Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Valencia Christabel Johan
"Tidak adanya kesepakatan dalam suatu perjanjian menyebabkan suatu perjanjian tidaklah harus ditepati namun sengketa yang kerugiannya timbul dikarenakan suatu perjanjian tanpa kesepakatan dapat dimintakan penggantiannya melalui gugatan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum. Pembuatan akta adendum perjanjian kredit yang tidak disepakati kesepakatannya sudah seharusnya dapat dibatalkan. Pada praktik pembuatan akta adendum perjanjian kredit nyatanya terdapat pihak yang melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Hal tersebut terjadi pada kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 444 PK/PDT/2022 bahwa terdapat notaris yang membuat akta adendum perjanjian kredit tanpa persetujuan debitur. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah mengenai keabsahan akta adendum perjanjian kredit yang dibuat tanpa sepengetahuan debitur serta perlindungan hukum bagi debitur terhadap akta adendum perjanjian kredit yang dibuat tanpa sepengetahuan debitur berdasarkan kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 444 PK/PDT/2022. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapati bahwa akta adendum perjanjian kredit yang dibuat tanpa sepengetahuan oleh debitur pada kasus ini merupakan bentuk perbuatan melawan hukum sehingga akta adendum perjanjian kredit tersebut pun tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian yang mana mengakibatkan akta adendum tersebut tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan. Perlindungan hukum bagi debitur dalam hal ini yaitu dengan mengajukan permohonan pengembalian keadaan ke kondisi awal sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum.

The absence of agreement in an agreement means that an agreement does not have to be executed, but disputes where losses arise due to an agreement without consent can be sought for compensation through a claim due to unlawful acts. Make an addendum deed to a credit agreement where the agreement is not agreed upon and should be canceled. In making credit agreement addendum deeds, some parties violate the provisions of Article 1320 of the Civil Code. This happened in the case of Supreme Court Decision Number 444 PK/PDT/2022, where there was a notary who made an addendum deed to the credit agreement without the debtor's consent. This research raises the problem formulation regarding the validity of credit agreement addendum deeds made without the debtor's knowledge as well as legal protection for debtors against credit agreement addendum deeds made without the debtor's knowledge based on the Supreme Court decision case Number 444 PK/PDT/2022. The research method used is the doctrinal research method. Based on the research conducted, it was found that the addendum deed to the credit agreement which was made without the knowledge of the debtor in this case was a form of unlawful act so that the addendum deed to the credit agreement did not fulfill the subjective terms of the agreement so that the addendum deed was invalid and could not be implemented. Legal protection for the debtor in this case is by submitting a request to return the situation to its initial condition before the unlawful act occurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrilia Novia
"Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi prasyarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lebih jauh skripsi ini juga memberikan gambaran dan analisa yuridis yang lebih jelas mengenai masalah pelaksanaan hipotik sebagai jaminan kredit, baik menurut teori maupun praktek, yang dalam hal ini terjadi di Bank X, tujuannya adalah agar dapat memperoleh pengertian-pengertian yang lebih mendalam yang dapat berguna dalam praktek sehari-hari. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dan metode penelitian lapangan. Secara prinsip, Hipotik merupakan perjanjian accessoir, namun dalam praktek dapat terjadi praktek yang dapat mengurangi sifat accessoir dari hipotik, seperti kredit hipotik, yaitu hipotik yang diberikan untuk menjamin kredit yang tidak diserahkan sekaligus akan tetapi diserahkan kreditur kepada debitur sesuai menurut keperluan debitur. Selain itu juga dijumpai praktek pembaharuan hutang yang berbeda dengan pembaharuan hutang yang biasa kita kenai dalam KUHPer. Dapat dilakukan pencairan kredit setelah diberikannya Surat Kuasa Memasang Hipotik merupakan masalah berikutnya yang menjadi perhatian dalam penulisan skripsi ini. Karena pada saat itu hipotik belum lahir. Analisa ini dilakukan dengan perhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Disamping mengingat ketentuan dalam undang-undang, maka praktek-praktek tersebut digunakan untuk menghemat waktu dan biaya dalam memberikan jasa pembiyaan dalam mendukung transaksitransaksi perusahaan dan perdagangan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Mairissa
"Tingginya tingkat kredit bermasalah pada bank BUMN disebabkan adanya pengkategorian piutang bank BUMN sebagai piutang negara. Pengkategorian ini menciptakan perbedaan proses penyelesaian kredit bermasalah pada bank BUMN dibandingkan pada bank swasta. Padahal di sisi lain, peraturan terkait yang berlaku saat ini belum dapat memberikan kepastian hukum mengenai kedudukan piutang bank BUMN. Penelitian ini mengkaji apakah piutang bank BUMN dapat dikategorikan sebagai piutang negara dan bagaimana proses penyelesaian kredit bermasalah pada suatu bank BUMN. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yuridis normatif. Dengan menganalisis teori-teori dalam Hukum Perseroan dan Hukum Keuangan Negara, maka dapat disimpulkan bahwa piutang bank BUMN bukan piutang Negara. Oleh sebab itu, proses penyelesaian kredit bermasalah tidak tunduk pada peraturan mengenai piutang negara (PUPN), tetapi sesuai dengan prinsip-prinsip perseroan terbatas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randini Maharani Putri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kemungkinan penerapan pertanggungjawaban kreditur (lender liability) di Indonesia. Untuk mengetahui kemungkinan penerapan lender liability, sebelumnya harus diketahui bagaimana pengaturan mengenai tanggung jawab kreditur di bidang lingkungan hidup yang ada di Indonesia. Selanjutnya yang akan dibahas adalah ketentuan mengenai lender liability di Amerika yang diatur dalam Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act (CERCLA) dan juga penerapannya di beberapa putusan pengadilan. Kesimpulan penelitian ini menyarankan supaya kegiatan perbankan di Indonesia, khususnya pemberian kredit untuk lebih memperhatikan mengenai aspek lingkungan hidup selain aspek finasial.

ABSTRACT
The focus of this study is to discuss about the possibility of lender liability implementation in Indonesia. To consider about the implementation, first of all we have to discuss about the lender liability provision in Indonesia related to environmental matter. Next chapter is about lender liability regulation in America, Comprehensive Environmental Response, Compensation and Liability Act (CERCLA) and its implementation on court decisions. The conclusion of this study suggest that banking activities in Indonesia, particularly the provision of credit to pay more attention to environmental aspects in addition to financial aspects."
Depok: 2011
S24984
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutagalung, Mangara T.
"PT. X yang bergerak dalam pembangunan penimahan telah meminjam sejumlah modal kepada rekan bisnisnya yaitu PT. Y yang bergerak dalam lembaga keuangan non bank. Pinjaman modal ini hanya diikatkan dengan surat perjanjian biasa tanpa menunjuk jaminan atas pinjaman tersebut. Seiring dengan krisis ekonomi yang melanda perekonomian Indonesia membuat PT. X (debitur) tidak dapat mengembalikan pinjaman modal yang diperolehnya dari PT. Y (kreditur) pada waktu yang telah disepakati kedua belah pihak ketidak mampuan pihak debitur untuk mengembalikan pinjamannya menimbulkan masalah karena pada saat memberikan pinjaman tidak menunjuk jaminan atau agunan, tetapi hanya diikat dengan perjanjian biasa. Penagihan hutang yang dilakukan kreditur terhadap debitur merupakan suatu proses penagihan hutang diluar proses peradilan, proses ini dapat juga disebut sebagai proses pendekatan yang bersifat persuasif sehingga pihak debitur setuju untuk membuat suatu pengakuan hutang baru yang bentuknya memungkinkan para pihak untuk membuat suatu perjanjian penyerahan aset berupa aset tanah real estate milik debitur sebagai kompensasi penyelesaian hutang. Akan tetapi mengingat tanah real estate yang akan diserahkan kepada kreditur sudah mempunyai peruntukan khusus dari pemerintah membuat para pihak sebelum mengalihkan tanah tersebut terlebih dahulu harus membuat suatu Perjanjian. Pengikatan Jual Beli untuk menentukan hak dan kewajiban para pihak termasuk kewajiban - kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang atas tanah tersebut, Setelah itu barulah kedua belah pihak melanjutkannya dengan jual-beli. Dalam pelaksanaannya banyak . masalah-masalah yang dihadapi baik dari para pihak maupun dari ketentuan hukum yang melekat atas tanah tersebut. Akan tetapi pihak kreditur sebagai penerima swap atas tanah terpaksa harus menempati semua peraturan-peraturan yang telah ditetapkan atas tanah tersebut demi terwujudnya azas kelestarian dan keseimbangan dan optimal serta terlaksananya pelaksanaan penagihan hutang tanpa melalui proses peradilan. (MTH)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Rama Pradhana
"ABSTRAK
Salah satu kegiatan bank selain menyimpan dana dari masyarakat ialah menyalurkan dana kepada masyarakat, yaitu dengan cara pemberian kredit. Dalam pemberian kredit ini, bank tidak dapat sembarangan menerima calon debitur. Terlebih dahulu harus ada proses pengecekan, kemudian debitur harus memenuhi sejumlah syarat agar debitur dapat menerima kredit yang diberikan oleh Bank. Hal tersebut merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian yang harus dijalankan oleh bank atau dikenal dengan prinsip 5?C. Kredit juga wajib disertai dengan jaminan. Seringkali ditemukan adanya masalah-masalah dalam pemberian kredit yaitu adanya wanprestasi dari penerima kredit dengan tidak membayar angsuran kredit atau memberikan jaminan yang tidak benar dalam pemberian kredit sehingga diperlukan analisa mengenai perlindungan hukum bank dalam pemberian kredit dan pengaturan dalam pemberian kredit. Penelitian ini menggunakan bentuk metode penelitian hukum normatif dengan melalui studi kasus berdasarkan putusan yang dikeluarkan pengadilan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturan kredit di Indonesia dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan perlindungan hukum bank dalam kasus terdapat pada perjanjian kredit beserta pengikatan jaminan kredit yang memberikan perlindungan hukum bagi bank.

ABSTRACT
One of the activities of banks besides saving of public funds is channeled funds to the public, by way of granting credit. In granting this loan, the banks can not arbitrarily accept borrowers. First there must be a checking process, then the debtor must meet a number of requirements for debtors may receive loans granted by the Bank. It is part of the application of the precautionary principle to be executed by the bank, known as 5'C Principle. Credit also must be accompanied by a guarantee. Often found any problems in the provision of credit that is the recipient of default of credit by not paying the loan installments or warranties untrue in lending so requires an analysis of the legal protection of bank lending and the setting in lending. This study uses a form of normative legal research methods through case studies based on the decision issued by the court. The conclusion of this study is a credit arrangement in Indonesia issued by Bank Indonesia Regulation of Bank Indonesia and the legal protection of the bank in case contained in the credit agreement and its binding credit guarantees that provide legal protection for banks"
2016
S63491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Wibisono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah pemilikan kendaraan bermotor penduduk Kota
Jakarta yang tiap tahunnya terus mengalami peningkatan
diikuti pula oleh meningkatnya kebutuhan lahan parkir yang
semakin sempit. Konsep “Secure Parking” merupakan suatu
sarana yang memberikan fasilitas kenyamanan parkir dan
menjanjikan suatu perlindungan maksimal terhadap resiko
kehilangan kendaraan dalam areal parkir. Namun, dengan
sistem parkir yang telah terorganisir dengan baik masih
saja terdapat kasus-kasus kehilangan kendaraan di areal
parkir “Secure Parking.” Bentuk Penulisan ini adalah
Preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan pemecahan
masalah mengenai subrogasi asuransi. Asuransi dan “Secure
Parking” pada dasarnya merupakan bentuk penanggulangan
resiko kehilangan kendaraan. Dalam beberapa kasus
hilanganya kendaraan di dalam areal “Secure Parking”, pihak
pengelola “Secure Parking” seakan melepaskan tanggung jawab
dan seolah hanya mengeruk keuntungan semata. Siapa yang
bertanggung jawab atas hilangnya kendaraan milik
Tertanggung di areal parkir "Secure Parking"? Pada dasarnya
Tertanggung akan langsung meminta ganti rugi kepada pihak
asuransi, pembayaran ganti rugi oleh perusahaan asuransi
mengakibatkan beralihnya hak subrogasi dari tertanggung
kepada perusahaan asuransi. Pada kenyataannya tidak mudah
bagi perusahaan asuransi untuk melaksanakan hak
subrogasinya sesuai pasal 284 KUHD terhadap Pengelola Jasa
“Secure Parking”, terutama karena ketidak jelasan konsep
“Secure Parking” apakah konsep “sewa-wenyewa atau
“penitipan”. Ketidak jelasan ini menyebabkan sulitnya
penentuan letak tanggungjawab pengelola “Secure Parking”
terhadap hilangnya kendaraan dalam areal parkir “Secure
Parking.”"
[Universitas Indonesia, ], 2006
S21259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kosasih
"Sejalan dengan kemajuan yang dicapai dalam rangka Pembangunan Nasional, dirasakan pula adanya akibat sampingan yaitu kebutuhan hidup yang semakin meningkat, namun tidak sebanding dengan penghasilan- yang diperoleh. Hal ini dira sakan pula oleh para pensiunan Pegauai Negeri Sipil maupun niliter, terbukti dengan banyaknya para Pensiunan yang terjerat oleh para Rentenir. Dalam mengptasi keadaan tersebut maka Pemerintah melalui Dunia Perbankan berusaha memberikan berbagai kebijaksanaan dan kemudahan-kemudahan. Salah satu kebijaksanaan tersebut yaitu pemberian kredit bagi para pensiunan, yang bertujuan membantu para Pensiun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan Pemerintah tersebut, maka Flenteri Keuangan menunjuk Bank Rakyat Indonesia menjadi Bank Pelaksana Pemberian kredit bagi para Pensiunan. Penunjukan ini di rasakan oleh penulis sangat tepat berhubung BRI mempunyai jaringan Operasional yang sangat luas, sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>