Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dary Ammar Djatmiko
"Generasi Z yang diprediksi akan mendominasi tenaga kerja di tahun-tahun mendatang ditemukan sering mengalami burnout. Data oleh Future Forum (2022) menunjukkan bahwa 49% karyawan Gen Z merasa burnout atas pekerjaannya, lebih tinggi dari generasi lainnya. Fenomena ini disebabkan sedikitnya pengalaman generasi Z dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Burnout dapat merugikan perusahaan maupun karyawan dengan berbagai dampak negatif. Dengan demikian, perlu adanya upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial daring dalam memoderasi hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout pada karyawan generasi Z. Terdapat 178 partisipan penelitian dengan kriteria Warga Negara Indonesia (WNI), berusia 18–30 tahun, telah bekerja selama 3 bulan atau lebih di perusahaan saat ini sebagai karyawan tetap, kontrak, outsource, ataupun magang, dan menggunakan media online dalam dua bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif signifikan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout (p < 0.05), dan bahwa dukungan sosial daring tidak dapat memoderasi hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout (p > 0.05). Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan atas fenomena burnout pada karyawan generasi Z. Perusahaan dapat melakukan asesmen atas persepsi generasi Z terhadap tuntutan pekerjaannya.

Generation Z, predicted to dominate the workforce in the coming years, tends to frequently experience burnout. Data from Future Forum (2022) shows that 49% of Gen Z employees feel burned out from their job, a higher percentage than other generations. This is attributed to generation Z’s limited experience in dealing with job demands. Burnout can be detrimental to both companies and employees, leading to various negative outcomes. Therefore, efforts are needed to reduce the likelihood of burnout. This study examines the role of online social support in moderating the relationship between quantitative job demands and burnout among generation Z employees. A total of 178 participants were involved, meeting criteria as Indonesian citizens aged 18–30, having worked at least three months in their current company as permanent, contract, outsourced, or internship employees, and having used online media in the past two months. Results showed a significant positive relationship between quantitative job demands and burnout (p < 0.05), while online social support did not moderate this relationship (p > 0.05). This study is expected to expand understanding of burnout among generation Z employees. Companies are encouraged to assess generation Z employees’ perceptions of their job demands. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naditya Azzarina Nastiti Binuko
"Meningkatnya perusahaan start-up di Indonesia menarik banyak perhatian masyarakat untuk bekerja di perusahaan ini. Namun, perusahaan start-up masih belum stabil perkembangannya, sehingga karyawan diberikan tuntutan pekerjaan tinggi dan beban kerja berlebihan sehingga dapat mengarah pada burnout. Kreasi kerja diketahui dapat mengurangi burnout akibat tuntutan pekerjaan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout, kreasi kerja dengan burnout, serta peran kreasi kerja sebagai moderator pada tuntutan pekerjaan kuantitatif dan burnout. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional dan moderasi dengan melibatkan 136 karyawan start-up. Alat ukur yang digunakan adalah Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara tuntutan kerja kuantitatif dan burnout, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kreasi kerja dengan burnout, dan kreasi kerja ditemukan tidak memoderasi efek tuntutan kerja kuantitatif terhadap burnout.

The rise of start-up companies in Indonesia has attracted a lot of attention from the public to work in these companies. However, start-up companies are still not stable in their development, so employees are given high job demands and excessive workloads that can lead to burnout. Job crafting is known to reduce burnout due to quantitative job demands. This study aims to look at the relationship between quantitative job demands and burnout, job crafting and burnout, and the role of job crafting as a moderator on quantitative job demands and burnout. This study is a quantitative study with correlational and moderation methods involving 136 start-up employees. The measuring instruments used were Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), and Job Crafting Scale (JCS). The results showed that there is a significant positive relationship between quantitative work demands and burnout, there is a significant negative relationship between job crafting and burnout, and job crafting was found not to moderate the effect of quantitative work demands on burnout."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nadhira Prabandari
"Komunikasi keselamatan dengan atasan merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh awak kabin. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan, mempengaruhi kesetiaan penumpang, dan keuntungan maskapai. Akan tetapi, komunikasi keselamatan dengan atasan rentan untuk dikompromikan karena tingginya tuntutan kerja kuantitatif dapat membuat mereka mengalami kelelahan mental, sehingga performa kerjanya pun menurun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kelelahan mental sebagai mediator dalam hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan. Tipe dan desain penelitian adalah korelasional dan cross-sectional. Partisipan dari penelitian ini adalah awak kabin yang bekerja minimal setahun di maskapai penerbangan Indonesia (N = 45) yang direkrut dengan teknik convenience dan snowball sampling. Alat ukur Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dimensi quantitative demand digunakan untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) untuk mengukur kelelahan mental, dan Safety Behavior dimensi upward safety communication untuk mengukur komunikasi keselamatan dengan atasan. Melalui analisis regresi ditemukan bahwa kelelahan mental memediasi secara penuh hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan (ab = -0,37, p <0.05). Untuk mengembangkan penelitian ini disarankan untuk memperbanyak partisipan dan mempertimbangkan karakteristik serta dinamika pekerjaan awak kabin, seperti jabatan, jenis penerbangan, dan durasi penerbangan.

Upward safety communication is important for cabin crew to do, as it could prevent accidents, affect passengers loyalty, and airlines profits. However, upward safety communication could be compromised because of the high quantitative demands on their field, which can make them experience burnout. This correlational and cross-sectional study aims to look at the role of burnout as a mediator in the relationship between quantitative demands and upward safety communication. The participants of this study are cabin crew who worked minimum of a year in Indonesian airlines (N = 45). They were recruited by convenience and snowball sampling techniques. Researcher used the quantitative demands dimension from Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) to measure quantitative demands, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) to measure burnout, and the upward safety dimension from Safety Behavior to measure upward safety communication. This study shows that burnout fully mediated the relationship between quantitative demands and upward safety communication (ab = -0,37, p <0.05). To develop this research, it is recommended to recruit more participants and consider the characteristics and dynamics of cabin crews job, such as their rank, flight type, and duration."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Musa Mudrick
"Tren burnout pada karyawan Generasi Z menjadi perhatian penting mengingat generasi ini akan mendominasi angkatan kerja dalam waktu dekat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran persepsi dukungan organisasi dan efikasi diri pekerjaan sebagai prediktor burnout pada karyawan Generasi Z. Sebanyak 72 karyawan Generasi Z dari berbagai sektor industri menjadi partisipan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner daring menggunakan instrumen MBI-GS, SPOS, dan OSS-SF yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Hasil analisis regresi berganda Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa PDO berperan negatif dan signifikan dalam memprediksi burnout (β = –1.05, p = .001), sementara efikasi diri pekerjaan tidak berperan secara signifikan (β = .11, p = .78). persepsi dukungan organisasi juga merupakan prediktor yang lebih dapat menjelaskan burnout pada karyawan Generasi Z dibandinkan dengan EDP.

The trend of burnout among Generation Z employees has become a critical concern, especially as this generation is expected to dominate the workforce in the near future. This study aims to examine the roles of perceived organizational support and occupational self-efficacy as predictors of burnout in Generation Z employees. A total of 72 Generation Z employees from various industrial sectors participated in this study. Data were collected through an online questionnaire using the MBI-GS, SPOS, and OSS-SF instruments, all of which had been adapted into Indonesian. Multiple regression analysis revealed that POS had a significant negative role in predicting burnout (β = –1.05, p = .001), whereas OSE did not show a significant effect (β = .11, p = .78). The findings also indicate that POS is a stronger predictor of burnout among Generation Z employees compared to OSE."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessika Nathania
"Tingginya tuntutan pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya ketegangan psikologis pada pekerja. Meski demikian, model teori Job Demand-Resources JD-R mengasumsikan bahwa dukungan sosial yang berperan sebagai moderator, mampu mengurangi ketegangan psikologis akibat tuntutan kerja. Untuk membuktikan asumsi tersebut, peneliti melakukan survei penelitian dengan mengambil data 321 pekerja dari bidang manufaktur dan konstruksi di Indonesia, dengan menggunakan bantuan kuesioner. Ada dua hal penting yang dapat diketahui dari hasil pengolahan data, yakni pertama, tuntutan kerja memiliki hubungan positif yang kuat dan signifikan terhadap ketegangan psikologis r = 0,579, p < 0,01. Kedua, dukungan sosial belum mampu menjadi moderator karena tidak ada hubungan signifikan antara dukungan sosial dan ketegangan psikologis p > 0,01.

The high job demand can lead to psychological strain in workers. However, the Job Demand Resources JD R theory model assume that social support may acts as moderator which reduce the psychological strain caused by job demand. To prove this assumptions, researchers conduct a research survey by taking data from 321 workers of manufactures and construction in Indonesia using the questionnaires. There are two important things that can be known from the data processing, namely, first, the job demand has a strong positive relationship and significant to psychological strain r 0,579, p 0,01. Second, it is known that social support has not been able to be a moderator since there is no significant relationship between social support and psychological strain p 0,01."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Rahman Hakim
"Penelitian ini secara garis besar dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived supervisor support dan self-efficacy terhadap turnover intention pekerja Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek dengan peran mediasi burnout. Terdapat 6 hipotesis yang peneliti rancang pada penelitian ini. Dengan menggunakan pendekatan structural equation modelling (SEM), beberapa temuan dihasilkan dari data yang telah terkumpul dari 207 responden pekerja Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek. Temuan atau hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perceived supervisor support memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap burnout dan turnover intention pekerja Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek. Kemudian, self-efficacy juga memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap burnout dan turnover intention pekerja Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek. Ditambah dengan adanya variabel burnout memediasi hubungan antara perceived supervisor support dan self-efficacy terhadap turnover intention pekerja Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek, semakin tinggi perceived supervisor support dan self-efficacy yang dimiliki karyawan Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek, maka semakin rendah perasaan burnout dan turnover intention yang dialami oleh karyawan Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek. Kesimpulannya, penting untuk perusahaan memperhatikan perceived supervisor support dan self-efficacy dari karyawannya khususnya Gen Y dan Gen Z di Jabodetabek untuk menurunkan tingkat burnout dan turnover intention karyawannya.

This research was conducted to determine the effect of perceived supervisor support and self- efficacy on the turnover intention of Gen Y and Gen Z workers in Jabodetabek with the role of mediating burnout. Using a structural equation modeling (SEM) approach, several findings were generated from data collected from 207 Gen Y and Gen Z worker respondents in Greater Jakarta. The findings in this study indicate that perceived supervisor support has a significant negative effect on burnout and turnover intention of Gen Y and Gen Z workers in Jabodetabek. Then, self-efficacy also has a significant negative effect on burnout and turnover intention of Gen Y and Gen Z workers in Jabodetabek. Coupled with the presence of the burnout variable mediating the relationship between perceived supervisor support and self-efficacy on the turnover intention of Gen Y and Gen Z workers in Jabodetabek. Thus, the higher the perceived supervisor support and self-efficacy of Gen Y and Gen Z employees in Jabodetabek, the lower feelings of burnout and turnover intention experienced by Gen Y and Gen Z employees in Jabodetabek. In conclusion, it is important for companies to pay attention to the perceived supervisor support and self-efficacy of their employees, especially Gen Y and Gen Z in Jabodetabek to reduce the burnout rate and turnover intention of their employees."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farha Nuraqyla Kesuma Wardhana
"Terdapat fenomena yang umum terjadi pada karyawan generasi Z, yaitu job hopping atau sering berpindah-pindah pekerjaan. Fenomena job hopping ini mencerminkan kurangnya komitmen afektif yang dimiliki oleh karyawan, di mana karyawan tidak memiliki keterikatan emosi, identifikasi, dan keterlibatan yang cukup dengan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi persepsi dukungan atasan dalam hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif sebagai usaha untuk menghadapi fenomena tersebut. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 346 orang karyawan generasi Z berusia 20-29 tahun, berwarga negara Indonesia, sudah bekerja selama minimal 3 bulan, berstatus karyawan tetap, dan memiliki atasan langsung di tempat kerja. Uji moderasi Hayes menghasilkan temuan bahwa persepsi dukungan atasan terbukti secara signifikan memoderasi hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). Dalam hal ini, persepsi dukungan atasan berperan dalam memperkuat hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif. Implikasi penelitian ini menyoroti pentingnya persepsi dukungan atasan untuk meningkatkan komitmen afektif karyawan generasi Z. Selain itu, pekerjaan layak juga berperan penting untuk mengembangkan komitmen afektif yang dimiliki. Melalui usaha ini, diharapkan fenomena job hopping pada karyawan generasi Z dapat diatasi

There is a common phenomenon among Generation Z employees, known as job hopping or frequently changing jobs. This job hopping phenomenon reflects the lack of affective commitment possessed by employees, where employees do not have sufficient emotional attachment, identification, and involvement with the company. This research aims to examine the moderating role of perceived superior support in the relationship between decent work and affective commitment as an effort to deal with this phenomenon. In this research, the participants involved were 346 generation Z employees aged 20-29 years, Indonesian citizens, had worked for at least 3 months, had permanent employee status, and had a direct supervisor at work. The Hayes moderation test resulted in the finding that perceived superior support was proven to significantly moderate the relationship between decent work and affective commitment (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). In this case, perceived supervisory support plays a role in strengthening the relationship between decent work and affective commitment. The implications of this research highlight the importance of perceived superior support in increasing the affective commitment of generation Z employees. Additionally, decent work also plays an important role in developing their affective commitment. Through this effort, it is hoped that the job hopping phenomenon among generation Z employees can be overcome."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meira Annisa Humaira
"Transisi angkatan kerja ke generasi Z membuat perusahaan perlu memperhatikan karakteristik unik yang dimiliki generasi Z dibandingkan generasi sebelumnya. Gen Z berani untuk berperilaku sesuai nilai yang diprioritaskannya, salah satunya adalah well-being. Hal ini berkaitan erat dengan fenomena quiet quitting. Quiet quitting merupakan karyawan yang tidak berhenti bekerja secara resmi namun tidak melampaui batas dasar kewajiban mereka. Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya quiet quitting adalah employee well-being yang rendah. Kebebasan dan kemandirian melalui job crafting berpotensi menekan perilaku quiet quitting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi dari job crafting dalam memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting. Partisipan penelitian ini berjumlah 268 karyawan generasi Z yang sedang bekerja, sudah melewati tahap probation (3 bulan), dan memiliki atasan. Pengambilan partisipan menggunakan metode convenience sampling dengan menyebarkan kuesioner secara daring. Analisis moderasi dilakukan dengan menggunakan macro process Hayes model 1. Hasil analisis data hipotesis mempunyai nilai (p) 0.170 > 0.05. Hal ini berarti tidak ada efek moderasi job crafting yang memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting pada karyawan generasi Z. Hasil penelitian ini memberikan inisiatif penting bagi perusahaan untuk meningkatkan employee well-being sebagai upaya mengurangi perilaku quiet quitting.

The transition of the workforce to generation Z made companies need to pay attention to the unique characteristics that generation Z had compared to previous generations. Gen Z dared to behave according to their prioritized values, one of which was well-being. This was closely related to the phenomenon of quiet quitting. Quiet quitting was an employee who did not officially stop working but did not exceed the basic limits of their obligations. One of the factors associated with quiet quitting was low employee well-being. Freedom and independence through job crafting had the potential to suppress quiet quitting behavior. This study aimed to examine the moderating role of job crafting in weakening the relationship between employee well-being and quiet quitting. The participants of this study amounted to 268 generation Z employees who were currently working, had passed the probation stage (3 months), and had a supervisor. Participants were collected using a convenience sampling method by distributing questionnaires online. Moderation analysis was conducted using macro process Hayes model 1. The results of the hypothesis data analysis had a value (p) of 0.170 > 0.05. This meant that there was no moderating effect of job crafting that weakened the relationship between employee well-being and quiet quitting in generation Z employees. The results of this study provided important initiatives for companies to improve employee well-being as an effort to reduce quiet quitting behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Indah Marini
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran optimisme sebagai mediator antara job demands dan burnout. Penelitian ini menggunakan alat ukur Job Demands-Resources Questionnaire 2014 , Maslach Burnout Inventory - General Survey 1996 yang telah diadaptasi oleh Radityputra 2012, dan Optimisme dari Psychological Capital Questionnaire 2007. Sampel penelitian terdiri dari 156 wiraswasta pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi JABODETABEK.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak terbukti dimana Optimisme tidak berperan sebagai mediator antara job demands dan burnout. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh tingkat optimisme yang tinggi, job demands yang cenderung rendah, serta burnout yang cenderung rendah pada responden penelitian. Selain itu, hal ini kemungkinan juga dipengaruhi oleh lama usaha yang sudah cukup panjang sehingga melalui pengalaman, tantangan maupun tuntutan pekerjaan yang dialami tidak memengaruhi tingkat optimisme mereka. Sedangkan, tingkat optimisme para wiraswasta secara negatif signifikan memengaruhi burnout, dan job demands secara positif signifikan berpengaruh langsung pada burnout.

The study aimed to investigate the role of optimism as mediator between job demands and burnout. The study used measuring instruments from Job Demands Resources Questionnaire 2014, Maslach Burnout Inventory ndash General Survey 1996 that has been adapted by Radityputra 2012, and optimism from Psychological Capital Questionnaire 2007. The sample was composed 156 owner of micro, small, and medium entreprises in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi.
The result shows that hyphothesis is not proven where optimism doesn rsquo t serve as mediator between job demands and burnout. It seems to be influenced by high level of optimism, low job demands, and low burnout in research respondents. Besides, it is also likely influenced by old business so that through experiences, challenges, and job demands that have been faced not affect their level of optimism. Meanwhile, level of optimism of entrepereneurs is significant and negatively affects to burnout and job demand is significant and positively affects to burnout.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Nur Afifa
"Saat ini karyawan Generasi Z sering memunculkan intensi turnover khususnya pada karyawan industri ritel. Situasi ini tentu menjadi tantangan bagi perusahaan dalam merumuskan strategi untuk mempertahankan karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pekerjaan yang bermakna terhadap intensi turnover, dengan persepsi dukungan supervisor sebagai variabel moderasi. Data diperoleh dari 167 partisipan Generasi Z yang bekerja di industri ritel melalui teknik convenience sampling dengan kriteria partisipan berusia 18–30 tahun, telah bekerja selama minimal 3 bulan di perusahaan saat ini dan memiliki atasan langsung. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara pekerjaan yang bermakna dan intensi turnover (r = -0.435, p < 0.01). Sedangkan persepsi dukungan supervisor tidak ditemukan berperan sebagai moderator yang memperlemah hubungan antara pekerjaan yang bermakna dan intensi turnover pada karyawan Generasi Z di industri ritel. Diharapkan, temuan dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi organisasi untuk menciptakan pekerjaan yang bermakna sebagai upaya  meningkatkan keinginan karyawan Generasi Z untuk bertahan lebih lama di organisasi saat ini.

Currently, Generation Z employees often exhibit a high intention to leave, particularly in the retail industry. This situation presents a challenge for companies in formulating effective strategies to retain employees. This study aims to analyze the relationship between meaningful work and turnover intention, with perceived supervisor support as a moderating variable. Data were collected from 167 Generation Z participants working in the retail industry using a convenience sampling technique. The inclusion criteria were: participants aged 18–30 years, having worked for at least three months in their current company, and having a direct supervisor. The results showed a significant negative relationship between meaningful work and turnover intention (r = -0.435, p < 0.01). However, perceived supervisor support was not found to moderate the relationship between meaningful work and turnover intention among Generation Z employees in the retail industry. It is hoped that the findings from the study will provide valuable insights for organizations to create more meaningful work experiences as a strategy to increase Generation Z employees’ intention to stay longer in their organizations. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>