Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiastuti
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang jilbab dalam perspektif sosiologi, yang menekankan pada penelitian tentang makna jilbab di lingkungan fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Melalui pendekatan kualitatif yang digunakan, terutama melalui teknik observasi dan wawancara, tesis ini ditujukan untuk menggali alasan, motif ataupun hal-hal yang dapat melatarbelakangi seseorang untuk berjilbab. Berjilbab bagi beberapa mahasiswi maupun dosen dan karyawati berada dalam sebuah proses dan melalui perjalanan waktu, yang juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang membentuknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, studi ini menunjukkan bahwa makna jilbab di lingkungan fakultas hukum UMJ, merupakan bagian dari cara berpakaian yang bernuansa agama, yang direalisasikan dalam beragam bentuk dan model ataupun cara berjilbab. Dalam hal ini, jilbab melekatkan fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup dan pelindung tubuh, serta memiliki fungsi untuk mempercantik diri dan simbol identitas muslim. Dihadapkan pada kenyataan ini, maka jilbab di fakultas hukum UMJ, meski berada pada refleksi bertemunya beragam nilai, yaitu antara nilai kebaikan (moralitas dan identitas), kebenaran (norma dan praktek agama) dan kebagusan (estetika dan mode), namun nilai kebagusanlah yang lebih menonjol di antara nilai-nilai lainnya. Dengan demikian, di kalangan mahasiswi, dosen maupun karyawati fakultas hukum UMJ, meski jilbab sebagai bentuk tindakan sosial dan juga telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, namun pemaknaannya terkait pada terjadinya kontrol sosial dalam sebuah komunitas. Berjilbab juga merupakan refleksi dari berjalannya fungsi solidaritas sosial. Hal ini sejalan dengan keberadaan jilbab yang bernilai netral sebagai benda dan bagian dari cara mengkomunikasikan pakaian perempuan muslim. ......This thesis discusses the veil in the perspective of sociology, which emphasizes the study of the meaning of hijab in the law faculty of University of Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Through a qualitative approach is used, primarily through observation and interview techniques, this thesis aimed to explore the reasons, motives or the things a person can be behind the veil. Veiled for some students, faculty and employee are in a process and through the passage of time, which is also influenced by the social environment that shape it. Based on research conducted, this study suggests that the meaning of veil in UMJ law school environment, is part of the way of religious dress, which is realized in various forms and models or veiled way. In this case, the embedding function hijab clothing, namely as a cover and body armor, and has a function to beautify themselves and a symbol of Muslim identity. Faced with this reality, then the veil in UMJ law school, despite being the reflection of the convergence of diverse values, namely between the values of goodness (morality and identity), truth (religious norms and practices) and fineness (aesthetics and fashion), but the more fineness prominent among other values. Thus, among students, faculty and employee UMJ law school, although the hijab as a form of social action and have also become part of everyday life, but its meaning related to the occurrence of social control in a community. Veiling is also a reflection of the functioning of social solidarity. This is consistent with the existence of a value-neutral veil as part of the body and communicating the way muslim women dress.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31899
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
MTH Sri Budiastuti
Abstrak :
ABSTRAK Dewasa ini lahan pertanian di daerah bawahan makin terdesak oleh kepentingan lain yang bukan pertanian seperti perluasan jaringan jalan, pengembangan industri dan lain-lain, yang kegiatannya banyak menggunakan sumber air. Oleh karena itu perhatian harus diarahkan ke lahan atasan agar dapat dijadikan pangkalan pengembangan pertanian. Daerah tapak waduk Kedung Ombo meliputi tiga wilayah kabupaten di Jawa Tengah yaitu Boyolali, Sragen dan Grobogan yang merupakan kawasan pertanian lahan kering dengan luas wilayah 4541 km2. Sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani dengan mengusahakan tanaman pangan seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan ketela pohon. Ketiga wilayah kabupaten ini memiliki topografi bergelombang sehingga termasuk lahan atasan, dan dalam kaitannya dengan lahan pertanian, maka lahan atasan adalah lahan pertanaman yang diusahakan tanpa penggenangan air pada petak pertanaman. Dengan demikian air hujan merupakan sumber air asasi di daerah tapak waduk Kedung Ombo. Tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila ketersediaan air dan hara terpenuhi, dengan kata lain persediaan 'air dan hara menentukan kemaujudan pertanian lahan kering. Ketersediaan air bagi tanaman terdapat dalam bentuk lengas tanah yang merupakan hasil saling tindak (interaction) antara tanah dan iklim(musim), sehingga peranan tanah dalam mengubah air menjadi lengas tanah dan kemampuan mempertahankannya serta kemampuan menyediakan hara, sangatlah penting. Fakta menunjukkan bahwa daerah tapak secara potensial sangat rawan terhadap kerusakan, seperti erosi tanah dan kekeringan yang berarti ketersediaan lengas tanah terbatas dan kesuburan tanah rendah, sehingga dapat mempengaruhi kapasitas penghasilan pendapatan penduduk. Untuk itu diperlukan penelaahan potensi lengas tanah dan hara tanah sehingga dapat ditentukan tanaman pangan dengan sistem budidayanya yang menjamin kemanfaatan sumberdaya alam setempat serta berdasarkan konservasi'lengas tanah dan tanah. Mengingat hal tersebut, timbul beberapa pertanyaan penelitian: (1) teknik pengawetan tanah dan lengas tanah apakah yang dapat diterapkan, (2) sistem budidaya tanaman apakah yang mampu beradaptasi pada kondisi lengas tanah dan hara tanah serta mampu menekan erosi, (3) apakah sistem budidaya yang mampu beradaptasi dengan lengas tanah dan hara tanah di daerah tapak juga berpengaruh pada produksi tanaman dan kapasitas penghasilan pendapatan petani dan (4) kendala-kendala apakah yang terjadi di dalam menerapkan sistem budidaya yang paling tepat dan bagaimana upaya mengatasinya. Tujuan umum penelitian ini, menemukan suatu cara memapankan pertanian lahan kering secara terlanjutkan menurut asas adaptasi pada regim lengas tanah dan regim hara tanah. Tujuan khusus: (1) menemukan teknik pengawetan tanah dan lengas tanah yang dapat diterapkan, (2) menemukan sistem budidaya tanaman yang terjamin kebutuhan lengas tanah dan mampu menekan erosi, (3) menemukan sistem budidaya tanaman yang paling tepat dan mampu meningkatkan produksi tanaman dan kapasitas penghasilan pendapatan petani dan (4) menemukan kendala-kendala di dalam menerapkan sistem budidaya yang tepat. Hipotesis yang diajukan: (1) teknik pengawetan tanah dan lengas tanah yang dapat diterapkan adalah teknik vegetatif melalui sistem pertanaman yang menyertakan tanaman tahunan, (2) sistem pertanaman lorong menurut penanaman dalam lajur yang menghasilkan pupuk hijau,terjamin kebutuhan lengas tanahnya dan mampu menekan erosi, (3) diduga sistem pertanaman lorong merupakan sistem budidaya tanaman yang mampu bertahan dengan balk pada kondisi setempat dan dapat meningkatkan produksi tanaman serta kapasitas penghasilan pendapatan petani, (4) kendala sosial ekonomi merupakan kendala utama di dalam menerapkan sistem pertanaman lorong. Metodologi untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini menggunakan analisis sistem dengan membuat acuan pengimakan menurut acuan geografi sebagai gambaran sistem lahan, yang dikerjakan dengan sistem pemutus matrik (decision matrix). Tiap-tiap unsur pengimakan disusun berdasarkan sistem grid (kelas-kelas) dan penetapan banyaknya kelas menurut tingkat kepentingannya. Hasii analisis dengan acuan pengimakan berupa peta agrohidrologi dan peta geografi agihan hara tanah yang digambarkan secara digital dan menjadi data dasar ketersediaan lengas tanah dan hara tanah secara alamiah untuk pertanaman dengan matra keruangan dan kewaktuan, kemudian dari paduan (overlay) peta agrohidrologi dan peta geografi agihan hara tanah diperoleh peta produktivitas alamiah yang menghasilkan kelas-kelas kesatuan lahan (KKL). Tahap kedua adalah menganalisis secara deskriptif, semua model pola tanam dengan sistem tumpangsarinya dan produksi dari tiap-tiap tanaman pangan yang diusahakan, yang berada di tiaptiap kelas kesatuan lahan. Tahap ketiga mengadakan penelitian erosi permukaan tanah dan aliran limpas yang dilakukan pada salah satu kelas kesatuan lahan terpilih karena kelas kesatuan lahan ini hampir berada di seluruh daerah tapak dan memiliki berbagai variasi kemiringan. Pengukuran erosi di lapangan digunakan sebagai pembanding pengukuran erosi potensial berdasarkan rumus USLE yang disajikan dalam bentuk peta kawasan erosi. Tahap terakhir adalah melakukan teknik tumpang tindih antara peta produktivitas alamiah dan peta kawasan erosi potensial sehingga menghasilkan kelas-kelas kesesuaian lahan. Hasil analisis sistem dengan acuan pengimakan terhadap potensi lengas tanah menunjukkan bahwa daerah tapak memiliki ketersediaan lengas tanah cukup balk untuk tanaman semusim maupun, untuk tanaman tahunan, dan terhadap potensi hara tanah menunjukkan bahwa sebagian besar daerah tapak memiliki potensi hara yang rendah (miskin). Kedua potensi tersebut dipadukan, menghasilkan peta produktivitas alamiah dengan empat kelas kesatuan lahan yaitu: (1) kesatuan lahan yang lengas tanahnya tersedia sepanjang tahun dan potensi hara tanah sangat miskin, (2) kesatuan lahan yang lengas tanahnya tersedia sepanjang tahun dan potensi hara tanah miskin, (3) kesatuan lahan yang lengas tanahnya tersedia sepanjang tahun dan potensi hara tanah .sedang, (4) kesatuan lahan yang lengas tanahnya tersedia sepanjang tahun dan potensi hara tanah sangat subur. Keempat kelas kesatuan lahan memiliki model pola tanam dengan sistem tumpangsari antara beberapa jenis tanaman pangan, dan khususnya di kelas kesatuan lahan kedua (desa Genengsari Boyolali) dengan sistem tumpangsari antara tanaman pangan dan tanaman tahunan (legum) menurut pertanaman lorong (alley cropping) dalam sistem lajur. Tanaman tahunan (legum) dalam sistem pertanaman lorong berfungsi sebagai tanaman pagar yang mampu menghasilkan pupuk hijau sebesar 28,6 ton per hektar per tahun. Pupuk hijau dalam sistem pertanaman lorong, disamping berfungsi menyuburkan tanah juga dapat mengurangi evaporasi yang berlebihan pada musim kemarau. Oleh karena sistem pertanaman lorong di desa Genengsari menurut penanaman dalam lajur dan disertai pembuatan teras bangku sederhana, maka terjadinya erosi relatif rendah (0,009 ton ha-1 th-1). Produksi tanaman pangan dan perhitungan kapasitas penghasilan pendapatan petani menunjukkan bahwa model pola tanam dengan sistem tumpangsari menurut pertanaman lorong di KKL 2 memperoleh pendapatan bersih Rp. 3.516.000,- yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan bersih di KKL yang lain. Hal itu disebabkan oleh jumlah pengusahaan dalam satu tahun, yakni dalam sistem pertanaman lorong dapat diusahakan 3-4 kali, sedangkan dalam sistem tumpangsari yang lain hanya 1-2 kali. Hal itulah yang secara langsung dapat meningkatkan kapasitas penghasilan pendapatan petani (dengan 5-6 kali panenan dalam satu tahun). Hasil pengukuran erosi permukaan tanah dan aliran limpas di kelas kesatuan lahan yang mendominir daerah tapak (KKL kedua) pada kemiringan 35% adalah 0,031 t ha-1 th-1 (0,12 mm ha-1 th-1) dan jumlah aliran limpas 91 mm ha-1 th-1, berarti masih jauh di bawah tingkat erosi pada lahan dengan model pola tanam yang kurang memperhatikan sifat agronomi tanaman (3-12 mm ha-1 th-1 atau 0,775 t ha-1 th-1) dan juga masih di bawah tingkat erosi yang diijinkan untuk tanah dangkal di atas batuan (1,12 t ha-1 th-1). Adapun peta kawasan erosi potensial daerah tapak menunjukkan bahwa besarnya erosi potensial di tiap-tiap kemiringan lahan, bagaimanapun juga masih berada di bawah tingkat erosi yang diijinkan. Dengan demikian persoalan erosi di daerah tapak masih relatif kacil. Untuk menentukan sistem pertanaman menurut keterlanjutan fungsi sumberdaya, diperlukan kelas?kelas kesesuaian lahan. Kelas-kelas tersebut adalah: (1) lokasi pertama lengas tanah tersedia sepanjang tahun, hara tanah sangat miskin, tidak ada erosi potensial, sesuai untuk pola tanam tanaman pangan yang mendahulukan kacang tanah, dan sisa tanaman tersebut digunakan sebagai mulsa, lokasi kedua, erosi potensial 1,925 t ha-1 th-1, sesuai untuk tanamansayuran dengan pengelolaan searah kontur, (2) lengas tanah tersedia sepanjang tahun untuk tanaman semusim dan sedikit risiko untuk tanaman tahunan, hara tanah sangat miskin, erosi potensial 0,065 t ha-1 th-1, sesuai untuk pola tanam tanman pangan yang mendahulukan kacang tanah serta penanaman tanaman tahunan tahan keying, (3) lengas tanah tersedia sepanjang tahun, hara tanah miskin, erosi potensial berkisar antara 0,092 t hart th-1 sampai dengan 0,96 t ha -l th-1, sesuai untuk pola tanam dengan sistem pertanaman lorong, (4) lengas tanah tersedia sepanjang tahun, hara tanah sedang, erosi potensial 0,09 t ha-1 th-l, sesuai untuk pola tanam tanaman pangan dengan tanaman pokok padi pogo dan kacang tanah yang dapat disisipi jagung dan ubi kayu, (5) lengas tanah tersedia sepanjang tahun untuk tanaman semusim dan sedikit risiko untuk tanaman tahunan, hara tanah sangat subur,erosi potensial 0,60 t ha-l th-l, sesuai untuk tanaman sayuran dan tanaman tahunan (buah-buahan) yang mangkus (efisien) dalam menggunakan air. Sebagian besar daerah tapak termasuk kolas kesesuaian lahan ketiga yaitu lahan yang sesuai untuk sistem pertanaman lorong. Bagaimanapun juga upaya mengatasi ketidakmampuan tanah mempertahankan lengas tanah dan meningkatkan.hara tanah, harus mengacu kepada sumber utama penghidupan penduduk yaitu usaha pertanian dengan penekanan utama pada sistem pertanaman. Sistem pertanaman yang dilakukan adalah sistem pertanaman yang dititik beratkan pada masukan bahan organik sebagai unsur yang menyokong, memperbaiki dan memelihara kesuburan tanah melalui proses daur ulang. Sistem ini disebut Sistem Gizi Tanaman Terpadu atau Integrated Plant Nutrition System. Dalam hal sistem gizi tanaman terpadu, maka sistem budidaya tanaman dengan sistem pertanaman lorong (alley cropping) menurut penanaman dalam strip sangat tepat untuk diterapkan karena dapat mengendalikan evaporasi, transpirasi, aliran limpas dan menghasilkan pupuk hijau yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, sehingga mengurangi penggunaan pupuk buatan. Dalam hubungannya dengan persoalan erosi tanah, maka besarnya erosi pada model pola tanam dengan sistem pertanaman lorong adalah 0,009 t ha-1 th-l, yang berarti jauh di bawah besarnya erosi pada model pola tanam yang dilakukan rakyat yaitu 0,775 t ha-i th-l. Apabila dilihat dari segi kapasitas penghasilan pendapatan petani, maka pendapatan bersih terbesar juga terdapat pada kelas kesatuan lahan dengan model pola tanam menurut sistem pertanaman lorong. Oleh karena itu sistem pertanaman lorong merupakan sistem pertanaman yang mengarah ke keterlanjutan fungsi sumberdaya, ditinjau dari segi fisik (tingkat erosi) maupun segi ekonomi (kapasitas penghasilan pendapatan). Namun demikian, terdapat juga kendalakendala dalam melaksanakan sistem pertanaman lorong, yaitu tentang anggapan petani bahwa tanaman pagar dalam sistem pertanaman lorong dianggap mengganggu tanaman pangan dan mempersempit bidang olah. Usaha mengatasinya adalah dengan pendekatan manusiawi melalui penyuluhan maupun plot-plot percontohan yang secara langsung dapat dilihat olah petani.Dengan tercapai melalui suatu rangkaian proses. ;
ABSTRACT The Establisment Of Upland Agriculture Based On The Concept Of The Sustainability Of Environmental Function (Case Of Kedung Ombo Dam Site Area)The current situation in Indonesia shows that the area of lowland agriculture is gradually decreasing due to conversion to other uses. The building of new and the expansion of existing roads, and land development for industrial estates, to mention just a few, are steadily encoding into productive paddy lands. Industrial and urban developments also claim much water from existing sources, posing a serious threat to lowland agriculture. This thesis tries to elucidate the potential and prospect of upland agriculture as an alternative approach to the problem of diminishing land areas for lowland agriculture and the increased competition for water used. The catchments area of Kedung Ombo reservoir is within the area of three kabupatens, namely Boyolali, Sragen and Grobogan. It covers 4541 square km where most upland agriculture has been practice. The main crops are food crops like maize, soybean, peanut and cassava, cultivated as rain fed crops. The relief of the terrain is strongly undulating to rolling, so that the land is very susceptible to erosion and water deficit. The sustain rain fed cropping it is compulsory to integrate soil and water conservation in the general practice of farming. In principle, soil conservation is intended to keep plant nutrient losses from the rooting zone at reasonable minimum, and to maintain a good rooting space. Water conservation is basically aimed at ensuring the effective transformation of precipitation water into available soil moisture for plants, and to hold the obtainable soil moisture as long as possible to used during rainless periods. To design an appropriate system of soil and water conservation, it is necessary to define the prevailing soil condition in terms of nutrient and water supplies as related to the physical environment in which the soil exists. These are called the soil nutrient regime (SNR) and the soil moisture regime (SMR). With the understanding of SNR and SMR of each land unit, the following questions can be raised and the relevant answers can be sought: (1) what kinds of soil and water conservation technique are required, (2) what kinds of cropping system may be alternatively introduce to each of the different land units which can accommodate the soil and water conservation techniques, (3) what will be the consequences of each alternative system on crop yields, and income producing capacity for farmers, and (4) what will be the constraints of each alternative system, and how may the be immigated. To seek the answers to the questions a number of hypothesis can be formulated: (1) a vegetative technique of planting method by using tree crops will be applicable as a method to conserve the soil and soil moisture, (2) alley cropping with row planting which produce green manure will stabilize the soil moisture and prevent soil erosion, (3) alley cropping as an agricultural system will be sustainable at local condition and increase plant production and income producing capacity for the farmers, (4) the social economics constraint is the main constraint in applying alley cropping. The methodology which is appropriate for solving the research questions will be a system analysis which refer to the geographical models as an outlay of soil type, which is carried out by a decision matrix. Each element of the simulation models are arranged based on the grid system. The number of classes were decided according to needs. The analytical results based on simulations models is an agro hydrological mapping and a geographical distribution of soil nutrient mapping, which is presented in a digital form and will be as data base of soil moisture and soil nutrient regim. In so doing the agricultural system will be proposed according to time and space which is supported by the overlay agro hydrological and geographical mapping as a picture of natural productivity which produced the classes of unit land. The second step is to conduct a descriptive analysis of the production of every food crop, which is different on every class of unit land. The third step is the research on a soil erosion and run off on a unit land which is dominant in the effort supporting to solve the problem by using small scale for one rainy occasion. The measurement of soil erosion in the field has been done and the data were compared with the potential soil erosion according ISLE as based for drawing a regional map in soil erosion. The last phase of the technique of the overlay mapping among the natural land productivity and the potential soil erosion will give the land classification for the relevant land used. The result of the system analysis referred to the simulation of the soil moisture showed that the region surrounding Kedung Ombo reservoir contain adequate soil moisture for food crops as well for annual crops. The soil nutrient showed that most part of the region have low potential in nutritious elements. By adding of the two potentials above, the natural land productivity was produced with four classes: (1) agricultural land where the soil .moisture are available all year long with very low nutritious elements, (2) agricultural land where the soil moisture are available all year long with low nutritious elements, (3) agricultural land where the soil moisture are available all year long with fair nutritious elements, (4) agricultural land where the soil moisture are available all year long with rich nutritious elements. These four classes of unit land were interplant with several variety of food crops. Especially for class number two (at Genengsari, Boyolali) were interplant with food crops and perennials (legumes) according to the system of alley cropping and row planting. The perennials crops of, the alley cropping had the function of fence which produced green manure of 28.6 tons per hectare per year. The green manure of the alley cropping will also fertilized the land beside decreasing evaporation in the dry season. Since the implementation of alley cropping and bench ' terracing at village Genengsari, accordingly the soil erosion were relatively low (0.009 t per hectare per year). Food production and income producing capacity of the farmers by applying of the intercropping system and alley cropping at KKL 2 were Rp. 3,516,000,- per year, which were far above the average farmers income from other KKL's, due to the several painting periods in every year. In alley cropping 3-4 times a year, while in interplanting the farmers planted 1-2 times a year. Therefore, their income producing capacities were increased by 5-6 times. The experimental data of soil erosion and run off of the most agricultural land (class of unit land number two) at KKL 2 where the slopes is 35%, were 0.031 ton per hectare per year, and the run off were 91 mm per hectare per year. This means under the soil erosion at land without any conservation farming method (0.775 t ha-1 th-1), and were sill under the tolerable erosion level (1120 kg per hectare per year). This means that the soil erosion of the region were relatively low. For deciding a cropping system which will be sustainable in an agricultural land used, a suitable land classification is needed. Those classes are: (1) land where the soil moisture are available all the year, with poor in plant nutrition, without potential in soil erosion, is suitable for food crops, by planting peanut as the first crop, by planting peanut as the first crop, and using the hay as mulch; when soil erosion reached 1.925 t per hectare per year, those land can be used for horticultural crops, planted according to the contour, (2) land where the soil moisture are available all the year and can be used for annual crops and for trees with minimum risk, poor in plant nutrition, the potential in soil erosion is 0.065 tons ha-1 th-1, is suitable for food crops, with peanut as the first planting and annual crops which stand against drying, (3) land where the soil moisture available all the year, poor in plant nutrition, the soil erosion potential between 0.092 t per hectare per year and 0.96 t ha-1 th-1, is suitable for alley cropping, (4) land where the soil moisture available all the year, medium in plant nutrition, the soil erosion potential is 0.09 t ha-1 th-1, is suitable for food crop and "padi gaga" as main crop, with peanut and cassava for intercropping, (5) land where the soil moisture available all the year that can be used for annual crops and trees with a little risk, rich on plant nutrition, the soil erosion potential 0.060 t ha -1 thll is suitable for horticultural crops and fruit trees which efficient in using the soil moisture. Most of the regime surrounding the dam are in the third class (group), therefore, suitable for alley cropping system. The way to maintain the soil moisture and soil nutrient during the dry season should be based on the farmers livelihood, namely by focusing on food crops planting by doing organic farming. That means that intake and outtake of organic matter should be equal. The system is an Integrated Plant Nutrition System. Alley cropping with row planting can be done to maintain evaporation, transpiration, run off, and produce green manure which improve the physical and chemical condition of the soil, so that the input of chemical fertilizers can be limited. Since perennial- crops which planted as fences competed food crops in using sunlight for photosynthesis, intensive extension services should be done, more demonstration plots should be held to give prove for farmers that alley cropping is a proper system on the upland as a sustainable farming system.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggun Budiastuti
Abstrak :
Makrosomia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pendarahan postpartum. Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara makrosomia dengan perdarahan postpartum di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan bersumber dari data survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Semua kasus yaitu sebanyak 497 dianalisis dalam penelitian ini sedangkan kontrol dirandom dari seluruh eligible kontrol sehingga didapatkan besar sampel yaitu 994 dengan perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makromia merupakan faktor risiko kejadian perdarahan postpartum dengan nilai ORadjusted=1.525 (95%CI 1.031- 2.255) setelah dikontrol oleh variabel kunjungan anc dan penolong persalinan. Penelitian ini menyarankan. Penelitian ini menyarankan kepada wanita hamil untuk meningkatan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan antenatal care dan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan. ...... Macrosomia is a risk factor for postpartum hemorrhage. This study aim to determine the relationship between macrosomia with postpartum hemorrhage in Indonesia in 2012. This study used a case-control study design using Demographic and Health Survey Indonesia (IDHS) 2012. All of 497 cases were analyzed in this study, while controls were randomized from eligible controls in order to obtain a sample of 994 with a ratio of cases and controls were 1:1. The results showed that macrosomia as a risk factor for postpartum hemorrhage with OR adjusted = 1.525 (95% CI 1.031-2.255) (controlled by antenatal care visits and birth attendants). This study suggests to pregnant woman to increase awareness of the importance of checking of antenatal care and birth attendant by health workers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Farmasita Budiastuti
Abstrak :
Leukemia merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian tertinggi pada kasus kanker anak. Pasien Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) anak rentan mengalami masalah terkait obat (MTO) selama menjalani kemoterapi maupun proses terapi penyakit penyerta. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi intervensi apoteker terhadap penurunan jumlah dan jenis MTO pada pasien LLA anak yang menjalani rawat inap maupun one day care chemotherapy di RSU Kabupaten Tangerang bulan Januari-Maret 2017. Penelitian ini dilakukan dengan pre-post test design pra eksperimental secara prospektif. Penelitian dilakukan terhadap 138 pasien yang sedang menjalani pengobatan, kemudian diidentifikasi MTO berdasarkan sistem klasifikasi Pharmaceutical Care Network Europe versi 6.2, lalu dilakukan intervensi apoteker ke dokter, pasien dan tenaga kesehatan terkait berupa rekomendasi penyelesaian masalah sesuai penyebabnya. Jumlah MTO yang teridentifikasi sebanyak 177 masalah. Berdasarkan jenis MTO teridentifikasi sebanyak 164 jenis masalah. MTO yang terjadi meliputi efektivitas terapi 9,04%, reaksi obat yang tidak dikehendaki 29,1%, biaya pengobatan 0% dan masalah lain 61,02%. Intervensi apoteker berpengaruh terhadap penurunan jumlah MTO secara bermakna dari 177 menjadi 10 MTO (p<0,05). Intervensi apoteker juga berpengaruh terhadap penurunan jenis MTO secara bermakna dari 164 menjadi 10 jenis MTO (p<0,05). Faktor risiko status gizi, jenis LLA, jumlah penyakit penyerta, jumlah item obat dan jenis perawatan tidak berpengaruh bermakna terhadap penurunan jumlah dan jenis MTO (p>0,05).
Leukemia is a non-communicable disease that causes death with the highest number of cases in childhood cancer. Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) are susceptible to drug-related problems (DRPs). The objective of the study was to evaluate the pharmacist intervention in lowering the number and type of DRPs in childhood ALL patients in Tertiary Hospital Tangerang District from January-March 2017. Pre-post test design was prospectively used as a method in this study. The study was conducted on 138 patients, then identified DRPs based on Pharmacy Care Network Europe (PCNE) classification system V6.2, then pharmacist intervention to doctors, patients and health workers gave problem solving recommendations. The number of identified DRPs was 177 problems. Based on identified types of DRP as many as 164 types. The DRPs that occurs include 9.04% the effectiveness of therapy, 29.1% adverese drug reactions and 61.02% other problems. The pharmacist intervention significantly affected the decrease in DRPs from 177 to 10 DRPs (p<0.05). The pharmacist intervention also had an effect on the decrease type of DRPs significantly from 164 to 10 types of MTO (p<0.05). Risk factors for nutritional status, type of ALL comorbidities, number of drug items, and type of care did not significantly affect (p>0.05) to decrease the number and type of DRPs.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulansari Budiastuti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Program Corporate Social Responsibility terhadap Perilaku Konsumen. Diambil studi mengenai kegiatan Lifebuoy Berbagi Sehat? yang dilakukan oleh PT. Unilever Indonesia di kalangan ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara. Temuan utama penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari program Corporate Social Responsibility terhadap Perilaku Konsumen. Program Corporate Social Responsibility tidak berpengaruh pada Perilaku Konsumen untuk usia tertentu dan pengeluaran rutin per bulan tertentu, hal ini dimungkinkan bahwa pada usia tertentu pengambilan keputusan pembelian bukan didasarkan iklan atau program tertentu dan memperjelas bahwa sabun mandi Lifebuoy digunakan oleh kelas yang memiliki pengeluaran rutin tertentu.
This study aims to determine whether or not the influence of Corporate Social Responsibility Program on Consumer Behavior. Taken a study on the activities of "Lifebuoy Share Healthy" conducted by PT. Unilever Indonesia among mothers of households in region of Kelurahan Kelapa Gading Barat Jakarta Utara). The main findings of this study indicate that there is the influence of Corporate Social Responsibility on Consumer Behavior. Corporate Social Responsibility program has no effect on consumer behavior for a particular age and certain routine expenditure per month, it is possible that on a particular age a purchase decision is not based ads or a certain program and obviously that Lifebuoy soap is used by classes that have a certain routine expenditure.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30402
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Budiastuti
Abstrak :
Diese Arbeit besteht aus vier Abschnitten. Der erste Abschnitt ist die Einleitung, in der ich den Hintergrund des Themas, das Ziel der Analyse, die Methode und den Ansatz, die ich benutze, um die Daten zu analysieren, dargestellt habe. Der zweite Abschnitt besteht aus vier Teilen, n_mlich die versehiedenen Theorien des Wortfeldes nach Jost Trier, Leo Weisgerber, H. Geckeler und Lutzeier. Im zweiten Teil er_rtere ich den Unterschied zwischen Worschatz in der Alltagsprache und Terminologien in der Fachsprache. Im dritten Teil dieses zweiten Abschnitts stelle ich die Beziehung von Intension und Extension in einem Wortfeld dar, und in dem letzten Teil vom zweiten Abschnitt wird der Unterschied zwischen Homonymie und Polysemie erkl_rt.Im dritten Abschnitt analysiere ich die Daten von Alltagsprache und Terminologien anhand der Wortfeldstheorie von Lutzeier, denn im Vergleich zu dem anderen Theorien bietet diese Theorie eine logischere Untersuchungsmethode an, und durch diese Theorie kann man sehen, da? das Wortfeld keine intuitive Sache ist. Nachdem ich das Wortfeld aus der Alltagsprache und Terminologien anhand ihrer Sinnsrelation gruppiert, stelle ich felt, ob diese Wortschatze Homonym oder Polysem sind.Nach der Analyse der Daten kann man einen Schlu? ziehen, da? die Untersuchung der Homonymie und Polysemie nach der obergenannte Methode bei der Aufstellung eines W_rter-buches ein nitzliches Hilfsmittel ist.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S14995
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Budiastuti
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji penelusuran informasi melalui OPAC (Online Public Access Catalog) yang dilakukan oleh mahasiswa di Perpustakaan Universitas Indonesia. Penelusuran informasi yang dikaji adalah menyangkut bagaimana pemakai perpustakaan melakukan penelusuran informasinya dengan menggunakan OPAC beserta hambatan apa saja yang dialami oleh pemakai saat penelusuran dan tingkat keberhasilan penelusuran dalam temu kembali dokumen. Penelitian ini merupakan sebuah kajian pemakai (user study) dengan metode kualitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah delapan orang yang semuanya adalah mahasiswa UI yang menggunakan OPAC sebagai alat bantu penelusuran informasinya. Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Selanjutnya kedelapan responden tersebut diwawancarai untuk memperoleh data yang diperlukan. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Strategi penelusuran informasi yang digunakan oleh para responden dipengaruhi oleh kebutuhan informasi responden. Strateginya adalah dengan menentukan aspek carian yang sesuai dengan sumber informasi atau basis data yang telah dipilih, dan merumuskan kata-kata yang sekiranya tepat yang akan diketik dalam kolom carian; 2) Sebagian besar responden tidak secara maksimal menggunakan fasilitas operator Boolean yang tersedia karena masih kurangnya pengetahuan mereka tentang fungsi dan cara penggunaan operator Boolean tersebut; 3) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penelusuran informasi para responden, yaitu: perolehan dan ketepatan informasi yang dihasilkan, perumusan penelusuran yang digunakan, sistem OPAC yang mendukung, dan bantuan para staf perpustakaan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S15558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyani Budiastuti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1983
S16933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Budiastuti
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Budiastuti
Abstrak :
Kebutuhan masyarakat akan air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh pencemaran lingkungan yang menurunkan mutu air tanah dan permukaannya. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan akan air minum, Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) terus berkembang. Namun seiring dengan terjadinya krisis ekonomi, maka harga produk AMDK semakin meningkat dan tidak terjangkau lagi oleh konsumen menengah kebawah. Oleh karena itu mulai bermunculan usaha air minum lain yang menawarkan harga relatif lebih murah dan terjangkau untuk konsumen menengah kebawah. Salah satu kategori usaha air minum yang marak bermunculan sejak krisis ekonomi terjadi di Indonesia yaitu Air minum Depot (AMD) isi ulang. Usaha AMD isi ulang adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air bersih menjadi air minum dan menjual secara langsung kepada konsumen dilokasi pengolahan. Perkembangan usaha AMD isi ulang yang semakin semarak, bila dilihat dari satu sisi berdampak positif karena dapat menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air minumnya. Namun di sisi lain, perkembangannya yang terlalu cepat dan mungkin lepas kendali dapat berdampak negatif karena berisiko menurunnya kelayakan dan keamanan air minum yang dibutuhkan masyarakat. Dalam perkembangannya saat ini, banyak sekali pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha AMD isi ulang, antara lain mengenai rendahnya kualitas air minum yang dihasilkan. Informasi yang tidak benar pada label botol galon produk AMD isi ulang yang dihasilkan juga telah menyesatkan dan mengelabui konsumen. Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha AMD isi ulang telah melanggar ketentuan Udanng-undang Perlindungan Konsumen dan juga beberapa peraturan lainnya. Peran serta pemerintah sebagai badan pengawas sangatlah dibutuhkan, agar usaha AMD isi ulang yang bermunculan saat ini memenuhi syarat dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>