Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174640 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dilfa Safnia Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian proses inspeksi hasil produk steril di PT. Ferron Par Pharmaceuticals dengan pedoman yang berlaku, seperti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) 2018, Anneks 1, dan The United States Pharmacopeia (USP) edisi 43 tahun 2020. Metodologi yang digunakan adalah deskriptif observasional dengan data diperoleh melalui observasi langsung, wawancara, dan studi dokumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa proses inspeksi di PT. Ferron Par Pharmaceuticals dilakukan melalui metode manual, semi-otomatis, dan otomatis. Proses ini mencakup inspeksi visual terhadap kontaminasi partikulat, integritas penutup wadah, serta cacat kosmetik dan non-kosmetik. Perbandingan dengan pedoman menunjukkan tingkat kesesuaian sebesar 100%, mengindikasikan bahwa seluruh aspek inspeksi telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kesimpulan ini memberikan kontribusi penting dalam mendukung persiapan audit Eropa mendatang dan meningkatkan kualitas inspeksi produk steril.

This study aims to analyze the compliance of sterile product inspection processes at PT. Ferron Par Pharmaceuticals with applicable guidelines, including Good Manufacturing Practices (GMP) 2018, Annex 1, and The United States Pharmacopeia (USP) 43rd Edition 2020. The methodology employed was descriptive observational, with data obtained through direct observation, interviews, and document review. The analysis revealed that the inspection processes at PT. Ferron Par Pharmaceuticals were carried out using manual, semi-automated, and automated methods. These processes include visual inspections for particulate contamination, container closure integrity, as well as cosmetic and non-cosmetic defects. A comparison with the guidelines showed a 100% compliance rate, indicating that all inspection aspects adhered to the established standards. These findings contribute significantly to supporting the preparation for the upcoming European audit and enhancing the quality of sterile product inspections. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Putri Intan Pratiwi
"Industri farmasi bertanggung jawab dalam menghasilkan produk obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Industri farmasi di Indonesia tidak hanya harus memenuhi aspek CPOB saja melainkan juga harus sesuai dengan aspek CDOB. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah suatu cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi yang sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Perlu adanya perhatian saat melakukan pengiriman produkagar mutu dan kualitas produk setelah sampai di tujuan sama dengan sebelum dilakukan pengiriman atau tidak berubah. Pengiriman obat jadi yang mengandung prekursor farmasi perlu diberikan perhatian untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan obat terutama saat proses pengiriman obat. Tujuan dilakukan tugas khusus ini untuk meningkatkan pemahaman terkait produk prekursor ke distributor dan membandingkan kesesuaian alur proses pengiriman produk prekursor di PT Ferron Par Pharmaceuticals dengan regulasi yang terkait. Pelaksanaan tugas khusus ini dilakukan secara observasional dengan melakukan pengamatan terhadap alur kegiatan pengiriman produk prekursor yang sedang berlangsung dan wawancara dengan Admin Warehouse lalu dibandingkan dengan regulasi yang terkait. Hasil yang didapat yakni secara keseluruhan proses pengiriman produk prekursor farmasi di PT. Ferron Par Pharmaceuticals sudah sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia.

The pharmaceutical industry is responsible for producing quality, safe and efficacious medicinal products. The pharmaceutical industry in Indonesia not only has to comply with CPOB aspects but also has to comply with CDOB aspects. Good Medicine Distribution Method (CDOB) is a method of distributing/distributing medicines and/or medicinal substances which aims to ensure quality along the distribution route in accordance with the requirements and intended use. Care needs to be taken when sending products so that the quality and quality of the product after it arrives at its destination is the same as before delivery or does not change. Delivery of finished medicines containing pharmaceutical precursors needs to be given attention to minimize the occurrence of drug abuse, especially during the drug delivery process. The aim of this special task is to increase understanding regarding precursor products to distributors and compare the suitability of the precursor product delivery process flow at PT Ferron Par Pharmaceuticals with the relevant regulations. The implementation of this special task is carried out observationally by observing the ongoing flow of precursor product delivery activities and interviews with the Warehouse Admin and then comparing it with the relevant regulations. The results obtained are the overall process of sending pharmaceutical precursor products to PT. Ferron Par Pharmaceuticals is in accordance with existing regulations in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aimee Detria Arianto
"PT. Kalbio Global Medika (KGM) akan memasarkan salah satu produknya ke Australia. Untuk dapat memperoleh izin edar, KGM harus menunjukkan kepatuhannya terhadap kaidah GMP yang ditetapkan oleh Therapeutic Goods Administration (TGA) sebagai badan otoritas negara yang berwenang atas pengaturan produk kesehatan di Australia. Upaya yang dilakukan mengetahui tingkat kepatuhan yang ada adalah dengan melakukan analisis gap terhadap pedoman Good Manufacturing Practice (GMP). Pedoman yang digunakan sebagai acuan diperoleh dari situs resmi TGA, antara lain Therapeutic Goods Act 1989 dan PIC/S Guide to GMP. Therapeutic Goods Act 1989 berisi tentang kewenangan menteri kesehatan serta hak dan kewajiban industri farmasi, sementara PIC/S Guide to GMP berisi tentang aspek pembuatan produk obat, zat aktif obat, produk steril, produk biologis, sistem komputer, kualifikasi, validasi, sampel, dan manajemen resiko mutu yang dibagi ke dalam bagian I, bagian II, dan beberapa annex. Analisis dilakukan dengan menentukan keterterapan klausa, kondisi sebenarnya, tingkat kekritisan dan status pemenuhan, serta solusi atas gap yang teridentifikasi. Dokumen seperti quality manual dan standar prosedur operasional digunakan sebagai sumber data untuk melakukan analisis. Berdasarkan hasil analisis terhadap pedoman mengenai manajemen resiko mutu, kegiatan alih daya, inspeksi diri, dan pengendalian perubahan, KGM memenuhi 89% dari ketentuan yang dipersyaratkan pada PIC/S Guide to GMP (PE009-016).

PT. Kalbio Global Medika (KGM) will market one of its products to Australia. To obtain marketing authorization, KGM must demonstrate its compliance with the GMP requirements set by the Therapeutic Goods Administration (TGA) as the state authority agency that has authority over the regulation of therapeutic goods in Australia. Conducting a gap analysis of the Good Manufacturing Practice (GMP) guidelines was done to manage compliance. The guidelines used were obtained from the official TGA website, which was the Therapeutic Goods Act 1989 and the PIC/S Guide to GMP. Therapeutic Goods Act 1989 regulates the Ministry of Health's authority and obligations of the pharmaceutical industry, while the PIC/S Guide to GMP provide guidance on manufacturing medicinal products, active drug substances, sterile products, biological products, computer systems, qualifications, validation, samples, and quality risk management which were divided into part I, part II, and several annexes. The analysis was carried out by determining the applicability of the clause, actual conditions, criticality, and fulfillment status, as well as action plans to minimize the gaps. Documents such as quality manuals and standard operating procedures were used. Based on the analysis regarding quality risk management, outsourcing activities, self-inspection, and change control, KGM complies with 89% of the requirements stated in the PIC/S Guide to GMP (PE009- 016)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Nur Octaviani
"ABSTRAK
Nama : Alisa Nur OctavianiProgram Studi : FarmasiJudul : Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT Ferron Par Pharmaceuticals Periode Bulan Januari-Februari Tahun 2017 Industri farmasi harus memiliki paling sedikit 3 tiga Apoteker sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. Selain itu, industri farmasi harus memenuhi pesyaratan CPOB dimana pemenuhan tersebut harus dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 lima tahun selama industri farmasi tersebut memenuhi persyaratan. Selain tempat pembuatan obat/ bahan obat, industri farmasi memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian serta pengembangan. Praktek kerja profesi di PT Ferron Par Pharmaceuticals bagian GMP Training merupakan salah satu bentuk pelatihan lapangan kepada para calon Apoteker. Peran Apoteker di GMP Training yaitu melakukan pembuatan desain matriks dan materi training lalu membuat jadwal training yang selanjutnya memberikan rekomendasi karyawan atau karyawan baru dari hasil training tersebut. Tugas Khusus yang diberikan adalah melakukan pembuatan materi training mengenai tata cara bekerja di laboratorium kimia dan manual peak integration. Pembuatan materi dilakukan dengan media presentasi dalam bentuk power point. Berdasarkan kegiatan pembuatan materi dapat disimpulkan bahwa materi training yang dibuat ditujukan terutama untuk para analis dan labtek yang berkepentingan melakukan kegiatan teknis di laboratorium kimia. Kata Kunci : CPOB Cara Pembuatan obat yang Baik , GMP Training, Industri Farmasixii 63 halaman : 1 gambar, 1 tabel, 7 lampiranAcuan : 6 2009-2013

ABSTRACT
Name Alisa Nur OctavianiStudy Program PharmacyTitle Internship at PT Ferron Par Pharmaceuticals month period January February 2017 Pharmaceutical industry should have minimum 3 Pharmacist as person in charge or manager for quality assurance, production and quality control. In addition, pharmaceutical industry must meet the requirement of GMP which is evidenced by the existence of a certificate of GMP that last up to 5 years As long as the pharmaceutical industry still meets the requirements. Pharmaceutical industry not only a place for manufacturing of drugs or raw material but also has other function as a place of education training and research and development. Internship at sub departement GMP Training of PT Ferron Par Pharmaceuticals is a way of learning about the real world of work for apothecary student. The role of pharmacist in GMP Training is to make matrix design and training materials then create a training schedule which further gives recommendations of new employees or employees of the training results. The special assignment is to make training material about how to work in chemical laboratory and manual of peak integration. Training material was done with the media presentation in the form of power point. Based on the material making activities, it can be concluded that the training materials that are made are aimed primarily for analysts and laboratory technician who are interested in doing technical activities in chemical laboratories. Keywords Good Manufarcturing Practice, GMP Training, Pharmaceutical Industryxii 63 pages 1 pictures, 1 tables, 7 appendixesBibliography 6 2009 2013 "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alisa Nur Octaviani
"ABSTRAK
Industri farmasi harus memiliki paling sedikit 3 tiga Apoteker sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. Selain itu, industri farmasi harus memenuhi pesyaratan CPOB dimana pemenuhan tersebut harus dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 lima tahun selama industri farmasi tersebut memenuhi persyaratan. Selain tempat pembuatan obat/ bahan obat, industri farmasi memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian serta pengembangan. Praktek kerja profesi di PT Ferron Par Pharmaceuticals bagian GMP Training merupakan salah satu bentuk pelatihan lapangan kepada para calon Apoteker. Peran Apoteker di GMP Training yaitu melakukan pembuatan desain matriks dan materi training lalu membuat jadwal training yang selanjutnya memberikan rekomendasi karyawan atau karyawan baru dari hasil training tersebut. Tugas Khusus yang diberikan adalah melakukan pembuatan materi training mengenai tata cara bekerja di laboratorium kimia dan manual peak integration. Pembuatan materi dilakukan dengan media presentasi dalam bentuk power point. Berdasarkan kegiatan pembuatan materi dapat disimpulkan bahwa materi training yang dibuat ditujukan terutama untuk para analis dan labtek yang berkepentingan melakukan kegiatan teknis di laboratorium kimia.

ABSTRACT
Pharmaceutical industry should have minimum 3 Pharmacist as person in charge or manager for quality assurance, production and quality control. In addition, pharmaceutical industry must meet the requirement of GMP which is evidenced by the existence of a certificate of GMP that last up to 5 years As long as the pharmaceutical industry still meets the requirements. Pharmaceutical industry not only a place for manufacturing of drugs or raw material but also has other function as a place of education training and research and development. Internship at sub departement GMP Training of PT Ferron Par Pharmaceuticals is a way of learning about the real world of work for apothecary student. The role of pharmacist in GMP Training is to make matrix design and training materials then create a training schedule which further gives recommendations of new employees or employees of the training results. The special assignment is to make training material about how to work in chemical laboratory and manual of peak integration. Training material was done with the media presentation in the form of power point. Based on the material making activities, it can be concluded that the training materials that are made are aimed primarily for analysts and laboratory technician who are interested in doing technical activities in chemical laboratories. "
2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Septia Bintang Kinanti
"Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Ferron Par Pharmaceuticals Periode 5 Januari- 29 Februari 2016 bertujuan untuk melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Ferron Par Pharmaceuticals dan memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi.. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah mampu menganalisis resiko yang mungkin terjadi bila tidak dilakukan uji mikrobiologi pada produk-produk yang tidak terdapat persyaratan uji mikrobiologi.

Apothecary Professional Practice in PT. Ferron Par Pharmaceuticals Period 5th January- 29th February 2016 aims to know directly the activity that takes place in a pharmaceutical industry, gain knowledge and insight about all relevant aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the application of GMP in PT. Ferron Par Pharmaceuticals and has a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in pharmaceutical industry. The purpose of the special task is able to analyze the possible risks if not done microbiological tests on products that are not available microbiology test requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maga Arsena
"Penerapan Sistem Jaminan Mutu merupakan salah satu upaya organisasi atau perusahaan dalam meningkatkan Upaya Manajemen Mutu. Sistem Jaminan Mutu berfokus kepada pemastian mutu produk sehingga dapat menciptakan kepuasan terhadap konsumen atau pelanggan. PT. TPI merupakan pemasok bagi Perusahaan Otomotif Multinasional, maka dari itu PT. TPI wajib menerapkan menerapkan Sistem Jaminan Mutu demi menciptakan kepuasan dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sistem manajemen mutu pada PT. TPI sudah berjalan, akan tetapi hanya terfokus pada kegiatan quality control dan belum mencangkup ke penjaminan kualitas penerimaan dari pemasok, penjaminan kualitas proses, penjaminan kualitas pengiriman, dan penjaminan penerimaan terhadap pelanggan.
Tujuan dari penelitian ini merancang sistem jaminan mutu pada PT. TPI yang dapat memastikan setiap pelaksanaan kegiatan dan semua jenis pekerjaan yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang akan dibuat, diterima dan akan dikirim oleh PT. TPI memiliki jamitan kualitas yang memadai untuk memenuhi seluruh persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Penelitian ini bersifat kualitatif melalui pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi lapangan di PT. TPI. Analisis dinilai berdasarkan Analisis Kesenjangan dengan membandingkan keadaan di PT. TPI dengan setiap klausul dalam Persyaratan Sistem Jaminan Mutu Pelanggan. Setelah kesenjangan di perusahaan tersebut diketahui, maka dapat digunakan untuk menentukan langkah perbaikan segala aktivitas penjaminan mutu yang belum dilakukan.
Dari hasil nilai rata-rata yaitu sebesar 18,48 maka dapat disimpulkan hampir semua aktivitas Sistem Jaminan mutu dijalankan dan didokumentasikan hampir secara keseluruhan memenuhi persyaratan namun ada kelalaian dan terdapat hal yang tidak konsisten dalam kendali hariannya.

The Implementation of Quality Assurance System is a step for organization or company in improving their Quality Management System. The Quality Assurance System itself focuses on ensuring the product quality so it can create customer satisfaction. PT. TPI is a supplier for Multinational Automotive Company, therefore PT. TPI must apply Quality Assurance System to create satisfaction and fulfill customer requirement. Quality management system at PT. TPI is already running, but only focuses on quality control activities and has not covered the quality assurance of suppliers, quality assurance, delivery assurance and customer acceptance guarantee.
The purpose of this study to design a quality assurance system at PT. TPI that can ensure every implementation of activities and all types of work that aims to produce products to be created, received and will be sent by PT. TPI has adequate quality assurance to meet all the terms and requirements that have been set.
This research is qualitative through data collection using interview and field observation at PT. TPI. The analysis is assessed based on Gap Analysis by comparing the situation in PT. TPI with each clause in the Customer Quality Assurance System Requirements. Once the gap in the company is known, it can be used to determine the steps to improve any quality assurance activities that have not been done.
From the result of the average value that is equal to 18,48 it can be concluded almost all activity of Quality assurance system executed and documented almost totally fulfill requirement but there is negligence and there is inconsistent in its daily control.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etharina
"Ketimpangan pendapatan antar daerah merupakan hal yang wajar dalam konsep pembangunan nasional. Pada tahap awal pernbangunan ekonomi nasional, perbedaan dalam laju pertumbuhan regional yang besar antar provinsi mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar provinsi. Akan tetapi dalam jangka panjang ketika faktor-faktor produksi semakin mobil maka perbedaan antara laju pertumbuhan output antar provinsi cenderung menurun bersamaan dengan meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata di setiap provinsi.
Penyelidikan dilakukan dengan menggunakan Theil Entropy untuk melihat dimensi spasial ketimpangan regional, Williamson Indeks, dan dekomposisi sektoral untuk rielihat sektor penyebab ketimpangan. Studi ini juga menyelidiki apakah dalam proses pernbangunan di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama ini juga merata di berbagai daerah.
Hasil penelitian menemukan ketimpangan pendapatan per kapita antara (between) Jawa-luar Jawa, Kawasan Barat-Timur relatif kecil. Ketimpangan pendapatan per kapita semakin besar terjadi antara DKI Jakarta dengan daerah lainnya, dan antara provinsi kaya dengan provinsi miskin. Ketimpangan justru tetap nyata di dalam (within) wilayah itu sendiri, baik di Jawa, Luar ]awa, KBI, maupun within KTI. Masih ada provinsi miskin di Jawa maupun di Kawasan Barat Indonesia.
Dengan migas, baik menggunakan Thail Entropy maupun Williamson Indeks, ketimpangan cenderung menurun. Tanpa migas, indeks ketimpangan antar daerah relatif tidak mengalami perubahan. Saat krisis ekonomi terjadi, indeks ketimpangan antar daerah meningkat.
Hasrl penelitian juga menemukan sektor industri merupakan penyebab ketimpangan ekonomi dan sangat terkonsentrasi di daerah maju. Sementara sektor pertanian tersebar merata di daerah yang relatif belum berkembang. Artinya, perkembangan sektor pertanian akan berdampak menurunnya ketimpangan antar daerah. Lain halnya sektor jasa, walaupun nilai tambah sektor ini didominasi oleh Provinsi DKi Jakarta. Namun, sektor ini telah berkembang di daerah yang memiliki pendapatan per kapita di bawah rata-rata nasional.
Kebijakan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan dapat dilakukan dengan memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk melakukan investasi di daerah `miskin' dengan tidak meninggalkan sektor pertanian. Membangun infrastruktur fisik dan non fisik, melakukan kerjasama antar daerah. Membangun daerah dengan potensi dan daya dukung daerah itu sendiri dapat mencegah adanya pemusatan sumber daya ekonomi di daerah/wilayah tertentu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fuad Latief
"Perkembangan teknologi yang menggunakan perangkat spektrum frekuensi mengakibatkan penggunaan frekuensi radio akan terus meningkat. Kepadatan penggunaan spektrum frekuensi yang tinggi serta permintaan yang terus meningkat akan kanal-kanal frekuensi radio, menuntut pihak pengelola spektrum frekuensi untuk menerapkan sistem pengelolaan yang efisien dan efektif. Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) yang mempunyai fungsi pengawasan dan pengendalian di bidang spektrum frekuensi radio mengembangkan Sistem Monitoring Frekuensi Radio (SMFR) mulai tahun 2009 untuk menjamin pemakaian spektrum frekuensi yang tertib dan pengguna sah frekuensi terlindungi dari gangguan interferensi radio. Untuk menjamin bahwa SMFR tepat guna maka diperlukan evaluasi oleh stake holder seperti Pihak Otoritas Manajemen Spektrum Frekuensi dan Operator Pengendali Frekuensi Radio.
Analisa pada penelitian ini menggunakan Gap Analysis untuk mengetahui kesenjangan sasaran kinerja Manajemen Monitoring Frekuensi Radio serta Kano Model untuk merumuskan kebutuhan fungsi Sistem Monitoring Frekuensi Radio. Dengan melakukan indepth interview kepada Otoritas Manajemen Spektrum Frekuensi dan 50 kuesioner Kano Model kepada Operator Pengendali Frekuensi Radio didapatkan Kinerja Perangkat khususnya kehandalan perangkat merupakan suatu keharusan dalam Sistem Monitoring Frekuensi Radio. Pada jenis atribut Fungsi yang dibutuhkan adalah fitur monitoring VHF-UHF, fitur pencari arah VHF-UHF dan fitur spectrum occupancy. Sedangkan pada jenis atribut Integrasi tidak mempunyai pengaruh terhadap kepuasan responden.
Untuk menaikkan kinerja Sistem Monitoring Frekuensi Radio diperlukan pembinaan sumber daya manusia dan perubahan pola kerja lama yang menggunakan perangkat analog menjadi perangkat SMFR yang otomatis dan terintegrasi dengan database Sistem Informasi Manajemen Spektrum (SIMS). Perubahan bisnis proses monitoring juga diperlukan untuk memaksimalkan seluruh fungsi dalam Sistem Monitoring Frekuensi Radio.

The development of technology which uses the frequency spectrum resulting in the use of radio frequency will continue to increase. The density of the high frequency spectrum usage and demand will continue to increase the radio frequency channels, frequency spectrum requires the manager to implement management systems that efficiently and effectively. Directorate General of Resources and Equipment Post and Information Technology (DG SDPPI) which has the function of monitoring and control in the field of radio frequency spectrum develops Radio Frequency Monitoring System (SMFR) began in 2009 to ensure the orderly use of the frequency spectrum and the frequency legitimate users are protected from interference radio. To ensure that SMFR is appropriated, it?s require evaluation by stakeholders such parties Frequency Spectrum Management Authority and Radio Frequency Control Operator.
The analysis in this study using a Gap Analysis to determine performance gaps targets and Radio Frequency Monitoring Management Kano Model to formulate functional requirements of Radio Frequency Monitoring System. By conducting in-depth interview to the Frequency Spectrum Management Authority and 50 Kano Model questionnaires to Radio Frequency Control Operator gained that device reliability is a necessity in Radio Frequency Monitoring System. On the type of function required attributes are VHF-UHF monitoring features, VHF-UHF direction finder feature and spectrum occupancy feature. While the type of attribute integration has no effect on respondent's satisfaction.
To increase the performance of Radio Frequency Monitoring System required human resource development and changes in work patterns that use the old analog devices into SMFR device that automated and integrated with Spectrum Management Information System database (SIMS). Changes in the monitoring business process is also necessary to maximize all the functions in the Radio Frequency Monitoring System.
"
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T47480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezky Salma Mutmainah
"Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian memperlihatkan perlunya pembaruan secara berkala terhadap kompendia sebagai acuan dalam pengawasan mutu obat. Farmakope Indonesia, sebagai kompendia utama di Indonesia, secara terus-menerus diperbaharui untuk mengakomodasi jenis dan sediaan obat terbaru serta memastikan kesesuaian dengan standar internasional. Sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak-anak, pengawasan ketat terhadap sediaan farmasi, khususnya dalam bentuk likuid, diperketat oleh BPOM. Oleh karena itu, PT Ferron Par Pharmaceuticals perlu mengevaluasi dan menyesuaikan spesifikasi serta metode uji mereka dengan kompendia terkini guna memastikan kepatuhan dan keamanan produk. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam spesifikasi dan metode analisis serta menekankan pentingnya validasi metode analisis yang tepat guna memastikan produksi obat yang berkualitas dan aman bagi pasien. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam spesifikasi dan metode analisis antara produk yang digunakan oleh PT. Ferron Par Pharmaceuticals dengan kompendia yang berlaku. Ketika terdapat perbedaan detail spesifikasi, diprioritaskan yang lebih ketat, dan parameter yang belum diuji akan dianalisis tambahan. Validasi atau verifikasi protokol metode analisis menjadi krusial untuk menghasilkan prosedur yang eksplisit, tidak ambigu, dapat dieksperimentasikan, efektif, dan dapat direproduksi guna memastikan hasil uji yang akurat dan relevan bagi industri farmasi.

Advancements in pharmaceutical science and technology necessitate periodic updates to compendia as standards for drug quality control. The Indonesian Pharmacopoeia, a primary reference in Indonesia, is continually revised to accommodate new drug types and formulations and to ensure alignment with international standards. In response to the increasing cases of Atypical Progressive Acute Kidney Failure (GGAPA) in children, stringent monitoring of pharmaceuticals, particularly liquid formulations, has been enforced by the Indonesian FDA. Therefore, PT Ferron Par Pharmaceuticals needs to evaluate and align their specifications and testing methods with current compendia to ensure compliance and product safety. This study aims to identify gaps in specifications and analytical methods and underscores the importance of validating analytical methods to ensure the production of quality and safe drugs for patients. The conclusion of this study shows that there are gaps in specifications and analysis methods between the products used by PT Ferron Par Pharmaceuticals and the applicable compendia. When there are differences in specification details, the more stringent ones are prioritized, and parameters that have not been tested will be additionally analyzed. Validation or verification of analytical method protocols is crucial to produce procedures that are explicit, unambiguous, experimentable, effective, and reproducible to ensure accurate and relevant test results for the pharmaceutical industry.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>