Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Hakim
"Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan khususnya bagi masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam. Hal ini terlihat selama 25 tahun terakhir ini, eksploitasi sumberdaya dan tekanan pembangunan mempunyai pengaruh pada hutan. Dalam buku Agenda 21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia, adalah: a) pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata, b) konversi hutan untuk pengembangan perkebunan dan pertambangan, c) pengabaian atau ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam, d) program transmigrasi, e) pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basah, f) degradasi hutan bakau yang disebabkan oleh konversi menjadi tambak, g) pemungutan spesies hutan secara berlebihan dan h) introduksi spesies eksotik (UNDP & KMNLH, 1997).
World Resources Institute (WRI) menempatkan masalah kerusakan hutan tropis akibat penggundulan hutan sebagai masalah lingkungan utama Indonesia (Yakin, 1997). Eksploitasi hutan yang selama ini dilakukan secara berlebihan melalui sistem hak pengusahaan hutan (HPH) dan konversi hutan untuk pengembangan pertanian, khususnya perkebunan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Kerusakan hutan juga terjadi di hutan konservasi dan hutan lindung. Data yang ada memperlihatkan bahwa hutan yang mengalami rusak berat akibat sistem HPH sampai Juni 1998 seluas 16,57 juta ha (Kartodihardjo & Supriono, 1999). Luas hutan konservasi dan bekas tebangannya yang rusak serta perlu direhabilitasi sekitar 13,7 juta ha, sedangkan lahan kritis mencapai 22 juta hektar (KMM Kehutanan, 2000). Djajadiningrat (dalam UNDP & KMNLH, 1997) menyatakan bahwa 12 juta ha hutan konversi telah diubah menjadi lahan pertanian, dan 4,8 juta ha untuk kegiatan pertambangan, sedangkan hutan konversi yang tersisa hanya 13,2 juta ha.
Tingkat kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati, ketersediaan sumberdaya air dan erosi tanah. Faktor-faktor yang menekan proses kerusakan hutan Indonesia, diantaranya konversi hutan untuk pengembangan perkebunan. Cara yang paling sering ditempuh oleh pengusaha untuk memenuhi kebutuhan lahan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan konversi kawasan hutan, karena mekanisme untuk mendapatkannya relatif mudah dan memperoleh keuntungan dari kayu hasil tebangan. Hampir semua pertanaman kelapa sawit yang ada sekarang adalah areal pertanaman baru berasal dari areal hutan produksi yang dikonversi (Kartodihardjo, 1999).
Namun dalam pelaksanaan kebijakan pelepasan kawasan hutan, temyata para pengusaha perkebunan besar yang mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan untuk penyediaan perkebunan besar kelapa sawit banyak yang tidak memanfaatkan lahan secara optimal dan bahkan lahan tersebut ditelantarkan. Data dari Dephutbun (1999) memperlihatkan banyaknya permohonan yang telah mendapatkan SIC pelepasan kawasan hutan dan izin prinsip pelepasan kawasan hutan, ternyata tidak/belum dimanfaatkan/tidak ditindaklanjuti dengan baik. Sampai Maret 1998 disebutkan SK pelepasan kawasan hutan seluas 4.012.946 ha (454 perusahaan), izin prinsip pelepasan kawasan hutan seluas 3.999.654 ha (245 perusahaan) dan realisasi penanaman temyata hanya seluas 1.751.319 ha. Banyak pengusaha yang telah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan namun tidak memiliki HGU. Terdapat 91 perusahaan perkebunan besar swasta nasional (PBSN) di wilayah 14 propinsi yang tidak memiliki HGU padahal pengurusannya sudah melewati batas waktu. Lahan yang tidak memiliki HGU namun telah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan luasnya mencapai 661.345,5 ha. Bahkan terdapat perusahaan yang telah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan sejak tahun 1987, atau telah 12 tahun tidak memiliki HGU.
Penelitian ini didasarkan atas pertanyaan penelitian, a) mengapa dalam penerapan kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk perluasan perkebunan besar kelapa sawit terjadi praktek penyimpangan?, b) mengapa penerapan kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan perkebunan besar kelapa sawit berdampak pada peningkatan penggundulan hutan di Indonesia? dan c) bagaimana seharusnya arah perbaikan penerapan kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk pengembangan perkebunan besar kelapa sawit agar tidak terjadi praktek penyimpangan dan peningkatan penggundulan hutan di Indonesia?
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh informasi jawaban tentang berbagai hal yang telah diungkapkan dalam pertanyaan penelitian. Hipotesis penelitian adalah "praktek penyimpangan dalam penerapan kebijakan pelepasan kawasan hutan yang berdampak pada meningkatnya kerusakan lingkungan di Indonesia".
Penelitian ini termasuk penelitian terapan, karena mengkaji penerapan kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Teknik pengumpulan data dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui proses : a) studi kepustakaan dengan cara penelusuran atau eksplorasi data-data baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan b) wawancara dan diskusi mendalam melalui serangkaian wawancara dan diskusi dengan berbagai narasumber yang memahami isi masalah penelitian yang dianalisis, baik narasumber dari kalangan perguruan tinggi, birokrasi maupun LSM yang memiliki perhatian pada masalah lingkungan.
Pembahasan hasil penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahap sebagai berikut :a) pemaparan data hasil penelitian. b) data hasil penelitian selanjutnya dianalisis dan dilakukan penarikan kesimpulan. dengan menekankan pada pendekatan empiris yang menjelaskan sebab dan akibat dari kebijakan, dan pendekatan evaluatif yang menekankan konsistensi antara nilai-nilai kebijakan dan penerapannya dan c) pembahasan hasil penarikan kesimpulan agar dapat diketahui secara jelas akar masalah kebijakan dan melalui pendekatan normatif diusulkan arah perbaikan kebijakan untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan telah dapat mendorong para pengusaha untuk melakukan pengembangan perkebunan besar kelapa sawit. Namun dalam penerapan kebijakan tersebut terjadi banyak penyimpangan yang dilakukan pengusaha. Kawasan hutan yang telah mendapatkan izin pelepasan ternyata tidak direalisasikan dengan persiapan usaha dan penanaman kelapa sawit sehingga lahan tersebut terlantar.
Praktek penyimpangan penerapan kebijakan tersebut memperlihatkan adanya ketimpangan atau distorsi antara nilai-nilai yang ada dalam rumusan kebijakan dengan penerapan kebijakan tersebut. Nilai-nilai kebijakan menyebutkan bahwa pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan besar tidak diperbolehkan merusak dan menganggu lingkungan hidup, dan kelestarian hutan, memperhatikan usaha konservasi tanah dan air, memperhatikan asas konservasi lahan dan lingkungan hidup, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang mengatur pelaksanaan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan besar, khususnya kelapa sawit. Praktek penyimpangan penerapan kebijakan tersebut, berdampak pada peningkatan kerusakan hutan dan kerusakan lingkungan.
Faktor yang menyebabkan kesulitan dalam penerapan kebijakan secara baik, disebabkan oleh sulitnya mendapatkan informasi yang cukup terutama penerapan kebijakan di lapangan, terdapat berbagai kepentingan yang berbeda atas konversi hutan untuk perkebunan besar khususnya antara kepentingan pemerintah, pengusaha dan rakyat, dan birokrasi publik yang memiliki otoritas dalam pengambilan keputusan masih terlalu kuat sedangkan posisi tawar masyarakat masih lemah. Selain hal tersebut, kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan harus memiliki daya penegakan agar dapat diterapkan secara tegas dan dipersempit ruang bagi terjadinya perilaku penyimpangan kebijakan.
Akibat terjadinya banyak praktek penyimpangan dalam penerapan kebijakan, maka Manteri Kehutanan dan Perkebunan melalui Surat Edaran Nomor 603 /Menhutbun-VIII/2000 tanggal 22 Mei 2000 yang ditujukan kepada gubernur dan bupati di seluruh Indonesia mengintruksikan agar untuk sementara para kepala daerah tidak menerbitkan rekomendasi pencadangan pelepasan kawasan hutan untuk tujuan usaha perkebunan. Dengan surat edaran itu, maka tidak ada lagi permohonan baru konversi hutan alam untuk perkebunan yang dikabulkan atau direkomendasi.
Kebutuhan lahan hutan untuk pengembangan perkebunan mengakibatkan konversi hutan menjadi lahan non hutan berjalan cepat. Namun proses konversi hutan yang dilakukan tidak didasarkan akan kaidah ekologi, ekonomi dan sosial secara seimbang, sehingga dapat menimbulkan dampak kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi dan sosial.
Pengelolaan sumberdaya hutan menyangkut kehidupan rakyat Indonesia dan mengingat nilai penting dari sumberdaya hutan dari segi ekonomi, sosial dan ekologi maka saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah kebijakan yang mengatur sektor ini harus memperhatikan aspek transparansi, pendekatan bawah-atas, dan partisipasi politik semua pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, kebijakan yang akan diambil dapat memenuhi nilai bagi kebaikan publik, nilai bagi kelestarian lingkungan dan menghargai hak setiap orang untuk mendapatkan manfaat atas sumberdaya hutan.
Saran lain dari hasil penelitian ini, jika pelaksanaan konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit justru memperluas kerusakan hutan alam akibat praktek penyimpangan kebijakan oleh pengusaha, maka pemerintah perlu melakukan perubahan status tata guna hutan. Hutan yang berada dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dirubah menjadi hutan tetap yang tidak dapat dikonversi untuk keperluan lain.
......The Impact Of Forest Conversion Policy Implementation On Environmental Degradation (Case Study in Forest Conversion for Oil Palm Plantation)Forest in Indonesia has a number of functions: economic, social, environmental and cultural, particularly for the local community. Without balance and equilibrium between the functions, sustainability of the forest will be in danger. It can be shown that in the last 25 years pressure of resources exploitation and development pressure are having influences to the forest. Some factors influencing forest destruction in Indonesia are: a) population growth and the distribution is scatter, b) forest conversion for plantation and mining, c) ignorance or no found out about traditionally land ownership and traditional right to use natural resources, d) transmigration program, e) industrial and agricultural pollution in wetland forest, f) mangrove forest degradation caused by conversion to fishponds, g) species harvested excessively, h) introduction of exotic species.
The World Resources Institute (WRI) has placed tropical forest destruction by deforestation as one of Indonesian main environmental problems (Yakin, 1997). Excessive forest exploitation made possible by the right to a forest concession (HPH) and forest conversion for agriculture especially plantation, have resulted in severe forest destruction. Moreover, the destruction happened to conservation and preservation forest. Data shows, wide of forest area severely damaged by HPH until June 1998 was 16, 57 million ha. (Kartodihardjo & Supriono, 1999). Conservation forest and its destroyed deforested land that need rehabilitation reached 13,7 million ha and critical lands amounts to 22 million (KMM Kehutanan, 2000). Djajadiningrat (in UNDP and KMNLH, 1997) said that 12 million ha of conversion forest were turned into agriculture areas and 4,8 million ha into mining and leaving only over 13, 2 million ha.
High rate of forest destruction decrease forest ability to play its ecological function causing serious impact, to the environment such as climate change, decreasing biodiversity, water supply and soil erosion.
Much factors intensity Indonesia's forest destruction, such as forest conversion to develop plantation. Methods mostly practiced to get the area for oil palm plantation was changing forest area, since its easy mechanism and the profit from the log. Almost all of oil palm plantations found at present were new plantation by changing allocated production forest (Kartodihardjo, 1992).
In realization, many plantation estates who applied for forest area clearing did not use the area optimally and even just left the area. Data from Department of Forestry and Plantation (1999) showed that many applicants, who have obtained license for forest clearing and permission for opening the forest area, did not use the area rightly. Until March 1998 there were license for opening the forest for 4.012.946 ha (454 companies). Permission for clearing of forest area covered 3.999.654 ha (245 companies) and realization of plantation only 1.751.319 ha. There are many entrepreneurs who have already had the license didn't have HGU . There are 91 national private plantation companies (PBSN) in 14 provinces don't have HGU. Areas that did not have HGU but have already had the license for plantation are 661.345,5 ha. There are also companies that have had the license since 1987 but they do not have HGU.
This research is based on three questions: a) why there were many deviations in implementing the conversion of forest areas for oil palm plantations? , b) why implementation of the policy have impacts to deforestation?, c) how to improve implementation of the policy ?
Result obtained from this research to is expected to answer mentioned questions. The hypothesis is "deviation in implementation policy of clearing forest areas has impacts on the increase of environmental degradation".
Data were collected directly and indirectly through: a) literature study to obtain qualitative and quantitative data, b) interview and discussion with many resource persons from universities, government, and non-government organizations (NGO) interested in environmental issues.
The discussions were conducted in steps such as: a) data expose, b) data analyses and draw conclusion through empiric approach to explain relations between cause and effect of the rule and evaluative approach stressing consistency value of the rule and the implementation, c) conclusion discussion to get the root of problem and through the normative approach to give the way to solve the policy problem.
Based on results obtained, it can be concluded that policy of conversion forest areas for plantation have motivated entrepreneurs to develop oil palm plantations. However, a number of deviations were practiced by the entrepreneurs. Forest areas that have already had the licenses did not make work preparations and oil palm planted and at the end, the area is neglected.
Divert implementation showed there were unbalance or distortion between the exist value in the policy with implementation of the policy it self The values of the policy said that releasing forest area for big plantation not allowed damaging or disturb the environment and forest continuing, pay attention on land and water conservation, pay attention to the Principe of land conservation and the environment and other rules that manage the releasing implementation for big plantation especially oil palm.
Factors that made difficulties to policy enforcement are difficult to enforce in the field. There are different interests on forest conversion for big plantation, government, entrepreneurs and community interests and public bureaucracy. Bureaucracy who has authority in decision making is too strong and the other hand, community bargaining is very weak. Beside that, the policy to open the forest area for plantation has to have enforcement to apply firmly and. make small changes for policy deviates.
Because of many deviations on policy implementation, The ministry of Forestry and Plantation through Surat Edaran Nomor 603IMenhutbun-VIIT12000, May 22, 2000, that purposed to governor and head of regency, instruct them not to make new recommendation for forest opening for plantation. With that letter, no more application can get recommendation.
The requirement of forest areas for plantation development caused alteration forest areas became no forest areas run faster. Unfortunately, the conversion wasn't implemented as balance based on ecology, economic and social principles, so after that gave impacts like environmental degradation, and financial and social loss.
Management of forest resources is related to Indonesian society livelihood. Upon thinking of the important value of forest resources, economic, social, and ecology, and based on this research, it's suggested that policy which is managing this sector has to make considering transparantion and bottom-up approach aspects, also political participation whole stakeholders involved. Thus, the policy can meet values for goodness of society, environmental conservation, and gives respect for everyone rights to get benefit of forest resources.
Other suggestion is, if the implementations of forest conversion for oil palm plantation extend the natural forest degradation, government should change the management of forest utilization. Forest which is in forest production area can be converting but cannot be other use."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Pasar modal sebagai wahana guna menghimpun dana bagi perusahaan dalam menunjang pembiayaan pembangunan nasional memang merupakan alternatif yang tepat. Pada awalnya kegiatan pasar modal baru diramaikan dengan sembilan perusahaan yang melakukan emisi. Namun dari waktu kewaktu kegiatan pasar modal menunjukkan kegairahan yang sangat menakjubkan. Hingga pertengahan bulan Maret 1995, kegiatan pasar modal telah diramaikan oleh 223 perusahaan yang mencatatkan efek untuk diperjualbelikan pada bursa efek Jakarta dengan total kapitalisasi mencapai 104 trilyun rupiah. Saat ini perusahaan kecil menengah telah dapat turut berkiprah pada bursa reguler yang mulai membenahi diri dengan pola otomatisasinya. Peranan pemodal asing juga membawa dinamika bagi kegiatan pasar modal. Go-public BOMN baik melalui bursa domestik, internasional maupun transnasional adalah juga dalam rangka memperbaiki struktur permodalan BUMN serta guna memprediksikan penjadwalan pembayaran hutang luar negeri. Pertumbuhan ekonomi yang mapan, stabilitas politik yang mantap adalah merupakan faktor pendukung berkembangnya pasar modal di Indonesia. Agar ada kepastian hukum bagi para pelaku pasar modal, maka Undang-undang Pasar Modal yang saat ini sedang dibahas di DPR-RI memang sangat urgent kehadirannya."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"ABSTRAK
Enkripsi dan penyembunyian informasi adalah teknik yang digunakan untuk mendukung kerahasiaan dari informasi. Pada saat ini, banyak aplikasi yang menyediakan layanan enkripsi untuk keamanan informasi pada ponsel seperti kunci galeri, data, dll. Aplikasi ini juga saat ini banyak digunakan oleh pengguna ponsel. Aplikasi ini tidak diragukan lagi akan menjadi tantangan bagi forensik pemeriksa digital ketika ponsel terbukti menggunakan aplikasi kunci. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pembuktian ilmiah yang dapat mendapatkan data keamanan sehingga dapat membantu dalam proses analisis. Dalam studi ini, peneliti akan menggunakan alat forensik, XRY dan UFED serta akuisisi manual menggunakan ADB. Hasil yang diperoleh untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang terdapat di aplikasi kunci dan mengetahui tool forensik yang dapat diandalkan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pada penelitian ini peneliti berhasil mendapatkan informasi yang dibutuhkan yaitu berupa file image yang dibutuhkan dan informasi penting seperti file XML, basis data, berhasil dikumpulkan sebagai informasi kredensial yang bisa diproses selanjutnya dengan algoritma spesifik tertentu, serta gambaran umum perbedaan penggunaan tool forensik dalam akusisi aplikasi kunci.

ABSTRACT
Encryption is a technique used to support confidentiality from the information. At this time, many applications that provide encryption services for information security on mobile phones like lock gallery, data, etc. These applications are also currently widely used by mobile users. This application will undoubtedly be challenging for digital examiner forensics when the cell phone is evidence using the lock application. To encounter these challenges, this is necessary to prove scientific that can recover encrypted data so that it can assist in the analysis process. In this study, the researcher will use a forensic tool, namely XRY, and manual acquisition using ADB. The results obtained to know go beyond which forensic tools can be relied upon as well as to get the key that the application uses. In this researchers succeeded in getting the information needed in the form of required image files and important information such as XML files, databases, successfully collected as credential information that can be processed further with specific specific algorithms, as well as a general description of differences in the use of forensic tools in the acquisition of vault applications"
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Abdul Hakim
"ABSTRAK
Pengusahaan potensi panas bumi Indonesia baru termanfaatkan 1.403,5 MegaWatt dari 28.910 MW pada 312 lokasi dalam 67 WKP, faktualnya dimana area potensi panas bumi terdeteksi disitu terdapat beberapa kepentingan yang menyimpan potensi konflik, namun Chevron Geothermal Salak, Ltd satu investor yang berani investasi dan berhasil mengelola panas bumi Gunung Salak dengan aman. Penelitian kualitatif ini untuk mendiskripsikan keberhasilan CGS tanpa konflik dengan berbagai kepentingan. Hasil penelitian menunjukkan CGS melaksanakan upaya pendekatan kepada Pemerintah dan masyarakat sesuai aturan, serta melaksanakan faktor-faktor kewajibannya juga aktif melaksanakan Community Social Responsibility (CSR) sebagai investasi sehingga berpengaruh terhadap kondisi perekonomian daerah.

ABSTRACT
Exploitation of geothermal potential new Indonesia exploited 1.403,5 megawatts from 28.910 MW of the 312 locations in 67 WKP, the main constraint where geothermal potential is detected, there are several potential conflicts of interest resulting store, but Chevron Geothermal Salak, Ltd one investor who dared investments and successfully manage Gunung Salak geothermal safely. This qualitative study was to describe the success of CGS without conflict with various interests. The results showed CGS implement approaches to the Government and the public according to the rules, and to implement its obligations factors are also actively implementing Community Social Responsibility (CSR) as an investment and therefore contributes to regional economic conditions.
"
2016
T46031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Latar belakang: Hipertensi dan prediabetes adalah komponen mayor sindroma metabolik dan juga faktor risiko penyakit kardiovaskular. Variabilitas tekanan darah menjadi salah satu faktor untuk penyakit kardiovaskular, beberapa data menunjukan peningkatan variabilitas tekanan darah berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke, penyakit jantung koroner, dan semua penyebab kematian. Variabilitas tekanan darah pada populasi prediabetes memiliki variabilitas yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal.
Tujuan: Mengetahui efek pemberian metformin pada lisinopril selain sebagai obat oral antidiabetes memiliki efek antihipertensi dan pengaruh terhadap variabilitas tekanan darah pada populasi hipertensi dan prediabetes.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak yang dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) pada karyawan yang hipertensi dengan prediabetes. Dibagi 2 kelompok yang mendapat Lisinopril 5 mg (terbuka) dan Metformin 2 x 500 mg (tersamar) atau plasebo selama 8 minggu. Dilakukan pemeriksaaan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) sebelum dan setelah terapi diberikan.
Hasil: Total terdapat 64 pasien menyelesaikan penelitian (31 kelompok plasebo, 33 kelompok metformin). Setelah 8 minggu follow up, variabilitas tekanan darah kelompok metformin memiliki variabilitas tekanan darah yang lebih rendah (3,8 ± 2,2 mmHg, p 0,03) dibandingkan kelompok plasebo. Perubahan rerata mean tekanan darah sistolik dan diastolik pagi kelompok metformin mengalami penurunan signifikan (p < 0,05 )
Kesimpulan: Penambahan metformin pada Subyek hipertensi dengan prediabetes yang mendapat lisinopril mengalami penurunan variabilitas tekanan darah pagi dan rerata tekanan darah pagi yang bermakna secara statistik.
......Background: Hypertension and prediabetes are major components of metabolic syndrome and also risk factors for cardiovascular disease. Variability of blood pressure is one factor for cardiovascular disease, some data show an increase in blood pressure variability associated with increased incidence of stroke, coronary heart disease, and all causes of death. Blood pressure variability in the prediabetes population has a higher variability than the normal population.
Objective: To determine the effect of adding metformin to lisinopril as well as an oral antidiabetic drug that has antihypertensive effects and influence on blood pressure variability in the hypertensive population and prediabetes.
Method: This study was a randomized clinical trial conducted at National Cardiac Center Harapan Kita Hospital (NCCHK) in hypertensive employees with prediabetes. Divided into 2 groups that received Lisinopril 5 mg (open) and Metformin 2x500 mg (disguised) or placebo for 8 weeks. Examination of Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) is carried out before and after therapy is given.
Results: A total of 64 patients completed the study (31 placebo groups, 33 metformin groups). After 8 weeks of follow-up, the blood pressure variability of the metformin group had lower blood pressure variability (3.8±2.2 mmHg, p=0.03) than in the placebo group. The mean change in mean systolic and diastolic blood pressure in the metformin group decreased significantly (p<0.05)
Conclusion: Addition of metformin to hypertensive subjects with prediabetes who received lisinopril decreased morning blood pressure variability and morning mean blood pressure which was statistically significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Provinsi Aceh adalah wilayah dengan otonomi khusus. Sesuai dengan aturan yang bersifat khusus yaitu Qanun Kehutanan Aceh, Pemerintah Aceh menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk PT Kamirzu. Namun, Pemerintah Aceh mendapat gugatan dari WALHI atas IPPKH yang telah dikeluarkan. Majelis Hakim akhirnya mengabulkan seluruh gugatan sehingga IPPKH yang diterbitkan Pemerintah Aceh harus dicabut. Majelis Hakim tidak mendasari putusannya pada Qanun Aceh selaku aturan khusus yang berlaku di Aceh, melainkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penelitian ini hendak menjelaskan bahwa Peraturan Menteri tidak sesuai dengan Qanun Aceh dan putusan hakim tidak sesuai dengan peraturan penanam modal pada sektor kehutanan. Dengan demikian, penelitian ini berupaya menjawab permasalahan dengan metode penelitian kualitatif yaitu meninjau peraturan perundang-undangan dan melibatkan studi literatur maupun wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga Peraturan Menteri tidak dapat diterapkan dalam mengatur kewenangan Pemerintah Aceh. Pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Kamirzu oleh PTUN Banda Aceh menyalahi aturan penanaman modal dan aturan khusus yang berlaku di Aceh. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 adalah aturan yang mengatur penanaman modal asing, bukan peraturan pusat karena Aceh adalah wilayah otonomi khusus. Hal ini selaras dengan asas lex specialis derogate legi generali. Dengan demikian, Putusan Majelis Hakim mengabaikan kewenangan khusus Aceh. Pemerintah Aceh harus menegaskan bahwa Peraturan Pusat tidak bisa membatalkan Qanun Aceh. Dalam rangka menjaga kepastian hukum, pemerintah pusat harus menerima otonomi khusus Aceh.
......Aceh province is a region with special autonomy. In accordance with specific rules, namely the Aceh Forestry Qanun, the Government of Aceh issued a Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) for PT Kamirzu. However, the Government of Aceh received a lawsuit from WALHI over the IPPKH that had been issued. The Panel of Judges finally granted the entire lawsuit so that the IPPKH issued by the Government of Aceh had to be revoked. The Panel of Judges did not base their decision on the Aceh Qanun as a special rule that applies in Aceh, but rather the Regulation of the Minister of Environment and Forestry. This research wants to explain that Ministerial Regulations are not in accordance with the Aceh Qanun and judges' decisions are not in accordance with investment regulations in the forestry sector. Thus, this study seeks to answer the problem with qualitative research methods, namely reviewing laws and regulations and involving literature studies and interviews. The results of the study stated that the Aceh Qanun Number 7 of 2016 concerning Forestry was not in accordance with the Minister of Environment and Forestry Regulation so that the Ministerial Regulation could not be applied in regulating the authority of the Government of Aceh. The revocation of PT Kamirzu's Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) by PTUN Banda Aceh violates investment regulations and special regulations that apply in Aceh. Aceh Qanun Number 5 of 2018 is a rule that regulates foreign investment, not a central regulation because Aceh is a special autonomous region. This is in line with the principle of ex specialis derogate legi generali. Thus, the Panel of Judges' Decision ignores Aceh's special authority. The Aceh government must emphasize that the Central Regulation cannot cancel the Aceh Qanun. In order to maintain legal certainty, the central government must accept Aceh's special autonomy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Abdul Hakim
"Penelitian ini mengkaji penerapan Pasal 50 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap praktek monopoli yang dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan studi kasus Monopoli Pengelolaan Air Bersih di Pulau Batam yang dilakukan oleh PT Adhya Tirta Batam (Perkara Nomor 11/KPPU-L/2008). Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis yang menyatakan hak monopoli yang dimiliki oleh PT Adhya Tirta Batam bukan merupakan pengecualian sebagaimana yang diatur pada Pasal 50 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Pada studi kasus yang dianalisis dalam penelitian ini, terdapat bukti dampak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat akibat Kebijakan Penghentian Sambungan Air yang dilakukan oleh PT Adhya Tirta Batam, tetapi kerugian tersebut tidak terjadi karena adanya perilaku monopoli. Penghentian sambungan air dilakukan karena adanya keterbatasan kapasitas produksi dan distribusi air bersih, bukan karena untuk pembatasan output yang bertujuan untuk menaikkan harga.
This study examine implementation of article 50 (a) Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices And Unfair Business Competition toward monopolistic practices which is done by a company appointed by state. This study use descriptive method by using case study of Monopoly of Water Treatment in Batam Island by PT Adhya Tirta Batam (Case Number 11/KPPU-L/2008). Based on the analysis, this study declare that PT Adhya Tirta Batam?s monopoly right was not exempted from implementation of Article 50 (a) Law Number 5 1999. In this case study, there was evidence of society loss as impact of Ceasing Water Connection Policy by PT Adhya Tirta Batam, but that loss was not occur cause of monopoly practice. Ceasing water connection which is done by PT Adhya Tirta Batam because there was lack of production and distribution capacity, not intended to limit output in order to increasing the price."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T 28755
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Sastra Indonesia adalah hasil-hasil kesastraan yang memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai pengekspresi gagasan yang ada di sebalik karya yang bersangkutan. Setiap karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan di daerah, yang ditulis dalam bahasa Indonesia, merupakan sastra Indonesia. Salah seorang sastrawan yang tinggal di daerah dan menuliskan karyanya dalam bahasa Indonesia ialah A.A. Navis. Namanya mulai mencuat di tahun 1955 ketika Robohnya Surau Kami menjadi cerpen terbaik majalah kisah. Tidak hanya cerpen, ia pun menulis puisi dan novel. Melalui karya-karyanya itulah satire terhadap berbagai persoalan yang ada di sekitamya disampaikan. Penelitian mengenai satire dalam cerpen-cerpen A.A. Navis-dengan Politik Warung Kopi sebagai landasan-menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, topik-topik yang disatire terkait dengan masalah politik, ekonomi, dan moral. Kedua, satire disampaikan dengan gaya humor dan ironi. Ketiga, tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerpen identik dengan gelar adat, nama suku bangsa, atau budaya Minangkabau. Keempat, satire disampaikan melalui tiga proses: pembuka, stimulasi, dan penyampaian. Kelima, untuk mendapatkan rima akhir yang sama, A.A. Navis melakukan manipulasi fonologis dan semantis yang menimbulkan efek humor. Keenam, pada tataran sintaksis, repetisi kata, gagasan utama, pertentangan, dan bentuk aktif-pasif dimanfaatkan untuk memberikan penekanan pada gagasan utama, sebagai bagian yang disatire."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"Dari pengalaman saya dalam mempelajari Bahasa Inggris di Universitas saya, saya melihat banyak sifat dan kekhasan dalam bagaimana kelas mengaplikasikan pembelajaran Inggris. Tiap guru menggunakan approach pembelajaran dan pengajaran Bahasa Inggris secara berbeda, dengan banyak variasi dan tidak ada standar untuk semua kelas. Tiap approach berbeda dan tergantung terhadap sifat pengajar dan ketertarikan mahasiswa dalam topik kelas. Menurut saya, hal ini membuat proses pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi tidak efektif. Harus ada study yang didedikasikan untuk mencari approach yang paling efektif untuk pembelajaran dan pengajaran Bahasa Inggris; yang sekaligus efektif dan bisa diterima oleh dosen dan mahasiswa. Untuk mencari solusi atas masalah ini, artikel ini mempresentasikan hasil literature review tentang approach pembelejaran dan pengajaran Bahasa Inggris yang efektif, serta hasil survei yang meneliti topik ini. Survey ini dilakukan dengan mengirimkan kuestioner ke mahasiswa dan dosen Program Sastra Inggris di Universitas X Depok. Hasil dari analisis menunjukkan konklusi yang baru dan menarik. Mahasiswa dan dosen tidak memiliki preferensi kuat untuk approach yang spesifik. Mereka lebih tertarik dengan approach campuran yang menggunakan elemen dari berbagai approach yang berbeda. Mereka juga ingin approach ini terbuka, tidak dibatasi oleh kurikulum yang ketat dan dapat beradaptasi berdasarkan kebutuhan dosen dan mahasiswa. Hasilnya, masih banyak perhatian yang perlu diberikan untuk meningkatkan standar kelas Bahasa Inggris supaya approach pembelajaran dan pengajaran yang baru dapat diimplementasikan secara efektif dan meluas.
......rom my experiences when learning English at my University, I noticed some peculiarities in how the class approach English learning. The way each teacher used English learning and teaching approaches was very different, with a lot of variations and no clear standard for each class. The approach used depended on individual teacher and the interest of learners on each topic. In my opinion, the different approaches that were used often resulted in learning and teaching processes that were not as effective as they should be. There needs to be a study dedicated on finding the most effective approach to English learning and teaching; one that is effective and well-received by both students and teachers. To find a solution to this problem, this paper presents the results of a literature review on effective English learning and teaching approaches and the results of a survey about this particular topic. The survey was conducted by sending a questionnaire to the students and teachers of the English Studies Program at University X in Depok. The results of the analysis show new & interesting conclusions. Students and teachers have no strong preference for any specific approaches. Instead, they are more interested in mixed approaches that have many elements from different approaches. They also want these approaches to be open, not limited to a rigid curriculum and are able to adapt based on students’ or teacher’s needs. More care and attention are needed to improve English classroom standard as a whole to make sure that these new approaches to learning & teaching are implemented in as many classes as possible."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan relasi nama diri dan posisi yang diraih dalam pemilihan rektor Universitas Gadjah Mada periode 2012-2017. Dengan tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan teori semiotik perice. Metode yang digunakan adalah metode interpretasi yang memandang bahwa nama diri adalah sebuah tanda yang hanya bermakna ketika diinerpretasi. Nama diri tersebut diinterpretasi untuk melihat relasinya dengan perolehan suara dalam memenangkan pemilihan. Penelitian ini menemukan bahwa praktikno menjadi rektor terpilih dengan perolehan suara paling banyak yang diikuti oleh Marsudi Triatmodjo dan Danang Parikesit. Dimenangkannya pemilihan oleh Praktikno adalah karena representasi nama diri yang di interpretasi sebagai tanda dengan tipe atau sifat tanda yang bermakna berbuat atau bertindak, Marsudi Triatmodjo dengan sifat tanda yang diinterpretasi sebagai konsep kemauan, sedangkan Danang Parikesit adalah tanda yang diinterpretasi sebagai sifat menemani. Dengan demikian, nama diri adalah tanda yang mengkonstruksi praktik sosial individu."
Mataram: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
400 MBSN 11:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>