Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107399 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dear Sayidah Damanik
"Dinamika kehidupan urban di Tokyo sering dianggap dingin, individualistis, dan apatis, namun dalam serial Jepang Midnight Diner: Tokyo Stories yang tersedia di Netflix, hal itu diperlihatkan dengan cara yang berbeda, yakni hangat dan saling peduli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana omoiyari atau kepedulian terlihat dalam interaksi para tokoh, yaitu interaksi antara Master dan Pelanggan, serta interaksi di antara para pelanggan. Melalui pendekatan konsep omoiyari menurut Kazuya Hara dan urbanisme menurut Walter Benjamin, penelitian ini menemukan bahwa omoiyari yang muncul dalam bentuk doa, dorongan, bantuan, dan dukungan dapat berperan sebagai antidot terhadap isu psikososial yang dialami oleh karakter dalam serial Midnight Diner: Tokyo Stories. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa omoiyari yang ditampilkan dalam serial ini dapat menjadi solusi untuk isu psikososial yang dihadapi oleh masyarakat urban. Peran ini dapat tercapai melalui adanya pengamat yang peka, reflektif, dan simpatik terhadap dinamika kehidupan urban yang oleh Benjamin dikenal sebagai flaneur.

The urban life dynamics in Tokyo are often seen as cold, individualistic and apathetic but in the Japanese series Midnight Diner: Tokyo Stories on Netflix they are shown differently in a way that feels warm and caring. This study aims to analyze how omoiyari or caring appears in the interactions between the Master and the customers as well as among the customers themselves. Using the concept of omoiyari by Kazuya Hara and the theory of urbanism by Walter Benjamin, this study finds that omoiyari in the form of prayers, encouragement, help, and support can act as an antidote to the psychosocial issues faced by the characters in the series. The results show that omoiyari shown in this series can offer a solution to the psychosocial challenges in urban society. This role is made possible by the presence of an observer who is sensitive, reflective, and sympathetic to urban life which Benjamin refers to as the flaneur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maulina Fajrini
"Film berperan sebagai media representasi utama yang digunakan oleh para ahli sejarah dalam menampilkan kembali ruang kota di masa lalu lewat nostalgia. Memori-memori memberikan identitas ruang dalam set film sebagai karakter utama sehingga memunculkan ruang lain yang bersifat imajiner, salah satunya merupakan ruang utopia. Ruang utopia masa lalu di dalam film direpresentasikan lewat simbol yang menjadi kunci utama dalam mengaitkan plot cerita dan mengandung nilai-nilai tradisional yang dapat mendukung keadaan utopia masa lalu sebagai tema utama representasi. Skripsi ini menggunakan 2 film berbeda yang diproduksi dalam 15 tahun terakhir, Pleasantville (1998) dan Midnight in Paris (2011) untuk melihat bagaimana representasi yang dihadirkan terhadap ruang kota utopia masa lalu berdasar pada persepsi personal.

Films are used, by historian, as the primary media of representing urban space in the past through nostalgia. Memories are the main characteristics of the identity in film set space. Hence the production of another space, an imaginary space, the utopia. Utopian space of the past in films are represented in symbols which become the key in story plots. These contain traditional values that enhances the utopia state of the past as the representation main theme. This writing utilises two different films which are produced within the last fifteen years, “Pleasantville” (1998) and “Midnight in Paris” (2011), in order to analyze how the representation of the past utopian urban space are based on personal perception."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Executive Committee, Festival of Indonesia, 1990
899.208 NEW
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mao, Tun
Peking: Goreign Languages Press, 1957
895.135 MAO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Sri Lorani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas deskripsi mengenai salah satu nilai yang dijunjung tinggi di
Jepang yang bernama omoiyari. Nilai omoiyari menjadi landasan bagi orang
Jepang dalam bertindak. Omoiyari diperlukan untuk membentuk manusia yang
matang secara moral. Menurut teori omoiyari yang dikemukakan oleh Takie
Sugiyama Lebra, nilai omoiyari memiliki lima bentuk yang wujudnya dapat
dilihat dalam novel berjudul Madogiwa no Totto-chan. Dari hasil analisis dapat
diketahui bahwa omoiyari tercermin menjadi empat tingkah laku seperti
memelihara konsensus, mengoptimalkan kenyamanan, bersifat timbal balik, dan
merasa bersalah.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of one of the values upheld in Japan named
omoiyari. Omoiyari value becomes the basis for the Japanese people in the way
they act. Omoiyari is required to establish a morally mature human. According to
the theory of omoiyari by Takie Sugiyama Lebra, omoiyari value has five forms
that can be seen in the Madogiwa no Totto-chan novel. From the analysis, it can
be seen that omoiyari reflected in four behaviors such as maintaining consensus,
optimizing comfort, reciprocal, and feel guilty"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilia
"Dalam penggambaran di layar, seringkali agama dan horor ditempatkan pada sisi yang berlawanan. Agama dalam film adalah antitesis dari horor, jarang sekali yang berani masuk ke dalam konsep agama itu sendiri sebagai sumbernya. Misa Tengah Malam Netflix (2021) oleh Mike Flanagan mengeksplorasi topik ini dengan cara yang lebih dalam namun halus. Karena serial ini dirilis kurang dari dua tahun sebelum artikel ini ditulis, sebagian besar artikel yang ditemukan berfokus pada aspek sinematik dan penampilan para aktor. Artikel ini mengkaji penggunaan religiusitas yang terang-terangan untuk memajukan narasi horor, khususnya sifat malaikat dan vampir yang dapat dipertukarkan. Dengan menggunakan metode analisis tekstual, penulis menyimpulkan bahwa horor hanya dapat dikontekstualisasikan kembali ke dalam perspektif suci karena agamalah yang menjadi cikal bakal horor tersebut.

When it comes to on-screen depictions, oftentimes religion and horror are placed at opposing sides. Religion in film is the antithesis of horror, rarely does it venture into the concept of religion itself as the source. Netflix's Midnight Mass (2021) by Mike Flanagan explores this topic in a deeper yet subtle manner. Since the series was released less than two years before this article was written, most of the articles found are focused on the cinematic aspect and the performance of actors. This article examines the use of overt religiousness to push forward the horror narrative, particularly the interchangeable nature of angels and vampires. By using textual analysis as a method, the writer concludes that horror can only be recontextualized into a holy perspective because religion is the origin of said horror."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ivy Chininta Budianty
"ABSTRAK
Sebuah kota tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan masyarakat karena setiap individu yang tinggal di kota memiliki relasi dengan kota tersebut, hal ini disebabkan adanya pengalaman kehidupan mengenai kota yang dipahami sebagai dimensi pemaknaan ruang. Dalam dua korpus data berupa cerita pendek Netzliteratur yang berjudul Ber hrungspunkte karya Claudia Paal dan Bank karya Jasmin Bischlmeier, secara tidak langsung menggambarkan bagaimana tokoh-tokoh di dalam cerita memaknai ruang tempat dirinya berada. Untuk mengungkapkan hal tersebut, maka diperlukan teori mengenai ruang dan representasi kota, sehingga dapat diketahui pandangan tokoh mengenai ruang tempat dirinya berada yang mempengaruhi tingkah laku mereka serta bagaimana hal tersebut menggambarkan sebuah kehidupan di perkotaan.

ABSTRACT
A city and its inhabitants is an integral because every individual who lives in the city has a connection to the city, mainly because experience of living in the city is interpreted as dimentional understanding of city space. In two corps of data from short story Netzliteratur titled Ber hrungspunkte by Claudia Paal and Bank by Jasmin Bischlmeier, indirectly describes how the characters comprehend the space where they were. To convey this concept, a theory about the city space and city represetation is need to be established, so that it can be known the views of the characters about the space where they were affects their behavior and how it representating city life."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Melody
"Dalam skripsi ini dibahas stilistika realisme magis dalam novel Midnight’s Children karya Salman Rushdie. Novel tersebut ditinjau dengan pendekatan realisme magis dan poskolonialisme. Hasil penelitian membuktikan bahwa realisme magis dalam Midnight’s Children dapat merepresentasikan masalah-masalah yang terjadi di India poskolonial. Masalah-masalah poskolonial tersebut menunjukkan bahwa kondisi di India poskolonial berada di antara pandangan spiritual dan modernitas. Hal tersebut dapat terlihat dari unsur tokoh dan latar.

This study examines magical realism stylistics in Midnight’s Children novel by Salman Rushdie. The novel is observed by magical realism and post-colonialism approach. The results prove that magical realism in Midnight’s Children can represents some issues which are happened in post-colonial India. These issues show that the condition in post-colonial India is between spiritual and modernity. It can be seen from the character and setting."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Hasnaridha Wijaya
"Prosocial behaviours, helping in particular, has been one of the popularly discussed topic in social psychology, especially during the times of crisis. Past studied also implied that finding meaning in life and psychosocial wellbeing played an important role in prosocial behaviour dynamics. This recent study investigates whether or not helping during natural disasters is related with meaning in life and psychosocial wellbeing of the participants. Survey was distributed to the community as a way to obtain data. Participants who engaged in more helping activities reported higher psychosocial wellbeing, but no significant correlation with meaning in life. Although slightly different than predicted, these results can further be utilised to promote helping behaviours as a way to improve wellbeing in the society.

Perilaku prososial, terutama dalam bentuk membantu, telah menjadi salah satu topik yang banyak dibahas dalam psikologi sosial, terutama pada masa krisis. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa menemukan makna dalam hidup dan kesejahteraan psikososial memainkan peran penting dalam dinamika perilaku prososial. Penelitian terbaru ini menyelidiki apakah membantu saat bencana alam terkait dengan makna dalam hidup dan kesejahteraan psikososial para partisipan. Survei didistribusikan kepada masyarakat untuk mendapatkan data. Para partisipan yang lebih banyak terlibat dalam kegiatan membantu melaporkan kesejahteraan psikososial yang lebih tinggi, tetapi tidak ada korelasi yang signifikan dengan makna dalam hidup. Meskipun sedikit berbeda dari yang diperkirakan, hasil ini dapat lebih lanjut digunakan untuk mendorong perilaku membantu sebagai cara untuk meningkatkan kesejahteraan dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Diantha Azzahra
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas performativitas gender pada tokoh Nagisa dalam film Midnight Swan (2020) karya Uchida Eiji serta menganalisis pandangan masyarakat Jepang terhadap performativitas gender yang ditampilkan oleh Nagisa dalam film tersebut. Penelitian ini menerapkan dua teori dalam kerangka analisis, yaitu performativitas gender oleh Judith Butler (1990) dan teori kode-kode televisi John Fiske (1999) yang terbagi dalam tiga level, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan visual dalam film Midnight Swan. Ditemukan delapan data yang menunjukkan performativitas gender Nagisa dan lima data yang menggambarkan pandangan masyarakat terhadap performativitas gender Nagisa. Temuan ini menunjukkan bahwa tokoh Nagisa tidak hanya ditunjukkan melalui karakternya sebagai transgender, tetapi juga ditunjukkan dengan menjadi seorang ibu dan penari kabaret. Pandangan masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu menerima dan menolak performativitas gender Nagisa. Meskipun penolakan akibat budaya patriarki yang telah terinternalisasi pada masyarakat Jepang kerap ditampilkan dalam film, ada sebagian masyarakat Jepang yang masih memberikan pandangan terbuka terhadap performativitas gender yang ditunjukkan Nagisa. Film Midnight Swan menunjukkan bahwa tidak mudah bagi individu yang mengidentifikasikan dirinya sebagai transgender untuk menjalani hidup di lingkungan masyarakat yang bersifat heteronormatif dengan beragam perspektif terkait isu gender.

This study aims to discuss the gender performativity on the character Nagisa in Uchida Eiji's film Midnight Swan (2020) and analyze the perception of Nagisa's gender performativity within Japanese society as depicted in the movie. This study utilizes two theories in the analytical framework: Judith Butler's concept of gender performativity (1990) and John Fiske's theory of television codes (1999). Fiske's theory is further categorized into three levels: actuality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis in the Midnight Swan movie. A total of eight data points were identified to assess Nagisa's gender performativity, while five data points were used to analyze society's perspectives on Nagisa's gender performativity. These findings show that Nagisa's character is not solely defined by her transgender identity but also shown through her roles as a mother and cabaret dancer. Society's perspectives on Nagisa's gender performativity can be categorized into two distinct groups: accepting and rejecting Nagisa's gender performativity. Despite the frequent rejection portrayal of internalized patriarchal culture in the film, liberal society nevertheless maintains an open perspective towards Nagisa's gender performativity. The Midnight Swan movie portrays the challenges faced by people who identify themselves as LGBT, including those who are transgender to live their lives in a society with diverse perspectives regarding gender issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>