Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182297 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmorang, Audrey Valencia
"Pemadaman listrik sering kali merugikan konsumen, terutama jika kebijakan kompensasi tidak mencerminkan tingkat kerugian yang dialami. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kebijakan pelindungan konsumen terkait kompensasi pemadaman listrik di Indonesia dan Inggris, dengan fokus pada regulasi dan implementasinya. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal, dengan data sekunder berupa studi kepustakaan hukum positif Indonesia dan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inggris memiliki sistem regulasi yang lebih matang dengan keberadaan regulator independen seperti Ofgem, yang menjamin transparansi dan kepatuhan penyedia energi terhadap standar kelistrikan. Di sisi lain, di Indonesia, regulasi kompensasi ditetapkan oleh Kementerian ESDM, namun pelaksanaannya sepenuhnya di bawah tanggung jawab PLN, dengan pengawasan yang perlu ditingkatkan. Penelitian ini merekomendasikan agar Kementerian ESDM menyusun kebijakan kompensasi yang lebih spesifik dan transparan, memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan oleh PLN, serta mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan transparansi dalam penyediaan layanan kelistrikan.

Power outages are often detrimental to consumers, especially if compensation policies do not reflect the level of loss experienced. This research aims to compare consumer protection policies related to blackout compensation in Indonesia and the UK, with a focus on regulation and implementation. The research method used is doctrinal, with secondary data in the form of literature study of Indonesian and UK positive law. The results show that the UK has a more mature regulatory system with the existence of independent regulators such as Ofgem, which ensures transparency and compliance of energy providers with electricity standards. On the other hand, in Indonesia, compensation regulations are set by the Ministry of Energy and Mineral Resources, but implementation is entirely under the responsibility of PLN, with supervision that needs to be improved. This study recommends that the Ministry of Energy and Mineral Resources develop a more specific and transparent compensation policy, strengthen supervision of policy implementation by PLN, and encourage businesses to increase transparency in the provision of electricity services. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Artanti Batrisyia
"Digitalisasi, meningkatnya konsumerisme, dan kemajuan dalam sektor keuangan telah meningkatkan aksesibilitas produk keuangan di Indonesia. Adapun layanan pinjaman Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi digunakan oleh 26 juta peminjam pada tahun 2021. Meskipun demikian, survei oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2022 menemukan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia hanya mencapai 49,68%. Hal ini menimbulkan masalah dimana konsumen dapat mengambil pinjaman tanpa mempertimbangkan kapasitas keuangan mereka sehingga dapat berdampak pada finansial jangka panjang peminjam. Periklanan memiliki peran signifikan dalam memengaruhi penggunaan layanan pinjaman dengan memberikan ruang bagi layanan pinjaman untuk menyampaikan informasi dan mempromosikan produk mereka. Meskipun telah ditemukan perhatian dan kritik dari masyarakat terhadap periklanan layanan pinjaman, pelindungan konsumen periklanan layanan pinjaman di Indonesia cukup terbatas, terutama apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Australia dan Inggris. Skripsi ini berupaya untuk memahami dan membandingkan perlindungan konsumen dalam periklanan layanan pinjaman di Indonesia, Inggris, dan Australia untuk menentukan pengembangan yang dapat dilakukan terhadap perlindungan konsumen bagi periklanan layanan pinjaman di Indonesia. Skripsi ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif- analitis. Penelitian ini menemukan bahwa periklanan layanan pinjaman telah menjadi pokok perhatian di Inggris dan Australia untuk waktu yang lebih lama sehingga telah berkembang pengaturan dan tata kelola yang lebih kuat. Dengan demikian, Indonesia dapat merujuk pada negara tersebut untuk memperkuat pelindungan konsumen terkait dengan periklanan layanan pinjaman, di antaranya dengan menerapkan pengaturan yang dikhususkan bagi periklanan layanan pinjaman, memperkuat peran Dewan Periklanan Indonesia, serta mengembangkan mekanisme pengawasan dan penegakan Otoritas Jasa Keuangan.

Digitalization, increasing consumerism, and advancements in the financial sector have heightened the accessibility of financial products in Indonesia. Notably, Peer-to-Peer Lending saw 26 million lenders using their credit services in 2021. In spite of this, a 2022 survey by Otoritas Jasa Keuangan found that Indonesia's financial literacy rate stands at only 49.68%. This presents a problem, as individuals take on loans without concern towards their financial capacity, leading to long-term financial consequences. Advertising plays a key role in influencing loan service use as it provides a platform for loan services to convey information and promote their products. Despite public attention and criticism towards loan service advertising, regulations and control mechanisms are limited in Indonesia in contrast to countries such as Australia and England. This thesis aims to understand and compare consumer protection in loan service advertising in Indonesia, England, and Australia to determine areas in which Indonesia’s consumer protection may be strengthened. This thesis is carried out with a normative juridical approach using a descriptive-analytical research typology. This research finds that England and Australia have longer-standing concerns about loan service advertising, resulting in stronger regulations and governance. As such, Indonesia may benefit from referencing said countries to strengthen consumer protection for loan service advertising, such as through creating regulations specific to loan service advertising, strengthening the role of Dewan Periklanan Indonesia, and enhancing the supervisory and enforcement mechanisms of Otoritas Jasa Keuangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Arva Alfonso
"Pada bulan September tahun 2022, Indonesia akhirnya menyambut UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Ketentuan dalam UU PDP Indonesia mengenalkan kita pada subjek- subjek yang terlibat dalam perlindungan data pribadi, langkah-langkah untuk mendapatkan persetujuan, cara mengontrol dan memproses data pribadi, pemrosesan otomatis, transferabilitas, sanksi, dan pihak berwenang yang terlibat. Salah satu aspek yang disebutkan dalam undang-undang ini adalah pemrofilan. Pemrofilan sendiri merupakan suatu metode untuk mempelajari suatu sifat tertentu yang dimiliki oleh seorang individu. Pemrofilan telah banyak digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pemasaran yang lebih personal dengan konsumennya. Penting untuk mempelajari sifat pribadi sifat konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan perspektif yang lebih dalam terhadap konsumen yang dituju. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Indonesia menyediakan kerangka hukum untuk profil konsumen setelah berlakunya UU PDP karena perusahaan sangat mengandalkan data pribadi untuk tujuan pemasaran mereka. Untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas, Uni Eropa (EU) akan dipelajari secara komparatif karena mereka telah memberlakukan GDPR yang populer secara global. Dengan studi banding ini, makalah ini juga bertujuan untuk mempelajari bagaimana Indonesia dan EU membentuk kerangka hukum perlindungan data pribadi mereka khususnya terkait dengan profil konsumen untuk melindungi privasi data pribadi konsumen.

In September 2022, Indonesia finally welcomed the long-awaited Law no. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law). The provisions within the Indonesian PDP Law introduce us to the subjects involved in personal data protection, the steps to acquire consent, how to control and process personal data, automated-processing, transferability, sanctions, and the authorities involved. One of the mentioned aspects in this law is profiling. Profiling itself is a method of studying a certain trait that an individual has. Profiling has been widely used by companies in order to achieve a more personal marketing with their consumers. It is essential to study personal traits of a consumer in order to gain a deeper perspective towards the designated consumer. This thesis aims to analyze how Indonesia provides a legal framework for consumer profiling subsequent to the enactment of the PDP Law as companies are strongly relying upon personal data for their marketing purpose. To gather a broader perspective, the European Union (EU) will be studied comparatively as they have enacted the globally popular GDPR. With this comparative study, this paper also aims to study how Indonesian and the EU set up their personal data protection legal framework particularly in regards with consumer profiling in order to protect the privacy of personal data of the consumer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaa Karimah Suyanto
"Tingginya angka penjualan konsumen menyebabkan pelaku usaha berlomba-lomba mempromosikan produknya melalui iklan. Promosi teersebut tentunya dilakukan dengan semenarik mungkin untuk menarik perhatian konsumen. Salah satu cara untuk menarik perhatian konsumen adalah dengan menggambarkan kecantikan yang sempurna. Namun penggambaran kecantikan yang sempurna tidak dimiliki secara penuh oleh manusia,
sehingga pelaku usaha melakukan cara tersebut dengan teknik manipulasi visual. Penggunaan teknik manipulasi visual pada dasarnya diperkenankan untuk tujuan hiburan, bukan sebagai penggunaan dalam iklan kosmetik. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pun tidak mengatur secara lebih lanjut terhadap penggunaan manipulasi visual dalam periklanan. Hal tersebut menyebabkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk menggunakan teknik manipulasi visual yang dapat mengelabui konsumen yang awam atas manipulasi visual dalam periklanan. Bila mengamati dengan kasus manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang ada di Inggris, manipulasi visual di Inggris sebenarnya
diperkenankan selama tidak mengubah fungsi produk yang diiklankan. Pengaturan mengenai manipulasi visual dalam iklan kosmetik di Inggris juga sudah lebih mengatur secara sempit, sehingga terhadap praktik maupun pengawasan periklanan di Inggris
menjadi lebih mudah bagi pelaku usaha, konsumen, ataupun otoritas pengawas di Inggris. Melalui metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini hendak membahas kesesuaian pengaturan hukum di Indonesia terhadap manipulasi visual iklan kosmetik beserta
perbandingan dengan Inggris, serta pertanggungjwaban dari pihak yang berkaitan dan penyelesaian sengketa apabila konsumen merasa dirugikan. Manipulasi visual dalam iklan kosmetik yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah seharusnya ditindak dengan tegas oleh otoritas setempat, salah satunya dapat melalui BPSK dengan memberikan fungsi bagi BPSK untuk dapat memberikan sanksi.

High sale of cosmetics made businesses compete in promoting their products through advertisements. Promotions through advertisements is certainly done as attractive as possible to attract consumers’ attention. One way to attract costumers’ attention is to show flawless beauty. However, the depiction of flawless beauty is not completely owned by humans, so businessmen use visual manipulation techniques to produce flawless beauty. The use of visual manipulation techniques basically is allowed for entertainment purposes, not for uses on cosmetic advertisement which may change the efficacy of the
advertised product. The Consumer Protection Law No. 18/1999 does not further regulate the use of visual manipulation techniques. With absence of regulation on visual manipulation techniques by The Consumer Protection Law, this may create an opportunity for businessmen to use visual manipulation techniques that may mislead consumer who did not know about visual manipulation in advertisements. The case of
visual manipulation in cosmetic advertisements in UK, it is allowed if it doesn’t change the efficacy of the advertised product. UK regulations on visual manipulation of cosmetic advertisements are regulated narrowly and has guidance for businessmen to use visual manipulation, so the practice and supervision of cosmetic advertisements in UK becomes
easier for businesses, consumers, or supervisory authorities in UK. Through juridicalnormative research method, this study aims to discuss the suitability of legal arrangements in Indonesia for visual manipulation on cosmetic advertisements along with comparisons on UK, as well as the responsibilities of related parties and dispute resolution on consumer protection. Visual manipulation on cosmetic advertisements that does not comply with laws and regulations in Indonesia must dealt strictly by local authorities, one of which can be through BPSK by giving BPSK a function to be able to impose sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Shellina Ruth Hotmaria
"Calo tiket konser berperan sebagai perantara dalam transaksi jual beli tiket konser kerap kali menimbulkan isu yang signifikan. Calo tersebut memanfaatkan tingginya permintaan tiket konser, yang tidak sebanding dengan ketersediaan tiket, untuk menjual tiket dengan harga yang tidak wajar, jauh di atas harga asli tiket. Dalam praktiknya, tidak sedikit konsumen yang terdorong untuk menggunakan jasa calo demi mendapatkan tiket konser yang mereka inginkan. Ironisnya, terdapat calo yang menggunakan perangkat lunak (software) berupa bot untuk membeli sebanyak mungkin tiket, yang pada akhirnya hal tersebut menghalangi aksesibilitas tiket kepada konsumen secara langsung. Akibatnya, konsumen sering kali terpaksa membeli tiket konser melalui calo dengan harga tiket yang tidak masuk akal. Eksistensi calo yang demikian menimbulkan risiko kerugian yang signifikan bagi konsumen. Hingga kini, Indonesia belum memiliki pengaturan spesifik mengenai calo tiket konser, berbeda dengan Australia yang telah memiliki aturan khusus mengenai calo tiket. Dengan penggunaan metode doktrinal, diteliti mengenai pengaturan dan tanggung jawab terkait penggunaan jasa calo dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia dan Australia. Dari hasil penelitian ini, dapat dipahami bahwa pengaturan calo tiket di Indonesia belum memadai, dan belum sepenuhnya memberikan kepastian hukum bagi konsumen. Maka dari itu, sangat diperlukan kajian mendalam mengenai penyusunan aturan yang lebih tegas dan spesifik mengenai calo tiket konser beserta pertanggungjawabannya di Indonesia, sehingga dapat memberikan pelindungan hukum yang lebih optimal bagi konsumen dalam transaksi jual beli tiket konser di Indonesia.

Concert ticket scalpers act as intermediaries in buying and selling concert tickets, which often raises significant issues. These scalpers take advantage of the high demand for concert tickets, which is not proportional to the availability of tickets, to sell tickets at unreasonable prices, far above the original ticket price. In practice, quite a few consumers are encouraged to use the services of scalpers to get the concert tickets they want. Ironically, there are scalpers who use software in the form of bots to buy as many tickets as possible, which ultimately hinders the accessibility of tickets to consumers directly. As a result, consumers are often forced to buy concert tickets through scalpers at unreasonable ticket prices. The existence of such scalpers poses a significant risk of loss for consumers. Until now, Indonesia does not have specific regulations regarding concert ticket scalpers, in contrast to Australia which has special regulations regarding ticket scalpers. By using doctrinal methods, the regulations and responsibilities related to the use of scalpers services in buying and selling concert tickets in Indonesia and Australia are researched. From the results of this research, it can be understood that the regulation of ticket scalpers in Indonesia is inadequate and does not fully provide legal certainty for consumers. Therefore, an in-depth study is needed regarding the preparation of stricter and more specific regulations regarding concert ticket scalpers and their responsibilities in Indonesia, so that they can provide more optimal legal protection for consumers in buying and selling concert ticket transactions in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Brigita
"Jumlah penduduk yang padat mempengaruhi pola konsumsi dan kebutuhan masyarakat Indonesia menjadi lebih tinggi. Hal tersebut membuka peluang bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis dengan mencari inovasi baru berkaitan dengan strategi pemasaran untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya. Salah satunya, menerapkan strategi upselling. Upselling merupakan strategi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan berupaya menyakinkan konsumen untuk membeli barang dan/atau jasa yang mengalami peningkatan sehingga menyebabkan harga yang dibayarkan lebih mahal dari harga awal. Secara umum, praktik upselling tidak dilarang bagi pelaku usaha untuk menerapkannya. Akan tetapi, tidak semua pelaku usaha menerapkan praktik upselling dengan jujur dan adil. Ditemukan pelaku usaha yang menerapkan praktik upselling tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta transaksi yang dilakukan tidak berdasarkan persetujuan konsumen. Dalam hal ini, konsumen tidak memperoleh hak-haknya secara utuh. Indonesia secara umum tidak melarang penerapan strategi penjualan upselling dan belum mempunyai pengaturan secara spesifik mengenai upselling. Penulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai perbandingan pelindungan konsumen terhadap strategi upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen di Indonesia dengan Amerika Serikat. Negara Amerika Serikat melihat praktik upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen merupakan salah satu praktik usaha yang tidak adil (unfair pratices). Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode doktrinal. Dari hasil penelitian dapat dipahami bahwa Indonesia dan Amerika Serikat memiliki kesamaan yakni sama-sama tidak melarang upselling sepanjang tidak mencederai hak - hak konsumen serta dilaksanakan dengan jujur dan adil. Dibutuhkannya peran pemerintah untuk meningkatkan pengawasan kepada pelaku usaha serta membuat suatu pedoman lebih khusus mengenai strategi upselling untuk dijadikan landasan bagi pelaku usaha untuk melaksanakan praktik upselling. Tidak hanya itu, dibutuhkannya kesadaran pelaku usaha untuk melaksanakan kewajibannya dan konsumen harus lebih kritis dan teliti terhadap strategi upselling yang dilakukan oleh pelaku usaha.

The dense population influences the consumption patterns and needs of Indonesian society, making them higher. This creates opportunities for business operators to innovate in marketing strategies to gain maximum profits. One such strategy is upselling. Upselling is a marketing strategy where business operators try to convince consumers to buy goods and/or services that have increased in value, resulting in a higher price than the initial price. Generally, upselling practices are not prohibited for business operators. However, not all business operators apply upselling practices honestly and fairly. Some business operators do not provide accurate, clear, and honest information, and transactions are conducted without consumer consent. In these cases, consumers do not fully receive their rights. Indonesia does not generally prohibit the application of upselling strategies and does not have specific regulations regarding upselling. This writing aims to discuss the comparison of consumer protection against upselling strategies by business operators who do not provide accurate, clear, and honest information and do not obtain consumer consent in Indonesia and the United States. The United States views upselling practices by business operators who do not provide information and do not obtain consumer consent as an unfair practice. The method used in this writing is the doctrinal method. From the research results, it can be understood that Indonesia and the United States share a similarity in not prohibiting upselling as long as it does not harm consumer rights and is conducted honestly and fairly. There is a need for the government's role in increasing supervision of business operators and creating more specific guidelines regarding upselling strategies to serve as a basis for business operators to carry out upselling practices. Additionally, there is a need for business operators to be aware of their obligations and for consumers to be more critical and thorough regarding upselling strategies carried out by business operators."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Toruan, Ronald
"Pengangkutan udara adalah salah satu faktor penting dari kekuatan negara di ruang udara yang tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, tetapi juga untuk mempersatukan bangsa dalam pengertian politis, sebagai sarana untuk membantu efektifitas pemerintahan serta pendorong lajunya pembangunan.
Transportasi udara semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Hal ini tentu saja membawa konsekwensi dibutuhkannya peraturan tentang pengangkutan udara yang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Hukum pengangkutan udara merupakan lapangan hukum Baru yang perkembangnnya dimulai sekitar tahun sebelum dan sesudah perang dunia II. Khusus di Indonesia lapangan hukum ini kurang mendapat perhatian dibandingkan lapangan hukum lainnya. Hal ini dapat dilihat dari langkanya bahan bacaan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah penerbangan atau pengangkutan udara yang dihasilkan ahli hukum Indonesia.
Bertitik tolak pada kenyataan tersebut, maka hukum pengangkutan udara merupakan suatu obyek yang menarik untuk diteliti. Selain itu karena sifat-sifatnya yang khusus sehubungan dengan adanya perkembangan yang pesat di bidang penerbangan dan kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan udara semakin meningkat.
Atas dasar kenyataan-kenyataan tersebut, maka penulis terdorong untuk mempelajari serta mengadakan penelitian dalam bidang hukum pengangkutan udara, dengan mengambil salah satu aspek panting yakni ganti kerugian. Dengan demikian kiranya cukup beralasan kalau penulis memilih judul "Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa Pengangkutan Udara di Indonesia (Khususnya Masalah Ganti Rugi)".
Dalam pelaksanaan pengangkutan udara, masalah ganti kerugian merupakan salah satu aspek penting bagi pihak yang mengalami kerugian akibat dari kegiatan pengangkut. Ganti kerugian tersebut diberikan kepada pengguna jasa angkutan udara atau ahli warisnya dan pihak ketiga yang menderita kerugian sebagai akibat dan pengoperasian pesawat udara. Dari uraian sebelumnya penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana proses penyelesaian ganti kerugian dalam pengangkutan udara di Indonesia ?.
Pelaksanaan ganti kerugian dalam pengangkutan udara di Indonesia, prosesnya diawali dengan adanya tuntutan dari penumpang dan pengirim barang yang mengalami kerugian terhadap pengangkut. Kemudian pengangkut mempelajari dan mempertimbangkan tuntutan ganti kerugian tersebut untuk selanjutnya menetapkan besarnya jumlah ganti kerugian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Nadisha Puteri
"Kemajuan teknologi dan perdagangan bebas memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang dan/atau jasa namun menyebabkan posisi konsumen menjadi lemah karena tidak diiringi oleh kesadaran konsumen akan haknya. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur beberapa hal mengenai hak konsumen terhadap informasi produk yang dikonsumsinya. Konsumen Indonesia, secara khusus, memiliki hak atas informasi terhadap produk pangan yang mereka beli dan konsumsi.
Skripsi ini membahas mengenai penerapan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan impor, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam peredaran produk pangan olahan impor, serta pengaturan mengenai tindakan hukum yang dapat dilakukan apabila masih ada pelaku usaha yang masih mengedarkan produk pangan olahan impor.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dilakukan peningkatan pengawasan antara BPOM dan instansi terkait lainnya; diadakan edukasi dan sosialisasi mengenai produk pangan olahan impor; lebih berhati-hati dalam menjaga kualitas produk; mengutamakan pembelian produk dalam negeri dan mencerdaskan diri dengan pengetahuan mengenai perlindungan konsumen dan produk yang akan dikonsumsi.

Improvement in technology and free trade facilitate consumer to obtain the goods and/or services but causing the consumer?s position becomes weak because it is not accompanied by consumer?s awareness of their rights. The Law No. 8 Year 1999 on Consumer Protection set up a few things about consumer rights to product information that are consumed. Indonesian consumers, in particular, have the right to information on the food products they purchase and consume.
This thesis discusses about the application of the supervision of the circulation of imported processed food products, the violations committed by businesses in the circulation of imported processed food products, as well as setting the legal action that can be done if there are businesses that are still distribute imported processed food products.
Results of the study suggest that improving surveillance conducted between BPOM and other relevant agencies; held education and socialization of imported processed food products; more careful in maintaining the quality of products; priority to the purchase of domestic products and educate ourselves with knowledge about consumer protection and product to be consumed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Sevira Rachmah
"Tesis ini menganalisis kerangka hukum seputar kegiatan pariwisata berisiko tinggi di Indonesia, membandingkannya dengan kerangka hukum di Tiongkok, dan menentukan sejauh mana tanggung jawab yang ditanggung oleh pengusaha pariwisata Indonesia dan Cina dalam insiden kegiatan pariwisata berisiko tinggi. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Dalam praktiknya, Indonesia masih belum memiliki kategorisasi dan standarisasi yang akurat mengenai kegiatan pariwisata berisiko tinggi serta ketentuan mengenai kewajiban dan tanggung jawab pengusaha pariwisata yang membuat mereka dapat sepenuhnya bertanggung jawab dalam insiden kegiatan pariwisata berisiko tinggi. Dengan berkaca pada LPCRI dan UU Kepariwisataan Cina, untuk menjunjung tinggi keselamatan wisatawan, Indonesia hendaknya tidak terlalu bergantung pada peraturan pelaksana, melainkan menyediakan ketentuan keselamatan yang bersifat teknis terkait kegiatan pariwisata berisiko tinggi di UU No. 10 tahun 2009. Kemudian, di kedua negara, sanksi yang diberikan kepada pengusaha pariwisata dapat berupa kompensasi atau ganti rugi, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi administratif.

This thesis analyzes the legal framework surrounding high-risk tourism activities in Indonesia, compares them with those of China, and determines the extent of liabilities that tourism entrepreneurs of Indonesia and China bear in high-risk tourism activity incidents. This study employs normative juridical research. In practice, Indonesia still lacks accurate categorization and standardization of high-risk tourism activities as well as provisions on tourism entrepreneurs’ obligations and liabilities that can hold them fully accountable for high-risk tourism activity incidents. By reflecting on China’s LPCRI and Tourism Law, in regard to upholding the safety of tourists, Indonesia should not heavily rely on implementing regulations but instead provide technical safety provisions related to high-risk tourism activities in the primary governing law, which is Law No. 10 of 2009. Lastly, in both countries, tourism entrepreneurs’ can be in the form of compensation or indemnity, criminal liability, and administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhahdila M. Luthfi
"Semakin tingginya angka penjualan kendaraan bermotor roda empat (mobil) menyebabkan pelaku usaha selalu terpacu untuk memproduksi berbagai jenis mobil. Produksi tersebut seharusnya memperhatikan fitur-fitur keselamatan kendaraan. Salah satu fitur keselamatan kendaraan adalah dengan uji tes tabrak (crash test). Hal ini sejalan dengan kebutuhan konsumen akan keselamatan menjadi alasan kuat kenapa uji tes tabrak perlu dilakukan setiap perusahaan yang memiliki mobil baru. Namun, serangkaian proses uji tes tabrak pada beberapa fitur kendaraan tidak begitu mudah, sehingga pelaku usaha melakukan cara tersebut dengan memanipulasi hasil uji tes tabrak. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pun tidak mengatur secara lebih lanjut tentang manipulasi dalam suatu kendaraan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Begitupun dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 belum mengatur tentang uji tes tabrak maupun terhadap sanksinya. Hal tersebut menyebabkan adanya celah bagi pelaku usaha untuk memanipulasi hasil uji tes tabrak yang dapat mengelabui konsumen yang awam atas uji tes tabrak sehingga tidak mengetahui jelas apabila adanya manipulasi terhadap uji tes tabrak. Bila mengamati dengan kasus manipulasi hasil uji tes tabrak Daihatsu yang ada di Jepang dan berdampak juga di Malaysia, manipulasi hasil uji tes tabrak di Jepang sudah terbukti melakukan manipulasi dan sudah melanggar proses administrasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Transportasi Jepang. Hal yang sama juga diakui oleh Malaysia bahwa berdampak di Malaysia namun pengaturan mengenai uji tes tabrak di Jepang dan Malaysia juga sudah mengatur secara sempit mengenai uji tes tabrak, sehingga terhadap praktik maupun pengawasan kendaraan di Jepang dan Malaysia menjadi lebih mudah bagi pelaku usaha, konsumen, ataupun otoritas pengawas di Jepang. Melalui metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas kesesuaian pengaturan hukum di Indonesia terhadap manipulasi hasil uji tes tabrak beserta perbandingan dengan Malaysia dan Jepang. Adapun pertanggungjawaban dari pihak yang berkaitan dan penyelesaian sengketa apabila konsumen merasa dirugikan. Manipulasi hasil uji tes tabrak yang tidak sesuai sudah seharusnya diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satunya dapat melalui Kementerian Perhubungan.

The increasing number of sales of four-wheeled motorized vehicles (cars) causes business actors to always be encouraged to produce various types of cars. Such production should pay attention to vehicle safety features. One of the vehicle safety features is the crash test. This is in line with consumer needs for safety, which is a strong reason why crash tests need to be carried out by every company that has a new car. However, a series of crash test processes on some vehicle features are not so easy, so business actors do this by manipulating crash test results. Law No. 18/1999 does not further regulate manipulation in a vehicle by business actors. Likewise, Law No. 22 of 2009 does not regulate crash tests or the sanctions. This causes a gap for business actors to manipulate crash test results that can trick consumers who are unfamiliar with crash tests so that they do not know clearly if there is manipulation of the crash test. When observing the case of manipulation of Daihatsu crash test results in Japan and also in Malaysia, manipulation of crash test results in Japan has been proven to manipulate and has violated the administrative process issued by the Japanese Ministry of Transportation. The same thing is also recognized by Malaysia that the impact in Malaysia but the regulation of crash tests in Japan and Malaysia has also narrowly regulated crash tests, so that the practice and supervision of vehicles in Japan and Malaysia become easier for business actors, consumers, or supervisory authorities in Japan. Through the juridical-normative research method, this study will discuss the suitability of legal arrangements in Indonesia for the manipulation of crash test results along with a comparison with Malaysia and Japan. The liability of related parties and dispute resolution if consumers feel harmed. Manipulation of inappropriate crash test results should be regulated in Indonesian legislation, one of which can be through the Ministry of Transportation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>