Ditemukan 95071 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Rizky Aziz
"Sebagai upaya mitigasi risiko yang mungkin akan menimbulkan kerugian bagi beberapa pihak dalam pengadaan barang/jasa, industri asuransi menawarkan sebuah produk inovatif yang bernama surety bond. Dalam praktiknya, pengaturan surety bond yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi di Indonesia tidak diatur di dalam suatu undang-undang bahkan di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sendiri juga tidak tidak diatur. Sehingga, ketentuan surety bond diatur di dalam beberapa peraturan turunan. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan, perusahaan asuransi yang sebelumnya dapat menyelenggarakan suretyship atas dasar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dipandang tidak dapat lagi menjual produk asuransi berupa surety bond. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ditemukannya undang-undang yang secara ekplisit mengatur surety bond yang dipasarkan oleh asuransi umum dan ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian merupakan ketentuan yang multitafsir.
As an effort to mitigate risks that may cause losses for several parties in the procurement of goods/services, the insurance industry offers an innovative product called surety bond. In practice, the regulation of surety bonds marketed by insurance companies in Indonesia is not specifically regulated in a law, even Law Number 40 of 2014 concerning Insurance itself is not regulated. Thus, the surety bond provisions are regulated in several derivative regulations. With the birth of Law no. 1 of 2016 concerning Guarantees, insurance companies that were previously able to conduct suretyships based on the Financial Services Authority Regulations (POJK) are considered no longer able to sell insurance products in the form of surety bonds. This research is descriptive using normative juridical method. The results of this study indicate that there is no law that explicitly regulates surety bonds marketed by general insurance and the provisions of Article 5 paragraph 1 of Law Number 40 of 2014 concerning Insurance are provisions that have multiple interpretations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hamid
"Dalam proses kegiatan pembangunan, permasalahan yang dihadapi oleh kontraktor bukan saja terbatas pada masalah ketrampilan (skill), peralatan dan permodalan, akan tetapi juga menyangkut masalah sulitnya memperoleh surat-surat jaminan sebagaimana dipersyaratkan oleh para pemilik proyek. Sehubungan dengan pentingnya surat jaminan dalam pelaksanaan pembangunan suatu proyek, saat ini telah tersedia suatu fasilitas jaminan dalam bentuk "Surety Bond" sebagai alternatif baru selain dari Bank Garansi. Jaminan Surety Bond ini hanya diberikan I diterbitkan oleh PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja sebagai satu-satunya Lembaga Keuangan Non Bank yang berwenang menerbitkan Surety Bond. Jaminan ini relatif lebih meringankan bagi para kontraktor karena untuk memperolehnya tidak dipersyaratkan adanya agunan atau setoran uang jaminan, sehingga modal kerja yang dimiliki oleh kontraktor sepenuhnya dapat d ipergun akan untuk pelaksanaan pembangunan proyek. Adapun prosedur untuk memperoleh Surety Bond terdiri dari 2 (dua) tahapan. Pertama, setiap perusahaan (kontraktor) yang berminat menggunakan jaminan Surety Bond harus mengajukan surat permohonan menjadi nasabah terlebih dahulu. Sedangkan tahap kedua setiap kontraktor harus mengajukan surat permohonan jaminan Surety Bond. Permohonan ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan (kontraktor) yang telah menjadi nasabah. Dalam hal pelaksanaan pembangunan apabila kontraktor melakukan wanprestasi dan tidak mau membayar ganti rugi kepada pemilik proyek, maka pemilik proyek dapat mengajukan klaim kepada Jasa Raharja selaku pihak Surety yang menjamin terlaksananya kewajiban kontraktor. Pihak Surety akan membayar ganti rugi sesuai dengan kerugian yang nyata-nyata diderita oleh pemilik proyek dengan ketentuan maksimum sebesar nilai jaminan yang tertera dalam Surety Bond yang diterbitkan. Surety Bond akan hapus/berakhir apabila kontraktor telah selesai melakukan kewajibannya dengan baik atau apabila Jasa Rahaja selaku pihak Surety telah membayar ganti rugi kepada pemilik proyek. Apabila Jasa Raharja telah melakukan pembayaran klaim, maka berdasarkan Perjanjian Ganti Rugi dan adanya prinsip hak Subrograsi pihak Jasa Raharja dapat menuntut kembali ganti rugi kepada kontraktor dan / atau Indemnitor. Apabila baik kontraktor maupun Indemnitor tidak mau membayar ganti rugi kepada pihak Surety, maka Jasa Raharja selaku pihak dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. (HAMID)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Haafizh Al Khatiiri
"Surety bond merupakan salah satu produk penjaminan yang umum ditawarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum dalam pelaksanaan proyek untuk menjamin bahwa kontraktor atau principal dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian pokok. Apabila kontraktor wanprestasi maka pihak asuransi akan memberikan ganti kerugian kepada pemberi kerja atau obligee. Meskipun demikian, terdapat permasalahan yang mungkin timbul mengenai pertanggungjawaban perusahaan asuransi apabila kegagalan principal terjadi karena kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan oleh principal. Skripsi ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan menganalisis putusan-putusan yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik mengenai surety bond yang seringkali terjadi adalah mengenai pencairan ganti kerugian. Pada umumnya, ketika kontraktor gagal melaksanakan prestasinya maka pihak pemberi kerja (obligee) akan meminta perusahaan asuransi untuk membayar klaim. Meskipun demikian, dalam hal principal mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan wanprestasi, maka perlu dilakukan peninjauan apakah surety bond tersebut bersifat conditional atau unconditional. Hal ini karena implikasi dari sifat surety bond yang tercantum sebagai klausul perjanjian suretyship akan berbeda dalam proses pencairan klaimnya. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dilakukan analisis terhadap kasus yang mengacu pada Putusan Nomor 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan bagi para pihak untuk memahami hubungan hukum para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jenis dan sifat surety bond, hal apa yang dimaksud dengan wanprestasi, dan proses pencairan klaim surety bond.
Surety bond is one of the common guarantee products offered by General Insurance Companies in project implementation to ensure that the contractor or principal can carry out its obligations in accordance with the main agreement. If the contractor defaults, the insurance company will provide compensation to the employer or obligee. However, there are problems that may arise regarding the liability of the insurance company if the principal's failure occurs due to negligence or default committed by the principal. This thesis uses the Normative Juridical method and is descriptive in nature by using secondary data in the form of literature studies and analyzing related decisions. The results show that the conflict regarding surety bonds that often occurs is regarding the disbursement of compensation. In general, when the contractor fails to perform its performance, the obligee will ask the insurance company to pay the claim. However, in the event that the principal claims that it has not defaulted, it is necessary to review whether the surety bond is conditional or unconditional. This is because the implications of the nature of the surety bond listed as a clause of the suretyship agreement will be different in the process of disbursing the claim. Therefore, this thesis will analyze the case referring to Decision Number 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Based on the results of this research, it is recommended for the parties to understand the legal relationship of the parties, the rights and obligations of the parties, the type and nature of surety bond, what is meant by default, and the process of disbursing surety bond claims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kalih Krisnareindra
"Tesis ini membahas tentang kewenangan perusahaan asuransi umum menerbitkan Sertifikat Penjaminan Surety Bond pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan (UU Penjaminan) dengan pokok permasalahan pertama mengenai bagaimana kewenangan perusahaan asuransi umum menerbitkan surety bond dan keabsahan sertifikat penjaminan surety bond yang diterbitkan sebelum dan pasca diundangkannya UU Penjaminan. Permasalahan kedua mengenai upaya hukum apa yang dapat dilakukan supaya penerbitan sertifikat surety bond oleh perusahaan asuransi umum tidak menimbulkan permasalahan hukum. Metode penelitian dan teori hukum yang dipergunakan untuk membahas permasalahan dalam tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan teori pembentukan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan asuransi umum sebelum dan sesudah diundangkan UU Penjaminan tetap mempunyai kewenangan untuk menerbitkan sertifikat surety bond. Upaya hukum utama yang dapat dilakukan adalah melalui upaya hukum uji materi (judicial review) ketentuan dalam UU Penjaminan dan/atau ketentuan mengenai perasuransian supaya penerbitan sertifikat surety bond oleh perusahaan asuransi umum tidak menimbulkan permasalahan hukum mengenai keabsahannya dan untuk menegaskan dan menghilangkan penafsiran atau pandangan yang berbeda. Saran dari penelitian ini adalah perusahaan asuransi umum melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) supaya mengajukan uji materi (judicial review) ketentuan dalam UU Penjaminan dan/atau peraturan mengenai perasuransian. Pada saat penulisan tesis ini, hal itu telah dilakukan oleh AAUI dan dilaksanakan sebelum tesis ini diuji, putusan MK telah dikeluarkan melalui putusan No.5/PUU-XVIII/2020 pada 25 November 2020 yang memperkuat hasil penelitian ini dimana perusahaan asuransi umum memiliki kewenangan dalam menerbitkan sertifikat surety bond.
This thesis discusses about the legal rights of general insurance companies to issue surety bond certificates after the enactment of Law Number 1 of 2016 concerning Suretyship (Suretyship Law) with the first issue regarding how the legal rights of general insurance companies to issue surety bonds and the validity of surety bond certificates issued by insurance companies before and after the enactment of the Suretyship Law. The second issue concerning to legal actions to be taken by stakeholders so that the issuance of surety bond certificates by general insurance companies does not cause legal problems. The research methods and legal theory used to discuss the problems in this thesis are normative legal research and legislation formation theory. The results showed that general insurance companies before and after the enactment of the Suretyship Law still have the authority to issue surety bond certificates. The main legal actions that can be taken are through judicial review of provisions in the Suretyship Law and / or Law No. 40 of 2014 regarding Insurance (Insurance Law) so that the issuance of surety bond certificates by general insurance companies does not cause legal issues particularly regarding its validity and also to emphasize and eliminate different interpretations or views. The suggestion based on this research is that general insurance companies through the Indonesian General Insurance Association (AAUI) shall submit request for judicial review of the provisions of the Suretyship Law and/or Insurance Law. During the writing process of this thesis, AAUI had been submit a request to Constitutional Court for judicial review and decision was issued through decision No.5 / PUU-XVIII / 2020 in November 25th, 2020 which strengthened the results of this research where the general insurance company has the authority to issue surety bond certificates"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Juliana Astuty Tryandari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S23052
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Noviantika Agustine
"Penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum perusahaan asuransi atas terjadinya pemalsuan polis yang dilakukan oleh agen asuransinya. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode doktrinal. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan hukum antara perusahaan asuransi dan agen asuransi, serta bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan asuransi dalam hal terjadi pemalsuan polis yang disebabkan oleh agen asuransinya. Agen asuransi berperan sebagai pihak yang mewakili perusahaan asuransi dalam memasarkan produk asuransi. Untuk itu, peran agen asuransi merupakan peran yang krusial. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan hukum yang didasarkan pada sebuah perjanjian kerjasama antara perusahaan asuransi dan agen yaitu Perjanjian Keagenan. Hubungan hukum yang timbul adalah kontraktual. Perusahaan asuransi memberikan kuasa kepada agen asuransinya untuk bertindak dan berwenang atas nama perusahaan. Untuk itu, kesalahan ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh agen dalam menjalankan wewenangnya menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi yang mereka wakili. Adapun, bentuk tanggung jawab perusahaan asuransi dapat berupa tanggung jawab perdata dan tanggung jawab pidana. Tanggung jawab perdata disebut juga dengan tanggung jawab pihak ketiga yang berdasar pada Pasal 1367 KUHPerdata atau dikaitkan dengan asas vicarious liability. Selain itu, juga terdapat pidana korporasi yang dapat dijatuhkan berdasarkan pada Pasal 81 Ayat (1) UU Perasuransian.
This research discusses the legal liability of insurance companies for the occurrence of policy forgery committed by their insurance agents. The article is written using a doctrinal method. The issues addressed include the legal relationship between the insurance company and its agents, as well as the extent of the insurance company's responsibility in cases of policy forgery by its agents. Insurance agents act as representatives of the insurance company in marketing insurance products, making their role crucial. The research concludes that there exists a legal relationship based on a cooperation agreement between the insurance company and its agents, as known as Agency Agreement. This legal relationship is contractual. The insurance company grants authority to its agents to act on its behalf. Therefore, any errors or violations committed by agents in exercising this authority are the responsibility of the insurance company they represent. The forms of responsibility of insurance companies can take the form of civil liability and criminal liability. The insurance company's liability can include civil liability, also known as third-party liability under Article 1367 of the Civil Code or under the principle of vicarious liability. Additionally, corporate criminal liability can be imposed under Article 81 (1) of the Insurance Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sri Rejeki Hartono
Jakarta: Sinar Grafika, 1995
346.086 SRI h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sri Rejeki Hartono
Jakarta: Sinar Grafika, 1997
346.086 SRI h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sri Rejeki Hartono
Jakarta: Sinar Grafika, 2008
346.086 SRI h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sri Rejeki Hartono
Jakarta: Sinar Grafika, 2001
346.086 SRI h
Buku Teks Universitas Indonesia Library