Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josephine Adeline
"Penelitian ini menganalisis hubungan antara afek positif dengan frekuensi mengunjungi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di tingkat individu, dan peran ketergantungan spasial pada hubungan kedua variabel tersebut pada tingkat kelurahan di DKI Jakarta. Data diperoleh dari 793 partisipan yang tersebar di 225 kelurahan di DKI Jakarta. Proses pengambilan data dilakukan secara daring dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner Positive And Negative Affect Schedule (PANAS) dan item frekuensi kunjungan ke RTH buatan Cameron dkk. (2017) yang telah diadaptasi. Analisis korelasi Pearson dilakukan menggunakan SPSS IBM 20, sedangkan analisis spasial menggunakan GeoDa 1.18. Hasil analisis korelasi menunjukkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara afek positif dan frekuensi mengunjungi RTH di tingkat individu (r = .244, p < 0.01) dan kelurahan (slope = .224, p = .001). Sedangkan, hasil analisis regresi spasial tidak menemukan adanya peran ketergantungan spasial pada hubungan afek positif dengan RTH (Moran’s I = 1.08, p = .27). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada peran ketergantungan spasial pada korelasi positif antara afek positif dan frekuensi mengunjungi RTH.

This current study analyzed the relationship between Positive Affect and frequency of visits to Urban Green Space (UGS) at the individual level, and the role of spatial dependence on the relationship between both variables at the subdistrics level in Jakarta. A total of 793 participants’ data from 225 subdistricts in Jakarta were obtained using an online questionnaire. The instruments used in this study were the adaptation of Positive And Negative Affect Schedule (PANAS) and frequency of visits to UGS items from Cameron et al. (2017). Pearson Correlation was conducted using SPSS IBM 20, while GeoDa 1.18 was used to do the spatial analysis. Results showed that there is a significant and weak positive correlation between Positive Affect and frequency of visits to UGS at the individual level (r = .224, p < 0.01) and subdistricts level (slope = .224, p = .001). On the other hand, spatial regression analysis revealed that spatial dependence doesn’t have a significant role in the relationship between Positive Affect and frequency of visits to UGS (Moran’s I = 1.08, p = .27)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fadhil Hidayah
"Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi hanya berjumlah sekitar 14,46% yang belum dapat mencapai target 20% runtuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik serta dibutuhkan pendanaan untuk pembebasan lahan persil bidang tanah sebesar Rp. 2.261.748.181.458.400 untuk pembebasan lahan persil bidang tanah pada Tipe Hak Guna Bangunan, Hak Milik, dan Hak Lain guna Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dengan mengacu kepada sampel sebaran NJOP Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018. Besaran Penggunaan Lahan pada tahun 2019 terdapat fungsi yang dapat diasumsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) proporsi luasan menjadi sebesar 14,33% juga masih dibawah batasan target 20 persen untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik. Dalam menentukan prioritas Ruang Terbuka Hijau (RTH) diresmikan kriteria berdasarkan variabel Suhu Permukaan, Index Kerapatan Vegetasi, Index Kerapatan Bangunan dan Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Didapatkan 101 Lokasi Prioritas Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Based on the Detailed Spatial Planning and Zoning Regulations, only around 14.46% have not been able to achieve the 20% target for Public Green Open Space and funding is needed for land acquisition for parcels of land amounting to Rp. 2,261,748,181,458,400 for land acquisition for parcels of land in the Type of Building Use Rights, Ownership Rights, and Other Rights for Public Green Open Space by referring to the sample distribution of the DKI Jakarta Province NJOP in 2018. The amount of land use in 2019 is the function that can be assumed as Green Open Space the proportion of the area to 14.33% is also still below the target limit of 20 percent for Public Green Open Space. In determining the priority of Green Open Space criteria were inaugurated based on the variables of Surface Temperature, Vegetation Density Index, Building Density Index and Green Open Space Classification. Obtained 101 Priority Locations of Green Open Space.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhsanu Amalia Putri
"Penelitian bertujuan untuk melihat ketergantungan spasial kepuasan hidup dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner daring kepada penduduk DKI Jakarta berusia di atas 18 tahun (N=1526) pada tahun 2020 dan 2021. Pengukuran kepuasan hidup menggunakan Satisfaction with Life Scale, RTH melalui jumlahnya dari portal resmi Kementerian PPN/Bappenas RI, dan kelurahan melalui jumlah dan wilayah administratifnya dari portal resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, analisis spasial menggunakan GeoDa, dan analisis korelasi menggunakan Pearson’s Product Moment. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hidup memiliki ketergantungan spasial (r=0.23 dengan p=0.001) dan RTH dapat memprediksi ketergantungan spasial tersebut (R²=0.13 dengan F=41.67). Keteragantungan spasial ini secara geografis membentuk pola ketetanggaan.

This study aims to see the spatial dependence of life satisfaction with urban greenspace. Research data was obtained through the distribution of online questionnaires to residents of DKI Jakarta aged over 18 years (N=1526) in 2020 and 2021. Life satisfaction was measured using the Satisfaction with Life Scale, RTH through the numbers from the official portal of the Ministry of National Development Planning/Bappenas RI, and kelurahan through the number and administrative area from the official portal of the DKI Jakarta Regional Disaster Management Agency. The analysis carried out is descriptive analysis, spatial analysis using GeoDa, and correlation analysis using Pearson's Product Moment. The research findings show that life satisfaction has a spatial dependence (r=0.23 with p=0.001) and RTH can predict this spatial dependence (R²=0.13 with F=41.67). This spatial dependence geographically forms a pattern of clustering."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Saraswati Nurhidayah
"Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki perkembangan pembangunan fisik yang cukup pesat. Beberapa area di perkotaan belum secara intensif untuk mengalokasikan sebagai ruang publik, melainkan semakin banyaknya pembangunan seperti mall, perkantoran, dan perhotelan. Dengan adanya pembangunan yang cukup pesat tersebut, Kota Jakarta membutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
Kebijakan publik mengenai RTH di wilayah perkotaan memiliki nilai estetika dan sekaligus sebagai wahana interaksi sosial bagi penduduk di perkotaan. Sulitnya pembebasan lahan dan kurangnya komitmen para pemangku kepentingan untuk meningkatkan lahan RTH menjadi kendala untuk mencapai target pengalokasian lahan RTH sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan RTH di DKI Jakarta dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penulis menggunakan model teori implementasi yang dikembangkan oleh Merilee S. Grindle. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivis dengan metode kualitatif dnegan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan beberapa pihak terkait.
Hasil penelitian diperoleh (1) implementasi kebijakan ruang terbuka hijau oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum sepenuhnya sempurna; (2) beberapa kendala diantaranya pembebasan lahan dan belum ada peraturan mengenai Masterplan RTH DKI Jakarta yang dapat menunjang penyelenggaraan penataan RTH di DKI Jakarta menjadi faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi implementasi kebijakan ruang terbuka hijau di DKI Jakarta.

DKI Jakarta Province as the Capital of the Republic of Indonesia has a fairly rapid development of physical development. Some areas in urban areas have not been intensively allocated as public spaces, but more and more development such as malls, offices, and hospitality. With this rapid development, the City of Jakarta needs Green Open Space (RTH) to maintain the harmony and balance of the ecosystem of the urban environment.
Public policy regarding open green space in urban areas has aesthetic value and is also a vehicle for social interaction for urban residents. The difficulty of land acquisition and the lack of commitment of stakeholders to increase green open land is an obstacle to achieving the target of allocating green space according to Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning.
The purpose of this study is to analyze the implementation of green open space policy in DKI Jakarta and what factors influence it. The author uses an implementation theory model developed by Merilee S. Grindle. This study uses a postpositivist approach with qualitative methods with data collection techniques in the form of in-depth interviews with several related parties.
The results of the study were obtained (1) the implementation of the green open space policy by the DKI Jakarta Provincial Government has not been fully perfect; (2) some constraints including land acquisition and there are no regulations regarding the DKI Jakarta Open Space Plan that can support the implementation of green open space arrangements in DKI Jakarta are the inhibiting factors that affect the implementation of green open space policies in DKI Jakarta.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T54405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brielyano Gema Winando
"Tingginya Land Surface Temperature (LST) di perkotaan yang mengakibatkan terjadinya fenomena Urban Heat Island (UHI). Penghijauan dianggap sebagai salah satu upaya mitigasi yang efektif dalam mencegah fenomena UHI di wilayah perkotaan karena lahan bervegetasi memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu. Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dijadikan salah satu elemen yang dimanfaatkan untuk mitigasi perubahan iklim perkotaan. Penghijauan melalui RTH efektif dalam menurunkan suhu dan memitigasi dampak UHI di perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami sejauh mana efektivitas RTH di Kota Depok dalam menurunkan suhu lingkungan di sekitar area perkotaan yang padat bangunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui penginderaan jauh dan didapatkan 30 sampel RTH. Radius buffer RTH ditentukan menggunakan metode Equal Radius. Data dianalisis menggunakan analisis statistik untuk mengetahui korelasi antara karakteristik RTH, komposisi tutupan lahan, kerapatan vegetasi, dan kerapatan bangunan terhadap nilai Greenspaces Cool Island Intensity (GCII) dan analisis spasial untuk menjelaskan keadaan di dalam dan di sekitar RTH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik RTH, komposisi tutupan lahan, kerapatan vegetasi, dan kerapatan bangunan memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap nilai GCII. Kesimpulan dari penelitian ini adalah RTH dapat mempengaruhi penurunan suhu permukaan untuk lingkungan di sekitarnya.

The high Land Surface Temperature (LST) in urban areas has resulted in the Urban Heat Island (UHI) phenomenon. Greening is considered as one of the effective mitigation efforts in preventing the UHI phenomenon in urban areas because vegetated land has the ability to reduce temperature. Green Open Space (RTH) can be used as one of the elements utilized to mitigate urban climate change. Greening through Greenspaces is effective in reducing temperature and mitigating the impact of UHI in urban areas. The purpose of this study is to understand the extent to which the effectiveness of Greenspaces in Depok City in reducing environmental temperatures around urban areas that are densely built. The method used in this study is a quantitative approach. Data were collected through remote sensing and 30 green space samples were obtained. The RTH buffer radius was determined using the Equal Radius method. Data were analyzed using statistical analysis to determine the correlation between RTH characteristics, land cover composition, vegetation density, and building density to the value of Greenspaces Cool Island Intensity (GCII) and spatial analysis to explain the situation in and around RTH. The results showed that the characteristics of RTH, land cover composition, vegetation density, and building density have a significant positive relationship to the value of GCII. The conclusion of this study is that Greenspaces can influence the reduction of surface temperature for the surrounding environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aristyowati
"Disertasi ini bertujuan menelusuri interaksi dinamis antara fungsi ekologis; estetika dan budaya; serta sosial dan ekonomi dalam pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial-spasial; dari sudut pandang persepsi pengunjung, kelompok pedagang kaki lima, dan kebijakan pemerintah; melalui pendekatan campuran yang terdiri dari metode kuantitiatif survei dan metode kualitatif studi kasus. Kesetaraan sosial-spasial dalam penelitian ini akan meninjau terlebih dulu faktor aksesibilitas dan ketersediaan RTH, berupa pilot project taman-taman kantung di Jakarta. Penelitian ini kemudian mengeksplorasi fenomena sosial kehadiran RTH sebagai daya tarik ekonomi yang memberi peluang bagi Ruang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui studi kasus di Kawasan Setu Babakan. Penelitian ini menemukan bahwa baik pengunjung maupun Pedagang Kaki Lima (PKL) menyoroti perlunya akses yang adil terhadap RTH sebagai ruang publik. Studi kasus di Kawasan Setu Babakan ini menjadi spesifik karena kehadiran enam tipe apropriasi warung PKL yang secara spontan muncul di ruang interstisial antara Ruang Terbuka Hijau-Biru dan lahan yang dimiliki masyarakat. Hal ini menggarisbawahi tantangan pemerintah dalam merancang kebijakan yang mencapai aspek sosial-spasial yang legal, inklusif, dan adil. Perpaduan unik antara nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan tersebut kemudian memosisikan kembali pemahaman bagaimana RTH secara multifungsi dapat memenuhi beragam kebutuhan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga kota.

This dissertation explores the dynamic interactions between ecology; aesthetics and culture, and social and economic aspects in the use of Green Open Space (GOS). This research uses a social-spatial approach; from the perspective of visitors, street vendors, and government policy; through a mixed methods of quantitative survey and qualitative case study. Socio-spatial analysis will review the accessibility and availability of GOS in the form of pilot projects for pocket parks in Jakarta; then explores the social phenomenon of GOS presence as an economic attraction that provides opportunities for Micro, Small and Medium Enterprises through a case study in the Setu Babakan area. This research found that both visitors and street vendors highlighted the need for equal access to GOS. The case study in the Setu Babakan area is specific because of the presence of six types of street vendor’s appropriation spontaneously appear in the interstitial space between the Blue-Green Open Space and private land. This underlines the government's challenge in designing policies that achieve socio-spatial aspects that are legal, inclusive and equal. The combination of cultural, social and environmental values repositions the understanding of how multifunctional GOS can meet various needs while improving the welfare of citizen."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Cori Mentari
"Depok merupakan salah satu kawasan strategis nasional yang harus dilindungi fungsinya dan merupakan kawasan yang diapit oleh kota Bogor dan kota Jakarta. Kondisi tersebut mengharuskan Depok sebagai kota penyangga hidup kota Jakarta. Namun, akibat arus mobilisasi dan migrasi yang tinggi menjadikan fungsi kota Depok beralih menjadi kota padat pemukiman serta ditandai adanya kompleksitas perkotaan sehingga menyebabkan kota Depok tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Peneliti menggunakan pendekatan positivis-kualitatif dengan mengacu 4 indikator dari teori Edward III yaitu: 1) Sumber Daya; 2) Disposisi; 3)Komunikasi; 4) Struktur. Berdasarkan analisis pada keempat indikator tersebut, diketahui bahwa implementasi penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Depok terkendala pada sumber daya, komunikasi dan struktur birokrasi.

Depok is one of the national strategic areas that should be protected for its functions. Depok is also an area that is flanked by Bogor and Jakarta. Therefore, Depok becomes a buffer city which supports its neighbourhood areas, such as Jakarta. Due to the current high mobilization and migration, Depok turns into densely populated city and urban area which characterized by its complexity. This makes Depok can not do its functions properly.
By using qualitative-positivist approache, researcher analyzes the case byusing Edward III's four indicators, which are: 1) Resources; 2) Disposition; 3) Communication, 4) Structure. Based on the analysis of four indicators, it is known that the implementation of the Green Open Space Regulation in Depok is hampered on its resources, communication process and birocratic structure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nurdin Alamsyah
"Menurut Jakarta Property Institute, pada tahun 2021, RTH yang di DKI Jakarta hanya sekitar 6,2 m2 per-kapita. Minimnya RTH di DKI Jakarta pada gilirannya akan menyebabkan berbagai masalah di DKI Jakarta, seperti terjadinya banjir dan meningkatkan polusi udara di DKI Jakarta. Kepuasan masyarakat dapat digunakan untuk memahami persepsi masyarakat dan mengevaluasi kehadiran RTH di DKI Jakarta. Kepuasan masyarakat terhadap RTH dapat digunakan dalam mengembangkan keputusan kebijakan masa depan untuk perbaikan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan masyarakat atas RTH sebagai ruang publik di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengambilan data mixed methods melalui kuesioner yang disebarkan kepada 416 responden (kuantitatif) serta wawancara mendalam dengan 6 narasumber dan analisis konten (kualitatif). Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat kepuasan masyarakat atas RTH di Provinsi DKI Jakarta periode Januari 2022 dapat diperoleh kesimpulan bahwa responden masyarakat DKI Jakarta berada pada tingkat puas. Temuan tersebut juga diperoleh berdasarkan hasil tiga dimensi, yaitu dimensi resource yang berada pada tingkat cukup puas, serta dimensi situational conditions dan dimensi management yang berada pada tingkat puas. Kendati demikian, peneliti menemukan bahwa terdapat tiga indikator pada dimensi resource yang tidak terpenuhi dan dua indikator pada dimensi management yang tidak terpenuhi, sisanya sudah terpenuhi. Menariknya, secara kuantitas RTH-RTH di DKI Jakarta masih sangat kurang tetapi secara kualitas RTH-RTH yang ada di DKI Jakarta sudah sangat baik. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga konsisten dengan salah satu indikator dari Mercer (2019) dan berbanding terbalik dengan hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yakni adanya keterbatasan peneliti mengontrol responden yang mengisi kuesioner penelitian ini karena dilakukan secara daring.

According to the Jakarta Property Institute, in 2021, the number of green open space in DKI Jakarta is only around 6.2 m2 per capita. The absence of green open space in DKI Jakarta would lead to various of issues, including flooding and increased air pollution. Citizen satisfaction can be used to understand citizen's perceptions and evaluate the presence of green open space in DKI Jakarta. Citizen's satisfaction with green open space can be used in developing future policy decisions for improving green open space. This study aims to analyze the level of citizen satisfaction with green open space as a public space in DKI Jakarta. This study used a quantitative approach with mixed methods data collection techniques through questionnaires distributed to 416 respondents (quantitative) and in-depth interviews with 6 informants and content analysis (qualitative). Based on the results of research on the level of citizen satisfaction with green open space in the DKI Jakarta for the period of January 2022, it can be concluded that the respondents of the DKI Jakarta citizen are at a satisfied level with green open space in DKI Jakarta. The findings are also quite obtained based on the results of three dimensions, namely resources dimension which are at the level of satisfaction, as well as situational conditions dimension and management dimension which are at the level of satisfaction. Thus, the researcher found that there were three indicators on the resource dimension that were not fulfilled and two indicators on the management dimension that were not fulfilled, the rest had been fulfilled. Interestingly, the quantity of green open space in DKI Jakarta is still very lacking, but the quality of green open space in DKI Jakarta is already good. Furthermore, the results of this study are also consistent with one of the indicators from Mercer (2019) and inversely with the results of previous study. This study has limitation, namely the limitations of researcher controlling respondents who filled out the research questionnaire because it was conducted online.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farizka Al Wahida
"Fenomena urbanisasi mendorong terjadinya perubahan tata guna lahan di wilayah perkotaan, terutama di wilayah perkembang seperti Kota Tasikmalaya sehingga dapat berdampak pada penyediaan RTH. Pentingnya berbagai fungsi RTH, pemenuhan RTH 30% perlu segera dilakukan, karena tantangan dalam pemenuhan RTH terus meningkat seiring dengan terus berkembangnya kota terutama semakin tingginya biaya pembebasan lahan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terkait dengan kondisi RTH, status kepemilikan RTH, wilayah prioritas dan rencana pengembangan RTH yang dilakukan oleh pemerintah kota sehingga dapat disusun konsep pemenuhan RTH yang sesuai untuk Kota Tasikmalaya. Metode analisis yang digunakan didalam penelitian ini ialah menggunakan analisis spasial, pengamatan lapangan wawancara dengan stake holder dan serta analisis dokumen peraturan daerah. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa total RTH di Kota Tasikmalaya masih relatif tinggi yaitu 12.097 hektar atau 66% dari total wilayah, namun terdapat tren penurunan dari tahun 2014 hingga tahun 2021 yang diakibatkan oleh adanya alih fungsi lahan. Total RTH publik ialah seluas 131,9 hektar atau 0,7% dari total luas wilayah. Di wilayah priortias perlu dilakukan perbaikan komposisi vegetasi. Pemerintah kota telah memiliki rencana yang baik namun belum hasil implementasinya belum maksimal, sehingga perlu melibatkan instansi yang tidak terlibat langsung dalam pemenuhan RTH.

The urbanization accelerates the change of land use in urban areas, especially in developing city such Tasikmalaya, which could impact the provision of Urban Green Space (UGS). Due to its crucial functions, the fulfillment of 30% UGS needs to be done immediately, the challenges in UGS provision are progressing along with the increasing cost of land acquisition. In this study, an analysis was carried out related to the condition of UGS, ownership, priority areas and its development plans carried out by the city government so that a suitable UGS provision concept can be developed. The analytical method used in this research are spatial analysis, field observations, interviews with stake holders and analysis of local regulations documents. The result show that the total UGS in Tasikmalaya is 12,097 hectares or 66% of the total area, but depleting trend from 2014 to 2021 was indentified, mainly due to land conversion. The total UGS owened by goverment is 131.9 hectares or 0.7% of the total area. In priority areas it is necessary to improve the vegetation composition. The city government already has relatively positive UGS provision plan, but the implementation is still not very optimal. It is necessary to involve other goverment official that are not directly involved in UGS provision to increase public awareness and improve provision process for future development."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nutfa Liani
"Penelitian mengenai hubungan ruang terbuka hijau dengan prevalensi hipertensidi Provinsi DKI Jakarta perlu dilakukan mengingat ketersediaan RTH di Provinsi DKI Jakarta kurang dari standar dengan prevalensi hipertensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Maraknya urbanisasi yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah masalah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ketersediaan RTH di Provinsi DKI Jakarta hanya 10% dari total seluruh wilayahnya. Padahal berdasarkan UU. No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang standar minimal RTH di sebuah kota adalah 30% dari total seluruh wilayahnya. Padahal, keberadaan RTH memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah manfaat untuk kesehatan. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa RTH merupakan faktor protektif terhadap hipertensi. Prevalensi hipertensi lebih rendah pada wilayah dengan RTH lebih banyak. Prevalensi hipertensi di DKI Jakarta terus meningkat. Pada tahun 2013 prevalensinya hanya 20% sedangkan pada tahun 2017 prevalensinya menjadi 34,95%. Desain studi dari penelitian ini adalah studi ekologi dengan uji statistik yang digunakan adalah uji regresi linear sederhana. Kemudian analisis spasial juga dilakukan. Variabel-variabel yang diteliti adalah luas RTH dan prevalensi hipertensi. Terdapat hubungan yang lemah antara luas RTH dengan prevalensi hipertensi di Provinsi DKI Jakarta (R= 0,247). Berdasarkan analisis spasial bahwa persebaran prevalensi hipertensi tinggi dan RTH yang juga tinggi terpusat di pusat Provinsi DKI Jakarta. Hubungan yang lemah antar variabel tersebut dikarenakan terdapat beberapa faktor penyebab hipertensi yang tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh adanya RTH yaitu faktor psikososial, faktor gaya hidup dan kebiasaan aktifitas fisik masyarakat. Kemudian, proporsi RTH yang dapat mendukung interaksi sosial dan aktifitas masyarakat di Provinsi DKI Jakarta dinilai rendah dan didominasi oleh pemakaman dan jalur hijau yang secara fungsinya tidak dapat mendukung kegiatan masyarakat yang menguntungkan dalam segi kesehatan.

Study about the relationship between green space with the prevalence of hypertension in DKI Jakarta is necessaryto be done considering of the availability of green spaces that are less than the minimum standard, and the prevalence of hypertension that continues to increase. The increase of urbanization in DKI Jakarta provokes many problems. One of the problems is about the availability of green spaces. The availability of green spaces in DKI Jakarta is only 10% from all the areas. Besides, according to UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, the minimum standard of green space in city is 30% of the total area. Whereas, the existence of green spaces has many benefits, include health benefit. Studies shown that green spaces are protective factor of hypertension. The prevalence of hypertension is lower in areas with more green spaces. The prevalence of hypertension in DKI Jakarta remains to increase. In 2013, the prevalence of hypertension is only 20%, while in 2017 the prevalence mounts up to 34,95%. This study is an ecological study with the statistical test used is a simple linear regression test. Then, spatial analysis is also used to each variable. There is poor relationship between the large of green spaces and the prevalence of hypertension in DKI Jakarta (R=0,247). The poor relationship between those variables are due to several factors that cause hypertension that cannot be directly affected by the existence of green spaces. Those factors are psychosocial factors, lifestyle factors, and the physical activity of community. Besides, the proportion of green spaces that support social interaction and communitys activities is considered low. The green spaces in DKI Jakarta are dominated by funerals and street trees which function in a way cannot support communitys activity that are beneficial for their health."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>