Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuke Putri Amalia
"Dengan wilayah teritorial Indonesia yang luas dan terdiri atas lebih dari enam belas ribu pulau, membuat distribusi barang dagang memerlukan sarana yang mumpuni untuk menunjang kegiatan perdagangan. Saat ini, sudah banyak berdiri perusahaan jasa pengangkut barang yang bertanggung jawab atas proses pemindahan barang dagang. Penggunaan jasa pengangkutan ini menggunakan perjanjian pengangkutan sebagai dasar kerjasama. Perjanjian pengangkutan diatur dalam KUHPerdata, KUHD dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Walaupun perjanjian pengangkutan tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, pembuatan perjanjian pengangkutan mengikuti syarah sahnya perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pemenuhan prestasi perjanjian dapat terjadi suatu keadaan tidak terduga yang tidak dapat dicegah dan memengaruhi proses pemenuhan perjanjian atau dapat disebut keadaan memaksa. Seperti yang termuat dalam kasus Putusan Nomor: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr diajukan gugatan wanprestasi terhadap Tergugat yang ditolak oleh Majelis Hakim karena adanya keadaan memaksa. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai tanggung jawab pengangkut atas wanprestasi yang terjadi akibat keadaan memaksa dalam perjanjian pengangkutan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang memilki pendekatan melalui peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Dari penelitian ini dapat ditemukan bahwa dalam pemenuhan prestasi perjanjian pengangkutan dalam perkara ini terdapat wanprestasi yang disebabkan oleh keadaan memaksa sehingga tanggung jawab ganti rugi dari pengangkut dihapuskan.

With Indonesia's vast territorial territory consisting of more than sixteen thousand islands, distribution of trade goods requires adequate facilities to support trade activities. Currently, many goods carrier service companies have been established which are responsible for the process of moving merchandise. The use of this transportation service uses a transportation agreement as the basis for cooperation. Transportation agreements are regulated in the Civil Code, Commercial Code and other relevant laws and regulations. Even though transportation agreements are not specifically regulated in the Civil Code, the making of transportation agreements follows the legality of agreements as stated in Article 1320 of the Civil Code. In fulfilling the performance of an agreement, an unexpected situation may occur which cannot be prevented and affect the process of fulfilling the agreement or can be called a force majeure. As stated in case Decision Number: 67/Pdt.G/2020/PN Pbr, a lawsuit for breach of contract was filed against the Defendant which was rejected by the Panel of Judges due to compelling circumstances. Therefore, this research will discuss the carrier's responsibility for defaults that occur due to force majeure in the carriage agreement. This research is normative juridical research which has an approach through statutory regulations and case studies. From this research it can be found that in fulfilling the performance of the transportation agreement in this case there was a default caused by compelling circumstances so that the responsibility for compensation from the carrier was abolished.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S23607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Fadjrin
"Dewasa ini angka pertumbuhan penggunaan transportasi udara semakin meningkat setiap tahunnya namun hal tersebut belum diimbangi dengan peningkatan pelayanan oleh badan usaha angkutan udara. Tidak sedikit penumpang yang menggugat badan usaha angkutan udara karena rasa dirugikan akibat pelayanan yang buruk, salah satunya adalah seperti yang akan dibahas dalam skripsi ini mengenai kasus yang terdapat dalam Putusan No. 441/Pdt.G/2013/PN.JKT.PST dimana seorang penumpang menggugat perusahaan Lion Air karena tidak memberitahu mengenai adanya ganti pesawat untuk rute Bali-Lombok, sehingga penumpang tersebut ditinggal oleh pesawat yang seharusnya mengangkutnya, yaitu Wings Air. Penumpang selaku Penggugat mengajukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum karena Penggugat menganggap tindakan Lion Air yang mengganti pesawat tanpa melakukan pemberitahuan merupakan perbuatan yang sewenang-wenang dan telah mengakibatkan kerugian karena akibat kejadian tersebut, Penggugat batal bertemu dengan calon kliennya. Permasalahannya adalah di antara Penggugat dengan Tergugat terdapat hubungan kontraktual berupa perjanjian pengangkutan yang ditandai dengan adanya tiket penerbangan, sedangkan Penggugat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Permasalahan tersebut dibahas dalam penulisan skripsi ini didasarkan pada teori-teori yang ada.

The use of air transportation is increasing every year, but it has not been folowed by increase in service by the airlines. Not a few passengers sue the airline because of their service, one of which is will be discussed in this thesis from the cases contained in Court Decision No. 441 / Pdt.G / 2013 / PN.JKT.PST when one of Lion Air?s passenger sued the company for not informing about change of plane for the route Bali-Lombok, caused the passenger?s left by the plane that should carried him, namely Wings Air. The Passenger as the Plaintiff sued Lion Air based on tort because the Plaintiff said that he had never been informed about change of plane and that has brought the Palintiff in loss as the Plaintiff failed to meet with his client. The problem is there is a contractual relationship between the Plaintiff and the Defendant for transport agreement which is proofed by the ticket, but the Plaintiff sued Lion Air based on tort not breach of contract. It will be discussed in this thesis based on theories.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, James
"Semakin pesatnya kemajuan teknologi dengan segala fasilitas-fasilitas yang disediakannya membawa pengaruh besar dalan membantu kelancaran serta mempercepat komunikasi antar manusia yang berada dalam. wilayah yang berjauhan. Salah satu dari teknologi yang perkenbangannya pada saat ini sangat pesat sekali adalah sarana transportasi yang berupa Pengangkutan Udara yang dilayani oleh Perusahaan-perusahaan Penerbangan Konersial. Sarana transportasi ini sangat penting artinya bagi kepentingan perekonomian, karena merupakan salah satu kunci utama dari penggerak roda pembangunan suatu bangsa, terutama dalan rangka memperlancar arus barang/jasa dan manusia dari suatu tempat ke tempnt lain. Dalam kegiatan penerbangan akan ditemui juga berbagai resiko, baik yang disengaja maupun karena kelalaian salah satu pihak. Resiko yang demikian tersebut akan membawa kerugian baik yang berbentuk kerugian immaterial maupun materiil bagi para pihak yang terlibat di dalamnya seperti misalnya penumpang yang menggunakan jasa penerbangan tersebut. Sebagai hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa sampai saat ini belum ada kepastian hukum bagi para pemakai jasa angkutan udara dalam hal mereka menderita kerugian akibat kesalahan pengangkut. karena peraturan yang dipakai dalam menetapkan besarnya ganti rugi sudah tidak sesuai lagi dengan nilai mata uang sekarang. Untuk itu disarankan, alangkah baiknya bila pihak yang berwenang dalam hal ini Pemerintah tentunya mengadakan peninjauan kembali terhadap peraturan ganti rugi bagi para pemakai jasa angkutan udara sehingga mereka merasa lebih terjamin keamanan dan keselamatannya dalam menggunakan jasa angkutan udara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raihan Daffa Islamay
"Pengangkutan memainkan peran sentral dalam memfasilitasi perdagangan global. Namun, pelanggaran seperti pengirim barang yang tidak membayar biaya impor kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi sering terjadi, menimbulkan sengketa yang kompleks. Penelitian ini menganalisis penyelesaian sengketa dalam pengangkutan barang laut di Indonesia, dengan fokus pada kompetensi peradilan dan penerapan regulasi internasional seperti The Hague Rules, Hague-Visby Rules, dan Hamburg Rules. Kasus yang dianalisis adalah Putusan No. 92/Pdt.G/2021/PN. Btl dan Putusan No. 26/PDT/2022/PT YKK antara PT Dexter Eurekatama dan PT Gajah Mada Medika Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika penyelesaian sengketa dalam pengangkutan barang laut di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan analisis terhadap peraturan yang berlaku dan pertimbangan hukum hakim dalam menentukan kompetensi peradilan. Hasil penelitian menekankan pentingnya mempertimbangkan bukti-bukti dan petunjuk yang relevan dalam pengambilan keputusan, serta konsistensi dalam penerapan prinsip-prinsip hukum kontraktual dan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Saran penelitian meliputi perlunya konsistensi dalam penegakan hukum, efektivitas penyelesaian sengketa, serta pentingnya pengembangan kebijakan yang mendukung keamanan dan kepastian hukum dalam aktivitas pengangkutan barang.

Transportation plays a central role in facilitating global trade. However, violations such as shippers failing to pay import fees to transportation management companies often occur, resulting in complex disputes. This research analyzes dispute resolution in maritime transportation in Indonesia, focusing on judicial competence and the application of international regulations like The Hague Rules, Hague-Visby Rules, and Hamburg Rules. The cases examined are Decision No. 92/Pdt.G/2021/PN. Btl and Decision No. 26/PDT/2022/PT YKK involving PT Dexter Eurekatama and PT Gajah Mada Medika Indonesia. The study aims to provide a deeper understanding of dispute resolution dynamics in Indonesian maritime transportation. The research method is juridical-normative, with an analysis of applicable regulations and judicial considerations. Findings emphasize the importance of considering relevant evidence and guidance in decision-making, as well as consistency in applying contractual law principles and resolving disputes through arbitration. Research recommendations include the need for legal enforcement consistency, effective dispute resolution, and policy development supporting security and legal certainty in transportation activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Andrea Nathaly
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban yang dapat diberikan oleh Nakhoda sebagai pemimpin kapal dan Perusahaan Pengangkut sebagai pemilik kapal dalam suatu peristiwa kecelakaan kapal yang menyebabkan kerugian terhadap pihak ketiga (Tinjauan Putusan Mahkamah Pelayaran Nomor 973/051/XII/MP-08 tentang Tubrukan KM. Marina Nusantara dengan TK. CB1211 yang ditarik TK. Bamara-6SA dan di-assist oleh TB. PATIH-III) dengan menggunakan dasar hukum Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Penelitian ini memakai metode penelitian Normatif Yuridis dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait dengan kegiatan pelayaran, tanggung jawab baik secara administratif, perdata dan pidana dapat dibebankan kepada Nakhoda dan Perusahaan Pengangkut apabila memang dapat dibuktikan para pihak tersebut bersalah.

This thesis is focusing on a responsibility that can be given by the Captain as the leader of the ship and Carrier Company as the owner of the ship in a ship accident caused the loss of the third party (Review Decision: Admiralty Court Verdict Number: 973/051/XII/MP-08 about collision between Motor Ship Marina Nusantara and Tug Boat CB. 1211 which pulled by Tug Boat Bamara-6SA and assist by Tug Boat Patih-III) based on Act Number 17 Year 2008 about Maritime and Commercial Code of Indonesia. This research is normative yuridis research, which some of the data were collected from literature. The result states that based on Act Numer 17 Year 2008, Commercial Code of Indonesia and the other rules said that the Captain and the Carrier Company will be bound by the legal responbilities (administrative, private and public) as long as the faults can be proved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22498
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Triwidayati
"Perkembangan infrastruktur jalan adalah sebuah kebutuhan mutlak bagi pengembangan transportasi di Indonesia. Jalan juga menjadi unsur penting dalam rangka pengembangan wilayah serta peningkatan kesejahteraan secara umum. Untuk itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum bertekad untuk terus melakukan pengembangan infrastruktur khususnya jalan. Pengelola jalan tol memiliki kewajiban Standar Pelayanan Minimum seperti, Kondisi jalan tol, Kecepatan tempuh rata-rata, Aksessibilitas, Mobilitas, Keselamatan, dan Unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan. Oleh karena itu pengusaha jalan tol harus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik dan harus menyadari bahwa sumber pendapatan adalah pemakai jalan. Pelayanan yang buruk berakibat pada minat pemakai jalan untuk menggunakan jalan tol. Atas dasar itu, betapa pentingnya mendengarkan dan memahami kebutuhan pengguna jalan tol. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan tol. SPM jalan tol mencakup kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan, serta unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan. Besaran ukuran yang harus dicapai untuk masing-masing aspek dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat. SPM jalan tol wajib dilaksanakan oleh Badan Usaha Jalan Tol ( BUJT) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna jalan tol. Pada intinya penerapan SPM perlu diterapkan untuk menjunjung prinsip dimana jalan tol mempunyai tingkat pelayanan, keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada dan dapat melayani arus lalu lintas dengan mobilitas tinggi. Dalam Kajian Pustaka telah dibahas mengenai PP No.15 Tahun 2005 Pasal 8 yang menyebutkan bahwa standar pelayanan minimal adalah ukuran yang harus dicapai dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan tol. Besaran ukuran sebagaimana dimaksud sebelumnya dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat Standar Pelayanan Minimal. Jalan Tol diselenggarakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna jalan tol dan wajib dilaksanakan oleh Badan Usaha Jalan Tol.

Development of road infrastructure is an absolute necessity for the development of transportation in Indonesia. The road is also an important element in the development of the region as well as improving the general welfare. For the Government of Indonesia through the Ministry of Public Works is committed to continuing to develop infrastructure, particularly roads. Is the highway has an obligation as the Minimum Service Standards, highway conditions, average travel Speed??, Accessibility, Mobility, Safety, and Unit relief / rescue and relief services. Therefore, employers must motorway is committed to providing the best service and should be aware that the source of income is the road user. Poor service resulted in the interests of road users to use the toll road. On that basis, the importance of listening to and understanding the needs of highway users. Minimum Service Standards (MSS) in accordance with Government Regulation No. 15 of 2005 and the Regulation of the Minister of Public Works No. 392/PRT/M/2005 on Minimum Service Standards is a measure that must be achieved in the implementation of the implementation of the toll road. SPM highways include toll roads, the average travel speed, accessibility, mobility, safety, and rescue units / rescue and relief services. Sizing is to be achieved for each of the aspects evaluated periodically based on the results of monitoring functions and benefits. SPM highway must be carried out by the Business Entity Toll Road (BUJT) in order to improve service to toll road users. In essence, the application of SPM needs to be applied to uphold the principle that the highway has a level of service, security and comfort that is higher than the existing public road and can serve traffic with high mobility. In Studies Library has been discussed on PP 15 Year 2005 Article 8 which states that the minimum standard of service is a measure that must be achieved in the implementation of the implementation of the toll road. Sizing as mentioned previously evaluated regularly based on the results of monitoring functions and benefits of Minimum Service Standards. Toll Road was held to improve the public as users of the highway and shall be implemented by the Entity Toll Road"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Soemantri
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S6003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Citra Isnaningrum
"Badan Pengelola Transjakarta-Busway adalah lembaga non-struktural, maka memiliki berbagai keterbatasan sedangkan perubahan dan peningkatan ekskalasi bisnis sangat cepat dan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh layanan yang berkualitas tinggi dan memberikan mobilitas kota yang cepat dan nyaman dan berbiaya rendah sudah sangat mendesak. Badan Pengelola Transjakarta-Busway mengandung fungsi rangkap, yaitu fungsi regulator, dan kebijakan serta fungsi bisnis. Oleh karenanya perlu dipisahkan antara fungsi regulator dan kebijakan serta fungsi bisnis tersebut dengan cara fungsi regulator dan kebijakan dipegang oleh Pemda melalui instansi-instansi terkait, sedangkan fungsi bisnis dipegang oleh Badan Pengelola Transjakarta."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Haryoso Suliyanto
"Perkembangan Perum PPD menunjukkan kecenderungan kinerja yang semakin menurun. Kecenderungan ini terlihat dari kegiatan usaha yang selalu merugi. Saldo Rugi sampai dengan Desember 1992 sebesar Rp 114.490.449.489,66, yang merupakan kerugian kumulatif mulai Desember 1981. Sehubungan dengan hal itu, Perum PPD telah mengambil kebijakan untuk meningkatkan kinerja tersebut dengan merencanakan untuk menerapkan sistem RMB pada semua lintas sebagai pengganti sistem WAP.
Pokok masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui sistem pelayanan jasa angkutan apa yang dipilih agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa, serta harapan karyawan, dan untuk mengetahui usaha lain yang harus dilakukan untuk rnenunjang keberhasilan usaha meningkatkan kinerja Perum PPD. Sedang yang menjadi tujuan adalah membandingkan kinerja sistem WAP dan RMB untuk mengetahui sistem pelayanan yang lebih baik ditinjau dari sudut pandang perusahaan, karyawan, dan pengguna jasa, dan mengidentifikasi usaha lain yang harus dilakukan guna menunjang keberhasilan usaha peningkatan kinerja Perum PPD.
Data yang digunakan sebagai bahan analisis diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung operasionalisasi bus di lintasan baik dengan sistem WAP maupun sistem RMB, melakukan wawancara dengan para Awak Bus, mengirim daftar pertanyaan kepada pengguna jasa, dan pengujian laporan-laporan perusahaan. Pemilihan subyek tersebut dilakukan secara random untuk memperoleh data yang obyektif sebagai bahan analisisnya.
Berdasar hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja dalam penerapan sistem WAP dan RMB terhadap produktivitas kerja dan kepuasan pengguna jasa. Sistem RMB menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding dengan sistem WAP dan lebih memberi kepuasan kepada pengguna jasa. Sedangkan secara internal, sistem RMB lebih memberikan suasana kerja yang lebih harmonis antara Perum PPD dengan karyawan. Berdasar perbedaan tersebut, maka sistem pelayanan yang perlu dilaksanakan untuk masa yang akan datang adalah sistem RMB.
Sehubungan dengan penerapan sistem RMB, saran yang disampaikan adalah Perum PPD perlu memperhatikan jumlah bus, jumlah penumpang yang ideal dalam bus, selang waktu antar bus, dan membentuk hubungan kerja yang saling menguntungkan dan kondusif. Oleh karena itu, Perum PPD perlu melakukan beberapa perubahan antara lain: bentuk organisasi, struktur organisasi, kedudukan Kantor Depo, sistem dan prosedur, sistem penghargaan, sistem hubungan kerja, dan sistem pengukuran prestasi kerja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>