Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Juliastuti P.
Abstrak :
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) terutama Pneumonia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak balita di negara berkembang termasuk Indonesia. Dari 15 juta kematian yang diperkirakan terjadi di kalangan anak di bawah usia lima tahun (balita) setiap tahun di negara berkembang, kira-kira 4 juta kematian (26,6 %) disebabkan oleh penyakit ISPA terutama pneumonia. Di Kabupaten Ciamis penyakit pneumonia masih menjadi masalah kesehatan dimana dari data prosentase sepuluh penyebab kematian bayi di Rumah Sakit Ciamis, pneumonia mempunyai kontribusi penyebab kematian sebesar 53,42 % dan merupakan urutan teratas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia balita di wilayah kerja Puskesmas Cisaga Kabup.aten Ciamis tahun 2000. Studi ini menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah balita yang menderita pneumonia yang datang ke puskesmas sedangkan kontrol adalah tetangga kasus yang tidak menderita pneumonia. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada ibu balita dan dilakukan observasi dengan Cara pengukuran dan pengamatan untuk mendapatkan data kepadatan rumah dan keadaan ventilasi. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil studi ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara adanya perokok ( p = 0,0000 ), ventilasi rumah ( p = 0,0409), letak dapur ( p = 0,0000), gizi balita (p = 0,0090 ), pengetahuan ibu (p = 0,0001) dan sosial ekonomi (p = 0,0085) dengan kejadian pneumonia balita. Dari hasil penelitian ini disarankan agar dilaksanakan penyuluhan mengenai pengaruh buruk rokok terhadap kesehatan balita, ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan, letak dapur terpisah dari kamar balita, gizi balita dan pengetahuan mengenai pneumonia serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Selain itu perlunya kerjasama dengan lintas program dan lintas sektoral dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan di dalam maupun di luar rumah melalui Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman.
Acute Respiratory Infection particularly pneumonia is the main cause of the infant and baby illness and death in developing countries, including Indonesia. In developing countries, 15 millions of death is estimated occur to the children under five years of age annually at the developing countries, 4 millions (26,6 %) is caused by ARI, especially pneumonia. At Ciamis Regency, pneumonia is still a major health problem among ten death causes of children at Ciamis Hospital, pneumonia contributes 53,42 % as the primary cause. This research is carried out to identify factors relating to the pneumonia to the children under five years of age in the working areas of Cisaga Health Center, Ciamis regency in the year of 2000. This study applies a case-control design. The cases are children under five years of age who suffer from pneumonia and come to the health center, while the control is the neighbors of the cases which do not suffer from pneumonia. The data is obtained from the result of the interview by using the questionnaires given to the mother of the children and the observation is done through measurement and observation to obtain the data of house population and ventilation condition. The data analysis includes univariate, bivariate and multivariate analysis. The result of the study reveals that there is a significant relationship between smoking (p=-0,4000), house ventilation (p=0,0409), kitchen location (p=0,0000), children nutrition (p=0,0009), mother?s knowledge (p=0,0001) and social economy (p=0,0085) of the pneumonia accruing to the children. On the basis of the result of the research, it is recommended to carry out health education on the bad effects of the smoking on the health of the children, good and healthy house ventilation, location of the kitchen which is separated from the children's room, children nutrition and knowledge on the pneumonia as well as factors relating to the pneumonia. In addition, it is required an inter-sectoral and program cooperation in order to improve the quality of the environment both inside and outside of the house through a program for the environment health.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Latif
Abstrak :
Dari Studi Evaluasi Manfaat tahun 2001 (SEM 2001) oleh Balitbangkes Depkes RI di Indramayu, 74% responden penelitian menyatakan bahwa pengobatan TB boleh dihentikan setelah merasa sembuh meskipun baru beberapa minggu/bulan minum obat/berobat TB. Hal itu berarti sebagian besar masyarakat Indramayu ?berpengetahuan salah? menyatakan boleh menghentikan pengobatan TB. Fakta tersebut merupakan masalah yang dianggap penting untuk diatasi, mengingat angka Case Notivication Rate tuberkulosis di Indramayu dari tahun 1999 s/d 2001 terlihat adanya peningkatan, disamping itu angka kesembuhan tiga tahun terakhir masih belum optimal. Tingginya proporsi pengetahuan masyarakat yang salah tentang pengobatan TB tersebut, kemungkinan menjadi ancaman bagi keteraturan pengobatan penderita TB. Atas alasan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menganalisis data sekunder basil SEM 2001, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang penghentian pengobatan TB. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional/potong lintang, dengan sampel anggota rumah tangga yang berumur di atas 15 tahun dari rumah tangga terpilih SEM 2001. Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk mencapai tingkat kepercayaan 95%, tingkat kemaknaan 5% (a=0,05), dan kekuatan uji 90% yaitu sebanyak 3.338 responder, dengan presisi 0,0242. Hasil penelitian menujukkan bahwa, proporsi pengetahuan masyarakat yang ?menyatakan salah? boleh menghentikan pengobatan TB adalah sebesar 67%. Dan ke enam variabel independen yang diteliti, empat diantaranya berhubungan dan bermakna secara statistik, yaitu faktor: keterpaparan media komunikasi (p=0,0000, 0R=13,732, 95% CI: 10,142-18,592), keterpaparan sumber informasi petugas kesehatan (p=0,0000, OR=11,765, 95% CI: 8,220-16,840), pendidikan (p=,0000, OR=2,952, 95% CI: 2,327-3,744), dan pekerjaan (p=0,0000, OR=1,416, 95% CI:1,180-1,700). Dari perhitungan dampak potensial, disimpulkan bahwa faktor keterpaparan media komunikasi memberikan kontribusi sebesar 88,28%. Berdasarkan temuan penelitian, Departemen Kesehatan hendaknya meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang bertujuan untuk mendekatkan dan mengintensifkan. keterpaparan media komunikasi kepada masyarakat tentang program penanggulangan TB. Kegiatan tersebut antara lain penyebarluasan informasi tentang penanggulangan TB dalam bentuk kampanye dengan menggunakan media komunikasi seperti: TV/radio/koran/poster/spanduk/leaflet yang menjangkau wilayah terkecil, yaitu desa/kelurahan.
Based on Benefit Evaluation Study in 2001 (BES 2001) by the Bureau of Health Research and Development in Indramayu, 74% of the respondents said that tuberculosis treatment can be stopped if the patient feels recovered after consuming TB drugs for a few weeks/month. It shown that most of Indramayu people wrongly stated that they are allowed of quitting the TB treatment at any time. This fact becomes an important problem to be solved considering that tuberculosis Case Notification Rate in Indramayu from 1999 to 2001 was increased. In addition the cure rate for the last 3 years is still not optimal. This high rate proportions of the knowledge of the community that allowing self-stopping TB treatment will affect the regularity of treatment. Therefore, a study was conducted to analyze the secondary data obtained from BES 2001 in order to know factors related to the knowledge explaining the allowance of self quitting the treatment. This study uses cross sectional design with the sample of household members aged over 15 years or over from those elected by BES 2001. The samples, at least, should be 3.338 respondents in order to achieve confidence level 95%, significance level 5% (a=0,05), and power of the test 90%, for precision 0,0242. The research shows that the proportion of the knowledge of the community wrongly stated allowing to self-stopping tuberculosis treatment is 67%. Based on the six variables been studied, statistically, there were four variables significantly related i.e: the expose of media of communication (p=0,0000, OR=13,732, 95% CI: 10,142-18,592), the expose of health information by health staff (p=0,0000, OR=11,765, 95% CI: 8,220-16,840), education (p=0,0000, OR=2,952, 95% CI: 2,327-3,744), and job (p=0,0000, OR=1,416, 95% CI:1,180-1,700). From potential impact calculation, it is concluded that the expose of the media of communication contributing 88,28%. Based on the research result, it is recommended that the Health Department should improve the service on communication, information and education in order to make it access to the community and to intensify the expose of media of communication on tuberculosis problem. The following efforts include dissemination of information, on tuberculosis infection by using certain media like TV/radio/newspaper/ poster/banner/leaflet in order to cover the entire area including village and hamlet.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Suryamah
Abstrak :
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Di Kota Cimahi tahun 2013 kejadian diare merupakan peringkat ketiga (10,69%) setelah ISPA dan Nasofaringitis akut pada penderita rawat jalan golongan umur 0 hingga kurang dari 1 tahun. Jumlah penderita diare bayi usia kurang satu tahun pada tahun 2014 yang datang ke puskesmas di Kota Cimahi sebesar 19,53% dan balita 1-4 tahun sebesar 13,41%. Banyak faktor yang berperan penting terhadap kesakitan balita terutama kejadian diare diantaranya adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Beberapa cara pemberian ASI antara lain dengan cara memberikan langsung kepada bayinya dan memberikan secara tidak langsung melalui ASI Perah (ASIP). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan cara pemberian ASI terhadap kejadian diare pada bayi 6-11 bulan di puskesmas Kota Cimahi tahun 2015 sebelum dan setelah dikontrol terhadap variabel pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status sosial ekonomi, hygiene makanan dan minuman, jenis kelamin, usia bayi, makanan pendamping ASI, dan status gizi. Desain penelitian menggunakan studi kasus kontrol dimana kasus adalah bayi usia 6-11 bulan yang datang ke puskesmas dan di diagnosa sebagai kasus diare sementara kontrol diambil di puskesmas yang sama dan pada minggu yang sama serta tidak menderita diare atau bayi yang berkunjung untuk imunisasi. Perbandingan kasus kontrol yaitu 1:1 dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 154 untuk masing masing kelompok. Analisis multivariate menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara cara pemberian ASI perah dengan kejadian diare pada bayi (p=0.019). Cara pemberian ASI perah mempunyai efek proteksi/perlindungan 0.546 kali lebih kecil terhadap penyakit diare dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI langsung. Sementara pada cara pemberian bukan ASI/susu formula diketahui tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian diare (p=0.858). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara cara pemberian ASI dengan kejadian diare pada bayi setelah dikontrol variabel hygiene makanan minuman dengan p value sebesar 0.055 (95%CI 0.360-1.011) dan 0.875 (95%CI 0.360-1.011). Diharapkan agar Dinas Kesehatan dan puskesmas dapat meningkatkan upaya promosi kepada calon ibu dan ibu bayi terutama pada hygiene makanan minuman yang digunakan bayi termasuk didalamnya Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), peningkatan upaya promosi kesehatan mengenai makanan pendamping ASI, dan perlunya sosialisasi mengenai pemberian ASI perah pada bayi untuk mendukung gerakan pemberian ASI hingga usia dua tahun. ......Diarrhea disease is still a public health problem in developing countries such as Indonesia because of morbidity and mortality which is still high. On Cimahi City in 2013 the incidence of diarrhea was on third place (10.69%) after acute respiratory infection and acute nasopharyngitis on patients age group 0 to less than one year. Number of less-one-year infants with diarrhea disease who came to the public health center in Cimahi City was 19.53% and the number of 1-4 years old toddlers was 13.41% in 2014.. Many factors play an important role against children under five's illness especially diarrhea which among its are breastfeeding (breast milk). Some ways of breastfeeding are by giving directly to the baby or give it indirectly through expressed breast milk. The purpose of this study was to determine the relationship between the way of breastfeeding and the incidence of diarrhea in infants 6-11 months in public health centers Cimahi City in 2015 before and after controlling for variables maternal education, maternal occupation, socio economic status, hygiene of food and drink, sex, age infant, complementary feeding, and nutritional status. The study design using casecontrol study in which cases were infants aged 6-11 months who come to the public health center and was diagnosed as a case of diarrhea while control is taken at the same public health center and in the same week and do not suffer from diarrhea or infants who visit for immunizations. Case control comparative is 1: 1 with 154 chosen samples from each group. Multivariate analysis using logistic regression. The survey results revealed significant correlation between expressed breast milk with the incidence of diarrhea in infants (p = 0.019). The expressed breast milk has a protective effect 0.546 times less protection against diarrhea compared with infants fed breast milk directly. While the not breast milk/ formula milk is known that there are no significant relationship with the occurrence of diarrhea (p = 0.858). There was no significant relationship between how breastfeeding by the incidence of diarrhea in infants after the controlled variable hygiene of food and drinks with p value of 0.055 (95% CI 0.360-1.011) and 0.875 (95% CI 0.360-1.011). It is hoped that the department of health and public health centers can increase promotional efforts to expectant mothers and mothers of infants, especially on hygiene of food and drink for use by infants including handwashing, increased promotional efforts health on complementary feeding, and the need for socialization of giving expressed breast milk to the baby to support the movement of breastfeeding until the age of two years.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hayanti
Abstrak :
Analisis Data e-TB Manager Subdit Tuberkulosis - Kemenkes RI TB resistensi obat khususnya TB-XDR pada program pengendalian TB menjadi burden. Berbagai upaya pengendalian TB dilakukan untuk mencapai target global yaitu bebas TB, salah satunya melalui penurunan insiden gagal pengobatan. Penelitian untuk melihat gagal pengobatan TB-XDR belum dilakukan di Indonesia. Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gagal pengobatan pasien TB-XDR di Indonesia tahun 2009 - 2017 dengan menggunakan data sekunder dari aplikasi eTB manager di Subdit Tuberkulosis - Kementerian Kesehatan RI. Sebanyak 151 pasien TB- XDR di Indonesia dianalasis dengan cox regression terdapat 28 19 pasien TB-XDR yang sembuh, 2 1 pengobatan lengkap, 38 25 gagal pengobatan, 4 3 lost to follow up, 35 23 meninggal dunia dan 44 29 tidak dievaluasi. Dari penelitian ini diketahui bahwa pasien yang interupsi pengobatan le 60 hari berisiko 0,57 kali lebih kecil untuk terjadi gagal pengobatan HR 0,57; 95 CI -1,29 - 0,15 dan nilai p 0,12 sedangkan pada pasien yang interupsi >60 hari berisiko 0,11 kali lebih kecil untuk terjadi gagal pengobatan dibanding kelompok yang tidak interupsi HR 0,11; 95 CI -3,67- -0,69 dan nailai p 0,00 . Pasien yang memiliki kavitas paru berisiko 3,60 kali lebih besar untuk terjadi gagal pengobatan dibandingkan yang tidak memiliki kavitas paru HR 3,60; 95 CI 0,50 - 2,06 dan nilai p 0,00 . Program pengendalian TB-XDR di Indonesia diharapkan lebih memfokuskan intervensi pada interupsi pengobatan dan kavitas paru. ......TB drug resistance especially XDR TB on TB treatment program becomea burden. Many programs have been conducted to achieve global target, free ofTB, one of strategy is to decrease failed treatment. Study to prove failed treatmenton XDR TB never been conducted in Indonesia. Purpose of this study is todetermine the various factors associated with failure treatment on patients withXDR TB in Indonesia in 2009 ndash 2017 was conducted using secondary data fromthe e TB manager application in Sub Directorate Tuberculosis. Based on analysisby cox regression 151 patients with XDR TB in which 28 patients 19 cured, 2 1 complete treatment, 38 25 failed treatment, 4 3 lost to follow up, 35 23 died and 44 29 do not be evaluated. From this research it is known thatpatients who are interruption treatment le 60 days have a lower risk 0.57 timesmore likely to occur as treatment failure HR 0.57 95 CI 1.29 ndash 0.15 and pvalue 0.12 otherwise patients who are interruption treatment 60 days have alower risk 0.11 times more likely to occur as treatment failures compared to thegroup that is no interruption HR 0.11 95 CI 3.67 0.69 and p value 0.00 .Patients with lung cavities have 3.60 times greater risk for treatment failure thanthey who have no lung cavity HR 3.60 95 CI 0.50 2.06 and p value 0.00 .Treatment program XDR TB resistant in Indonesia is expected to be more focusedintervention to interruption treatment and lung cavity.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover