Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizal
Abstrak :
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, menegaskan bahwa teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan (e-Government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Proses Pemerintahan akan menghasilkan dokumen-dokumen yang kemudian disimpan sebagai arsip. Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai kearsipan dan dokumentasi (hukum kearsipan dan dokumentasi) yakni Undang-Undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan, Undang-Undang Tentang Dokumen Perusahaan Nomor 8 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 88 tahun 1999 Tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam Mikrofilm atau Media Lainnya dan Legalisasi. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi dasar penggunaan Dokumen Elektronik (E-Doc) dimana secara teknis E-Doc hanya dapat dibaca dan dimodifikasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga aspek pengamanan atas suatu dokumen menjadi sesuatu yang mendasar. Undang-Undang tentang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 dalam pasal 1 angka 13 memberikan definisi mengenai protokol yakni kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. Implementasi E-Doc dalam kegiatan kenotariatan dapat menjadi suatu solusi atas permasalahan klasik yakni peningkatan efisiensi dan efektifitas terlebih dalam era globalisasi. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif analisis yang menitikberatkan pada? data kepustakaan khususnya peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan Tanda tanqan Elektronik dan Hukum Kearsipan dan dokumentasi. Data diperoleh melalui studi kepustakaan untuk kemudian dianalisis secara normatif kualitatif untuk memperoleh kejelasan masalah yang hendak dibahas.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal
Abstrak :
Perilaku mengkonsumsi kopi instant menjadi menarik untuk diamati dimana konsumen yang benar-benar setia terhadap suatu merek akan memiliki penilaian tersendiri atas merek tersebut. Penilaian tersebut dapat berupa kesetiaan sikap ataupun pembelian sebagai representasi kesetiaan merek konsumen. Hal ini tentu dapat dimanfaatkan oleh produsen untuk melihat seberapa jauh kinerja (performance) merek yang dikelolanya. Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa merek dengan pangsa pasar yang besar bukan hal yang mutlak mempunyai kinerja merek yang baik pula. Ini disebabkan karena adanya atribut lain yang juga turut menentukan baik buruknya kinerja merek seperti misalnya positive word of mouth, harga relatif, dan sebagainya. Penelitian ini mencoba untuk melihat dampak hubungan dari kepercayaan merek dan afeksi merek terhadap kinerja merek yang dimediasi oleh kesetiaan sikap dan kesetiaan pembelian. Pada penelitian ini penulis mengambil 4 merek kopi instant yang paling populer di kalangan mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga FISIP UI seteiah melakukan penelitian pendahulan secara tidak terstruktur dengan jumlah responden sebanyak 216. Tujuan penelitian ini metiputi: 1. Untuk mengetahui dampak kepercayaan merek terhadap kesetiaan merek (sikap dan pembelian). 2. Untuk mengetahui dampak afeksi merek terhadap kesetiaan merek (sikap dan Pembelian). 3. Untuk mengetahui dampak dari kesetiaan merek terhadap kinerja merek. 4. Untuk megetahui secara keseluruhan damp[ak hubungan dari kepercayaan merek dan afeksi merek terhadap kinerja merek. Sebelum melakukan pengujian penulis pertama-tama melakukan penelitian terhadap indikator-indikator mana saja yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk masing-masing variabel yang akan diteliti. Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan metode Structural Equation Modeling dengan menggunakan bantuan program LISREL 8,30 dan memilih Maximum likelihood sebagai metode estimasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa afeksi merek lebih memiliki kontribusi yang berarti bagi kesetiaan merek (sikap dan pembelian) dan sebaliknya kepercayaan merek menjadi tidak berarti. Hasil lainnya diperoleh bahwa kesetiaan sikap lebih memiliki kontribusi yang berarti dibanding kesetiaan pembelian dalam hubungannya dengan kinerja merek. Ini tentunya berbeda dengan dengan basil penelitian Chaudhuri dan Hobrook (2001) yang menyatakan bahwa kepercayaan merek berhubungan positif terhadap kesetiaan pembelian dan kesetiaan sikap. Dari penelitian ini juga diperoleh bahwa nilai utilitarian dan hedonik tidak banyak berarti untuk membentuk kepercayan merek dan afeksi merek. Hal ini juga disebabkan adanya variabel lain yang memiliki kontribusi yang iebih dominan dalam membentuk kepercayaan merek dan afeksi merek seperti kualitas, ketersediaan, dan keunikan. Penelitian ini tentunya bukan hal yang mutlak karena pengukuran dilakukan untuk 1 kategori produk saja dengan 4 merek (Nescafe, ABC, Kapal Api, dan Torabika), sehingga hal ini hanya dapat menjelaskan 4 merek dari kategori produk kopi instant.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai perbedaan karakter hukum antara undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan undang-undang umum, serta perbedaan karakter hukum antara Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah dengan Peraturan Daerah umum. Selain itu tesis ini juga membahas mengenai polemik yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian undang-undang Anggaran pendapatan dan Belanja Negara dan Polemik dalam pengujian Peratuuran Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh Mahkamah Agung. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan meneliti pearturan perundang-undangan dan putusan putusan pengadilan. hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan karakter hukum antara undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perbedaan karakter hukum Peraturan Daerah tentang Anggatan Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain itu, penelitian ini juga menyatakan bahwa dalam pengujian undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdapat polemik dalam pengujiannya di Mahkamah Konstitusi begitupun dengan pengujian Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga terdapat polemik dalam pengujiannya di Mahkamah Agung.
This thesis discusses the differences in the characteristic of law between the laws State Budget and the general law, as well as differences in the characteristic of law between Regional Regulations concerning Regional budget and General Regional Regulations. In addition, this thesis also discusses the polemic that occurred in the Constitutional Court Decision regarding the testing of the State Budget and Polemic in the testing of regional regulation regarding Regional budget the Supreme Court. This study is a normative legal research by examining the rules and regulations and decisions of court decisions. The results of this study state that there are differences in the law characteristic between the laws of the State Budget and the different law characteristics of the Regional Regulations concerning the regional budget. Beside that, this study also states that in testing the law of the State Budget, it has a polemic in its testing in the Constitutional Court as well as in the testing of Regional Regulations regarding the Regional Budget, there is also polemic in its testing in the Supreme Court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas layanan transjakarta busway dan melihat apakah ada kesenjangan antara persepsi dan harapan penumpang. Penelitian dilakukan dengan metode SERVQUAL yang didasarkan atas kesenjangan antara persepsi dan ekspektasi kualitas pelayanan yang diterima penumpang. Fokus penelitian ini ialah pada lima dimensi utama dalam SERVQUAL yaitu; Tangible, Assurance, Responsiveness, Empathy dan reliability. Penelitian ini menggunakan kuesioner dan melibatkan 140 responden sebagai sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan pada halte transjakarta koridor enam (ragunan-kuningan) Jakarta. Hasilnya nilai ekspektasi penumpang transjakarta sebesar 3,548. Nilai persepsi sebesar 2,498. SERVQUAL Score nya ialah -1,462. Weighted SERVQUAL Score sebesar -2,794 dan nilai Actual SERVQUAL Scorenya sebesar 70.16%.
This study aims to identify the service quality of Transjakarta Busway and verify if there is any gap between perception and expectation of customers. The study is performed using SERVQUAL method based on the gap between perception and expectation of service quality. It focuses on five main dimensions in SERVQUAL which are: Tangible, Assurance, Responsiveness, Empathy and Reliability. It uses questionnaire with 140 respondents as sample. It takes place at shelters of Transjakarta koridor VI. The findings of the study is as following: value of customers' expetation is 3,548; value of customers' perception is 2,498; SERVQUAL score is -1,462; weighted SERVQUAL score is -2,974; Actual SERVQUAL score is 70.16%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43051
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syariah Yus Rizal
Abstrak :
Krisis moneter di Indonesia yang dimulai pertengahan tahun 1997 membuat beberapa bank swasta dan bank pemerintah yang mengalami negative spread mengganti sistem operasinya, yang semula berbasis bunga menjadi bank syariah yang tanpa bunga atau menjalankan kedua sistem tersebut sekaligus (dual banking system). Sementara ini, pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada nasabah penyimpan oleh bank syariah diperlakukan sama seperti pajak atas bunga deposito dan tabungan sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah nomor 131 tahun 2000. Padahal bunga merupakan suatu hal yang ditolak oleh bank syariah., karena berdasarkan hukum Islam, status bunga adalah haram, sehingga teknik-teknik finansial yang diterapkan juga menghindari substansi dan keberadaan bunga tersebut. Karenanya, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perlakuan PPh atas penghasilan nasabah penyimpan pada bank syariah dalam kerangka undang-undang perpajakan yang sedang berlaku. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif analitis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan. Berdasarkan hasil analisis, bunga dan bagi hasil mempunyai perbedaan dalam penentuan besarnya penghasilan yang akan dibayarkan kepada nasabah penyimpannya. Selain itu, dengan pertimbangan tidak dapat diterapkannya penafsiran analogis yang mengakibatkan pengertian bunga juga tidak dapat diperluas atau disamakan dengan bagi hasil. Selain itu, sifat final yang diterapkan dalam ketentuan tersebut juga merugikan nasabah yang mempunyai penghasilan relatif kecil. Karenanya ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan dasar operasional dan administrasi bagi pemotongan pajak atas bagi hasil yang dibayarkan kepada nasabah penyimpan oleh bank syariah. Oleh karena pasal 23 Undang-undang PPh Tahun 2000 dapat dijadikan acuan untuk perlakuan pajak atas penghasilan nasabah bank syariah dalam negeri, dimana pemotongan pajak bersifat pembayaran pendahuluan yang tidak bersifat final. sehingga penghasilan nasabah penyimpan dari bank syariah tersebut harus dilaporkan dalam SPT PPh dan pajak yang telah dipotong dapat dikreditkan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reda Rizal
Abstrak :
ABSTRAK Faktor fisik di lingkungan kerja merupakan parameter pokok yang menjadi pusat studi ini yaitu meliputi; kebisingan, suhu ruangan, iluminasi atau pencahayaan dalam ruangan kerja, serta masalah produktivitas pekerja pada pabrik pemintalan. Pada penelitian ini diteliti pula bagaimana hubungan atau pengaruh kerja shift yaitu; shift kerja pagi, shift kerja siang dan shift kerja malam terhadap produktivitas pekerja, serta meneliti atau mengukur jumlah jam kerja efektif (effective working hours) pekerja pada pabrik pemintalan. Sebagai sampel telah dipilih 3 (tiga) pabrik pemintalan yang berada dalam satu kawasan indutri tekstil PT. Argo Pantos, Tbk, yang berlokasi di Tangerang, Jawa Barat. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara variabel lingkungan fisik kebisingan, suhu ruang kerja, dan iluminasi ruangan kerja dengan produktivitas pekerja pada pabrik pemintalan. Melalui metode penetitian ekspos fakto dengan pendekatan korelasional akan dapat diketahui sejauhmana hubungan antara variabel-variabel lingkungan fisik ruangan kerja dengan produktivitas pekerja. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa; terdapat korelasi antara faktor kebisingan dengan produktivitas pekerja (yang ditinjau dari aspek kuantitas produk) pada ketiga pabrik pemintalan yang diteliti. Terdapat korelasi antara faktor suhu atau tekanan panas dalam ruangan kerja dengan produktivitas pekerja (yang ditinjau dari aspek kuantitas produk) pada ketiga pabrik pemintalan yang diteliti. Tidak terdapat korelasi antara faktor iluminasi dengan produktivitas pekerja yang ditinjau dari aspek kuantitas dan kualitas produk pada ketiga pabrik pemintalan yang diteliti. Tidak terdapat korelasi antara variabel lingkungan fisik dengan produktivitas pekerja (yang ditinjau dam aspek kualitas produk) pada ketiga pabrik pemintalan yang diteliti. Selain itu dari hasil penelitian ini terlihat pula bahwa nilai produktivitas pekerja berbanding terbalik dengan nilai kebisingan dan nilai produktivitas berbanding terbalik dengan nilai suhu ruangan kerja. Tidak terdapat hubungan antara kerja shift dengan produktivitas pekerja pada pabrik pemintalan-1 maupun pekerja pada pabrik pemintalan-2. Tetapi terdapat hubungan shift kerja dengan produktivitas pekerja pada pabrik pemintalan-3. Rata rata jumlah jam kerja efektif (effective working hours) pekerja pada pabrik pemintalan yang diteliti adalah sebesar 72,99 %. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa, terdapat hubungan atau pengaruh komponen lingkungan fisik khususnya variabel kebisingan dan suhu ruangan kerja terhadap produktivitas pekerja.
ABSTRACT The research was carried out to study the significant correlation between variables of both working environment (noise, temperature, illumination) and work-shift system (day-shift, afternoon-shift, night-shift) and workers' productivity as well as to measure effective working hours spent by workers in their working place. Three spinning mills under PT Argo Pantes, Tbk. which are located in an industrial area in Tangerang (West lava) were selected as the main subjects on which the research should shed some light. Main objectives of the research were to examine the correlation between physical environment variables (such as noise, temperature and illumination) and workers' productivity in spinning mill. The research identified that there were a number of interrelation discoveries in all three spinning mills studied (in terms of product quantity aspect) as per following results; Noise factor and workers' productivity correlated with one another significantly. Temperature factor or heat pressure in working area affected workers' productivity. There was not a significant correlation between illumination factor and workers' productivity. Workers' productivity did not correlate with work-shift both in spinning mill-1 and mill 2, but it correlated positively with work-shift in null-3. A portion of effective working hours studied, reached a total of 72.99% on the average. To sum up, there is a significant correlation between working environment especially noise variable and temperature variable with workers' productivity.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Rizal
Abstrak :
Proses perencanaan pembangunan melalui musyawarah pembangunan kelurahan (musbangkel) di Kelurahan Terusan Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak era pasca otonomi daerah masih dilaksanakan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan (LKMDIK). Dalam membuat usulan rencana pembangunan ini masih belum melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat. Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan hanya mengundang beberapa unsur terkait sehingga aspirasi dart masyarakat tidak bisa tersampaikan oleh mereka yang hadir. Disamping itu juga usulan yang dibuat belum diambil dari aspirasi masyarakat yang paling bawah seperti RT. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat di Kelurahan Terusan ini masih kurang berpartisipasi adalah model perencanaan yang top down dimana peranan pemerintah kabupaten lebih besar dalam penyusunan rencana pembangunan. Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan melalui musbangkel dengan mengacu pada teori Oakley, Abe dan Soetrisno serta upaya atau cara apa yang telah dilakukan agar kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan di Kelurahan Terusan dapat lebih terwujud. Metode penelitian ini menggunakan Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber datanya ialah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang tertibat dalam musbangkel, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu peserta yang ikut dalam musbangkel memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang masih terbatas, belum adanya informasi yang lengkap dari pemerintah kabupaten seperti Poldas, Propeda dan Renstra dalam penyusunan perencanan pembangunan, peranan pemerintah kabupaten yang masih dominan dalam menentukan proyek atau program yang akan dilaksanakan serta belum adanya dana clan pemda untuk membantu pelaksanaan musbangkel di Kelurahan Terusan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya atau Cara guna memberikan kesempatan kepada masyarakat dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yaitu penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten namun dalam penjaringan aspirasi masyarakat ini belum berhasil terlaksana dengan baik karena mereka yang hadir tidak mewakili masyarakat dan kebanyakan membawa kepentingan pribadi. Kemudian penyampaian aspirasi oleh masyarakat melalui Rukun Tetangga. Penyampaian aspirasi ini belum berhasil karena masyarakat yang menyampaikan usulan pembangunan yaitu mereka yang dekat dengan pejabat pemda. Dalam hal ini usulan yang disampaikan lebih mengarah pada kepentingan sekelompok masyarakat. Untuk itu disarankan kiranya dalam rekruitment pengurus LKMD, Ketua RT dan perangkat kelurahan perlu diperhatikan lagi Latar belakang pendidiikannya, pengalaman kerja dan umur dari peserta musbangkel. Untuk pelaksanaan rnusbangkel pada masa yang akan datang kiranya sudah sampai informasi pada pars peserta rapat mengenai dokumen perencanaan pembangunan daerah. Peran pemerintah saat ini diharapkan sebagai fasilitator. Perlu dialokasikan dana oleh pemerintah kabupaten kepada pemerintah kelurahan untuk pelaksanaan musyawarah pernbangunan kelurahan (musbangkel) sehingga memperlancar mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah. Sistem penjaringan aspirasi oleh pemerintah kabupaten dan penyampaian aspirasi oleh masyarakat kiranya perlu diperbaharui lagi mekanismenya. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan saat ini masih perlu melalui mekanisme musyawarah pernbangunan kelurahan mengingat dengan forum ini melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat dan mereka yang ikut serta dalam rapat lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di lingkungannya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yus Rizal
Abstrak :
Dalam era globalisasi sekarang ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Disatu pihak masalah gizi kurang masih merupakan kendala yang harus ditanggulangi, di lain pihak masalah gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkannya cenderung meningkat terutama di kota-kota besar. Pada dasarnya kedua masalah gizi tersebut terjadi karena satu masalah pokok yang sama yaitu dimana adanya kegagalan tubuh dalam mencapai keadaan gizi yang seimbang. Keadaan gizi lebih merupakan konsekuensi akumulatif dari adanya ketidakseimbangan antara masukan energi dengan energi yang dipergunakan tubuh. Salah satu faktor yang berperan adalah adanya kebiasaan mengkonsumsi makanan sumber energi yang berlebihan seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan trendi (fast food), kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang dapat menghambat penyerapan bahan makanan sumber energi seperti makanan berserat (sayuran dan buah-buahan). Disamping itu faktor aktifitas fisik juga berperan didalam mengatur kebutuhan energi, dalam hal ini menyangkut aktifitas pekerjaan utama sehari-hari dan aktifitas olah raga. Selain itu faktor-faktor lain yang berperan adalah umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih tersebut. Desain penelitian ini adalah "cross sectional" dengan memanfaatkan data sekunder hasil pemantauan status gizi pada orang dewasa yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI di 27 kota Propinsi di Indonesia tahun 1996 - 1997. Kemudian data yang diperoleh dianalisa baik secara bivariat maupun multivariat dengan menggunakan regresi logistik antara faktor-faktor risiko (kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, kebiasaan makan sayuran dan buah, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan aktifitas olah raga) dengan keadaan gizi lebih orang dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi keadaan gizi lebih orang dewasa di 27 kota propinsi di Indonesia adalah sebesar 22,10% (klasifikasi WHO) dan 21,33% (klasif kasi Depkes). Proporsi keadaan gizi lebih ini merata di 27 kota propinsi dan hanya di dua kota yang proporsinya <15% yaitu Dili dan Pontianak. Dari hasil analisa bivariat ternyata faktor risiko yang berhubungan dengan keadaan gizi lebih orang dewasa adalah kebiasaan makan makanan trendi, kebiasaan makan makanan berlemak, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Dari analisa multivariat dengan memasukkan secara bersama-sama faktor risiko yang diduga mempunyai hubungan dengan keadaan gizi lebih kedalam model ternyata ada tiga faktor risiko yang berhubungan yaitu kebiasaan makan makanan trendi, umur dan jenis kelamin. Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok umur 30-39 tahun lebih tinggi 2,97 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 40-49 tahun lebih tinggi 5,03 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Pada kelompok umur 50-59 tahun lebih tinggi 3,88 kali dan kelompok umur 60-65 tahun lebih tinggi 2,77 kali dibandingkan kelompok umur <30 tahun. Selain itu diketahui bahwa proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok perempuan 2,28 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sementara itu proporsi keadaan gizi lebih orang dewasa pada kelompok yang jarang (1-4 kali/bulan) mengkonsumsi makanan trendi lebih tinggi 1,36 kali dan kelompok yang sering (2 kali/minggu) lebih tinggi 3,01 kali dibandingkan dengan yang tidak pernah. Namun demikian ada interaksi antara faktor risiko kebiasaan makan makanan trendi dan jenis kelamin, dimana pada setiap tingkatan kebiasaan makan makanan trendi (jarang maupun sering) tampak bahwa kelompok perempuan kemungkinannya lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Factors Associated with Adult Overweight in 27 Provincial Capital Cities in Indonesia, 1996 - 1997In this globalization era, Indonesia faces double problems in nutrition. On the one hand under-nutrition is still a threat, which must be restrained; on the other hand overweight increases the risk for certain diseases, particularly in capital. Basically, both malnutrition problems cause the same main problem, i.e. the failure of the body to reach a well-balanced condition of nutrition. Overweight is a cumulative consequence of unbalance between intake and useable energy. One of the factor is the habit of excessive consumption of high energy food such as, fast food, fatty food and certain foods which obstruct nutrient absorption of such as food rich in fiber (vegetables and fruits). Physical activity factors also play an important role to what extent energy is needed, in performing main daily working activities and physical exercise. Other factors which also play a role are age, sex and educational level. The objective of this cross sectional study in to obtain information on adult overweight and related factors in 27 provincial capital cities in 1996 - 1997. Data used were secondary data from nutrition monitoring of adults, conducted by the Directorate Community Nutrition, MOH in 27 provincial capital cities during 1996 - 1997. In the analysis of data used logistic regression (bivariate and multivariate) between risk factors (eating habits of fast food, fatty food, vegetables and fruits, age, sex, educational level, occupation and physical exercise) and overweight condition of adult people. The results of study revealed that the prevalence of adult overweight in 27 provincial capital cities in Indonesia was 22.10% (using WHO classification) and 21.33% (using MOH classification), Proportion of adult overweight was similar for 27 provincial capital cities, only 2 cities i.e. Dili and Pontianak, had proportions of <15%. The bivariate analysis revealed that risk factors associated with adult overweight were consumption of fast food, fatty food, age, sex, educational level and occupation, and the multivariate analysis revealed that the three main risk factors associated with adult overweight were age, sex and consumption of fast food. The habit of eating fast food, age and sex in comparison with people aged <30 years, the proportion of overweight in 30-39 age group was 2.97 times higher, in the 40-49 age group 5.03 times higher, in the 50-59 and 60-65 age group 3.88 and 2.77 times higher respectively. It was also revealed that the proportion of female adult overweight was 2.28 times higher than male adult. Meanwhile, proportion of adult overweight in the group rarely eats fast food (1-4 times/month) and frequently eats fast food (2 times/week) 1.36 and 3.01 times higher than never eats fast food. Nevertheless there were interaction between risk factors, which were the habit to eats fast food and sex, wherever in every level of the habit to eats fast food (rarely and frequently) have also been observed: males tend to be more at risk to be overweight than females.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryati Rizal
Abstrak :
Krisis ekonomi 1997 semakin menyadarkan bahwa fondasi perekonomian akan semakin kuat, bila perekonomian rakyat diperkuat. Karena sebagian besar rakyat Indonesia tinggal di pedesaan, maka konsekuensinya, perekonomian desa harus diperkuat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dibangun lembaga keuangan pedesaan yang mampu menjadi perantara keuangan pedesaan. Salah satu lembaga keuangan yang diharapkan dapat menjalankan fungsi tersebut di atas adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pembatasan wilayah operasional BPR yang hanya di pedesaan/kecamatan secara teoritis akan mendorong BPR menjangkau masyarakat desa, yang secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong aktivitas perekonomian desa. Dengan demikian, BPR dapat diharapkan sebagai lembaga keuangan yang mempunyai peran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan, yang dalam jangka panjang akan memperkuat perekonomian desa/rakyat. Kemampuan BPR memenuhi harapan yang dibebankan, sangat ditentukan oleh kinerja dan peran BPR. Kinerja BPR yang semakin baik akan memungkinkan BPR meningkatkan perannya. Sebaliknya peran BPR yang semakin besar, dapat meningkatkan kinerjanya, karena tercapainya skala usaha yang lebih efisien. Untuk melihat bagaimana kenyataan sebenarnya, maka studi tentang peran dan kinerja BPR di Sumatera Barat ini dilakukan dengan menggunakan analisi deskriptif dan regresi baik dengan menggunakan data time series 1991-2002 maupun cross section 2001 dan 2002. Dengan menggunakan analisis deskriptif, hasil studi menunjukkan bahwa kinerja BPR di Sumatera Barat relatif baik di ukur dari angka CAR, ROA, ROE dan NPL. Angka-angka tersebut umumnya lebih baik dari standar yang ditetapkan BI. Peran BPR diukur dari share volume usaha, jumlah dana yang dihimpun, jumlah kerdit yang disalurkan dan pengaruh terhadap penyaluran kredit maupun jumlah nasabah (rekening) yang berhasil dijangkau, juga sangat mengesankan. Misalnya saja pertumbuhan volume usaha, jumlah dana yang dihimpun dan nilai nominal kredit yang disalurkan selama periode 1991-2002 adalah beberapa kali lipat pertumbuhan volume usaha dan jumlah kredit yang disalurkan Bank Umum. Dengan menggunakan analisis regresi dapat ditarik beberapa kesimpulan: - BPR di Sumatera Barat telah menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik, karena dana yang dihimpun dan modal disetor mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah kredit yang disalurkan ke beberapa sektor ekonomi. - Perkembangan BPR di Sumatera Barat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian makro dan sebaliknya BPR mempunyai peran siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena perannya yang signifikan terhadap penyaluran kredit konsumsi, investasi dan modal kerja. - BPR di Sumatera Barat umumnya melakukan strategi internal financing, yaitu mengandalkan pembiayaan usaha terutama dari hasil laba operasional. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan peran BPR dipengaruhi oleh pertumbuhan kinerjanya. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikemukakan bahwa prospek usaha BPR di Sumatera Barat sangat baik. Kesimpulan ini makin diperkuat oleh fakta bahwa struktur perekonomian Sumatera Barat, sangat didominasi oleh kegiatan produksi pertanian dan jasa yang umumnya berskala kecil-menengah. Jenis-jenis usaha tersebut merupakan pasar yang sangat potensil bagi berkembangnya produk BPR. Meskipun kinerja, peran dan prospek BPR di Sumatera Barat, sangat baik, namun ada beberapa permasalahan yang dapat menjadi kendala. Salah satu masalah terbesar adalah komitmen pemilik/pengelola BPR. Pertama, masih banyak BPR yang belum memenuhi ketentuan, BI. Dua ketentuan yang paling banyak dilanggar adalah LDR dan permodalan. Sampai Desember 2002, dari 104 BPR, sekitar 39 BPR yang angka LDR-nya melebihi 115% atau melebih batas maksimum yang ditetapkan BI. Sementara itu masih ada 6 BPR yang sama sekali belum menyetorkan modal dan 32 BPR yang belum memenuhi ketentuan modal disetor. Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah inefisiensi pengelolaan. Masalah ini ditunjukkan dari masih kecilnya skala usaha BPR, dimana sampai Desember 2002, masih separuh BPR memiliki skala usaha lebih kecil dari Rp l miliar. Angka CAR rata-rata yang sangat tinggi juga memberikan indikasi inefisiensi pengelolaan, karena angka tersebut mengindikasikan cukup besarnya dana atau sumber daya keuangan BPR yang menganggur.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
Abstrak :
Penetapan 26 dari sekitar 300 Daerah Tingkat II sebagai Percontohan Otonomi Daerah merupakan tahapan awal dari serangkaian tahapan dalam melaksanakan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II di Indonesia. Namun, karena pertimbangan tertentu, tidak semua Daerah Tingkat II dapat melaksanakannya. Dengan demikian, Daerah-daerah Tingkat II di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: yang sudah dan yang belum melaksanakan oonomi daerah. Perbedaan Daerah Tingkat II dalam melaksanakan oonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Camat sebagai bawahan langsung dari Bupati kepala Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, bobot tugas Camat akan berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan bobot tugas Camat secara empires pada Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah, dalam hal ini Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Penelitian dilakukan tidak hanya melalui studi kepustakaan, tetapi juga melalui studi lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memahami perbedaan bobot tugas Camat yang sesungguhnya terjadi di Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot tugas Camat di kedua Daerah Tingkat II signifikan, khususnya dalam hal pelaksanaan asas desentralisasi. Bobot tugas desentralisasi Camat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung lebih banyak dibandingkan dengan bobot tugas Camat di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Berkenaan dengan pelaksanakan asas dekonsentrasi, bobot tugas Camat relatif sama, sekalipun volume dan jenis kegiatannya agak berbeda. Namun, pertambahan urusan di tingkat kecamatan tidak diimbangi oleh perubahan kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan yang diperlukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan otonomi daerah lebih besar daripada bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang belum melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengimbangi pertambahan bobot tugas tersebut, perlu perubahan dalam kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan di tingkat Kecamatan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>