis Jawa (Etnis
Pendatang). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kategorisasi
Diri (Self-Categorization Theory) berserta konsep stereotip, identitas, dan budaya.
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model
studi kasus (case study) sebagai strategy of inquiry, serta dengan menekankan
wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data penelitian. Secara umum,
penelitian ini menunjukkan bahwa pada siswa-siswi Etnis Komering di SMA N 1
Martapura terjadi proses pembentukan stereotip Etnis Jawa. Secara khusus, proses
pembentukan stereotip Etnis Jawa dalam diri Etnis Komering mempertimbangkan
tiga tema besar yaitu Interaksi, Perbedaan, dan Kepribadian, sedangkan informasi
yang bersifat ekternal dianggap kurang mendukung dalam pembentukan stereotip
Etnis Jawa.

Abstract
Stereotypes are often the trigger inter-ethnic tensions, especially between native
and migrant ethnic groups in a pluralistic society such as the Indonesian nation,
because many people considered stereotype is only viewed as instantly. One of the
places that have a high level of interaction and exchange of different cultures
among individuals is a school. Therefore, interesting to see how the formation of
ethnic stereotypes that exist in Komering as the native ethnic about Javanese as
migrant ethnic, particularly in SMA Negeri 1 Martapura, South Sumatra. Research
in this thesis aims to discuss and describe the process of Komering Ethnic
stereotype formation on Javanese. Theory used in this study was Self-
Categorization Theory along with the concept of stereotypes, identity, and culture.
The method in this study used a qualitative approach with a case study model as a
strategy of inquiry, and by emphasizing in-depth interviews as a research data
collection technique. In general, this study shows that a forming process of
Javanese stereotypes among Komering students in SMA Negeri 1 Martapura
occurred. In particular, the formation of Javanese stereotypes on Komering
students considers three major themes, interaction, distinction, and personality,
while the external information that is considered to be less supportive in the
establishment of Javanese stereotypes."
2012
T31402
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Purwoko Budi Susetyo
"Penelitian ini terutama mempersoalkan tentang relasi antar etnis Cina dan etnis Jawa yang ditandai oleh prasangka, keterbatasan interaksi dan kerusuhan anti Cina Kebanyakan ahli berpendapat, salah satu akar permasalahan utama terletak pada perlakuan diskriminatif dari penguasa terhadap masyarakat etnis Cina Dengan adanya upaya pemerintah di era reformasi untuk menghapus diskriminasi, tentunya akan membawa perubahan bagi relasi yang berlangsung antar kedua etnis tersebut, termasuk di kalangan mahasiswa sebagai generasi muda. Namun perubahan tersebut tengah berlangsung dan belum sepenuhnya dapat dipahami.
Stereotip yang berkembang dalam relasi antaretnis Cina dan Jawa, ditengarai sebagai salah satu landasan penting yang menentukan hubungan antaretnis dan mampu menggambarkan tentang kualitas relasi antaretnis. Untuk itu penelitian ini bertujuan mengungkapkan pola relasi antar etnis Cina dan etnis Jawa di kalangan mahasiswa berdasarkan bekerjanya stereotip. Teori utama yang digunakan untuk menganalisis adalah teori identitas sosial.
Penelitian ini bersifat eksploratif dan merupakan penelitian awal untuk menegakkan hipotesis bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Secara metodologis menekankan sisi kontekstual dari data yang dikumpulkan.
Subyek penelitian sebanyak 300 mahasiswa yang terdiri dari 226 mahasiswa etnis Jawa dan 74 mahasiswa etnis Cina di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola relasi antar etnis Cina dan etnis Jawa di kalangan mahasiswa dapat terungkap berdasarkan bekerjanya stereotip dengan menggunakan teori identitas sosial sebagai dasar analisis. Hal yang terungkap diantaranya tentang stereotip etnis Cina dan etnis Jawa yang khas, faktor-faktor yang mendasari stereotip dan pola relasi antara kedua etnis yang dipengaruhi oleh kesempatan kontak, persepsi masing-masing etnis terhadap kemampuan etnis lain menjalin relasi sosial yang berkualitas. Penelitian ini juga memberikan gambaran tentang pola relasi antara etnis Cina sebagai minoritas dan etnis Jawa sebagai mayoritas serta bagaimana identitas sosial positif diupayakan oleh masing-masing etnis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T11486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarsih Warnaen
"Studi ini saya lakukan untuk mempelajari bekerjanya stereotip etnik di dalam bangsa Indonesia, bangsa multietnik, yang sedang berkembang. Komposisi etnik bangsa Indonesia telah banyak dibahas secara panjang lebar oleh para ahli antropologi (antara lain Koentjaraningrat, 1969, 1971, 1975; Kennedy, 1974; Bruner, 1972) tetapi tentang bagaimana semua golongan etnik yang terkandung di dalamnya itu memandang diri mereka masing-masing maupun golongan etnik lain, belum pernah dijadikan subjek analisa sistematik dari suatu penelitian ilmiah. Studi tentang stereotip etnik telah mendapatkan perhatian yang cukup besar sejak konsep stereotip etnik untuk pertama kali diperkenalkan dan didemonstrasikan oleh D. Katz dan K. Braly (1933). Dengan makin meningkatnya saling ketergantungan secara fungsional antara golongan-golongan etnik di seluruh dunia, maka studi tentang stereotip etnik makin bertambah penting artinya (Gilbert, 1951). Stereotip bisa mempunyai landasan faktual, bisa juga tidak. Namun, dapat dipastikan bahwa persepsi dari para warga golongan etnik tertentu mengenai para warga golongan etnik lain, merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan relasi fungsional antara semua golongan etnik itu (Lippman, 1922). Kenyataan tersebut telah didemonstrasikan dengan jelas oleh Gardner dan rekan-rekan {1973). Penelitian-penelitian tentang stereotip yang ada, kebanyakan diarahkan kepada mempelajari hubungan antar bangsa, bukan menpelajari hubungan di dalam satu bangsa. Beberapa kekecualian antara lain adalah studi mengenai persepsi sosial dari orang-orang Kanada keturunan Inggris dan orang-orang Kanada keturunan Prancis (Taylor, Simard and Aboud, 1972; Kirby and Gardner, 1973). Juga studi tentang identifikasi etnik pada anak-anak Filipina (Jamias, Pablo dan Taylor, 1971)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1979
D420
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berbagai majalah perempuan seringkali menyuguhkan konstruksi tradisional gambaran perempuan melalui sampul depan dari majalah. Memiliki karakter yang feminin, selalu diasosiasikan dengan pekerjaan domestik, dan menjadi objek adalah stereotipe perepmpuan yang seringkali digambarkan pada sampul majalah. Jessica Young (2011), yang melakukan penelitian mengenai representasi gender pada sampul majalah, menegaskan bahwa gambaran perempuan dan laki-laki masih terkonstruksi secara tradisional. Akan tetapi, pada Women's Adventure, stereotipe feminin pada perempuan telah terdekonstruksi. Penemuan-penemuan menunjukkan bahwa para perempuan pada sampul depan majalah tersebut diberikan sisi karakter maskulin serta tidak dijadikan sebagai objek semata. Penampilan fisik, kekuatan fisik, kegiatan di tempat terbuka, olahraga, dan alam adalah komponen-komponen pada berbagai sampul majalah yang digunakan untuk menunjukkan sisi maskulin para perempuan. Akan tetapi, majalah tersebut seringkali menggunakan warna-warna yang termasuk dalam warna-warna yang melambangkan sifat feminin. Dengan menggunakan semiotik analisis untuk mengidentifikasi elemen-elemen pada sampul majalah, penelitian ini meyakini bahwa Women's Adventure mencoba untuk menentang sekaligus menguatkan kembali konstruksi tradisional perempuan. Dalam kata lain, majalah tersebut mengkomunikasikan maskulinitas perempuan dengan memanfaatkan elemen-elemen pada sampul majalah. Penelitian ini berkontribusi dalam penelitian lebih lanjut mengenai ideologi gender yang ditampilkan pada sampul-sampul pada majalah.
Many women’s magazines represent traditional construction of women image through the front covers of the magazines. Women in the covers are being stereotyped as having feminine characteristics, being associated with domestic works, and being objectified. Conducting research about gender representation in magazine covers, Jessica Young (2011) argues that women and men are still traditionally constructed. However, in Women’s Adventure, the feminine stereotypes of women are being deconstructed. The findings show that the women in the front covers are attributed with masculine characteristics and not being objectified. Physical appearance, physical strength, outdoor activities, sports, and nature are components in the covers used to display the masculine side of women. However, the magazine often uses colors which are considered as feminine colors. By using semiotic analysis to examine the elements of the magazine covers, this research argues that Women’s Adventure both challenges and reaffirms the traditional construction of women. In other words, the magazine communicates female masculinity by utilizing the elements of the covers. This research will contribute in further study regarding gender ideology presented in magazine covers."
[Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>