Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Williem Darmawangsa
"Roda perekenomian suatu negara sangatlah penting untuk dijaga stabilitasnya, perusahaan merupakan salah satu pilar yang menjaga roda perekonomian suatu negara, di Indonesia terdapat beberapa bentuk perusahaan namun yang paling umum dan paling sering ditemukan adalah perseroan terbatas. Salah satu organ yang paling sering disalahkan atas kepengurusan perseroan adalah Direksi, atas dasar pemikiran tersebut terbitlah business judgment doctrine (BJD) di Inggris untuk pertamakalinya, yang pada akhirnya diadopsi dan diadaptasikan oleh Indonesia melalui undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (UUPT), namun dalam penerapannya business judgment rule (BJR) tidak diterapkan secara tepat di Indonesia sehingga menimbulkan berbagai permasalahan nilai hukum. Rumusan masalah yang penulis angkat antara lain adalah bagaimana perbedaan antara BJD dengan BJR, dan apakah BJD dapat diterapkan terhadap BJR di Indonesia, dengan tujuan untuk menganalisis kelemahan BJR dan kompabilitas BJD untuk diterapkan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode jenis penelitian normatif, pendekatan historis, kasus dan perbandingan, dengan teknik kepustakaan. Kesimpulan yang didapatkan dalam tulisan ini antara lain adalah adanya perbedaan secara substansial, struktural dan kultural antara BJD dengan BJR yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dan bahwa BJD dapat diterapkan di Indonesia melalui revisi peraturan yaitu UUPT.

The economic wheel of a country is crucial to maintain its stability, and companies are pillars that keep it turning. In Indonesia, the most common type of company is the limited liability company (PT). The Board of Directors is often blamed for company management issues. To address this, the Business Judgment Doctrine (BJD) was first introduced in England and later adopted by Indonesia through Law No. 40 of 2007 concerning limited liability companies (UUPT). However, the Business Judgment Rule (BJR) has not been correctly applied in Indonesia, causing legal issues. The writer formulates two problems: the differences between BJD and BJR, and whether BJD can be applied to BJR in Indonesia, aiming to analyze BJR's weaknesses and BJD's compatibility with Indonesia’s BJR. This research uses normative research methods, and a historical, case, and comparative approaches, with literature techniques. The conclusions include substantial, structural, and cultural differences between BJD and BJR that are interrelated and inseparable, and that BJD can be applied in Indonesia’s BJR through revisions to the UUPT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jemarut, Wihelmus
"Ada dua pertanyaan dasar yang diuraikan dalam tulisan ini. Pertama, bagaimana pelaksanaan kewenangan Direksi dalam batasan doktrin "duty of care" dan "business judgement rule" Kedua, bagaimana penerapan "duty of care" dan "business judgment rule" dalam perkara No. 428/PDT.G/2013/PN.JKT.PST? Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian normatif dengan menggunakan tiga pendekatan, yakni doktrinal, perundang-undangan dan kasus. Kesimpulan dari tulisan ini, yakni, pertama, doktrin duty of care merupakan dasar berlakunya doktrin "business judgment rule". Direksi mendapat perlindungan hukum berdasarkan teori "business judgment rule" apabila "duty of care" terpenuhi. Kedua, doktrin "duty of care" dan "business judgment rule" terpenuhi dalam putusan perkara No. 428/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. Penulis menyarankan agar undang-undang perseroan terbatas perlu membuat ketentuan secara tegas tentang standar kehatihatian dan standar adanya itikad baik dalam mengurus perseroan.

There are two main questions that explained in this research. First, how is the implementation of the authority of the Board of Directors in the frame of the doctrine ?duty of care? and "business judgment rule" Second, how is the implementation of doctrine ?duty of care? and "business judgment rule" in case No. 428/PDT.G/G/2013/PN.JKT.PST. The research method used in this writing is normative research method with three approaches: doctrinal, legislation, case. There are two conclusions that the researcher found from the research in this writing: First, the "duty of care" doctrine is the basic concept to implement the doctrine "business judgment rule". The board of director can get the legal protection based on the theory "business judgment rule" if the doctrine duty of care is fulfilled. Second, doctrine duty of care and business judgment rule is fulfilled in case No. 428/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. The researcher suggests that the legislation of Limited Liability Company (Ltd.) need to make the clear and assertive provision about the standard of circumspection and the standard of good intention from the Board of Director in managing the company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Direksi merupakan organ dari perseroan terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan terbatas dan mewakili perseroan terbatas, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Hubungan antara Direksi dengan perseroan terbatas terjadi karena adanya kepercayaan yang diberikan oleh perseroan terbatas kepada Direksi. Karenanya dalam menjalankan tugas yang diembannya, Direksi memiliki kewajiban fiduciary (fiduciary duty). Dalam mengelola perseroan terbatas, Direksi dituntut untuk dapat mengambil keputusan bisnis yang tepat dan cepat. Namun tuntutan tersebut tidak mengurangi pelaksanaan kewajiban fiduciary duty oleh Direksi.
Penelitian ini membahas mengenai doktrin business judgment rule, yakni doktrin yang melindungi Direksi atas setiap keputusan yang diambilnya, selama hal tersebut dilakukan dalam batasbatas kewenangan dengan penuh kehati-hatian dan itikad baik. Doktrin business judgment rule kini diatur secara jelas dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang membebaskan anggota Direksi dari tanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan terbatas dalam hal-hal tertentu.
Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris karena penelitian ini bertujuan menggambarkan doktrin business judgment rule, hubungannya dengan adanya fiduciary duty pada Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan terbatas dan pengaturannya dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Sedangkan tipologi penelitian yang digunakan berdasarkan tujuan dalam penelitian ini adalah problem identification, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan permasalahan yang membawa kerugian bagi perseroan terbatas dan perlindungan bagi Direksi atas kerugian tersebut yang merupakan hasil dari keputusannya.
Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara fiduciary duty yang merupakan kewajiban Direksi dengan doktrin business judgment rule yang memberikan perlindungan bagi Direksi dalam mengurus perseroan terbatas, pengaturan business judgment rule berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dan penerapan business judgment rule berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 pada suatu kasus gugatan terhadap Direksi (bilamana diasumsikan bahwa dalam kasus itu keputusan yang diambil Direksi tersebut membawa kerugian bagi perseroan terbatas yang diurusnya).

The Board of Directors is an organ within a limited liability company which is entitled to and fully responsible in managing the company and in representing the company, inside or outside the court. The relationship between the Board of Directors and the company arises due to a trust given by the company to the Board of Directors. Thus, the Board of Directors has a fiduciary duty in performing its management duties. In managing the company, the Board of Directors is required to make appropriate business resolution quickly. However, such requirement should not prejudice the performance of the fiduciary duty obligation by the Board of Directors.
This research paper discusses the business judgment rule doctrine, which is a doctrine that protects the Board of Directors in respect of each of its resolution, to the extent that such resolution is made with due care and in good faith. The business judgment rule doctrine is now expressly stipulated in Law Number 40 of 2007 regarding Limited Liability Companies, which aptly relinquishes the member of Board of Directors from full personal responsibility with regard to the company?s loss in particular conditions.
The typology used in this research paper is explanatory research since the purpose of this research paper is to describe the business judgment rule doctrine, its relation with the fiduciary duty of the Board of Directors in managing the company and its stipulation in Law Number 40 of 2007. Further, the research typology based on the purpose used in this research paper is a problem identification, and the purpose of this research is to classify the problems which result in loss incurred by the companies and the protection given to the Board of Directors in regard to such loss due to Board of Directors?s decision.
This research paper discusses the relationship between the fiduciary duty which is the Board of Directors?s obligation and the business judgment rule doctrine which grants a protection to Board of Directors, the stipulation of business judgment rule under Law Number 40 of 2007 and the implementation of the business judgment rule pursuant to Law Number 40 of 2007, in a lawsuit against the Board of Directors (assuming that in such lawsuit, the Board of Directors?s decision resulted in a loss incurred by the company).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26024
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto
"Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan dengan mengambil tindakantindakan dan keputusan bisnis dapat menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Berdasarkan doktrin Business Judgment Rule, Direksi dianggap tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan akibat keputusan bisnis yang diambil direksi. Penelitian ini untuk menganalisa lebih dalam pemahaman mengenai doktrin Business Judgment Rule dan keterkaitannya dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dan preskriptif, dimana peneliti mencoba untuk memahami doktrin Business Judgment Rule dan mencari keberadaan doktrin ini di dalam hukum perusahaan di Indonesia, di samping itu peneliti mencoba untuk melihat dampak yang mungkin timbul apabila doktrin Business Judgment Rule diterapkan di Indonesia.

Directors in managing a Company, while take actions and business decisions may cause losses to the Company. Under the Business Judgment Rule doctrine, Directors are assumed not to be responsible for any losses of the Company due to business decisions of the directors. This research analysises deeper and further in understanding the Business Judgment Rule doctrine and their relation to Article 97 paragraph (5) Limited Company Act. Based on its form, the typology used in this study is explanatory and prescriptive research, where researchers try to understand the doctrine of the Business Judgment Rule and look for the existence of this doctrine in the company law in Indonesia, in addition, the researchers tried to see the impact that may arise if the Business Judgment Rule is applied in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27500
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fauziah Hambali
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban direksi terhadap kebijakan bisnisnya yang menimbulkan kerugian bagi perseroan dan keuangan negara sehingga dianggap sebagai tindak pidana korupsi, manakala perseroan tersebut merupakan BUMN. Akan tetapi, menurut doktrin Business Judgment Rule, direksi tidak serta-merta dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus pengadaan sewa menyewa pesawat yang melibatkan Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines PT. MNA dan kasus penjualan aset perseroan oleh Direktur Utama PT. Industri Pangan Nusantara PT. INSAN. Adapun metode penelitian adalah penelitian hukum normatif. Doktrin Business Judgment Rule telah diakomodir dalam undang-undang, dengan melihat ketentuan Pasal 97 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan direksi karena kerugian yang terjadi akibat kebijakan bisnisnya, doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan 2 dua hal yaitu noodtestand dan sifat melawan hukum materiil secara negatif. Doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan sifat melawan hukum materiil secara negatif dalam kasus PT. MNA. Sedangkan dalam kasus PT. INSAN, kedudukan doktrin Business Judgment Rule dapat dijadikan sebagai alasan penghapus pidana berdasarkan noodtestand.

ABSTRACT
This thesis discusses about the responsibility of the directors of its business decisions that cause losses for the company and state finance, Therefore, it is considered as a criminal act of corruption when the company is a State Owned Enterprise BUMN . However, according to Business Judgment Rule doctrine, directors cannot be appealed for their personal liability. It is observable in the case of procurement of aircrafts lease which involved former general manager of PT. Merpati Nusantara Airlines PT. MNA and in the case of company asset sale by President Director of PT. Food Industry Nusantara PT. INSAN. The research method used in this thesis is normative law research. Business Judgment Rule doctrine has been accommodated by law, subject to the provisions of Law of The Republic of Indonesia Number 40 of 2007, Article 97 paragraph 5 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The aforementioned cases, which is caused by losses of poor business decisions involving the directors, can be the excuse to abolish Business Judgment Rule doctrine by two 2 things noodtestand and negative unlawful nature of judicial law. Business Judgment Rule doctrine can serve as an excuse of criminal law abolition based on the negative unlawful nature of judicial law in PT. MNA case, whereas in PT. INSAN case, the position of Business Judgment Rule doctrine can be applied as an excuse of criminal law abolition based on noodtestand."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Br Ginting, Dewi Maya
"

Dalam arti yang lebih kompleks sekaligus sederhana, abuse (abnormal use) of power dapat dimaknai sebagai sebuah akibat dari gagalnya pengendalian internal (internal control). Di dalam industri perbankan sendiri, prinsip kehati-hatian (prudential principle) merupakan patokan utama dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan antara Bank dengan masyarakat. Kendati direksi dan komisaris memikul tanggungjawab hukum dengan porsinya masing-masing, namun terdapat batasan-batasan tertentu mengenai kapan direksi dan komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas risiko dari keputusan atau tindakan pengawasan yang telah diambilnya. Dengan demikian direksi dan komisaris dapat lebih leluasa dalam mengambil keputusan bisnis maupun aksi-aksi korporasi dalam kegiatan usaha perbankan. Namun pada praktiknya, ketika dihadapkan pada kasus dugaan kejahatan perbankan, Majelis Hakim tidak selalu mempergunakan konsep Business Judgement Rule (BJR) sebagai  immunity doctrine bagi direksi untuk menangkis tuduhan White Collar Crime yang ditujukan atas keputusan atau tindakan pengawasan yang telah dilakukan oleh direksi dan komisaris. Hal ini menyebabkan kesenjakan antara das sein dengan das solen. Sehingga disini diperlukan sebuah penelitian dalam bentuk tesis, dengan identifikasi masalah yaitu; Pertama, Bagaimana penerapan Prudential Principle dalam pemberian kredit di Indonesia?. Kedua, Bagaimana penerapan prinsip Business Judgement Rule dalam memeriksa dan memutus kasus dugaan tindak pidana perbankan di Indonesia?  

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ketika keputusan atau tindakan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris tersebut telah didasari iktikad baik (good faith), pengambilan keputusan telah memperhatikan kepentingan perusahaan (fiduciary duty), berdasarkan pengetahuan/data yang memadai (informed basis), tidak dilakukan untuk berhambur-hambur (duty of care) dan tidak didasarkan pada kepentingan pribadi (loyalty), serta penuh dengan tanggungjawab, maka seharusnya Direksi berhak atas immunity doctrine.

 


In a more complex and at the same time simple, abnormal use of power can be interpreted as a result of the failure of internal control. Within the banking industry itself, the principle of prudence is the main benchmark in the formation and maintenance of relations between the Bank and the public. However, in practice, when faced with cases of suspected banking crime, the Panel of Judges does not always use the concept of the Business Judgment Rule as the immunity doctrine for the directors to fend off alleged criminal acts aimed at decisions or supervisory actions that have been carried out by the board of directors and commissioners. This causes a gap between them. So that we need a research in the form of a thesis, with problem identification; First, how is the application of the precautionary principle in lending in Indonesia? Second, how is the application of BJR principles in examining and deciding cases of suspected banking crime in Indonesia?

The research method used is a normative juridical research method, with descriptive analytical research specifications.

From the results of this study, it is concluded that when the decisions or supervisory actions taken by the directors and commissioners are based on good faith, have taken into account the interests of the company, are based on adequate knowledge / data, are not wasting and are not on personal interests, and are full of responsibility, then BJR can be applied.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Dewi Maya Br.
"

Dalam arti yang lebih kompleks sekaligus sederhana, abuse (abnormal use) of power dapat dimaknai sebagai sebuah akibat dari gagalnya pengendalian internal (internal control). Di dalam industri perbankan sendiri, prinsip kehati-hatian (prudential principle) merupakan patokan utama dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan antara Bank dengan masyarakat. Kendati direksi dan komisaris memikul tanggungjawab hukum dengan porsinya masing-masing, namun terdapat batasan-batasan tertentu mengenai kapan direksi dan komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas risiko dari keputusan atau tindakan pengawasan yang telah diambilnya. Dengan demikian direksi dan komisaris dapat lebih leluasa dalam mengambil keputusan bisnis maupun aksi-aksi korporasi dalam kegiatan usaha perbankan. Namun pada praktiknya, ketika dihadapkan pada kasus dugaan kejahatan perbankan, Majelis Hakim tidak selalu mempergunakan konsep Business Judgement Rule (BJR) sebagai  immunity doctrine bagi direksi untuk menangkis tuduhan White Collar Crime yang ditujukan atas keputusan atau tindakan pengawasan yang telah dilakukan oleh direksi dan komisaris. Hal ini menyebabkan kesenjakan antara das sein dengan das solen. Sehingga disini diperlukan sebuah penelitian dalam bentuk tesis, dengan identifikasi masalah yaitu; Pertama, Bagaimana penerapan Prudential Principle dalam pemberian kredit di Indonesia?. Kedua, Bagaimana penerapan prinsip Business Judgement Rule dalam memeriksa dan memutus kasus dugaan tindak pidana perbankan di Indonesia?  

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ketika keputusan atau tindakan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris tersebut telah didasari iktikad baik (good faith), pengambilan keputusan telah memperhatikan kepentingan perusahaan (fiduciary duty), berdasarkan pengetahuan/data yang memadai (informed basis), tidak dilakukan untuk berhambur-hambur (duty of care) dan tidak didasarkan pada kepentingan pribadi (loyalty), serta penuh dengan tanggungjawab, maka seharusnya Direksi berhak atas immunity doctrine.

 


In a more complex and at the same time simple, abnormal use of power can be interpreted as a result of the failure of internal control. Within the banking industry itself, the principle of prudence is the main benchmark in the formation and maintenance of relations between the Bank and the public. However, in practice, when faced with cases of suspected banking crime, the Panel of Judges does not always use the concept of the Business Judgment Rule as the immunity doctrine for the directors to fend off alleged criminal acts aimed at decisions or supervisory actions that have been carried out by the board of directors and commissioners. This causes a gap between them. So that we need a research in the form of a thesis, with problem identification; First, how is the application of the precautionary principle in lending in Indonesia? Second, how is the application of BJR principles in examining and deciding cases of suspected banking crime in Indonesia?

The research method used is a normative juridical research method, with descriptive analytical research specifications.

From the results of this study, it is concluded that when the decisions or supervisory actions taken by the directors and commissioners are based on good faith, have taken into account the interests of the company, are based on adequate knowledge / data, are not wasting and are not on personal interests, and are full of responsibility, then BJR can be applied.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti
"ABSTRAK
Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan dengan mengambil tindakantindakan
dan keputusan bisnis dapat menimbulkan kerugian bagi Perseroan.
Berdasarkan doktrin business judgment rule, direksi dianggap tidak bertanggung
jawab atas kerugian perseroan sebagai akibat keputusan yang diambil Direksi.
Penulisan ini akan membahas terlebih dahulu mengenai kedudukan dan tanggung
jawab direksi baik dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan
memberi pemahaman lebih dalam tentang business judgment rule,baik itu
menurut pengertian dan jenis pemngambilan keputusan berdasarkan business
judgment rule. Penulisan ini juga akan menganalisis penerapan business udgment
rule kedalam kasus. Terdapat dua kasus yang akan dianalis, dimana waktu
kejadian /tempus nya berbeda. PT Merpati Nusantara Arilane terjadi pada tahun
2013 sedangkan PT Mandiri (Persero) terjadi pada tahun 2003. Sehingga akan
terdapat perbedaan peraturan dalam penerpan business judgment rule ini.

ABSTRACT
Directors in managing a company, while take actions and business decisions may
cause losses to the Company. Under the Business Judgment Rule doctrine,
directors are assumed no to be responsible for any losses of the Company due to
business decisions of the directors.
The first research paper will discusses about the position and responsibilities of
Directors of both the Laws and Regulations applicable. And provide analysis a
deeper understanding of Business Judgment Rule, both the meaning and the type
of decision making by business judgment rule. The research paper also analyze
the application of business judgment rule doctrine into the case. There are two
cases to be analyzed, where the time of occurrence (or tempus) is different. They
are PT Merpati Nusantara Airlane (Persero) in 2013 while PT Mandiri Persero in
2003. So there will be difference in the regulation applied of business judgment
rule."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thariq Fauzi Hawali
"Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keputusan Direksi PT Pertamina untuk membeli blok migas Basker Manta Gummy di Australia yang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Pertimbangan hakim yang digunakan untuk mengadili Direksi PT Pertamina adalah kerugian negara akibat blok migas Basker Manta Gummy Australia berhenti beroperasi karena dinilai sudah tidak ekonomis lagi. Namun pada tingkat kasasi, keputusan Direksi PT Pertamina dinilai merupakan implementasi dari doktrin business judgment rule sehingga Mahkamah Agung memutuskan untuk membebaskan Direksi PT Pertamina dari tuntutan hukum.
Ada tiga pembahasan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini. Pertama, doktrin business judgment rule dan penerapanannya dalam hukum perseroan di Indonesia. Kedua, implementasi doktrin business judgment rule pada perkara nomor 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST. Ketiga, analisis ketepatan pertimbangan dan putusan majelis hakim mengenai kasus investasi PT Pertamina pada Blok Basker Manta Gummy Australia pada peradilan tingkat pertama, banding dan kasasi serta pertanggungjawaban hukum Direksi PT Pertamina. Metode penelitian yang digunakan adalah penilitian normatif dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu doktrinal, perundang-undangan dan kasus.
Kesimpulan dari skripsi ini yaitu Direksi PT Pertamina melanggar doktrin business judgment rule namun tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana karena tidak terbukti adanya mens rea. Pertanggungjawaban yang dapat dimintakan kepada Direksi PT Pertamina adalah secara perdata karena tidak berlakunya acquit et de charge dan terpenuhinya perbuatan melawan hukum secara perdata.
Sarannya adalah pembentukan produk hukum yang secara khusus mengatur mengenai doktrin business judgment rule dan acquit et de charge supaya kepastian hukum dapat tercipta bagi dunia bisnis dan penegakan hukum.

This thesis background is PT Pertamina Directors have made decision to invest in oil and gas block called Basker Manta Gummy in Australia which based on Central Jakarta Disctrict Court and DKI Jakarta High Court’s sentence, the Director was stated guilty on committing corruption. The consideration is Director’s decision causes state losses since Basker Manta Gummy Block has stopped its operation as it is no longer economical. However Casation has released the Directors from any lawsuits due to the investment is part of business judgment rule doctrine implementation.
There are tree points discussed in this thesis. First, business judgment rule doctrine and its implementation in Indonesia’s company law. Second, business judgment rule doctrine implementation in case number 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST. Third, analysis of the accuracy of the jugdes’ considerations and decisions on three levels court and the Directors’ liability. Research method used in this thesis is normative research using three approaches as follows doctrinal, regulation and case.
The conclusion is PT Pertamina Directors have violated business judgment rule doctrine however they can not be condemned guilty in criminal law area because bad faith is not proven in this judicial process. PT Pertamina Directors are considered to responsible in civil law scope because the Director's action is not protected by acquit et de charge and has fulfilled the unlawfull action in civil law persperctive.
The recommendation is adressed to legislative to issue regulation specifically regulates business judgment rule doctrine therefore legal certainty for business world and law enforcement will put into effect.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Arumsari
"Peranan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Di samping memberikan kontribusi kepada penerimaan Negara dalam bentuk dividen, BUMN juga mempunyai peranan strategis lain yaitu menghasilkan barang dan/atau jasa kepada masyarakat, pelopor sektor usaha yang yang belum diminati swasta, pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta juga turut mengembangkan usaha kecil/koperasi. Sebagai pengurus BUMN Perseroan, direksi memegang peranan yang sangat penting agar tujuan pendirian BUMN tercapai. Dalam mengurus perseroan, direksi harus mengambil berbagai keputusan bisnis yang memiliki risiko. Salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah keputusan bisnis yang diambilnya merugikan perseroan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan hukum kepada para direksi perseroan terbatas karena telah mengakomodasi doktrin fiduciary duty dan business judgment rule. Prinsip ini seharusnya juga berlaku di BUMN perseroan karena BUMN perseroan juga tunduk kepada prinsip-prinsip perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU PT dan UU BUMN. Ada dua masalah yang dianalisis menyangkut penerapan kedua doktrin tersebut dalam BUMN perseroan yaitu : bagaimana doktrin fiduciary duty dan business judgment rule yang berasal dari common law principles diserap dalam UU PT dan UU BUMN dan bagaimana penerapan doktrin tersebut dapat digunakan sebagai pembelaan diri direktur BUMN perseroan yang didakwa merugikan keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa business judgment rule dalam UU PT berlaku sebagai standar of review. Unsur-unsur dalam business judgment rule diserap dalam UU PT ke dalam beberapa kualifikasi. Pembelaan diri sebagaimana kualifikasi tersebut bersifat kumulatif. Keberlakuan business judgment rule untuk direksi BUMN perseroan mengalami pergeseran dari wilayah hukum privat menjadi wilayah hukum publik karena definisi keuangan negara di pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerapan business judgment rule harus dilihat kasus demi kasus. Karena kualifikasi yang diserap dalam UU PT tidak secara jelas didefinisikan maka interpretasinya tergantung kepada pengetahuan hakim. Untuk itu perlu dilakukan sinkronisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengertian keuangan negara dan agar dilakukan kejelasan atas kualifikasi business judgment rule untuk meminimalkan perbedaan interpretasi hakim.

State-Owned Limited Liability Enterprise (SOE) has a very important role in developing national economic. In addition to give money to the state receipts inthe form of dividends, SOE has strategic roles in making public goods andservices, pioneer in some business sectors, a counterweight private power also developing small business. The SOE's board of directors holds a very important role to make sure that the purpose of SOE is achieved.In proposing the company, the board of directors shall take a variety of the business decision that bearing a risks. One of the risk that might happen to the business of his detrimental to the company. Law No.40/2007 on Limited Liability Company give a legal protection by accommodating the fiduciary duty and business judgment rule doctrines. Theseprinciples should also apply in SOE due to SOE is subject on limited liability company law. There are two problems concerning the application of that doctrines on SOE's : how the doctrines of fiduciary duty and business judgment rule comes from common law principles were absorbed in Law No.40/2007 on LimitedLiability Company and Law No.19/2003 on SOE? How the application of these doctrines can be used as self defense of SOE?s Director that charged in corruptioncase? From the research, we can concluded that the doctrines of fiduciary duty and business judgment rule we absorbed in Law No.40/2007 on Limited Liability Company and Law No.19/2003 on SOE. Business judgment rule doctrine was absorbed into several qualifications as a standard of review and it is a cumulative review. The application of that two doctrines to the SOE?s board of directors wereshifting from the area of private law to the public law area due to the definition of financial state scope according to article number 2 and 3 of the Law No.31/1999 jo Law No.20/2001 on Corruption Eradication. The application of business judgment rule should be seen a case by case. Because of qualifications that absorbed in Law No.40/2007 on Limited Liability Company wew not clearly defined, its interpretation depends on judge's understanding. So, we need a synchronization of all legislation that related to the definition of financial state scope and we also need to clarity on qualifications to do business judgment rule in order to minimize the difference between judge?s interpretation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>