Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191340 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eileen Monica
"Pelaku usaha menggunakan berbagai cara dalam mempromosikan produknya. Salah satu cara yang digunakan adalah menyewa jasa buzzer untuk menulis ulasan palsu di media sosial agar produk janama menjadi bahan perbincangan dan dikenal lebih luas. Unggahan ulasan palsu oleh buzzer dilakukan berulang-ulang dengan narasi yang mirip dan secara massal oleh akun bot atau anonim. Buzzer bertindak seolah seperti konsumen yang telah mencoba produk dan memberikan rekomendasi produk kepada pengguna lainnya. Strategi pemasaran ini mendorong konsumen untuk membeli produk janama, karena konsumen pada umumnya menggunakan informasi dari Word of Mouth sebagai bahan pertimbangan dalam bertransaksi. Penggunaan informasi dari ulasan palsu menimbulkan risiko kerugian bagi konsumen. Sebab, informasi tersebut dapat tidak benar, tidak jujur, dan tidak lengkap. Konsumen yang membuat keputusan berdasarkan informasi dengan karakteristik tersebut berpotensi mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan apa yang diiklankan. Pada praktiknya, sulit bagi konsumen untuk dapat membedakan ulasan yang ditulis oleh buzzer dengan yang ditulis oleh konsumen asli berdasarkan pengalaman yang nyata. Meskipun demikian, di Indonesia masih belum terdapat regulasi spesifik mengenai tindakan menulis dan menyuruh orang lain untuk menulis ulasan palsu sebagai upaya pemasaran. Sementara itu, Inggris memiliki regulasi yang spesifik mengatur mengenai tindakan menulis dan menyuruh orang lain untuk menulis ulasan palsu. Melalui penelitian doktrinal yang dilakukan pada tulisan ini, diketahui bahwa jika dibandingkan dengan Inggris regulasi di Indonesia mengenai permasalahan penulisan ulasan palsu oleh buzzer belum dapat sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi konsumen dan menegakkan hak-hak konsumen, terutama dalam memperoleh pertanggungjawaban jika terjadi kerugian. Oleh karena itu, demi menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi konsumen diperlukan regulasi yang lebih spesifik dan khusus.

Companies use various ways to promote their products. One of the methods used is to hire a buzzer to write fake reviews on social media so that the brand's products become the subject of conversation and are more widely known. Uploading fake reviews by buzzers is done repeatedly with similar narratives and en masse by bot or anonymous accounts. Buzzers act like consumers who have tried the product and provide product recommendations to other users. This marketing strategy encourages consumers to buy products from brands, as consumers generally use information from Word of Mouth as a material consideration in transactions. The use of information from fake reviews poses a risk of harm to consumers. This is because the information can be untrue, dishonest and incomplete. Consumers who make decisions based on information with these characteristics have the potential to get products that are not as advertised. In practice, it is difficult for consumers to distinguish reviews written by buzzers from those written by real consumers based on real experiences. However, in Indonesia there are still no specific regulations regarding the act of writing and instructing others to write fake reviews as a marketing effort. Meanwhile, the England has specific regulations governing the act of writing and instructing others to write fake reviews. Through doctrinal research conducted in this paper, it is found that when compared to England, the regulations in Indonesia regarding the issue of writing fake reviews by buzzers have not been able to fully provide legal certainty for consumers and uphold consumer rights, especially in obtaining liability in the event of a loss. Therefore, in order to ensure protection and legal certainty for consumers, more specific and specialized regulations are needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Putri Aprilia
"Dewasa ini peredaran iklan semakin mudah untuk tersebar luas karena tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita telah memasuki era digital. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya iklan yang muncul pada platform digital seperti media sosial. Namun, disayangkan isi yang dimuat dalam iklan khususnya iklan digital tersebut tidak selalu bermuatan positif, dan seringkali ditemui iklan khususnya iklan digital yang tidak sesuai dengan aturan atau pedoman periklanan yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya ketidaksesuaian tersebut, maka iklan khususnya iklan digital dapat melanggar hak konsumen itu sendiri. Maka dari itu, akan dikaji lebih mendalam pada penulisan ini dengan menggunakan metode yuridis normatif, bahan sekunder lainnya serta melakukan pengumpulan data dengan wawancara bersama narasumber terkait agar penulisan ini dapat menghasilkan kesimpulan dan saran yang sesuai yang mana kemudian membawa kepada kesimpulan bahwa di Indonesia sendiri diperlukan peraturan khusus yang mengatur tentang periklanan di Indonesia karena peraturan dan pedoman iklan di Indonesia saat ini belum menjelaskan secara komprehensif serta masih dijelaskan di dalam beberapa aturan dan pedoman. Di samping itu, diperlukan juga pengkajian kembali terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen sesuai dengan perkembangan era digital di Indonesia saat ini.

Nowadays, the circulation of advertisements is getting easier to spread widely, since it cannot be denied that we have entered the digital era. This can be seen from the many advertisements that appear on digital platforms such as social media. However, it is unfortunate that the content contained in advertisements, especially digital advertisements are not always positive, and it is often found that advertisements, especially digital advertisements, are not in accordance with the advertising rules or guidelines that apply in Indonesia. With this discrepancy, advertisements, especially digital advertisements, can violate the rights of consumers themselves. Therefore, it will be studied in more depth in this writing by using normative juridical methods, other secondary materials and collecting data by interviewing relevant sources so that this writing will be able to provide some appropriate conclusions and suggestions which then lead to the conclusion that in Indonesia itself special regulations are needed to regulate advertising in Indonesia because current advertising regulations and guidelines in Indonesia have not explained comprehensively and are still explained in several rules and guidelines. In addition, it is also necessary to review the Consumer Protection Law in accordance with the development of the digital era in Indonesia today."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Artanti Batrisyia
"Digitalisasi, meningkatnya konsumerisme, dan kemajuan dalam sektor keuangan telah meningkatkan aksesibilitas produk keuangan di Indonesia. Adapun layanan pinjaman Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi digunakan oleh 26 juta peminjam pada tahun 2021. Meskipun demikian, survei oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2022 menemukan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia hanya mencapai 49,68%. Hal ini menimbulkan masalah dimana konsumen dapat mengambil pinjaman tanpa mempertimbangkan kapasitas keuangan mereka sehingga dapat berdampak pada finansial jangka panjang peminjam. Periklanan memiliki peran signifikan dalam memengaruhi penggunaan layanan pinjaman dengan memberikan ruang bagi layanan pinjaman untuk menyampaikan informasi dan mempromosikan produk mereka. Meskipun telah ditemukan perhatian dan kritik dari masyarakat terhadap periklanan layanan pinjaman, pelindungan konsumen periklanan layanan pinjaman di Indonesia cukup terbatas, terutama apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Australia dan Inggris. Skripsi ini berupaya untuk memahami dan membandingkan perlindungan konsumen dalam periklanan layanan pinjaman di Indonesia, Inggris, dan Australia untuk menentukan pengembangan yang dapat dilakukan terhadap perlindungan konsumen bagi periklanan layanan pinjaman di Indonesia. Skripsi ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif- analitis. Penelitian ini menemukan bahwa periklanan layanan pinjaman telah menjadi pokok perhatian di Inggris dan Australia untuk waktu yang lebih lama sehingga telah berkembang pengaturan dan tata kelola yang lebih kuat. Dengan demikian, Indonesia dapat merujuk pada negara tersebut untuk memperkuat pelindungan konsumen terkait dengan periklanan layanan pinjaman, di antaranya dengan menerapkan pengaturan yang dikhususkan bagi periklanan layanan pinjaman, memperkuat peran Dewan Periklanan Indonesia, serta mengembangkan mekanisme pengawasan dan penegakan Otoritas Jasa Keuangan.

Digitalization, increasing consumerism, and advancements in the financial sector have heightened the accessibility of financial products in Indonesia. Notably, Peer-to-Peer Lending saw 26 million lenders using their credit services in 2021. In spite of this, a 2022 survey by Otoritas Jasa Keuangan found that Indonesia's financial literacy rate stands at only 49.68%. This presents a problem, as individuals take on loans without concern towards their financial capacity, leading to long-term financial consequences. Advertising plays a key role in influencing loan service use as it provides a platform for loan services to convey information and promote their products. Despite public attention and criticism towards loan service advertising, regulations and control mechanisms are limited in Indonesia in contrast to countries such as Australia and England. This thesis aims to understand and compare consumer protection in loan service advertising in Indonesia, England, and Australia to determine areas in which Indonesia’s consumer protection may be strengthened. This thesis is carried out with a normative juridical approach using a descriptive-analytical research typology. This research finds that England and Australia have longer-standing concerns about loan service advertising, resulting in stronger regulations and governance. As such, Indonesia may benefit from referencing said countries to strengthen consumer protection for loan service advertising, such as through creating regulations specific to loan service advertising, strengthening the role of Dewan Periklanan Indonesia, and enhancing the supervisory and enforcement mechanisms of Otoritas Jasa Keuangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Ramzy
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Batasan privasi dari iklan yang dipersonalisasi dengan menggunakan teori Communication Privacy Management yaitu Information Co-Ownership, Personification, Internal Data Source, dan Advertisement Embarrassment kepada sikap terhadap iklan dan niat konsumen untuk membeli produk tersebut dalam lingkungan social media. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pengguna aplikasi sosial media Instagram. Penelitian ini menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) dalam mengolah data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Purchase Intention dipengaruhi oleh sikap konsumen terhadap iklan yang dipengaruhi Kembali oleh Information Co-Ownership, Personification dan pengaruh negatif dari Internal Data Source. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang terjadi dari Batasan privasi yang dibuat oleh konsumen terhadap Purchase Intention. Semakin tinggi Privasi yang dirasakan oleh konsumen, semakin tinggi juga probabilitas untuk Purchase Intention.

This study aims to understand the effect of privacy boundaries of personalized advertisement by using the theory of Communication Privacy Management which is Information Co-Ownership, Personification, Internal Data Source, and Advertisement Embarrassment to the Attitude towards the Advertisement and the Purchase Intention of the Consumers in the Social Media landscape. The sample that is used in this study is the people who are actively using Instagram. This study is using Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) in processing the data. The result of this study shows that Purchase Intention is affected by the attitude towards the advertisement which is also affected by Information Co-Ownership, Personification and also negative relation with Internal Data Source. From this study it can be concluded that there are significant effect from the privacy boundary that the consumers created towards the Purchase Intention, The higher the perceived privacy by the consumers, the higher the probability of the consumers having a higher Intention to Purchase the product."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Immanuella Tiurma Marnala
"Kegiatan jual beli yang dilangsungkan oleh pelaku usaha dengan konsumen mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kegiatan yang pada awalnya hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kini telah beralih hingga menjadi pekerjaan tetap yang bahkan dapat menghasilkan jumlah keuntungan yang sangat besar terhadap pelaku usaha itu sendiri. Hal ini menyebabkan perlu diberikannya pengaturan yang lebih tegas dan terperinci berkaitan dengan jual beli yang dilakukan antara pelaku usaha dengan konsumen, khususnya yang berlaku di Indonesia. Pengaturan yang berlaku di Indonesia dalam hal kegiatan jual beli yang dilakukan di Indonesia didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengaturan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan pengaturan serta perlindungan hukum kepada konsumen dalam kegiatan perdagangan yang berlangsung. Salah satu hal yang menarik dalam kaitannya dengan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah berkaitan dengan upayanya dalam melakukan kegiatan-kegiatan untuk menarik lebih banyak pelanggan, yakni dengan melakukan promosi. Salah satu upaya yang dilakukan dalam kegiatan promosi adalah dengan dibuatnya iklan tertentu oleh pelaku usaha untuk mempromosikan produk barang dan/atau jasa yang diperdagangkannya. Dalam prakteknya, terlebih dengan adanya perkembangan media sosial, periklanan yang dilakukan pun sudah sangat maju, yang mana hingga saat ini periklanan yang dilakukan sudah sampai pada tahapan dilakukan dengan menggunakan media sosial. Hal ini pun umumnya dibantu oleh tokoh-tokoh yang dapat mengajak massa yang dimilikinya untuk membeli produk barang dan/atau jasa tertentu yang mana tokoh tersebut disebut sebagai Influencer. Fenomena ini pun berkembang hingga iklan terhadap produk-produk tertentu juga dilakukan oleh jasa profesional yang linier dengan produk yang dipromosikannya tersebut. Contoh akan hal ini adalah adanya iklan atas produk kesehatan yang dipromosikan oleh orang yang bekerja sebagai dokter. Hal ini tentunya menimbulkan permasalahan terlebih bila dikaitkan dengan ketentuan mengenai periklanan yang berlaku di Indonesia yaitu Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2020 dan Kode Etik Kedokteran Indonesia 2012 yang mengatur etika-etika yang perlu untuk dilakukan dan dipatuhi oleh seorang dokter.

Buying and selling activities carried out by business actors with consumers are experiencing a very rapid development. Activities that were originally only intended to meet daily needs, have now turned into permanent jobs, which can even generate enormous amounts of profit for the business actors themselves. This causes the need for stricter and more detailed regulations relating to buying and selling between business actors and consumers, especially those that apply in Indonesia. Regulations that apply in Indonesia in terms of buying and selling activities carried out in Indonesia are based on the provisions contained in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The arrangements contained in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection are basically intended as an effort to provide regulation and legal protection to consumers in ongoing trading activities. One of the interesting things in relation to trading activities carried out by business actors is related to their efforts to carry out activities to attract more customers, namely by carrying out promotions. One of the efforts made in promotional activities is by making certain advertisements by business actors to promote the goods and/or services they trade. In practice, especially with the development of social media, the advertising carried out has also been very advanced, which until now the advertising carried out has reached the stage of being carried out using social media. This is also generally assisted by figures who can invite the masses; they have to buy certain goods and/or services which these figures are called Influencers. This phenomenon has developed so that advertisements for certain products are also carried out by professional services that are linear with the products they promote. An example of this is the existence of advertisements for health products promoted by people who work as doctors. This of course raises problems, especially when it is associated with the provisions regarding advertising that apply in Indonesia, namely the 2020 Amendment Indonesian Advertising Ethics and the 2012 Indonesian Medical Code of Ethics, which regulate the ethics that a doctor needs to carry out and obey."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaa Karimah Suyanto
"Tingginya angka penjualan konsumen menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba mempromosikan produknya melalui iklan. Promosi teersebut tentunya dilakukan dengan semenarik mungkin untuk menarik perhatian konsumen. Salah satu cara untuk menarik perhatian konsumen adalah dengan menggambarkan kecantikan yang sempurna. Namun penggambaran kecantikan yang sempurna tidak dimiliki secara penuh oleh manusia,
sehingga pelaku usaha melakukan cara tersebut dengan teknik manipulasi visual. Penggunaan teknik manipulasi visual pada dasarnya diperkenankan untuk tujuan hiburan, bukan sebagai penggunaan dalam iklan kosmetik. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pun tidak mengatur secara lebih lanjut terhadap penggunaan manipulasi visual dalam periklanan. Hal tersebut menyebabkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk menggunakan teknik manipulasi visual yang dapat mengelabui konsumen yang awam atas manipulasi visual dalam periklanan. Bila mengamati dengan kasus manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang ada di Inggris, manipulasi visual di Inggris sebenarnya
diperkenankan selama tidak mengubah fungsi produk yang diiklankan. Pengaturan mengenai manipulasi visual dalam iklan kosmetik di Inggris juga sudah lebih mengatur secara sempit, sehingga terhadap praktik maupun pengawasan periklanan di Inggris
menjadi lebih mudah bagi pelaku usaha, konsumen, ataupun otoritas pengawas di Inggris. Melalui metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini hendak membahas kesesuaian pengaturan hukum di Indonesia terhadap manipulasi visual iklan kosmetik beserta
perbandingan dengan Inggris, serta pertanggungjwaban dari pihak yang berkaitan dan penyelesaian sengketa apabila konsumen merasa dirugikan. Manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah seharusnya ditindak dengan tegas oleh otoritas setempat, salah satunya dapat melalui BPSK dengan memberikan fungsi bagi BPSK untuk dapat memberikan sanksi.

High sale of cosmetics made businesses compete in promoting their products through advertisements. Promotions through advertisements is certainly done as attractive as possible to attract consumers’ attention. One way to attract costumers’ attention is to show flawless beauty. However, the depiction of flawless beauty is not completely owned by humans, so businessmen use visual manipulation techniques to produce flawless beauty. The use of visual manipulation techniques basically is allowed for entertainment purposes, not for uses on cosmetic advertisement which may change the efficacy of the
advertised product. The Consumer Protection Law No. 18/1999 does not further regulate the use of visual manipulation techniques. With absence of regulation on visual manipulation techniques by The Consumer Protection Law, this may create an opportunity for businessmen to use visual manipulation techniques that may mislead consumer who did not know about visual manipulation in advertisements. The case of
visual manipulation in cosmetic advertisements in UK, it is allowed if it doesn’t change the efficacy of the advertised product. UK regulations on visual manipulation of cosmetic advertisements are regulated narrowly and has guidance for businessmen to use visual manipulation, so the practice and supervision of cosmetic advertisements in UK becomes
easier for businesses, consumers, or supervisory authorities in UK. Through juridicalnormative research method, this study aims to discuss the suitability of legal arrangements in Indonesia for visual manipulation on cosmetic advertisements along with comparisons on UK, as well as the responsibilities of related parties and dispute resolution on consumer protection. Visual manipulation on cosmetic advertisements that does not comply with laws and regulations in Indonesia must dealt strictly by local authorities, one of which can be through BPSK by giving BPSK a function to be able to impose sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhelia Syifa Humaira
"Perkembangan teknologi informasi telah mendorong perubahan signifikan dalam strategi pemasaran. Media pemasaran tradisional kini mulai tergantikan oleh media digital yang lebih interaktif, seperti media sosial. Semakin populer, media sosial memainkan peran penting dalam membentuk respons konsumen terhadap strategi pemasaran, termasuk dalam memengaruhi perilaku pembelian impulsif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh social media advertisement dan social media brand community terhadap impulse buying behaviour melalui impulse buying intention pada anggota komunitas Buttonscarves (BSLady) di Jabodetabek. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner online kepada anggota BSLady. Sampel ditentukan menggunakan teknik purposive sampling dan 149 data yang terkumpul dianalisis menggunakan PLS-SEM melalui software SmartPLS 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa social media advertisement berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying behaviour, tetapi social media brand community tidak. Social media advertisement dan social media brand community memiliki pengaruh positif signifikan impulse buying intention. Selanjutnya, impulse buying intention terbukti memediasi hubungan antara kedua variabel independen tersebut terhadap impulse buying behaviour. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam literatur akademis terkait pemasaran digital dan perilaku konsumen, serta menawarkan wawasan praktis bagi perusahaan untuk mengembangkan strategi pemasaran berbasis media sosial yang efektif.

The advancement of information technology has driven significant changes in marketing strategies. Traditional marketing media are now being replaced by more interactive digital media, such as social media. As social media continues to gain popularity, it plays a crucial role in shaping consumer responses to marketing strategies, including influencing impulsive buying behaviour. Therefore, this study aims to analyze the influence of social media advertisements and social media brand communities on impulse buying behaviour through impulse buying intention among members of the Buttonscarves (BSLady) community in Jabodetabek. This research employed a quantitative approach by distributing online questionnaires to members of the BSLady community. The sample was determined using purposive sampling and 149 collected responses were analyzed using PLS-SEM with the SmartPLS 4 software. The results show that social media advertisements have a significant positive influence on impulse buying behaviour, while social media brand communities do not. However, both social media advertisements and social media brand communities significantly influence impulse buying intention. Furthermore, impulse buying intention was found to mediate the relationship between the two independent variables and impulse buying behaviour. This study makes an important contribution to the academic literature on digital marketing and consumer behaviour, while also offering practical insights for companies to develop effective social media- based marketing strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Maya Padmaniasti
"Sebelum melaksanakan transaksi jual beli melalui e-commerce, untuk menambah keyakinan terhadap suatu barang dan/atau jasa, konsumen kerap membaca ulasan atau testimoni yang ditulis konsumen sebelumnya. Mayoritas situs e-commerce bahkan telah melengkapi situs mereka dengan fitur testimoni konsumen agar konsumen merasa lebih nyaman berbelanja. Namun dewasa ini, semakin banyak beredar testimoni palsu yang ditulis oleh pihak yang bukan konsumen sesungguhnya.
Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas bagaimana pelindungan konsumen terhadap testimoni palsu dalam kegiatan e-commerce, baik di luar negeri maupun di Indonesia, juga upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah keberadaan testimoni palsu.
Dapat disimpulkan beberapa negara telah memiliki self regulation yang mengatur khusus tentang testimoni palsu, sementara Indonesia masih menggunakan undang-undang yang ada seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga diperlukan peraturan tambahan yang lebih tegas.

Before making a purchasement through e commerce service, to gain more faith on a good and or service, consumers often read reviews or testimonies which are written by previous consumers. The majority of e commerce websites have even enhanced their sites with a consumer review feature so that their consumers feel more comfortable to shop. But nowadays, a lot of fake testimonies which were written by non consumers are spotted.
Through a normative juridical research, this thesis discuss how consumers are protected against fake testimony on e commerce activity, both outside and inside Indonesia, also some efforts that can be done to prevent the existence of false testimony.
It can be concluded that some countries have self regulations specifically about fake testimonies, while Indonesia still uses the existing law such as Act No. 8 of 1999 about Consumer Protection, thus a clearer additional regulation is needed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandingan, Luhut A.
"Perusahaan asuransi di industri asuransi Indonesia banyak menggunakan saluran pemasaran produk asuransi melalui praktik bancassurance. Pihak bank sebagai pihak yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi menawarkan konsumen bank menjadi konsumen bancassurance. Berdasarkan data dari OJK, konsumen asuransi yang melakukan pengaduan konsumen meningkat. Konsumen yang tidak puas dengan pengaduan melanjutkan upaya hukumnya melalui penyelesaian sengketa. Posisi konsumen yang lemah dibanding pelaku usaha membutuhkan penguatan pelindungan konsumen. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan mengenai bagaimana praktik bancassurance ditinjau dari hukum pelindungan konsumen dan hukum asuransi di Indonesia dan bagaimana pengawasan dan penyelesaian sengketa terhadap praktik bancassurance sebagai bentuk pelindungan konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan oleh Penulis dalam penulisan adalah penelitian doktrinal dengan menganalisis data sekunder. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan terhadap praktik bancassurance belum maksimal sehingga konsumen harus menempuh tahap pengaduan dan penyelesaian sengketa.

Many insurance companies in the Indonesian insurance industry use insurance product marketing channels through bancassurance practices. The bank as a party that cooperates with insurance companies offers bank consumers to become bancassurance consumers. Based on data from OJK, insurance consumers who make consumer complaints are increasing. Consumers who are not satisfied with the complaint continue their legal efforts through dispute resolution. The weak position of consumers compared to business actors requires strengthening consumer protection. Therefore, the author will explain how bancassurance practices are viewed from consumer protection law and insurance law in Indonesia and how supervision and dispute resolution of bancassurance practices as a form of consumer protection in Indonesia. The research method used by the author in writing is doctrinal research by analyzing secondary data. Through this research, it can be seen that the supervision carried out on the practice of bancassurance has not been maximized so that consumers must take the stage of complaints and dispute resolution."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas ndonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Brigita
"Jumlah penduduk yang padat mempengaruhi pola konsumsi dan kebutuhan masyarakat Indonesia menjadi lebih tinggi. Hal tersebut membuka peluang bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis dengan mencari inovasi baru berkaitan dengan strategi pemasaran untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya. Salah satunya, menerapkan strategi upselling. Upselling merupakan strategi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan berupaya menyakinkan konsumen untuk membeli barang dan/atau jasa yang mengalami peningkatan sehingga menyebabkan harga yang dibayarkan lebih mahal dari harga awal. Secara umum, praktik upselling tidak dilarang bagi pelaku usaha untuk menerapkannya. Akan tetapi, tidak semua pelaku usaha menerapkan praktik upselling dengan jujur dan adil. Ditemukan pelaku usaha yang menerapkan praktik upselling tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta transaksi yang dilakukan tidak berdasarkan persetujuan konsumen. Dalam hal ini, konsumen tidak memperoleh hak-haknya secara utuh. Indonesia secara umum tidak melarang penerapan strategi penjualan upselling dan belum mempunyai pengaturan secara spesifik mengenai upselling. Penulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai perbandingan pelindungan konsumen terhadap strategi upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen di Indonesia dengan Amerika Serikat. Negara Amerika Serikat melihat praktik upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen merupakan salah satu praktik usaha yang tidak adil (unfair pratices). Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode doktrinal. Dari hasil penelitian dapat dipahami bahwa Indonesia dan Amerika Serikat memiliki kesamaan yakni sama-sama tidak melarang upselling sepanjang tidak mencederai hak - hak konsumen serta dilaksanakan dengan jujur dan adil. Dibutuhkannya peran pemerintah untuk meningkatkan pengawasan kepada pelaku usaha serta membuat suatu pedoman lebih khusus mengenai strategi upselling untuk dijadikan landasan bagi pelaku usaha untuk melaksanakan praktik upselling. Tidak hanya itu, dibutuhkannya kesadaran pelaku usaha untuk melaksanakan kewajibannya dan konsumen harus lebih kritis dan teliti terhadap strategi upselling yang dilakukan oleh pelaku usaha.

The dense population influences the consumption patterns and needs of Indonesian society, making them higher. This creates opportunities for business operators to innovate in marketing strategies to gain maximum profits. One such strategy is upselling. Upselling is a marketing strategy where business operators try to convince consumers to buy goods and/or services that have increased in value, resulting in a higher price than the initial price. Generally, upselling practices are not prohibited for business operators. However, not all business operators apply upselling practices honestly and fairly. Some business operators do not provide accurate, clear, and honest information, and transactions are conducted without consumer consent. In these cases, consumers do not fully receive their rights. Indonesia does not generally prohibit the application of upselling strategies and does not have specific regulations regarding upselling. This writing aims to discuss the comparison of consumer protection against upselling strategies by business operators who do not provide accurate, clear, and honest information and do not obtain consumer consent in Indonesia and the United States. The United States views upselling practices by business operators who do not provide information and do not obtain consumer consent as an unfair practice. The method used in this writing is the doctrinal method. From the research results, it can be understood that Indonesia and the United States share a similarity in not prohibiting upselling as long as it does not harm consumer rights and is conducted honestly and fairly. There is a need for the government's role in increasing supervision of business operators and creating more specific guidelines regarding upselling strategies to serve as a basis for business operators to carry out upselling practices. Additionally, there is a need for business operators to be aware of their obligations and for consumers to be more critical and thorough regarding upselling strategies carried out by business operators."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>