Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dwi Wicaksono
Abstrak :
Latar belakang: Operasi sesar merupakan salah satu tindakan yang paling sering dilakukan dibidang obstetrik bahkan hingga dalam satu rumah sakit. Angka kejadian infeksi daerah operasi sesar sangat bervariasi pada seluruh dunia berkisar pada 3-15%. Proses terjadinya IDO merupakan suatu proses multifaktorial yang meliputi mulai dari persiapan perioperatif, kondisi pasien, jenis operasi, jenis kuman dan lain-lain. Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien, pola kuman, dan faktor risiko kejadian infeksi daerah operasi (IDO) di RSCM tahun 2016-2018. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cohort retrospective. Subyek penelitian ini merupakan pasien yang menjalani operasi sesar di RSCM pada tahun 2016-2018 yang direkrut menggunakan metode consecutive sampling. Dari data yang didapatkan dilakukan analisis bivariat dan multivariat untuk menentukan faktor risiko terjadinya IDO pasca operasi sesar Hasil: Didapatkan sebanyak 2.052 kasus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Sebanyak 85 kasus infeksi daerah operasi (IDO) didapatkan dari 2.052 tindakan yang dilakukan (4,14%). Sebanyak 85 kelompok kasus IDO dan 1.967 kelompok kasus kontrol diikutsertakan dalam analisis faktor risiko. Kuman paling sering didapatkan pada kultur kasus infeksi daerah operasi pasca operasi sesar adalah Staphylococcus aureus (16,5%), Klebsiella pneumoniae (12,9%), Escherischia coli (9,4%), Enterococcus faecalis (9,4%), dan lainnya (21,2%). Variabel yang berpengaruh terhadap kejadian IDO pasca secar adalah gawat janin (p=0,002 ;AOR = 2,265 IK95 % 1,350-3,801) dan IMT ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR 1,824 IK95% 1,066-3,121). Kesimpulan: Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian IDO pasca SC adalah gawat janin (p=0,002 ;AOR = 2,265 IK95 % 1,350-3,801) dan IMT ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR 1,824 IK95% 1,066-3,121).
Background: Caesarean section is one of the most performed operations in the field of obstetrics and even in hospital. The incidence of infections in cesarean section varies greatly around the world at 3-15%. Surgical site infection is a multifactorial process that starts from the perioperative preparation, the patient, the type of surgery, the type of germ and other factors. Objective: To determine the characteristics of patients, bacterial patterns, and risk factors for the incidence of surgical site infection (SSI) in Cipto Mangunkusumo National General Hospital in 2016-2018. Method: This study was an observational study using a retrospective cohort method. The subject of this study were patients undergoing cesarean section in Cipto Mangunkusumo National General Hospital in 2016-2018 recruited using consecutive sampling method. Based on the data obtained, bivariate and multivariate analysis were conducted to determine the factors affecting after caesarean section SSI Result: A total of 2.052 subjects were included in the study. There were 85 cases of surgical site infection (SSI) out of 2.052 operations (4.14 %). A total of 85 SSI case groups and 1.967 control groups were included in the risk factor analysis. Bacteria most commonly found in surgical site infection culture were Staphylococcus aureus (16,5%), Klebsiella pneumoniae (12,9%), Escherischia coli (9,4%), Enterococcus faecalis (9,4%), and others (21,2%). Variable associated with SSI in this study is fetal distress (p=0,002 ;AOR = 2,265 CI 95 % 1,350-3,801) and BMI ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR 1,824 CI 95% 1,066-3,121). Conclusion: Factors influencing the incidence of SSI after SC was fetal distress (p=0,002 ;AOR = 2,265 CI 95 % 1,350-3,801) and BMI ≥30 kg/m2 (p=0,028; AOR 1,824 CI 95% 1,066-3,121).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Halmaher Amili
Abstrak :
Latar belakang: Kanker ovarium menyumbang 152.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun. Apendik merupakan organ intraperitoneal yang rentan terhadap metastasis oleh kanker epitel ovarium. Penentuan keterlibatan apendik merupakan salah satu penentu surgical staging. Surgical staging yang optimal merupakan sebuah kunci untuk tatalaksana setelah operasi serta memperoleh prognosis yang baik, serta peningkatan respon tatalaksana kemoterapi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat keterlibatan apendiks pada pasien-pasien dengan kanker epitel ovarium di RSCM yang menjalani pembedahan primer. Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kanker epitelial ovarium ke apendiks yang dilakukan pembedahan primer di RSCM Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan data rekam medis pasien kanker ovarium epitelial yang menjalani pembedahan primer dan apendiktomi pada bulan juli 2009-juli 2019 di RSCM Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi, dan dilakukan pengambilan data secara acak Hasil: Didapatkan 80 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 80 subjek penelitian, dengan rerata usia 48 tahun. Sebanyak 43 subjek (53,8%) sebagai stadium I, 7 subjek (8,8%) sebagai stadium II, 30 subjek (37,5%) stadium III, dan tidak terdapat stadium IV (0%). Dari 80 subjek yang menjalani apendiktomi, didapatkan 8 subjek (10%) anak sebar ke apendiks, 19 subjek (23,8 %) apendisitis kronis, 53 subjek (66,3%) tidak terdapat anak sebar. Dari 8 subjek yang terdapat anak sebar ke apendik dengan temuan histologi 4 musinosum, 2 serosum, 2 endometroid. Sebanyak enam dari delapan subjek terdiagnosis pada stadium klinis stadium III dan dua lainnya pada stadium klinis satu. Dua subjek yang terdiagnosis dari stadium klinis satu memiliki temuan histologi musinosum. Kesimpulan: Terdapat 10 persen pasien kanker epitelial ovarium yang dilakukan pembedahan primer di RSCM memiliki metastasis ke apendiks yang terbagi atas jenis musinosum, serosum, dan endometrioid. Oleh karena itu, apendektomi dapat dipertimbangkan dilakukan pada pembedahan baik stadium awal maupun stadium lanjut.
Background: Around 152,000 women were death every year because of ovarian cancer. Appendix is an intraperitoneal organ which prone to ovarian epithelial cancer metastasis. Appendix involvement is one of surgical staging scoring. Optimal surgical staging is one of key point to determine post operation treatment, accurate prognosis, and better chemotherapy response. This research was done to see appendix involvement from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Aim: To determine prevalence of metastasis to the appendix from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Method: This cross sectional study used ovarian epithelial cancer patient medical record which primary surgery and appendectomy were conducted on July 2009-July 2019 at RSCM. Inclusion and exclusion criteria were counted and consecutive random sampling were used. Result: Eighty subjects which were taken from inclusion and exclusion criteria has average age on 48 years old. Out of 80, 43 subjects (53.8%) were defined as stadium I patient, 7 subjects (8.8%) as stadium II, 30 subjects (37.5%) as stadium III, and none of them as stadium IV. Appendectomy were done and eight subjects (10%) has metastasis to the appendix. On the other hand, 19 subjects (23.8%) have chronic appendicitis and 53 subjects (66.3%) doesnt have metastasis to the appendix. From eight subjects which has appendix involvement, four were defined have mucinous histology, two serous, and two endometrioid. Six out of eight were diagnosed at clinical stadium III and two were diagnosed at stadium I. These two stadium I subjects has mucinous histology. Conclusion: There are 10 percent appendix metastases from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM which consist of mucinous, serous, and endometrioid histological types. Based on this research, appendectomy can be considered done on surgery whether in early or late stadium.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanarsi Yusuf
Abstrak :
Latar Belakang: Insiden infetilitas semakin meningkat setiap tahunnya. Salah satu usaha untuk menangani infertilitas adalah dengan melakukan Fertilisasi In Vitro (FIV), namun angka keberhasilan FIV saat ini khususnya di Indonesia masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya keberhasilan FIV adalah adanya aneuploidi, sehingga menurunkan kualitas dari embrio yang dihasilkan. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif untuk mengetahui hubungan antara berbagai faktor risiko dengan kejadian 3PN secara morfologi dan status kromosom. Data pasien yang mengikuti FIV di Klinik Yasmin RSCM diambil dari 1 Januari 2013 sampai 31 Desember 2016, kemudian sebanyak 33 blastokista diambil untuk dilakukan pengujian preimplantasi genetic testing for aneuploidi (PGT-A). Data kemudian dianalisis menggunakan SPSS. Hasil: Dari 1644 pasien yang melakukan FIV di Klinik Yasmin selama 4 tahun, diperoleh sebanyak 827 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dengan total 741 (89,6%) pasien dengan morfologi 2PN dan 86 (10,4%) pasien dengan morfologi 3PN. Nilai tengah usia maternal berturut-turut untuk 2PN dan 3PN, 36 (26-46) dan 35 (21-48). Sebanyak 55 subjek penelitian dengan usia > 35 tahun dengan morfologi 3PN (laju fertilisasi 56,1%) dan 31 dengan usia < 35 tahun (laju fertilisasi 56,5%). Didapatkan hubungan bermakna antara usia maternal dengan kejadian morfologi 3PN (p<0,05), sedangkan pada faktor pria, riwayat keguguran, riwayat gagal FIV, indikasi wanita dan indikasi pria tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Sebanyak 33 blastokista dengan morfologi 3PN dari 15 pasien diambil dan dilakukan pengujian dengan PGT-A menggunakan metode NGS. Didapatkan 11 (33,3%) blastokista dengan hasil euploid dan 22 (66,7%) dengan hasil aneuploidi (monosomi, trisomi, mozaik dan chaotic). Dilakukan anilisi data, didapatkan hubungan antara usia maternal dengan kejadian aneuploidi pada blastokista (p<0,05), namun untuk faktor yang lainnya tidak didapatkan hubungan bermakna. Kesimpulan: Usia maternal menjadi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian 3PN yang dilihat secara morfologi maupun dengan teknik PGT-A.
Background: The incidence of infertility is increasing every year. One effort to deal with infertility is by conducting In Vitro Fertilization (IVF). Somehow, the current success rate of IVF especially in Indonesia is still low. One of the causes of the low success of IVF is the presence of aneuploidy, which decreases the quality of the embryo produced. Methods: Design of this study was a retrospective cohort to determine the relationship between various risk factors with the incidence of 3PN morphologically and chromosomal status. Data on patients who took IVF at the Yasmin Clinic in RSCM were taken from January 1st, 2013 to December 31st, 2016. A total of 33 blastocysts were taken for preimplantation genetic testing for aneuploidy (PGT-A) testing. Data was analyzed using SPSS. Results: 1644 patients who conducted FIV at Yasmin Clinic for 4 years, 827 patients met the inclusion criteria, with a total of 741 (89.6%) patients with 2PN morphology and 86 (10.4%) patients with 3PN morphology. Median of maternal age for 2PN and 3PN, 36 (26-46) and 35 (21-48) respectively. As many as 55 subjects aged more than 35 years old with the morphology of 3PN (fertilization rate was 56.1%) and 31 with age under 35 years old (with fertilization rate was 56.5%). There was a significant relationship between maternal age and 3PN morphological events (p <0.05); whereas for male factors, history of miscarriage, history of failed IVF, female and male indications had no significant relationship found. 33 blastocysts with 3PN morphology from 15 patients were taken and tested with PGT-A using NGS method. There were 11 (33.3%) blastocysts with euploidy results and 22 (66.7%) with aneuploidy results (monosomy, trisomy, mosaic and chaotic). Data was analyzed, the relationship between maternal age and the incidence of aneuploidy in the blastocyst was found (p <0.05) but for other factors no significant relationship was found Conclusion: The maternal age is a risk factor associated with the incidence of 3PN which is seen with morphology and with the PGT-A technique.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erda Ayu Umami
Abstrak :

Latar Belakang: Prosedur transfer embrio merupakan salah satu langkah pada teknologi reproduksi berbantu, dapat dilakukan transfer embrio beku atau embrio segar. Kemanan teknologi ini masih menjadi perhatian. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruhnya terhadap luaran dalam hal ini tumbuh kembang anak.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan transfer embrio beku dibandingkan embrio segar terhadap tumbuh kembang anak usia 0-3 tahun.

Metode: Metode penelitian ini adalah analitik komparatif dengan desain penelitian cross sectional, membandingkan tumbuh kembang anak hasil FIV dengan transfer embrio beku dibandingakan embrio segar. Pertumbuhan menggunakan parameter berdasarkan WHO Child Growth Standards 2006 atau WHO Anthro 2006. Sedangkan perkembangan menggunakan Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP).

Hasil: Dari 2 kelompok subjek penelitian anak hasil FIV dengan transfer embrio beku (n=30) dibandingkan dengan embrio segar (n=30), tidak ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan. Nilai OR sebesar 0,64 (95% CI: 0,10-4,15) menunjukkan tidak ada perbedaan risiko gangguan gizi pada FIV dengan transfer embrio segar dibandingkan dengan embrio beku. Nilai OR sebesar 0,36 (0,06-2,01) menunjukkan tidak ada perbedaan risiko anak perawakan pendek pada FIV dengan transfer embrio segar dibandingkan dengan embrio beku. Anak FIV dengan transfer embrio beku memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami BBLR dibandingkan kelompok embrio segar dengan OR sebesar 0,17 (95% CI: 0,03-0,85). Semua anak, baik pada kelompok embrio segar dan embrio beku, memiliki lingkar kepala dan perkembangan yang normal.

Kesimpulan: Tidak ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan anak FIV hasil transfer embrio beku dibandingkan dengan embrio segar. Transfer embrio beku menurunkan risiko bayi lahir BBLR.


Background: Embryo transfer procedure is one step in assisted reproduction technology, it can be done frozen or fresh embryo transfer. This technological security is still a concern. So it is important to know the effect on outcomes in this case the growth and development of children.
Objective: This study aims to find out correlation of frozen embryo transfer versus fresh embryo on the growth and development of children aged 0-3 years.
Methods: This research method is comparative analytic with cross sectional research design, comparing the growth and development of children resulting from FIV with frozen embryo transfer compared to fresh embryo. For the growth, we use parameters based on the WHO Child Growth Standards 2006 or WHO Anthro 2006. While the development using KPSP (Pre-Screening Developmental Questionnaire).
Results: From the 2 groups of child research subjects frozen embryo transfer (n = 30) compared with fresh embryo (n = 30), there were no differences in growth and development. OR value of 0.64 (95% CI: 0.10-4.15) shows no difference in the risk of nutritional disorders in IVF with fresh embryo transfer compared with frozen embryo. OR value of 0.36 (0.06-2.01) indicates there is no difference in the risk of short stature in IVF with embrio segar transfer compared with frozen embryo. IVF children with frozen embryo transfer had a lower risk of developing low birth weight compared to the fresh embryo group with an OR of 0.17 (95% CI: 0.03-0.85). All children, both in the fresh and frozen embryos, have normal head circumference and development.
Conclusions: There was no difference in the growth and development of IVF children resulting from frozen embryo transfer compared with fresh embryo. The risk of low birth weight infants was lower in frozen embryo transfer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joan Meutia Sari
Abstrak :
Latar belakang: Setiap hari di Indonesia, diperkirakan terjadi kematian 38 ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Salah satu pilar strategi menurunkan angka kematian ibu adalah asuhan antenatal. Kualitas asuhan antenatal dipengaruhi oleh kelengkapan pengisian buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan kesesuaian jumlah kunjungan antenatal di setiap trimester kehamilan. Sebagian besar kasus rujukan ibu hamil di IGD RSCM datang dengan komplikasi berat yang seharusnya dapat terdeteksi dini pada saat asuhan antenatal. Tujuan: (1) Menentukan kualitas asuhan antenatal pada kasus rujukan ibu hamil di IGD RSCM yang memiliki buku KIA (2) Menentukan persepsi ibu hamil yang dirujuk ke IGD RSCM yang memiliki buku KIA dan tenaga kesehatan pemberi layanan kesehatan tentang asuhan antenatal Metode: Dilakukan studi kuantitatif dan kualitatif pada kasus rujukan ibu hamil di IGD RSCM yang memiliki buku KIA tahun 2017-2018. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan telaah kelengkapan pengisian buku KIA secara umum, halaman identitas keluarga (halaman viii), halaman catatan kesehatan ibu hamil menyambut persalinan (halaman 19), halaman catatan kesehatan ibu hamil yang diisi oleh petugas kesehatan (halaman 20-23) yang menggambarkan asuhan antenatal. Kelengkapan komponen asuhan antenatal di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) asal asuhan antenatal didapatkan dari survei ke fasyankes menggunakan daftar tilik. Pengambilan data kualitatif dilakukan dengan wawancara mengenai persepsi ibu hamil yang dirujuk ke IGD RSCM dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan asuhan antenatal di fasyankes asal asuhan antenatal Hasil: Terdapat 1442 kasus rujukan ibu hamil di IGD RSCM selama tahun 2017-2018, 57% di antaranya memiliki dan dapat menunjukkan buku KIA. Terdapat subjek dengan usia kehamilan remaja dibawah 20 tahun (9.1%) dan usia tidak ideal untuk hamil diatas 35 tahun (19.5%). Sebagian besar ibu hamil yang dirujuk cukup berpendidikan (74.3%), dirujuk oleh RS atau klinik (58%) dan mendapat asuhan antenatal di puskesmas (39%), dalam status persalinan inpartu (32%), dengan usia kehamilan trimester III (92%). Semua subjek (100%) dinyatakan tidak lengkap dalam kelengkapan pengisian seluruh halaman di buku KIA. Hampir dari setengah subjek mempunyai jumlah antenatal yang tidak ideal (46%). Kelengkapan komponen asuhan antenatal di fasyankes asal asuhan antenatal berkisar 90-100%. Secara kualitatif, didapatkan persepsi ibu hamil yang dirujuk ke IGD RSCM dan tenaga kesehatan pemberi asuhan antenatal masih kurang tepat Kesimpulan: Kualitas asuhan antenatal pada kasus rujukan ibu hamil di IGD RSCM berdasar rekam Buku KIA belum baik.
Background: Every day in Indonesia, an estimated number of 38 deaths of mother happen from complicated pregnancy and delivery. Antenatal care stands as one of the pillars sustaining the strategy to reducing maternal mortality. The quality of antenatal care is affected by completeness filling of KIA book and suitability of antenatal care frequency. Most of the referral case of pregnant woman in emergency room (ER) Cipto Mangunkusumo Hospital come with severe complications which should be detected early during antenatal care. Aim: (1) To determine the quality of antenatal care received by pregnant women. (2) To determine the perception of pregnant women and antenatal care providers regarding antenatal care. Method: A set of quantitative and qualitative study of cases of referred pregnant women in ER Cipto Mangunkusumo Hospital who had and could show KIAs book in year 2017-2018 was conducted. Quantitave data was obtained by assessing the completeness filling of KIA books generally, the family identitiy page (page viii) and mothers health record page (page 19, page 20-23) as they report the antenatal care received by the subjects. The completeness of antenatal care in health facility was obtained using checklist. Qualitative data was obtained by interviewing pregnant women referred to ER Cipto Mangunkusumo Hospital in year 2017-2018 and antenatal care providers in health facility. Result: There were 1442 cases of referred pregnant women in ER Cipto Mangunkusumo Hospital in year 2017-2018, 820 of them had and could show KIA books. Pregnancy in adolescence age below 20 (9.1%) and pregnancy after age 35 (19.5%) were existed. Most pregnant women are well educated (74.3%), referred from hospital or clinic (57.6%), had antenatal care in public health center (38.7%), were in labor (32%), and were in third trimester of pregnancy (92%). All subjects (100%) had their KIA books generally incompletely filled (100%). Almost half of subjects had unsuitable antenatal frequency(46%). The completeness of antenatal care components in health care is 90-100%. Qualitatively, the perception of mother and antenatal care providers is still improper. Conclusion: The quality of antenatal care in the case of referral pregnant women at the ER RSCM based on KIs book record is still not good
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Eka Prasetya
Abstrak :
Objektif : Untuk mengetahui asosiasi antara profil antropometri, dan lipid dengan kejadian resistensi insulin pada subjek SOPK. Latar belakang: Patofisiologi Hiperandrogen dan gangguan ovulasi pada SOPK adalah resistensi insulin (RI) dan kondisi hiperinsulinemia. kondisi tersebut dapat terjadi di ovarium dan kelenjar adrenal, kondisi ini dilaporkan terjadi pada 40%- 70% pada subjek SOPK, SOPK pengukuran golden standar dengan Hyperinsulinaemic euglycaemic clamp technique,tehnik untuk menilai sekresi dan resistensi insulin, namun tehnik tersebut kompleks serta membutuhkan kemampuan ahli dan kurang tepat untuk praktik klinis. Penilaian Pengukuran resistensi insulin pengganti dengan homeostatik model assessment insulin resistance (HOMA-IR), disini digunakan titik potong 2,69. Subjek SOPK sebagian besar memiliki profil antropometri yang abnormal lebih dari delapan puluh persen (> 80%), dan dengan kondisi dislipidemia (> 70%), peneliti ingin mengetahui asosiasi profil antropometri, lipid terhadap resistensi Insulin pada SOPK. Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari uji klinis DLBS 3233 yang selesai pada bulan juni 2019, analisis data tambahan dilakukan sejak Juli-Desember 2019. Tempat pelaksanaan pengambilan sampel penelitian ini adalah di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik Yasmin RSCM Kencana. Dilakukan analisis asosiasi antaraprofil antropometri dan profil lipid terhadap resistensi insulin. Hasil : Didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi insulin pada subjek SOPK, pada profil antropometri didapatkan variabel lingkar pinggang dan index masa tubuh berhubungan dengan kejadian resistensi insulin, pada metabolik didapatkan variabel GD2PP, insulin puasa, LDL, Tigliserida berhubungan dengan.Didapatkan bahwa variabel Trigliserida memiliki pengaruh kuat pada resistensi insulin, dengan confounding faktor variabel IMT. Kesimpulan : didapatkan profil antropometri IMT dan dan profil lipid Trigliserida berhubungan dengan kejadian resistensi insulin di RSCM berdasarkan gambaran profil pasien di RSCM.
Objective: To determine the association between anthropometric and lipid profiles with the incidence of insulin resistance among PCOS subjects. Background: Insulin resistance (IR) and hyperinsulinemia conditions is the key of pathophysiology and ovulation disorders in PCOS. These conditions can occur in the ovaries and adrenal glands, reported occur in 40%-70% among PCOS subjects, golden standard measurement IR with hyperinsulinaemic euglycaemic clamp technique, a technique to assess insulin secretion and resistance, but the technique is complex and requires expert ability and not appropriate for clinical practice. Assessment Measuring substitute insulin resistance with a homeostatic insulin resistance assessment model (HOMA-IR), we use cutoff point of 2.69. PCOS subjects mostly had an abnormal anthropometric profile (> 80%), and with dyslipidemia (>70%), researchers wanted to know the association of anthropometric profiles, lipids to Insulin resistance in PCOS Methodology: This study is a follow-up study of DLBS 3233 clinical trial completed in June 2019, additional data analysis was carried out since July-December 2019. The place for conducting the sample collection was at Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital and Yasmin Clinic RSCM Kencana. An association analysis was performed between anthropometric profiles and lipid profiles on insulin resistance. Result: Waist circumference and body mass index as antropometric factor associated with insulin resistanc, 2 hour fasting glucose, fasting insulin, LDL, triglycerida as lipid factor associated with insulin resistance in PCOS. It was found that the triglyceride had a strong influence on insulin resistance, and body mass index as confounding factor of insulin resistance in PCOS Conclusions : Triglyceride and body mass index related to the incidence of insulin resistance in RSCM based on the profile of patients in RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trisna Novika
Abstrak :
Latar belakang: Histeroskopi office merupakan sebuah alat penunjang diagnostik terbaru yang makin marak digunakan dalam praktik sehari-hari. Penggunaan alat ini memudahkan penegakkan diagnosis dan tatalaksana kasus perdarahan uterus abnormal. Namun, sering kali ditemukan perbedaan interpretasi temuan histeroskopi sehingga diperlukan keseragaman kriteria penilaian. Saat ini telah dikenal sebuah sistem skoring temuan histeroskopi yang dikenal sebagai skor hysteroscopy cancer (HYCA) untuk evaluasi patologi pada kasus perdarahan uterus abnormal, terutama kasus keganasan endometrium. Tujuan: (1) Mengetahui akurasi Skor HYCA sebagai metode skrining adanya kanker endometrium pada perdarahan uterus abnormal. (2) Mengetahui kesesuaian inter dan intraobserver dalam penilaian Skor HYCA pada evaluasi perdarahan uterus abnormal menggunakan histeroskopi office. Metode: Desain observasional cross sectional. Peneliti membandingkan skoring HYCA dengan hasil histopatologi untuk menilai keakuratan skor dalam skrining kasus karsinoma endometrium. Dilakukan uji kesesuaian intra dan inter observer dalam menentukan skor HYCA dari rekaman video histeroskopi. Hasil : Rekaman 87 video histeroskopi dengan 4 video dieksklusi karena tidak dapat dinilai. Penelitian ini tidak terdapat pasien false negative, 18 pasien false positive, dan sebelas kasus keganasan endometrium. Pasien dengan keganasan memiliki median usia 57 tahun sesuai usia pasca menopause. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu pasaien dengan keganasan dan bukan keganasan endometrium. Body mass index (BMI) pasien tidak berbeda secara bermakna pada kedua kelompok yaitu BMI 25 kg/m2 pada pasien keganasan endometrium dan IMT 24 kg/m2 pada kasus bukan keganasan. Nilai kesesuaian (Kappa) intraobserver A 0.824 dan observer B 0.837. Nilai kesesuaian interobserver 0.732. Sensitivitas 100%, spesifitas 75 %, akurasi 78.31% dan tingkat kesesuaian terhadap hasil patologi dengan nilai Kappa 0.44. Kesimpulan: Metode penapisan menggunakan skoring HYCA memiliki nilai sensitivitas yang tinggi. Angka spesifitas yang rendah ini menunjukkan skoring HYCA ini tidak dapat digunakan sebagai dasar diagnostik.
Background: Office hysteroscopy is one of the most frequent diagnostic tool used in diagnosing and treating women with abnormal uterine bleeding. Unfortunately, we often found interpretation findings variability that should be standardized. Therefore there is scoring system, known as HYCA score, to evaluate pathology findings in abnormal uterine bleeding, especially in endometrial malignancy. Aim: (1) To determine the accuracy of the HYCA score as a method of screening for endometrial cancer in abnormal uterine bleeding. (2) To determine the inter and intra-observer suitability in the HYCA Score assessment in the evaluation of continued abnormal bleeding using hysteroscopic office. Method: Observational cross sectional study. We compared the results of HYCA score to histopathological findings to assess the accuracy of HYCA scores for screening tool in endometrial carcinoma. Intra and inter-observer suitability tests carried out for HYCA score assessment from hysteroscopy video recordings. Result: There were 87 hysteroscopy video recordings from (bulan) to (bulan), 4 videos were excluded due to low quality videos. In this study, there weren't any patients assessed as false negative, 18 patients were assessed as false positive and 11 patients were having endometrial malignancy. Median age was 57 years old, corresponded to menopausal ages. Subjects than divided to malignant and non malignant cases. Body mass index wes not significantly different between two groups, 25 kg/m2 iand 24 kg/m2 respectively. The intraobserver (Kappa) suitability value for observer A was 0.824 and B was 0.837. The interobserver compatibility value is 0.732. Sensitivity was 100%, specificity was 75%, accuration value was 78.31% and level of conformity to histopathology with Kappa value was 0.44. Conclusion : High sensitivity finding showed HYCA score as a good screening tool rather than diagnostic tool showed by poor spesificity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Satya Pamungkas
Abstrak :
Latar Belakang: Kejadian preeklamsia dilaporkan berkisar 5-15% dari seluruh kehamilan dan terkait erat dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Preeklamsia merupakan penyakit dengan berbagai teori (disease of theory) yang menggambarkan ketidakpastian patofisiologi dan penyebabnya. Salah satu teori patogenesis preeklamsia adalah peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan ketidakseimbangan jumlah oksidan dan antioksidan dalam tubuh. Peningkatan radikal bebas pada preeklamsia diduga menyebabkan penurunan antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD) karena banyak antioksidan tersebut yang terpakai untuk menanggulangi radikal bebas. Mengingat pentingnya peranan SOD pada patogenesis preeklamsia, maka pemberian suplementasi SOD diduga dapat memberi manfaat pada preeklamsia maupun kehamilan normal. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SOD pada kehamilan normal dan preeklamsia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kenaikan kadar SOD pasca pemberian suplementasi SOD pada kehamilan normal dan preeklamsia. Metode Penelitian: Penelitian uji klinis ini dilakukan di RSCM, RSAB Harapan Kita, RSIA Bunda, dan RSIA Brawijaya pada bulan September hingga Desember 2019. Subjek penelitian berasal dari Ibu hamil normotensi dan Ibu hamil preeklamsia yang akan dilakukan tindakan operasi sesar berencana dalam waktu 2 minggu. Pada subjek di kelompok uji, akan diberikan suplementasi Glisodin 2 x 250 U selama 14 hari. Dilakukan pengukuran kadar SOD serum pra- dan pasca- suplementasi Glisodin, SOD plasenta, dan kadar Cu, Mn dan Zn serum. Data selanjutnya diolah dengan menggunakan uji statistik dengan paket SPSS versi 15. Analisis data berupa analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil Penelitian: Didapatkan 91 subjek penelitian yang terdiri dari 42 Ibu hamil normotensi dan 49 Ibu hamil dengan preeklamsia. Dari 25 subjek penelitian yang diberikan suplementasi Glisodin, 15 orang berasal dari kelompok Ibu hamil normotensi dan 10 orang berasal dari kelompok Ibu hamil preeklamsia. Kadar Zn pada kelompok preeklamsia didapatkan lebih rendah bermakna dibandingkan pada kelompok normotensi (45 (25,00-110,00) ug/dL vs 52,00 (36,00-88,00) ug/dL, p 0,025). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pra- dan pasca suplementasi pada kelompok normotensi dan preeklamsia. Tidak terdapat peningkatan bermakna kadar SOD pasca suplementasi , baik pada kelompok normotensi maupun preeklamsia (+1,08 ± 2,45, p 0,069 dan +0,12 ± 2,04, p 0,721). Satu-satunya perbedaan bermakna yang ditemukan adalah kadar SOD plasenta dimana didapatkan kadar SOD plasenta lebih rendah pada kelompok preklamsia dibandingkan normotensi (26,04 (10,49-91,16) U/mL vs 37,62 (13,58-105,40) U/mL, p<0,001). Kesimpulan: Kadar SOD plasenta pada kehamilan hipertensi atau preeklamsia lebih rendah dibandingkan dengan normotensi. Tidak ada peningkatan bermakna kadar SOD pasca-suplementasi dengan Glisodin pada kehamilan normotensi dan hipertensi atau preeklamsia.
Background: Preeclampsia incidence varies between 5-15% from all pregnancy and related to maternal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia is a disease of theory which describe uncertainty in its pathogenesis and pathophysiology. One of the preeclampsia pathogenesis theory is the increasing oxidative stress level. Oxidative stress is a condition caused by imbalance between oxidant and anti-oxidant inside the body. Increased free radicals level in preeclampsia causing further decreased in endogenous antioxidant level such as superoxide dismutase (SOD) because antioxidant were used to neutralize free radicals. Given the important role of SOD in the pathogenesis of preeclampsia, supplementation of SOD is thought to be beneficial, both in the normal pregnancy and preeclampsia. Objective: The aim of this study is to determine differences in SOD levels in normal pregnancy and preeclampsia. This study is also aims to determine the increase in SOD levels after SOD supplementation in normal pregnancy and preeclampsia. Methods: This clinical trial study was conducted at RSCM, RSAB Harapan Kita, RSIA Bunda, and RSIA Brawijaya in September to December 2019. The research subjects came from normotensive pregnant women and preeclampsia pregnant women who will undergo planned cesarean operations within 2 weeks. Subjects in the test group will be given Glisodin 2 x 250 U supplementation for 14 days. Serum SOD pre-and post-supplementation with Glisodin, placental SOD, and serum Cu, Mn and Zn levels were measured. Data were then processed using statistical tests with SPSS package version 15. Data analysis was in the form of univariate, bivariate and multivariate analyzes. Results: There were 91 research subjects consisting of 42 normotensive pregnant women and 49 pregnant women with preeclampsia. Of the 25 study subjects who were given Glisodin supplementation, 15 were from the group of normotensive pregnant women and 10 were from the group of preeclampsia. The level of Zn in the preeclampsia group was significantly lower than in the normotensive group (45 (25.00-110.00) ug/dL vs 52.00 (36.00-88.00) ug/dL, p 0.025). There were no significant differences in pre- and post-supplementation SOD levels in the normotensive and preeclampsia groups. There was no significant increase in SOD levels after supplementation, both in the normotensive and preeclampsia groups (+1.08 ± 2.45, p 0.069 and + 0.12 ± 2.04, p 0.721). The only significant difference found was placental SOD levels in which placenta SOD levels were lower in the preeclampsia group than normotensive (26.04 (10.49-91.16) U / mL vs 37.62 (13.58- 105.40 ) U / mL, p <0.001). Conclusions: Placental SOD levels in pregnancy with hypertension or preeclampsia are lower than normotensive. There was no significant increase in post-Glisodin supplementation SOD levels in normotensive and hypertensive or preeclampsia pregnancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitia Nugrahanto
Abstrak :
Latar Belakang: Kelahiran preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu lengkap. Secara global, kelahiran preterm menyebabkan morbiditas dan mortalitas bayi yang tinggi. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2010, Indonesia saat ini termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah kelahiran preterm terbanyak yaitu 15,5 per 100 kelahiran hidup. Berbagai faktor dihubungkan dengan penyebab terjadinya kelahiran preterm, termasuk salah satunya adanya defisiensi asam lemak tidak jenuh rantai panjang selama kehamilan. Tujuan: Mengetahui kadar asam lemak tidak jenuh rantai panjang (ALA, EPA, DHA, LA dan AA) pada ibu hamil dengan kelahiran preterm dan aterm. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji potong-lintang dengan subjek penelitian ibu hamil preterm dan aterm yang melakukan persalinan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta pada Juli hingga Desember 2019. Hasil: Diperoleh 60 subjek penelitian dengan 30 subjek pada masing-masing kelompok. Hasil dengan kategori rendah didapatkan pada kelompok preterm dengan median kadar ALA 47 μmol/L, AA 491 μmol/L dengan perbedaan yang bermakna dengan kelompok aterm (p=0,03 dan p=0,01). Indeks omega-3 pada masing-masing kelompok juga rendah yaitu 2,5% pada preterm dan 3% pada aterm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar ALA dan AA pada ibu yang mengalami kelahiran preterm dan aterm. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar EPA, DHA, LA, indeks omega-3, rasio omega-6/ omega-3, dan rasio AA/EPA pada ibu yang mengalami kelahiran preterm dan aterm.
Background: Approximately 15 million babies were born prematurely every year with one million of them dying from preterm birth complications. Indonesia was among the top 10 countries worldwide with the highest number of preterm births, which was 15.5 preterm births per 100 live births. In recent years, several studies have been investigating the role of nutrition in reducing the risk of preterm birth, one that seems promising is long-chain unsaturated fatty acids (LCPUFA). This study was conducted to determine LCPUFA status in pregnant women who undergo preterm and term births in Jakarta, Indonesia. Objective: To determine the levels of long-chain unsaturated fatty acids (ALA, EPA, DHA, LA dan AA) in pregnant women undergoing preterm and term birth. Method: A descriptive study was conducted on 30 pregnant women in each group who experienced preterm and term births at Cipto Mangunkusumo and Budi Kemuliaan Hospital Jakarta between July and December 2019. Maternal blood plasma was examined by measuring the concentration of alpha-linolenic acid (ALA), eicosapentaenoic acid (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), linoleic acid (LA), arachidonic acid (AA), omega-3 index, omega-6/ omega-3, and AA/ EPA ratio. Result: The median levels of ALA and AA were low in the preterm birth group with significant differences between the two groups (p= 0,03 and p= 0,01). The median total concentrations of ALA, EPA, DHA, LA, AA, omega-3 index, omega-6/ omega-3, and AA/EPA ratio in preterm birth group were as follows: 47 μmol/L, 18,5 μmol/L, 262 μmol/L, LA 3382 μmol/L, 491 μmol/L, 2,5%, 13 and 26,5. While in the term birth group were as follows 58,5 μmol/L, 19 μmol/L, 262 μmol/L, LA 3382 μmol/L, 491 μmol/L, 2,5%, 13 and 26,5. The median concentration of EPA and DHA on both groups were in a normal range. Most of the subjects had a low omega-3 index, 86,7% from total subjects in preterm and 66,7% in term group. Conclusion: There are significant differences between ALA and AA concentration in women who experienced preterm and term birth. There were no significant differences in levels of EPA, DHA, LA, omega-3 index, omega-6/ omega-3 ratio, and AA/EPA ratio between the two groups.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Tejo Pamungkas
Abstrak :
Latar belakang: Sindrom ovarium polikistik dapat memberi dampak yang besar terhadap kualitas hidup wanita. Adanya informasi yang cukup dapat mendukung perbaikan gaya hidup dan kemandirian pasien untuk menentukan tatalaksana terapi yang tepat .Akurasi dan presisi suatu informasi yang berasal dari internet masih sangat bervariasi. Diperlukan suatu data tentang kualitas informasi yang beredar di internet berbahasa Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran kualitas informasi tatalaksana SOPK berbahasa Indonesia berbasis internet. Metode: Dilakukan pencarian situs internet berbahasa Indonesia dengan kata kunci sindrom ovarium polikistik menggunakan 2 mesin pencari (Google dan Bing). Situs teratas pada hasil pencarian dilakukan penilaian dengan daftar tilikan penilaian yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil: Terdapat 69 situs yang menjadi subjek penelitian. Dalam hal akurasi konten dan kredibilitas, sebagian besar situs memiliki kualitas yang baik. Tidak terdapat perbedaan kualitas situs antara kedua mesin pencari. Situs yang tampil pada 2 halaman teratas memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan halaman-halaman berikutnya (p=0,02). Situs edukasi memiliki kualitas informasi yang lebih baik (p=0,05). Situs yang dibuat oleh organisasi yang bergerak di bidang kesehatan memiliki kualitas informasi yang lebih baik (p=0,04). Situs non komersial memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan situs komersial (p=0,01). Kesimpulan: Faktor yang mempengaruhi kualitas informasi kesehatan pada situs adalah ditampilkan pada 2 halaman pertama hasil pencarian, dibuat untuk tujuan edukasi, dibuat oleh organisasi kesehatan, dan bersifat non komersial.
Background: Polycystic ovarian syndrome has pronounced quality of life effect on women. Sufficien information contribute significant role in lifestyle improvement, as well as patient empowerment. However, data on health information quality in the internet is limited, especially in Bahasa Indonesia. Objectives: To investigate health information quality about PCOS on the internet in Bahasa Indonesia. Methods: Top website from two separate search engine (Google and Bing) was collected using keyword of sindrom ovarium polikistik (polycistic ovarian syndrome). Analysis of health information quality on those website was performed. Results: Sixty-nine website were included for analysis. Majority of those website have good infromation quality in terms of content accuracy and website credibility. There was no difference in quality between two search engine. Website were found at top two pages in each search engines have better quality than the latter pages (p=0.02). Educational website had better quality (p=0.05). Website made by healthcare organization had better quality (p=0.04). Non-commercial website had better information quality (p=0.01). Conclusion: Criteria affecting health information quality in the internet was as follows: found at top two pages on search engine; educational website; made by healthcare organization; and non-commercial purpose.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library