Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 226317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Fakhri Jamal Yusuf
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengubah tugas dan fungsi pengawasan KPP Badan dan Orang Asing (Badora) untuk melaksanakan pengawasan terhadap pemungut PPN PMSE. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang dialami oleh Account Representative (AR) di KPP Badora dalam melakukan pengawasan terhadap Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan menggunakan model ADKAR. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan mixed method. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AR mengalami hambatan dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemungut PPN PMSE berdasarkan model ADKAR. Pada aspek awareness dan desire tidak ditemukan hambatan bagi AR dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemungut PPN PMSE. Namun pada aspek knowledge, ability, dan reinforcement terdapat hambatan bagi AR dalam melakukan pengawasan terhadap pemungut PPN PMSE. Pada aspek knowledge, AR masih kurang memahami proses bisnis pemungut PPN PMSE. Pada aspek ability, terdapat beberapa hambatan yaitu belum adanya data pembanding nilai transaksi dan jumlah traffic, sistem informasi pengawasan yang belum mendukung, dan pengenaan sanksi yang belum dapat ditindaklanjuti. Pada aspek reinforcement, AR belum didukung dengan proses bisnis pengawasan yang sesuai dengan karakteristik pemungut PPN PMSE.

The Directorate General of Taxes (DGT) has changed the duty and supervisory function of the KPP Badan dan Orang Asing (Badora) to supervise Value-Added Tax (VAT) Collectors on Trading Through Electronic Systems (TTES). This research aims to analyze the obstacles faced by Account Representatives (AR) at KPP Badora in supervising TTES VAT collectors using the ADKAR model. A case study approach with mixed methods was employed in this research, with data collected through questionnaires and interviews. The results showed that ARs experienced obstacles in supervising PMSE VAT collectors based on the ADKAR model. While no significant obstacles were identified in the aspects of awareness and desire, challenges were evident in the aspects of knowledge, ability, and reinforcement. In the knowledge aspect, ARs lacked a comprehensive understanding of the business processes of TTES VAT collectors. In the ability aspect, obstacles included the absence of comparative data on transaction values and traffic volume, an insufficiently supportive supervisory information system, and unenforceable sanctions. Finally, in the reinforcement aspect, ARs were not supported by a supervisory business process tailored to the specific characteristics of TTES VAT collectors."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Kusumabangsa
"Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) bagi pemungut berdasarkan asas pemungutan pajak "The Four Maxims". Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik wawancara terhadap 11 narasumber yang berasal dari Pemungut PPN PMSE dan Otoritas Pajak serta analisis dokumen berupa data pembayaran dan pelaporan PPN PMSE.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemungutan PPN PMSE di Indonesia telah memenuhi asas keadilan, kenyamanan dan efisiensi berdasarkan "The Four Maxims". Namun pemungutan PPN PMSE di Indonesia belum memenuhi asas kepastian meliputi ketidakpastian definisi di dalam peraturan, status hukum pemungut, mekanisme penentuan Dasar Pengenaan Pajak, prosedur perpajakan, dan pengenaan sanksi.

This research aims to evaluate the Value-added Tax (VAT) collection on trading through the electronic system (TTES) from the TTES VAT Collector’s perception, based on "The Four Maxims" tax collection principle. This research uses a qualitative research method with a case study approach. Data was collected using interview techniques with 11 respondents from TTES VAT Collectors and tax authorities and document analysis in the form of TTES VAT payment and report data.
The results showed that TTES VAT collection in Indonesia has fulfilled the equality, convenience and efficiency principles based on "The Four Maxims". However, the collection of TTES VAT in Indonesia has failed to meet the criterion of certainty, owing to uncertainties in the definition, the legal status of the collector, the method for calculating the tax basis, tax procedures, and the enforcement of fines.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Agustinus
"Pelaksanaan pengawasan wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakannya maka pemerintah melalui instansi Direktorat Jenderal Pajak berupaya untuk senantiasa memantau potensi penerimaan pajak. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi umum dan dalam negeri, yaitu Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tersebut hanya atas konsumsi barang kena pajak dan atau jasa kena pajak yang dilakukan di dalam negeri.
Seiring dengan telah dikeluarkan oleh pemerintah ketentuan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 16 C Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan aturan Iainnya sebagai aturan pelaksanaan Pasal 16 C Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994. Pemerintah selalu berupaya menambah potensi pajak demi peningkatan penerimaan Negara. Oleh sebab itu sekecil apapun pengaruhnya untuk penerimaan Negara harus dipantau dan diawasi oleh aparat pajak sebagai pelaksana undang-undang untuk terus meningkatkan kesadaran wajib pajak akan kewajiban perpajakan.
Adapun metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif dimana data diperoleh melalui proses wawancara mendalam (in depth interview), observasi dan studi kepustakaan. Data yang diolah berupa data kualitatif dari hasil wawancara dan data sekunder tentang hasil penerimaan dari PPN membangun sendiri di KPP Jakarta Setiabudi Satu.
Mengacu kepada administrasi perpajakan dan konsep perpajakan dimana administrasi perpajakan merupakan implementasi kebijakan perpajakan guna mewujudkan ketentuan yang sudah ditetapkan dalam aturan perpajakan. Kebijakan perpajakan seyogianya memenuhi perlakuan pajak yang baik, pendekatan keadilan pajak, dan dalam penghitungan pajak didasari pada dasar pengenaan pajak. Dalam penghilungan biaya yang dikeluarkan dalam membangun sebuah bangunan dapat dilakukan melalui metode pendekatan penilaian property berupa pendekatan perbandingan harga pasar (sales comparison approach), pendekatan biaya (cost approach), pendekatan pendapatan (capitalization approach), sedangkan pemungutan pajak dipakai sesuai dengan system pemungutan pajak yang berlaku.
Kesimpulan yang didapat antara Iain bahwa untuk melaksanakan pengawasan PPN membangun sendiri di KPP Jakarta Setiabudi Satu lebih banyak memberikarl himbauan kepada para pemilik bangunan sebab terbukti cukup efektif dalam upaya mengamankan penerimaan Negara. Sedangkan untuk tahun 2004 dalam penentuan pajak terutang dalam proses penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada dasarnya adalah dengan menetapkan pendekatan pengeluaran biaya rata-rata per meter persegi dengan melihat perbandingan harga bangunan di pasar dan data NJOP PBB karena wajib pajak tidak mempunyai administrasi yang memadai akan data pengeluaran yang telah dilakukan dan wajib pajak pada umumnya hanya menunjukkan Surat Ijin Mendirikan bangunan yang dieluarkan oleh Pemda.
Untuk itu disarankan dalam upaya mengoptimalkan penerimaan PPN membangun sendiri perlu ada koordinasi dengan pihak Pemda dan upaya sosialisasi ke kantor Pemda yaitu Kantor Kecamatan, serta ada pedoman dan daftar table biaya bangunan per meter persegi di wilayah tertentu yang dikeluarkan oleh badan resmi pemerintah.

The implementation of tax payers supervision to improve the compliance of their tax obligation then the government through institution Directorate General of Tax seeks to always monitor the tax revenue potential. Value Added Tax is a tax on public consumption and at domestic, as Value Added Tax levy only on consumption of taxable goods and or services that carry out in domestic area.
In line with the issuance of regulation conceming Added Value Tax by government on the self-development as stipulated in Article 16 C Law Number 11 year of 1994 and other regulations as the implementation rule of Article 16 C Law Number 11 year of 1994. The government always seeks to add the tax potential in order to increase the state revenues.
Therefore how small the its influence for the state revenues it should be monitored and supervised by tax officers as the executor of the law to continuously improve the tax payer awareness on the tax obligations.
The research method used is the descriptive method which data obtained through in depth interview, bibliography study and library research. The data processing like qualitative data that produced by in depth interview and the secondary data about tax revenue from Value Added Tax on developing activity itself at KPP Jakarta Setiabudi Satu.
Point at tax administration and tax concept where the tax administration seems an implementation of tax policy to create regulations that established in tax regulations. Tax policy should fulfill good tax treatment, tax equality approach, and tax accounting based on tax imposition base. In cost accounting that paid in development a building can do trough valuation property approach as sales comparison approach, cost approach, capitalization approach, while tax collection used according to the valid tax collection system.
Conclusions that can be taken for example Value Added Tax supervision implementation developing itself at KPP Jakarta Setiabudi Satu more relies on the urges to the building owners where in reality its enough effectively to secure state revenue. While for 2004 in determining indebted tax in the issuance process of Underpaid Tax Assessment (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) basically was by establishing the average cost per m2 approach by considering the building price comparison in the market and data NJOP PBB as the tax payers do not have sufficient administration on the expenses data carried out and the tax payers in general only show License to Erect a Building (Surat Ijin Mendirikan Bangunan) issued by Local Government.
So suggest to the effort optimize revenues of the Value Added Tax developing itself it requires the coordination with the Local Government and the socialization efforts in Local Government office namely District Office in order and need guidance and cost table of building per meter quadrate at certain area which published by legal govemment committee.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Audi Vialdo
"Laporan Magang ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana perhitungan dan pencatatan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi perdagangan melalui media internet (E-commerce) pada PT Harlanda Putera. PT Harlanda Putera sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk memungut dan melaporkan PPN. Terdapat 2 jenis transaksi E-Commerce PT. Harlanda Putera yaitu perdagangan B2C (Busines to Customer) dan B2B (Business to Business). Kegiatan B2C perusahaan adalah berhubungan dengan penjualan produk perusahaan sendiri sedangkan kegiatan B2B perusahaan berkaitan dengan penyedia jasa penjualan produk rekanan melalui website Perusahaan. Transaksi perdagangan B2C perusahaan sudah dilakukan secara benar dan sesuai aturan yang berlaku. Pada transaksi perdagangan B2B ditemukan kesalahan dalam pencatatan akuntansi dan perhitungan PPN.

This Internship report aims to explain how to recording and reporting of value added tax on transactions via the Internet (E-commerce) in PT Harlanda Putera. PT Harlanda Putera as "Pengusaha Kena Pajak" (PKP) has an additional obligation to collect and report the VAT. The Procedure in this report is the calculation and recording of VAT according to the UU PPN and other relevant regulations. There are 2 types of E-Commerce transaction in PT. Harlanda Putera, the B2C (Busines to Customer) and B2B (Business to Business). B2C activities related to the sale of the company's own products, while the activities related to the company's B2B service is provide selling partners product through the Company's website. In conclusion the B2C trading is done correctly and according to the rules. In the B2B trading there’s an error in the accounting records and the calculation of VAT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sayyidus Wisnu Widagdo
"Perkembangan perdagangan secara elektronik (e-commerce) telah menyebabkan berkembangnya jenis barang dan jasa yang dijual di media tersebut. Dengan tingginya pengguna internet di Indonesia maka hal ini menjadikan adanya urgensi bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perhatiannya atas pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap barang dan jasa digital. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang didukung dari data-data yang diperoleh selama penelitian, buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap transaksi produk digital diatur dalam Pasal 3A ayat (3) UU No. 42 Tahun 2009 dan juga Permenkeu Nomor 40/PMK.03/2010 yang mengatur mekanisme reverse charge di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, pengaturan tersebut belum dapat berjalan efektif, hal tersebut karena beban pemungutan, pelaporan dan penyetoran pajak terutang dibebankan kepada si pembeli atau konsumen. Selain itu adanya pelaku usaha yang tidak berkedudukan di Indonesia juga menambah rumitnya permasalahan ini. Sedangkan ruang lingkup Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara lain masih terbatas pada lingkup Pajak Penghasilan. Maka dari itu pemerintah perlu untuk segera memperbarui pengaturan mekanisme pengenaan pajak pertambahan Nilai atas barang dan jasa digital dan juga memperluas lingkup yang ada di Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

The development of electronic trading (e-commerce) has led to the growth of goods and services sold in the digital platform/marketplace. With the high Internet users in Indonesia, this makes the urgency for the Indonesian Government to increase its attention to the imposition of value added tax on digital goods and services. The research methods in this study are supported literature research from data obtained during research, books, literature and other relevant sources. The imposition of value added tax (VAT) on the transaction of digital products is regulated in article 3A paragraph (3) UU No. 42 year 2009 and also Permenkeu number 40/PMK. 03/2010 which regulates reverse charge mechanism in Indonesia. However, in its execution, such arrangements have not been able to run effectively, it is due to the burden of voting, reporting and withholding tax payable to the buyer or the consumer. In addition, there are business actors who are not domiciled in Indonesia also increase the complexity of this problem. Therefore, the Government needs to promptly update the setting of the imposition of value added tax on digital goods and services and also expand the scope of the agreement in the avoidance of double taxation."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghiki Lestari
"Laporan magang ini membahas tentang proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT ABC pada tahun 2010 dan 2011 beserta masalah yang terjadi pada saat proses restitusi PPN tersebut. Analisis dilakukan atas perbedaan yang terjadi pada jumlah restitusi yang diajukan oleh PT ABC dengan jumlah restitusi yang akhirnya diterima oleh pemeriksa. Penyebab adanya perbedaan tersebut dikarenakan buruknya penyimpanan dan pengarsipan dokumen yang terkait dengan perpajakan, perbedaan yang ditemukan pemeriksa saat konfirmasi faktur pajak pada saat konfirmasi melalui Sistem Informasi Perpajakan dan melalui Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan, reekspor spareparts dan barang jadi karena adanya retur penjualan, penyesuaian harga karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi produk, kesalahan dari PKP rekanan terkait dengan data di faktur pajak, sanksi atas kompensasi masa pajak sebelumnya, dan sanksi atas PPN Jasa Luar Negeri.

This internship report discusses about the process of Value Added Tax (VAT) refund of PT ABC in 2010 and 2011 along with the problem that occurs in the process of VAT refund. Analyses were performed on the differences that occur in the amount of refund submitted by PT ABC with the amount of refund that was accepted by the tax auditor. The reason of the difference is due to the bad storaging and archiving of documents related to taxation, the differences found by the tax auditor when doing the confirmation of tax invoice through Taxation Information System and through Taxation Office of supplier, the re-export of spare parts and finished goods due to sales returns, the price adjustment because of the incompatibility product specifications, the mistake from the supplier related to the data in the tax invoice, the penalties of compensation in the earlier tax period, and the penalties of Overseas Service VAT.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Muzaenah
"Penelitianinimembahas mengenai analisis implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa outsourcing dengan model paying agent dan full agent dengan mengambil studi kasus pada salah satu perusahaan outsourcing, yaitu Koperasi Karyawan XYZ. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskripstif. Hal ini disebabkan dalam tahap implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa outsourcing dengan model paying agent dan full agent masih menimbulkan disputemengenai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai menurut Wajib Pajak dan menurut fiskus (Direktorat Jenderal Pajak), sehingga dalam tahap implementasinya menjadi sesuatu yang sangat menghambat.
Hasil penelitian ini adalah bahwa dalam tahap implementasi harus tetap berpedoman kepada peraturan ? peraturan dan kebijakan yang berlaku. Dalam hal jasa outsourcing dengan model apapun maka perlakuannya harus disesuaikan dengan kebijakan yang ada, apabila tidak memenuhi persyaratan yang ada di dalam kebijakan tersebut, maka atas jasa tersebut merupakan jasa kena pajak. Koperasi karyawan XYZ yang memberikan jasa outsourcing denganmodel paying agent ini, untuk tenaga kerja pengguna yang dibayarkan gajinya oleh Koperasi Karyawan XYZ tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun untuk yang atas tenaga kerja di Koperasi Karyawan XYZ maka tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

This study discusses the analysis of policy implementation of Value Added Tax (VAT) on services outsourcing paying agent modeland agentfull agent modelby taking case study on one of the outsourcing companies, namely XYZ Cooperative employees. The study was a qualitative study with deskripstif analysis. This is because the policy implementation phase of the Value Added Tax (VAT) on services outsourcing model with paying agent and the full agent still poses a dispute regarding the Value Added Tax Base by taxpayers and by tax authorities ((Directorate General of Taxation), resulting in the implementation phase to be something is greatly inhibited.
The results of this study is that in the implementation phase must still be guided by the rules and policies. In the case of outsourcing services to any model of the treatment must be tailored to the existing policy, if it does not meet the requirements in the policy, then the service is a taxable service. XYZ Cooperative employees who provide outsourcing services to the paying agent models, the labor user for his salary paid by XYZ Cooperative employees are not subject to Value Added Tax, but for which the manpower in the XYZ Cooperative employees remain subject to Value Added Tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Zidan Satria
"Dalam melakukan pemungutan pajak, suatu negara hendaknya harus berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan dan asas-asas dalam pemungutan pajak. Hal tersebut harus diterapkan kepada setiap wajib pajak, termasuk kepada para perusahaan pertambangan. Dalam faktanya, banyak terjadi sengketa perpajakan antara pemungut pajak dengan para perusahaan pertambangan, contohnya adalah sengketa antara PT Freeport Indonesia dengan Direktorat Jenderal Pajak pada Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-114507.16/2014/PP/M.IIIB Tahun 2018. Penelitian ini membahas mengenai bagaimanakah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai PT Freeport Indonesia pada saat menggunakan mekanisme kontrak dan mekanisme perizinan. Serta dibahas pula mengenai analisis putusan tersebut ditinjau dari keberlakuan Kontrak Karya II pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, penerapan asas equality, dan penerapan asas certainty. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-114507.16/2014/PP/M.IIIB Tahun 2018 tidak mempertimbangkan mengenai keberlakuan dari Kontrak Karya II pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, serta tidak melaksanakan pemenuhan dari asas-asas pemenuhan pajak yaitu asas equality dan asas certainty.

In carrying out tax collection, a country should be based on statutory regulations and principles in tax collection. This must be applied to every taxpayer, including mining companies. In fact, there are many tax disputes between tax collectors and mining companies, for example the dispute between PT Freeport Indonesia and the Directorate General of Taxes in the Tax Court Decision Number PUT-114507.16/2014/PP/M.IIIB 2018. This research discusses how the imposition of Value Added Tax of PT Freeport Indonesia when using the contract mechanism and the licensing mechanism. The analysis of the decision was also discussed in terms of the validity of the Contract of Work II after the enactment of Law Number 42 of 2009, application of the principle of equality, and application of the principle of certainty. The results of this study state that the Tax Court Decision Number PUT- 114507.16/2014/PP/M.IIIB of 2018 does not consider the validity of the Contract of Work II after the enactment of Law Number 42 of 2009, and does not fulfill the principles of tax compliance. namely the principle of equality and the principle of certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
An-Nisa Usman
"Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia sudah seharusnya dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam rangka memperkecil kehilangan potensi penerimaan negara dan juga untuk menciptakan netralitas antara kegiatan perdagangan konvensional dan perdagangan PMSE atau yang lebih dikenal dengan e-commerce. Sejauh ini Pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi PPN atas kegiatan PMSE, khususnya terkait PMSE atas jasa oleh pelaku di luar negeri. Pemerintah terlihat fokus terhadap pemungutan PPN kepada pedangang PMSE luar negeri. Peraturan PPN atas PMSE di dalam negeri yang telah dicabut tidak diterbitkan kembali dengan alasan peraturan PPN yang berlaku umum daapt diterapkan dalam PMSE. Hal ini tidak menciptakan netralitas antara pengusaha konvensional dengan e-commerce dalam negeri. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis bagaimana perlakuan pemajakan atas kegiatan e-commerce khususnya untuk PPN ditinjau dari netralitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma postpositivist. Hasil penelitian ini pemenuhan netralitas dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu antara kegiatan PMSE dengan pedagang konvensional dalam negeri dan antara kegiatan PMSE dalam negeri dengan PMSE luar negeri. Dikarenakan belum adanya implementasi atas pemungutan PPN PMSE platform e-commerce dalam negeri menyebabkan adanya perlakuan yang berbeda antara pedagang konvensional dengan e-commerce dalam negeri. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan dari netralitas belum tercapai meskipun telah ada upaya dari pemerintah untuk mencapai netralitas.

Taxes on e-commerce activities in Indonesia should be levied to minimize the potential loss of state revenue and create equality between conventional trading activities and e-commerce. So far, the government has issued several regulations regarding the taxation of PMSE activities, especially on the VAT aspect. With these regulations, the government seems to be too focused on collecting taxes for foreign PMSE traders, so it does not create a level playing field between conventional entrepreneurs and domestic e-commerce. So far, the government has issued several regulations regarding the taxation of PMSE activities, especially on the VAT aspect. The purpose this article is to analyze how the VAT treatment of e-commerce activities is viewed neutrality principle. This study uses a quantitative approach with postpositivist paradigm. Based on the results of this study, the fulfillment of neutrality can be seen from two perspectives, namely, between PMSE activities and conventional domestic traders and between domestic PMSE activities and foreign PMSE. Due to the absence of implementation of the PMSE VAT collection on domestic e-commerce platforms, there is a different treatment between conventional traders and domestic e-commerce. So based on this it can be said that the goal of neutrality has not been achieved even though there have been efforts from the government to achieve neutrality."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentia Tondita Hotmaintan
"Munculnya berbagai model usaha baru seiring perkembangan jaman menjadi tantangan di bidang perpajakan. Sejak disahkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 terdapat pengaturan baru mengenai bagaimana pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Luar Negeri, dimana PPMSE yang memenuhi significant economic presence dapat ditunjuk oleh pemerintah dan diberikan Nomor Identitas
sehingga menjadi subjek pajak Indonesia dan tunduk pada hukum perpajakan Indonesia. Namun adanya peraturan tersebut pun belum mengakomodir praktik pemungutan pajak oleh PPMSE dengan baik, Indonesia masih kesulitan melakukan pengawasan yang excessive dan menerapkan sanksi administrative maupun pemutusan akses terhadap potensi tindak keagresifitasan pajak PPMSE. Kesulitan ini dikarenakan tidak adanya kewenangan pemerintah Indonesia untuk melakukan audit pada perusahaan yang tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Untuk itu dibutuhkan peraturan yang mengatur secara spesifik serta solusi berbasis teknologi untuk memastikan bagaimana kepatuhan PPMSE dalam melaksanakan
kewajibannya di bidang perpajakan.

The emergence of various new business models along with the times has become a challenge in the field of taxation. Since the passing of Law No. 2 of 2020 there is a new regulation regarding how to collect Value-Added Tax (VAT) by Trading Operators through Electronic Systems (PPMSE) Abroad, where PPMSE that meets a significant economic presence can be appointed by the government and given an Identity Number so that they become Indonesian tax subjects and are subject to Indonesian tax law. However, the existence of this regulation has not properly
accommodated the practice of tax collection by PPMSE, Indonesia is still having difficulty exercising excessive supervision and implementing administrative sanctions
or terminating access to potential acts of PPMSE tax aggressiveness. This difficulty is due to the absence of the authority of the Indonesian government to audit companies that do not have a Permanent Establishment (PE) status in Indonesia. For this reason, specific regulations and technology-based solutions are needed to ensure PPMSE
compliance in carrying out its tax obligations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>