Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lathiifa Wirasatya Listyo Putri
"Koperasi dikenal dengan slogan “dari anggota, oleh anggota, untuk anggota,” yang tercermin dalam mekanisme operasional Koperasi Simpan Pinjam (“KSP”). Mekanisme ini membatasi kegiatan penghimpunan dana hanya dari anggota dan penyaluran pinjaman kepada anggota. Namun, berbagai penyimpangan dalam praktik KSP mendorong pemerintah untuk merumuskan Pasal 44B melalui Pasal 202 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU P2SK”), yang mengubah ketentuan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (“UU Perkoperasian”). Penelitian ini berfokus pada analisis pertentangan konsep dalam substansi Pasal 44B terhadap konsep dasar koperasi sebagaimana diatur dalam UU Perkoperasian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan pada Pasal 44B UUP2SK bertentangan dengan konsep dasar koperasi dalam UU Perkoperasian. Ketentuan tersebut membuka peluang bagi koperasi untuk melayani non-anggota dan mengadopsi mekanisme komersial, yang dikhawatirkan berpotensi menggeser fokus koperasi dari tujuan sosial dan kesejahteraan anggota menjadi orientasi pada keuntungan finansial.

Cooperatives are widely recognized by the slogan “from members, by members, for members,” which reflects the operational mechanism of Savings and Loan Cooperatives (“KSP”). This mechanism restricts fund collection activities solely to members and loan distribution exclusively to members. However, various irregularities in KSP practices prompted the government to introduce Article 44B through Article 202 of Law No. 4 of 2023 on Financial Sector Development and Strengthening (“P2SK Law”), which amended the provisions of Law No. 25 of 1992 on Cooperatives (“Cooperatives Law”). This study analyzes the conflict between the values embodied in Article 44B and the fundamental concepts and principles of cooperatives as regulated in the Cooperatives Law. The research adopts a doctrinal legal approach with a qualitative methodology. Data were collected through literature reviews and interviews with key informants and analyzed qualitatively. The findings reveal that the regulation under Article 44B of the P2SK Law conflicts with the core values of cooperatives outlined in the Cooperatives Law. The provision allows cooperatives to serve non-members and adopt commercial mechanisms, which risks shifting their focus from social objectives and member welfare to financial gain. Such a shift contradicts the foundational spirit of cooperatives as enshrined in the Cooperatives Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whitney Louise Alianto
"Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan Dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menerbitkan ketentuan Pengelola Dana Perwalian (trustee) sebagai badan usaha khusus untuk melakukan kegiatan penitipan dan pengelolaan (trust) dan/atau sekuritisasi aset. Konsepsi trust berasal dari sistem common law sehingga tidak dapat serta merta diterapkan terhadap badan Pengelola Dana Perwalian (trustee). Melalui metode penelitian doktrinal dan metode perbandingan, penelitian ini membahas Pengelola Dana Perwalian sebagai trustee berdasarkan UU P2SK dan melakukan perbandingan konsep trust berdasarkan sistem common law dengan konsep trustee berdasarkan hukum di Indonesia. Hasil analisis penelitian ini menyatakan bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang memadai terkait terkait Pengelola Dana Perwalian sebagai trustee dalam melakukan kegiatan usahanya dan masih belum dapat dikatakan komprehensif apabila dibandingkan dengan konsepsi trust berdasarkan sistem common law. Pemerintah Indonesia sebaiknya menerbitkan peraturan pelaksana dengan ketentuan yang lebih spesifik, agar menjamin efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan Pengelola Dana Perwalian (trustee).

Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law) issues provisions regarding Pengelola Dana Perwalian (trustee) as a special business entity to carry out custody and management (trust) and/or asset securitization activities. The trust concept, rooted in the common law system, entails provisions and characteristics that are not readily applicable to Pengelola Dana Perwalian (trustees) within the Indonesian legal framework. Through doctrinal and comparative methods, this study scrutinizes the legal provisions pertaining to Pengelola Dana Perwalian (trustees) under UU P2SK, comparing the common law trust concept with the Indonesian legal construct of trustees. The analysis concludes that Indonesia does not yet have adequate legislation related to Pengelola Dana Perwalian as trustees in conducting their business activities and it falls short of comprehensiveness when compared to the common law trust concept. Thus, it is recommended that the Indonesian Government establish more detailed and specific implementing regulations to ensure the effective and efficient conduct of activities by Pengelola Dana Perwalian (trustee)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arman Azhar Bagusputra
"ABSTRACT
Keberadaan koperasi dipertanyakan terkait dengan menjamurnya bisnis digital. Hal tersebut menunjukan bahwa industri digital di Indonesia sangat berpotensi menjadi pilar bagi pertumbuhan ekonomi di era milenial ini, sehingga koperasi perlu beradaptasi dengan perkembangan tersebut. Pada tahun 2016, Koperasi Digital Indonesia Mandiri hadir memperkenalkan diri sebagai Koperasi Digital pertama di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang keanggotaan, bentuk simpanan, dan mekanisme rapat anggota pada perkoperasian dan menganalisis penerapan ketentuan tentang keanggotaan, bentuk simpanan, dan mekanisme rapat anggota di Koperasi Digital Indonesia Mandiri. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan metode penelitian kualitatif. Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengaturan mengenai keanggotaan, bentuk simpanan dan rapat anggota koperasi diatur dalam beberapa pasal dalam UU Perkoperasian dan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM. Selain itu, UU Perkoperasian yang sudah berlaku lebih dari dua puluh lima tahun sudah tidak dapat menampung kegiatan perkoperasian di masa sekarang dan terdapat aspek-aspek dalam KDIM yang tidak diatur secara jelas seperti perekrutan anggota secara online, akun virtual, simpanan khusus, dan rapat anggota dengan media elektronik. Oleh karena itu pemerintah perlu mengkaji ulang pengaturan perkoperasian di Indonesia dan membuat pengaturan untuk menampung ketentuan yang masih belum jelas pengaturannya agar terciptanya kepastian hukum .

ABSTRACT
The existence of cooperatives is questioned related to the development of digital businesses. This shows that the digital industry in Indonesia has the potential to become a pillar of economic growth in this era, so it needs to adapt with these developments. In 2016, Koperasi Digital Indonesia Mandiri introduced itself as the first Digital Cooperative in Indonesia. Therefore this study aims to identify the regulation for membership, forms of savings, and mechanism for meeting members on cooperatives and analyzing the application of provisions regarding membership, forms of savings, and meeting mechanism of members at Koperasi Digital Indonesia Mandiri based on Indonesian Cooperatives Law. The type of research is normative juridical. This research shows that the regulation regarding membership, forms of savings, and meetings of cooperative members are regulated in several articles in the Indonesian Cooperative Law and Ministry of Cooperatives and SMEs Regulations. In addition, the Indonesian Cooperative Law which has been in effect for more than twenty-five years has not been able to accommodate cooperative activities in the present and there are clearly unregulated aspects in KDIM such as online member recruitment, virtual accounts, special savings and meetings member with electronic media. Therefore the government needs to review the Cooperative Law and issue a regulation to accommodate provisions that are still unclear in order to create legal certaity.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Halim
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UUP2SK) mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi lembaga tertinggi di sektor jasa keuangan. Posisinya diperjelas dengan dimasukkannya prinsip una via dan restorative justice. Sebuah cita-cita yang progresif dan mulia, namun dibalik itu ada kekhawatiran efektifitas penerapan kedua prinsip tersebut. Dimana dalam penelitian ini akan berfokus pada una via. Dengan adanya prinsip una via tersebut menarik untuk menganalisis dalam melindungi capital outflow dari capital market dalam negeri dan mencegah efek rambatan ancaman resesi ekonomi dari negara-negara maju serta penguatan prinsip una via pada bidang pasar modal dalam meningkatkan pengembalian kerugian yang dialami investor atas investasinya. Permasalahan disusun yaitu Apakah dengan disahkannya UUP2SK dapat menjadi pelindung capital outflow dari capital market dalam negeri dan mencegah efek rambatan ancaman resesi ekonomi dari negara-negara maju dan Apakah dengan penguatan prinsip una via pada bidang pasar modal pasca diundangkan UUP2SK dapat meningkatkan pengembalian kerugian yang dialami investor atas investasinya. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan UUP2SK mencoba mengharmonisasikan penegakan hukum di tiap industri sesuai karakteristiknya, dengan mengedepankan prinsip restorative justice serta menekankan penggunaan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). UUP2SK yang berbasis Una Via Principle menjadi model baru dalam penyelesaian perkara di sektor jasa keuangan, khususnya sektor pasar modal dengan menghindari pengenaan sanksi ganda atas suatu pelanggaran dalam rangka mewujudkan keadilan restoratif. Di sisi lain, berdasarkan asas una via, OJK dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana dengan mengenakan sanksi administratif berupa denda yang disertai dengan perintah tertulis.

Law No. 4 of 2023 (UUP2SK) encourages the Financial Services Authority (OJK) to become the highest institution in the financial services sector. Its position is clarified by the inclusion of the principles of una via With the una via principle, it is interesting to analyze in protecting capital outflow from the domestic capital market and preventing the spreading effect of the threat of economic recession from developed countries as well as strengthening the una via principle in the field of capital markets in increasing the return of losses experienced by investors on their investments. Problems are arranged, namely whether the enactment of UUP2SK can be a protector of capital outflow from the domestic capital market and prevent the propagation effect of the threat of economic recession from developed countries and whether the strengthening of the una via principle in the field of capital markets after the enactment of UUP2SK can increase the return of losses experienced by investors on their investments. In answering these problems, the juridical- normative research method is used. The results show that UUP2SK based on the Una Via Principle is a new model in case settlement in the financial services sector, especially the capital market sector by avoiding the imposition of multiple sanctions for an offence in order to realise restorative justice. Based on the una via principle, OJK can decide not to proceed to the investigation stage of an alleged criminal offence by imposing administrative sanctions in the form of fines accompanied by a written order."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Adysti Nariswari
"Penanganan tindak pidana perbankan memerlukan pendekatan yang tegas dan tepat untuk memberikan efek jera kepada pelaku, mencegah terulangnya kejahatan, dan menjaga stabilitas industri perbankan. Meskipun tindak pidana perbankan termasuk dalam kategori tindak pidana ekonomi, pengaturannya belum sepenuhnya mengoptimalkan prinsip- prinsip penyelesaian permasalahan sebagai tindak pidana ekonomi. Terdapat potensi ketidakkonsistenan dalam penerapan prinsip ultimum remedium dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan), terutama terkait pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana. Oleh karena itu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip ini dalam konteks hukum pidana khusus eksternal atau administrative penal law.
Studi ini melibatkan analisis terhadap konsep-konsep hukum yang digunakan dalam penanganan tindak pidana ekonomi, dengan fokus pada penanganan tindak pidana perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip ultimum remedium yang dikombinasikan dengan prinsip una via dalam penanganan perkara tindak pidana perbankan oleh OJK masih belum optimal, terutama terkait dengan perumusan pasal- pasal dalam UU Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (selanjutnya disebut UU P2SK). Sebuah penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi konsep yang tepat dalam penanganan tindak pidana perbankan, dengan memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang ideal untuk mencapai efektivitas, proporsionalitas, dan efek jera yang diinginkan.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip hukum yang ideal, termasuk efektivitas, proporsionalitas, ultimum remedium, dan una via, diharapkan penanganan tindak pidana perbankan dapat menjadi lebih efektif dan berdampak positif pada stabilitas industri perbankan serta keadilan sosial. Diperlukan pengaturan yang jelas dalam UU Perbankan dan panduan operasional yang disusun oleh OJK untuk memastikan bahwa prinsip- prinsip ini dapat diimplementasikan secara efektif. Dengan demikian, diharapkan penanganan tindak pidana perbankan dapat menjadi lebih efisien, adil, dan meminimalkan terulangnya kejahatan di masa depan.

Handling banking crimes requires a firm and precise approach to deter perpetrators, prevent recurrence, and maintain the stability of the banking industry. Although banking crimes fall under the category of economic crimes, their regulation has not fully optimized the principles of resolving issues as economic crimes. There is a potential inconsistency in applying the principle of ultimum remedium within Law Number 7 of 1992 concerning Banking, as amended by Law Number 10 of 1998 (hereinafter referred to as the Banking Law), particularly concerning the imposition of administrative and criminal sanctions. Therefore, this principle should be considered in the context of administrative penal law. This study involves an analysis of the legal concepts used in addressing economic crimes, specifically banking crimes. The research findings indicate that the application of the ultimum remedium combined to una via principles in handling banking crime cases by the Financial Services Authority (hereinafter referred to as OJK) is still suboptimal, particularly regarding the formulation of articles in the Banking Law as amended by Law Number 4 Of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (hereinafter referred to as the P2SK Law). Further research is needed to evaluate the appropriate concepts in handling banking crimes, considering the ideal legal principles to achieve effectiveness, proportionality, and the desired deterrent effect.
By implementing ideal legal principles, including effectiveness, proportionality, ultimum remedium, and una via, it is hoped that the handling of banking crimes can become more effective and have a positive impact on the stability of the banking industry and social justice. Clear regulations in the Banking Law and operational guidelines prepared by the OJK are necessary to ensure that these principles can be effectively implemented. Thus, it is expected that handling banking crimes can become more efficient, fair, and minimize the recurrence of offenses in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pangaribuan, Ribka Arthauli
"Pemerintah telah menerbitkan kebijakan untuk mereformasi sektor keuangan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan di Sektor Keuangan. Undang-Undang ini mengubah sejumlah pasal dalam 17 (tujuh belas) perundang-undangan di sektor keuangan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan serta perundang-undangan lainnya. Dalam pasal 8B Undang-Undang PPSK menjadikan Otoritas Jasa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan pemerintah menambahkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit dan pkpu dan pelaksanaan mekanisme penambahan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam kewenangan OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap pelaku usaha jasa keuangan didasari atas urgensi untuk meningkatkan sektor keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, stabil dan dapat dipercaya karena OJK yang mengetahui kondisi keuangan dan sektor keuangan secara keseluruhan. Hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku usaha jasa keuangan dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelaku usaha jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran penting untuk mengeluarkan peraturan pelaksana sebagimana dengan pertambahan kewenangannya. Undang-Undang PPSK belum mencantumkan peraturan pelaksana sehingga Otoritas Jasa Keuangan dapat mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang lebih tinggi yaitu dengan mengacu pada Undang-Undang OJK dan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

The government has issued a policy to reform the financial sector by enacting Law Number 4 of 2023 concerning Development and Strengthening in the Financial Sector. This law amends a number of articles in 17 (seventeen) laws in the financial sector, including Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations and Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority and other laws. Article 8B of the PPSK Law stipulates that the Financial Services Authority is the only institution that can apply for a declaration of bankruptcy against Financial Services Business Actors. The purpose of this study is to find out the government's considerations for adding the authority of the Financial Services Authority in submitting requests for bankruptcy and pkpu statements and the implementation of the mechanism for increasing the authority of the Financial Services Authority. The research method used is a qualitative research method with a normative juridical research type and uses analytical descriptive. The results of the research show that it is within the authority of the OJK to submit requests for bankruptcy and PKPU statements against financial service business actors based on the urgency to improve the financial sector which can support strong, balanced, stable and trustworthy economic growth because the OJK knows financial conditions and the financial sector as a whole. This is also to ensure legal certainty and justice for financial service business actors and also to increase public trust in financial service business actors. The Financial Services Authority has an important role to issue implementing regulations in line with the increase in its authority. The PPSK Law does not include implementing regulations so that the Financial Services Authority can follow the provisions in a higher Law, namely by referring to the OJK Law and the Bankruptcy Law and PKPU."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri
"Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap pihak tidak terkecuali bank. Namun dalam kasus ini Bank DKI tidak melaksanakan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 07/Del/2013/PN.JKT.PST jo. 1485/PDT.G/2008/PN.JKT.SEL yang merupakan satu kesatuan dengan Putusan Nomor 814K/Pdt/2011 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai perintah eksekusi pencairan rekening giro atas nama PD Pasar Jaya selaku pemilik rekening giro yang terdapat di Bank DKI dalam rangka pembayaran ganti rugi atas kelalaiannya dalam menjaga keamanan di Pasar Mayestik Jakarta Selatan yang mengakibatkan emas milik Suhaemi Zakir hilang. Alasan Bank DKI tidak melaksanakan putusan pengadilan tersebut karena menurutnya pencairan rekening giro tidak dapat dilakukan dengan dasar adanya putusan pengadilan namun harus dengan cek/bilyet giro, dan Bank DKI khawatir akan melanggar Passal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan apabila tidak mematuhi ketentuan pencairan rekening giro dengan menggunakan cek/bilyet giro tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dibahas yaitu: 1) Bagaimanakah kekuatan hukum putusan pengadilan sebagai dasar eksekusi pencairan rekening giro dalam rangka pembayaran ganti rugi?; 2) Apakah Bank DKI melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan apabila Bank DKI melakukan pencairan rekening giro berdasarkan Putusan Pengadilan? Untuk menjawab permasalahan tersebut, metode penulisan yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang bersifat deskriptif analitis, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, yang dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 07/Del/2013/PN.JKT.PST jo. 1485/PDT.G/2008/PN.JKT.SEL yang merupakan satu kesatuan dengan Putusan Nomor 814K/Pdt/2011 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial yakni kekuatan untuk dilaksanakan karena dalam putusan tersebut terdapat irah-irah ?Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?, sehingga putusan tersebut dapat dijadikan dasar eksekusi pencairan rekening giro dalam rangka pembayaran ganti rugi dalam kasus Suhaemi Zakir dengan Bank DKI. Sehingga apabila Bank DKI melaksanakan pencairan rekening giro dengan didasarkan pada putusan pengadilan tersebut tidak melanggar Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan.

A court decision which has had permanent legal force (inkracht van gewijsde) must be complied with and implemented by each party bank is no exception. But in this case Bank DKI not implement the Central Jakarta District Court Decision No. 07 / Del / 2013 / PN.JKT.PST jo. 1485 / PDT.G / 2008 / PN.Jkt.Sel which is an integral part of the Decision No. 814K / Pdt / 2011 which has had permanent legal force regarding the disbursement execution order checking account on behalf of PD Pasar Jaya as the owner of a checking account contained in the Bank DKI in order to pay damages for negligence in maintaining security in South Jakarta Mayestik Market resulting Suhaemi Zakir lost gold mine. Reason Bank DKI not implement the court's decision because he thinks melting checking account can not be made the basis for court decisions but should be by check / giro, and Bank DKI worried would violate of Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act if it does not comply provision disbursement checking account by check / giro such.
Based on this, the issues discussed are: 1) How does the force of law as the basis for the execution of court decisions disbursement checking account in order the payment of compensation ?; 2) Is Capital City Bank violate Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act if the Bank DKI redemptions checking account by Court Decision? To answer these problems, the writing method used is a normative legal research, analytical, descriptive, the data used is primary and secondary data, which was analyzed qualitatively.
Based on the results of the analysis can be concluded that the Central Jakarta District Court Decision No. 07 / Del / 2013 / PN.JKT.PST jo. 1485 / PDT.G / 2008 / PN.Jkt.Sel which is an integral part of the Decision No. 814K / Pdt / 2011 which has had the force of law continue to have binding force, the strength of evidence and strength executorial the power to implement because in the decision contained irah-irah "For the sake of justice based on God", so that the decision to base the execution disbursement checking account in order the payment of compensation in case of Zakir Suhaemi with Bank DKI. So when Bank DKI execute disbursement based on a checking account with the court's decision did not violate Article 49 paragraph (2) letter b Banking Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Noverian
"Otoritas Jasa Keuangan selaku lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan bersama pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada tanggal 12 Januari 2023 diterbitkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang menentukan bahwa penyidikan tindak pidana perbankan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik OJK. Sementara itu, tidak lama dari penerbitan UU P2SK, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (PP 5/2023) yang menentukan bahwa selain Penyidik OJK, terdapat Penyidik Kepolisian juga yang dapat melakukan penyidikan tindak pidana perbankan. Maka dari itu pada penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan penyidikan tindak pidana perbankan di Indonesia setelah diterbitkannya UU P2SK serta bagaimana perbandingan ketentuan penyidikan tindak pidana perbankan serta wewenang penyidik lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia, Singapura, dan Thailand. Adapun dalam penelitian ini dilakukan penelitian dengan metode penelitian doktrinal yakni pengolahan serta pengujian substansi hukum dengan memakai doktrin-doktrin hukum dalam rangka menemukan, mengkonstruksi, atau merekonstruksi aturan atau prinsip. Lebih lanjut, proses analisis data dilakukan melalui suatu studi perbandingan (micro-comparison) yakni bentuk pendekatan yang digunakan terhadap suatu topik atau aspek tertentu, atau institusi hukum tertentu pada dua atau lebih sistem hukum yang dalam penelitian ini adalah negara Singapura dan Thailand. Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat kontradiksi antara ketentuan PP 5/2023 dengan UU P2SK. Diketahui juga bahwa pada negara Singapura penyidikan tindak pidana perbankan diserahkan kepada lembaga kepolisian yaitu Commercial Affairs Department sedangkan pada negara Thailand, penyidikan tindak pidana perbankan dilakukan oleh pejabat Bank of Thailand atau pihak eksternal.

The Financial Services Authority (OJK) as the supervisory institution for the financial sector in Indonesia has the authority to conduct criminal investigations in the financial services sector together with the Indonesian National Police based on Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority. However, on January 12, 2023 the Indonesian Parliament issued Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (P2SK Law) which stipulates that investigations of banking crimes can only be carried out by OJK investigators. Meanwhile, not long after the issuance of the P2SK Law, the government issued Government Regulation Number 5 of 2023 concerning Investigations of the Financial Services Sector (PP 5/2023) which stipulates that apart from OJK Investigators, there are also Police Investigators who can conduct banking criminal investigations. Therefore, this research will discuss how is the regulation regarding investigation of banking crimes in Indonesia after the publication of the P2SK Law and how is the provisions comparison for investigating banking crimes and the authority of investigators from financial services supervisory institutions in Indonesia, Singapore and Thailand. As for this research, research was carried out using doctrinal research methods, namely processing and testing legal substances using legal doctrines in order to find, construct, or reconstruct rules or principles. Furthermore, the process of data analysis is carried out through a comparative study (micro-comparison), namely the form of approach used on a particular topic or aspect, or certain legal institutions in two or more legal systems, which in this study are Singapore and Thailand. From this research it was found that there is a contradiction between the provisions of PP 5/2023 and the P2SK Law. It is also known that in Singapore the investigation of banking crimes is handed over to the police agency, namely the Commercial Affairs Department. Meanwhile in Thailand, investigations into banking crimes are carried out by Bank of Thailand officials or external parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Athaya Zahira
"Special Purpose Vehicle atau entitas yang didirikan dengan tujuan khusus dianggap sebagai salah satu konsep yang biasa digunakan oleh para pelaku usaha di Indonesia. Sifat fleksibilitas dari konsep tersebut menyebabkan penggunaannya dapat ditemukan di berbagai sektor perekonomian. Meski demikian, hukum Indonesia masih belum memiliki pengaturan spesifik dan khusus terkait konsep Special Purpose Vehicle sehingga perkembangannya masih terbatas. Maka sebagai upaya untuk memberdayakan penggunaan Special Purpose Vehicle, pemerintah kemudian menyusun strategi Penguatan Skema Alternatif Penerapan Special Purpose Vehicle yang tertuang dalam Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024. Strategi tersebut diwujudkan oleh pemerintah dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Melalui penelitian yang menggunakan metode doktrinal dan bentuk penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, Penulis berusaha untuk menganalisis strategi tersebut lebih mendalam. Dalam rangkaian strategi tersebut, pemerintah secara khusus hanya berfokus pada Special Purpose Vehicle dalam rangka penyelenggaraan sekuritisasi aset, dan bukan pada Special Purpose Vehicle dalam lingkup luas. Hal ini karena sekuritisasi aset merupakan salah satu sumber pembiayaan baru yang dianggap dapat meningkatkan kegiatan investasi untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Melalui undang-undang tersebut, maka pemerintah kemudian memperkenalkan konsep baru, yakni Badan Pengelola Instrumen Keuangan yang merupakan salah satu bentuk dari Special Purpose Vehicle dalam rangka sekuritisasi aset di Indonesia. Pengenalan konsep Badan Pengelola Instrumen Keuangan diharapkan dapat meningkatkan penggunaan Special Purpose Vehicle untuk kegiatan sekuritisasi aset di Indonesia karena konsep ini dianggap memiliki karakteristik yang paling menyerupai bentuk murni dari suatu Special Purpose Vehicle.

Special Purpose Vehicles or entities established with a special purpose are considered as one of the concepts commonly used by business actors in Indonesia. The flexibility of the concept causes its use to be found in various economic sectors. However, Indonesian law still does not have a specific and special arrangement related to the Special Purpose Vehicle concept so that its development is still considered limited. Therefore as an effort to empower the use of Special Purpose Vehicles, the government developed a strategy called Strengthening Alternative Schemes for the Application of Special Purpose Vehicles as stated in the 2018- 2024 National Strategy for Financial Market Development and Strengthening. The strategy was then realized by the government by the passing of Law Number 4 of 2023 on Financial Sector Development and Strengthening. Through research that uses doctrinal methods and a form of analytical descriptive research with a qualitative approach, the Author seeks to analyze said strategy more thoroughly. In that series of strategies, the government chooses to specifically focus only on Special Purpose Vehicles in the context of asset securitization, and not on Special Purpose Vehicles in a broad scope. This is because asset securitization is known as one of the new sources of financing that is considered to increase investment activities that could boost Indonesia's economic growth. Through said provision, the government then introduced a new concept, which is called Badan Pengelola Instrumen Keuangan, which is a form of Special Purpose Vehicle in the context of asset securitization in Indonesia. The introduction of the Badan Pengelola Instrumen Keuangan concept is expected to increase the use of Special Purpose Vehicles for asset securitization activities in Indonesia due to its resemblance on the characteristics of the pure form of a Special Purpose Vehicle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>