Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kholidah Hanum
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Para penerbang helikopter yang terpajan terhadap bising intensitas tinggi dalam jangka tertentu dan beberapa faktor lainnya meningkatkan risiko tuli akibat bising (TAB). TAB dapat menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan TAB. METODE: Desain penelitian adalah nested case-control. Data diekstrak dari rekam medik penerbang helikopter TNI AU yang melaksanakan indoktrinasi latihan aerfisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto Jakarta tahun 1980 sampai Maret 2004. Kasus ialah penerbang dengan gambaran audiogram terdapat takik pada intensitas 40 dB atau lebih pada frekuensi 4000 Hertz pada salah satu atau dua telinga. Seorang kasus dipadankan dengan dua orang kontrol (yang tidak menderita TAB sampai tahun 2004) menurut tahun kasus didiagnosis. HASIL: Rekam medik yang tersedia sebanyak 187. Kasus yang diperoleh sebanyak 32 orang, dan 64 orang kontrol. TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah. Subjek dengan total jam terbang 500 jam atau lebih mempunyai risiko TAB hampir 2,5 kali lipat (95% interval kepercayaan (CI) = 0,66-9,29; p=0,180). Jika dilihat dui masa kerja, subjek dengan masa kerja 11-24 tahun mempunyai risiko TAB sebesar 2,7 !tali Iipat (rasio odds suaian = 2,71; 95% CI = 0,90-8,10; p=0,075). Sedangkan subjek dengan prahipertensi dan hipertensi stage 1 mempunyai kecenderungan kenaikan moderat risiko TAB. KESIMPULAN: TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah.
Risk Factors Related To Noise Induced Hearing Loss Among Indonesian Air Force Helicopter PilotsBACKGROUND: Helicopter pilots exposed to high intensity noise for a given period and other risk factors had increased risk to be noise induced hearing loss (NIEL). Therefore, it is beneficial to study several risk factors related to NIHL. METHODS: This study was a nested case-control. Data was extracted from available medical records among helicopter pilots who performed aerophysiology training indoctrination (ILA) during 1980 through March 2004 at Lakespra Saryanto. Case was a subject who had audiogram with a notch at 40 dB or more and at 4000 Hertz on one site or bilateral ears. A case was matched by 2 controls free from NTHL up to 2004 by the year of respective case was diagnosed. RESULTS: There were 187 medical records available for this study. A number of 32 cases and 64 controls were identified. The final model reveals that NIHL was related to total duration of works, flight hours, and blood pressure. Those who had 500 hours or more than less 500 hours had moderate increased risk for 2.5 to be NIHL [95% confidence intervals (CI) 0.66-9.29; p=0.180]. Those who had total duration works 11-24 years had a moderate increased to be NIHL for 2.7 times (adjusted OR = 2.71; 95% CI=0.90-8.10; p=0.075). Furthermore, prehypertension and hypertension stage I subjects than normal blood pressure had moderate trend increased risk to be NIHL. CONCLUSION: Total flight hours for 500 hours or more, total duration works 11-24 years, or prehypertension and hypertension stage 1 increased risk for NIHL.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyaldi
Abstrak :
Gangguan pendengaran karena bising merupakan kehilangan pendengaran yang disebabkan karena terpajan bising dalam waktu yang lama. Pada pekerja yang menderita gangguan pendengaran karena bising mengalami kerusakan pada organ sensorineural telinga yang bersifat menetap. Gangguan pendengaran pada pekerja akibat bising yang dihasilkan oleh alat transportasi laut masih belum banyak diteliti terutama pada sektor informal seperti juru mudi perahu mesin tempel jurusan. Juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang Batam telah terpajan bising dalam waktu yang lama akibat mesin tempel yang mereka gunakan. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan studi potong lintang. Dari hasil penelitian dengan menggunakan audiometri didapatkan angka kejadian NIHL pada juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang 38,7% (29 orang) terdiri dari NIHL ringan 24 orang, NIHL sedang 5 orang. Proporsi Kejadian NIHL berdasarkan usia pekerja didapatkan kecenderungan meningkat pada usia yang lebih tinggi , pada usia >60 tahun 58,9%, usia ≤40 tahun 15,4%, 41-50 tahun 40%, dengan risiko kejadian NIHL pada usia >60 tahun 3,82 kali dibanding mereka yang berusia ≤40 tahun. Proporsi kejadian NIHL menurut masa kerja juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang juga didapatkan kecenderungan yang meningkat, pada masa kerja >20 tahun 46,2%, 16-20 tahun 27,3%, dan 11-15 tahun 16,7%, sedangkan pada masa kerja 0-5 tahun dan 6-10 tahun tidak ditemukan NIHL, dengan risiko kejadian NIHL pada juru mudi yang masa kerja >20 tahun 2,13 kali dibanding masa kerja <20 tahun. Kejadian NIHL menurut dose pajanan harian yang diterima juru mudi perahu mesin tempel terdapat kecenderung yang positif, NIHL pada pekerja yang menerima dosis pajanan bising > 100 persen 20 orang, ≤ 100 persen 9 orang. Dari hasil uji statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja, masa kerja, intensitas bising dan dosis pajanan yang diterima juru mudi perahu mesin tempel dengan kejadian NIHL.
Hearing loss due to noise is hearing loss due to noise exposure in a long time. To workers who suffer from hearing loss due to noise damage to the organ irreversible sensorineural ears. Hearing loss in workers due to noise generated by marine transportation is not widely studied, especially in the informal sector, such as outboard engine boat helmsman majors. Outboard engine boat helmsman Route Belakang Padang - Sekupang Batam has exposed to noise for a long time due to outboard engines they use. This study is an analytical study of the crosssectional study approach. From the research results obtained by use of an audiometric incidence of NIHL in outboard engine boat helmsman route Belakang Padang - Sekupang 38.7% (29 people) consisted of 24 mild NIHL, moderate NIHL were 5 people. The proportion of NIHL incidence by age workers found an increasing trend in higher age, at the age of> 60 years 58.9%, age ≤ 40 years 15.4%, 41-50 years 40%, with the risk of NIHL incidence at age> 60 years 3.82 times compared to those aged ≤ 40 years. NIHL incidence proportions according to the total work duration helmsman outboard engine boat Route Belakang Padang - Sekupang also found an upward trend, the total work duration > 20 years 46.2%, 27.3% 16-20 years, and 11-15 years 16,7%, while in the total work duration of 0-5 years and 6-10 years NIHL is not found, the risk of incidence of NIHL in the helmsman the total work duration> 20 years 2.13 times compared the total work duration <20 years. NIHL incidence according to the daily exposure dose received helmsman outboard engine boat there is a positive tendency, where the workers received doses of exposure to noise of more than 100 percent 20 people with NIHL, and the workers received doses of exposure ≤ 100 percent 9 people with NIHL. From the results of statistical tests, there was no significant relationship between worker age, total work duration, intensity and the daily noise exposure dose received helmsman outboard engine boat with NIHL occurrence.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Agustin
Abstrak :
Kehilangan pendengaran adalah penyebab kecacatan tertinggi keempat didunia. Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa 16% dari gangguan pendengaran yang dialami oleh orang dewasa diakibatkan dari pajanan kebisingan di tempat kerja.  Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi penurunan pendengaran, gambaran dan hubungan faktor-faktor risiko yang terkait dengan penurunan pendengaran pada pekerja factory dan warehouse PT XYZ. Penelitian ini mengadopsi desain cross-sectional dengan total populasi 421 karyawan, yang dikumpulkan melalui kuesioner, observasi dan tes audiometri. Hasil penelitian didapat prevalensi kejadian penurunan pendengaran pekerja di PT XYZ di area factory dan warehouse adalah 29 pekerja (6,9 %) dari total 421 responden. Gambaran faktor pekerjaan yaitu 25,4% responden dengan waktu kerja > 8 jam, 62% responden memiliki masa kerja ≥ 10 tahun, 47.0 % responden terpajan kebisingan melebihi dosis pajanan NAB >100%, 17,3% responden terpajan bising > 8 jam di PT XYZ. Gambaran faktor individu yaitu 39.7% responden usia ≥ 40 tahun, 64,4 % responden merokok, 25,4% responden terdiagnosa hipertensi, 5,5% responden memiliki diabetes, 76,2% responden hiperkolesterol, 1,9% responden termasuk dalam kategori penggunaan earphone kurang baik, 38,5% responden masuk dalam kategori kepatuhan penggunaan APT kurang baik. Kesimpulan bahwa usia, masa kerja, dan kepatuhan terhadap Alat Pelindung Telinga berkontribusi signifikan terhadap penurunan pendengaran pada tenaga kerja PT XYZ. Rekomendasi tes audiologi rutin, rotasi pekerjaan dari area bising tinggi, tindakan pengendalian kebisingan, program kesehatan yang menargetkan faktor gaya hidup seperti merokok dan kolesterol tinggi, dan peningkatan kepatuhan APT. Peneliti masa depan diharapkan untuk menyelidiki pajanan kebisingan sebelumnya, penggunaan obat ototoksik, dan tingkat kebisingan dan getaran tempat tinggal untuk lebih mengungkap faktor risiko NIHL.

 


Hearing loss is the fourth leading cause of disability worldwide. The World Health Organization reports that 16% of hearing loss in adults results from exposure to noise in the workplace. The main objective of this study was to determine the prevalence of hearing loss, description, and relationship of risk faktors associated with hearing loss among PT XYZ factory and warehouse workers. This study adopted a cross-sectional design with a population of 421 employees, who were collected through questionnaires, observation and audiometric tests. The results showed that the prevalence of hearing loss at PT XYZ in the factory and warehouse area was 29 workers (6.9%) out of a total of 421 respondents. An overview of work faktors, namely 25.4% of respondents with working time > 8 hours, 62% of respondents had a working period of ≥ 10 years, 47.0% of respondents exposed to noise exceeded the NAV exposure dose > 100%, 17.3% of respondents exposed to noise > 8 hours in PT XYZ. A description of other faktors, namely 39.7% of respondents aged ≥ 40 years, 64.4% of respondents smoked, 25.4% of respondents diagnosed with hypertension, 5.5% of respondents had diabetes, 76.2% of respondents had hypercholesterolemia, 1.9% of respondents included in the category of use of earphones is not good, 38.5% of respondents fall into the category of compliance with the use of APT is not good. The conclusion is that age, years of service, and compliance with ear protection devices contribute significantly to hearing loss among PT XYZ workers. Recommendations for routine audiology testing, job rotation from high noise areas, noise control measures, health programs targeting lifestyle faktors such as smoking and high cholesterol and increasing PPE compliance. Future researchers are expected to hide prior noise exposure, use of ototoxic drugs, and residential noise and vibration levels to better uncover risk faktors for NIHL.

 

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina
Abstrak :
Pajanan kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan termasuk penurunan pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pajanan kebisingan dengan penurunan pendengaran pada pekerja di area amonia 1A PT Pupuk Kujang, Cikampek, Tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional yang dilaksanakan pada area kerja amonia terhadap seluruh pekerja berjumlah 38 orang. Peneliti mengukur dosis pajanan pada lima area kerja amonia dan menyebarkan kuesioner. Melakukan review terhadap hasil medical check up tahun terakhir. Melakukan analisa bivariat terhadap fakktor perancu. Hasil studi menunjukkan faktor risiko yang berhubungan penurunan adalah dosis kebisingan (p-value 0,039,95% CI). Pajanan kebisingan berhubungan dengan penurunan pendengaran pada karyawan, yaitu dosis kebisingan. ...... Noised exposure can causes various kinds of health effect of human including hearing loss. The main objective of this research was to examine the relationship between noised exposure with hearing loss of amonia 1A area's worker on PT. Pupuk Kujang , Cikampek 2013. The research was conducted with cross-sectional study in amonia 1A area's 38 workers. Dose exposure measured in five amonia 1A areas. Thus, it had been done through distributing questionnaire and also reviewed upon the data of employee's last year medical check-up. Statistics calculation in bivariate analysis of confounding factors. The research show that the risk factor that statiscally relates to hearing loss is noised dose (p-value 0,039, 95%CI). Noised exposure relates to hearing loss of the employees, which is noise dose.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Sulistiyorini
Abstrak :
Pajanan bising merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran atau noise-induced hearing loss (NIHL). Pada bagian assembling PT Suzuki Indomobil Motor Plant Cakung 1 terdapat bahaya bising yang berasal dari mesin dan peralatan. Penelitian dilakukan secara cross-sectional atau potong lintang terhadap pajanan bising harian dan keluhan gangguan pendengaran dengan melihat faktor perancu berupa masa kerja, usia, pemakaian alat pelindung telinga (APT), perilaku merokok, dan hobi yang dimiliki pekerja (menembak mendengarkan musik atau radio dengan menggunakan headset atau headphone mengunjungi diskotik (dugem), dan menonton pertunjukkan konser musik rock) dengan cara mengukur pajanan dosis bising harian dan pengisian kuesioner. Berdasarkan analisis bivariat tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pajanan bising harian dengan keluhan gangguan pendengaran. Selain itu juga tidak ditemukan perbedaan bermakna pada variabel perancu dengan kejadian keluhan gangguan pendengaran yang ditunjukkan dengan nilai p-value <0.05.. Perlu dilaksanakan beberapa elemen dari program, HLPP (hearing loss prevention program) terutama pemeriksaan audiometri untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran. ...... Exposure to noise is one factor that affects hearing loss or noise - induced hearing loss ( NIHL ) . On the assembling 4W unit of PT Indomobil Suzuki Motor Plant Cakung 1 there is a hazard that noise coming from the engine and equipments. The study was conducted as a cross - sectional of the daily noise exposure and hearing loss complaints to see confounding factors such as length of service, age , use of ear protective devices (APT), smoking behavior, and worker -owned hobby (shooting listening to music or radio with a headset or headphones visiting discotheques (clubbing), and watch a rock concert performance) by measuring the daily noise exposure dose and questionnaires. Based on bivariate analysis found no significant difference between the daily noise exposure with hearing complaints. It also found no significant differences in the incidence of confounding variables with complaints of hearing loss as indicated by the value of p-value of <0.05. It should be implemented some elements of the program, HLPP (hearing loss prevention program) primarily audiometric examination for early detection of hearing loss.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmawaty
Abstrak :
Perkembangan berbicara yang baik merupakan petunjuk penting yang menentukan kemampuan anak itu kelak untuk belajar. Keterlambatan berbicara dapat merupakan gejala berbagai kelainan antara lain gangguan pendengaran. Deteksi dini gangguan pendengaran tidaklah mudah, terkadang orangtua baru menyadari bahwa anaknya tidak dapat mendengar pada saat si anak berusia dua tahun. Anak dengan gangguan pendengaran mengalami perkembangan kecerdasan yang tidak optimal sebagai akibat kurangnya informasi bunyi yang berguna dalam proses komunikasi dan proses belajar dengan lingkungan. Kemampuan intelegensi anak dengan gangguan pendengaran tidak selalu di bawah rata-rata sehingga perlu dilakukan upaya khusus untuk optimalisasi fungsi pendengaran dan perkembangan berbicara. Keberhasilan upaya ini dipengaruhi oleh penemuan kasus gangguan pendengaran pada tahap awal sehingga proses habilitasi dini dapat segera dilaksanakan. Gangguan pendengaran adalah jenis kelainan bawaan terbanyak. Di Amerika Serikat angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus adalah 1 sampai 3 kasus dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Pendengaran di 7 propinsi sejak tahun 1993-1996 disebutkan bahwa 0,1% penduduk menderita tuli sejak lahir. Semua anak dengan gangguan bicara hares menjalani tes pendengaran untuk membuktikan ada tidaknya gangguan pendengaran. Bila ternyata anak mengalami gangguan pendengaran, maka diperlukan intervensi dini berupa terapi bicara dan penggunaan alat bantu dengar, sehingga dengan dukungan keluarga dapat mengurangi atau menghapus perbedaan dalam kemampuan bicara anak tersebut dengan anak normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octarini Prasetyowati
Abstrak :
NIHL merupakan masalah kesehatan utama pada pekerja yang terpajan bising di industri manufakturing. Efek dari bising selain menimbulkan NIHL juga efek hiperkolesterolemia. Sudah ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan pengaruh bising terhadapa NIHL, namun penelitian pengaruh bising terhadap hiperkolesterolemia dan pengaruh hiperkolesterolemia dengan kejadian NIHL belum banyak diteliti lebih lanjut.Tujuan Untuk mengetahui hasil analisis pajanan bising terhadap kejadian NIHL dan hiperkolesterolemia pada pekerja produsen alat beratMetode Penelitian ini menggunakan studi cohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan berkala perusahaan PT.X selama 4 tahun berturut-turut dari tahun 2013 sampai 2016, dimana pemilihan sampelnya menggunakan kriteria matching indeks massa tubuh. Keluarannya adalah NIHL dan Hiperkolesterolemia, dengan variabel penelitian umur, masa kerja, merokok dan konsumsi alkohol. Variabel dianalisis menggunakan univariat, bivariat dan multivariat menggunakan SPSS 20.0. Hasil Penelitian ini menggunakan 34 sampel untuk kelompok yang terpajan bising dan 34 sampel untuk kelompok yang tidak terpajan bising. Prevalensi NIHL meningkat setiap tahunnya, mulai dari 19,1 ditahun 2014 kemudian meningkat menjadi 23,5 ditahun 2015 lalu pada tahun 2016 meningkat hampir 2 kali lipatnya yaitu 57,4. Prevalensi Hiperkolesterolemia di tahun 2014 sebesar 10,3, kemudian meningkat drastis di tahun 2015 menjadi 52,9, yang kemudian turun menjadi 41,2 pada tahun 2016. Hubungan antara pajanan bising dengan hiperkolesterolemia didapatkan nilai p=0,662, Crude RR 1,13, 95 IK 0,64-2,01, dari analisis multivariate didapatkan bahwa pekerja yang terpajan bising dengan kejadian NIHL didapatkan p=0,000, Adjusted RR 15,86 3,96-63,51 .Kesimpulan Pada responden yang terpajan bising, tidak terbukti mempengaruhi kejadian hiperkolesterolemia, sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa presponden yang terpajan bising memiliki risiko 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terpajan bising. ...... NIHL is a major health problem in workers exposed to noise in the manufacturing industry. Loud noise from work can cause NIHL and hypercholesterolemia. There have been many studies that show the influence of noise to NIHL, but the research on the impact of noise to hypercholesterolemia have not been studied further.Objective To determine the results of the analysis of noise exposure on the incidence of NIHL and hypercholesterolemia in heavy equipment manufacturersMethods This study used a retrospective cohort study using secondary data from the results of periodic medical check up PT.X company for 4 years in a row from 2013 to 2016, where its sample selection using the body mass index matching criteria. The output is NIHL and Hypercholesterolemia, with the variables are age, work time, smoking and alcohol consumption. The variables were analyzed using univariate, bivariate and multivariate analyzes using SPSS 20.0. Result This study using 34 samples for the group exposed to noise and 34 samples of unexposed noised. The prevalence of NIHL is increasing every year, ranging from 19.1 in the year 2014 and then increased to 23.5 by 2015 and then in 2016 increased nearly 2 times, and its 57.4. The prevalence of hypercholesterolemia in 2014 was 10.3, and then increased dramatically in 2015 to 52.9, which then fell to 41.2 in 2016. The respondents were exposed to noised, not showing the incidence of hypercholesterolemia with p value 0.662, Crude RR 1.136, 95 CI 0.641 to 2.01, while the results of multivariate analysis showed that presponden exposed to noise the p value is 0,000, Adjusted RR 15,86 and 95 CI 3,96 63,51.Conclusion The respondents were exposed to noised, not showing the incidence of hypercholesterolemia, while the results of multivariate analysis showed that presponden exposed to noise had a risk 15 times higher compared to unexposed noised.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dwi Restuti
Jakarta: UI Publishing, 2024
617.8 RAT i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harpini Endang Sardewi
Abstrak :
Ruang lingkup dan Metodologi Perusahaan "P" melakukan program konservasi pendengaran sejak 1981. Untuk mengetahui efektifitas program tersebut telah dilakulan pengkajian mengenai permasalahan ketulian akibat bising dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada petugas kamar mesin kapal, sehingga dapat dilakukan usaha perbaikan. Telah dilakukan suatu studi intervensi yang terdiri dari 3 tahap: - Pengumpulan data dasar, dilakukan dengan mengukur inlensitas bising pada sebuah kapal tanker , melakukan survei pada pekerja kamar mesin kapal yang berkunjung ke poliklinik jalan Deli bulan Oktober 1998, dan wawancara dengan pihak manajemen, untuk mengetahui program konservasi pendengaran yang sudah dijalankan - Intervensi dilakukan pada pihak manajemen - Evaluasi setelah 3 bulan Hasil: Intensitas bising melampaui NAB diperkenankan (85 dBA selama 8 jam kerja) ditemukan pada kamar mesin saat berjalan dan generator tanker "P 1023" sewaktu bergerak maupun diam, yaitu 86-110 dB. Hasil penelitian pada 30 orang pekerja km mesin yang mengunjungi poliklinik jalan Deli perusahaan bulan September 1998, didapat prevalensi Tali Akibat Bising (TAB) 66,6%. Faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah usia pertama kali bekerja di km. mesin kapal dan sikap terhadap bising dan gunanya ear muff/plug dengan TAB. (p 0.04) Hasil intervensi pada manajemen setelah 3 bulan: telah dilakukan pemeriksaan berkala audiometri pekerja mesin kapal, menyediakan alat pelindung telinga, mutasi pekerja dengan TAB. ...... Efforts To Improve The Hearing Conservation Program To Prevent Noise Induced Hearing Loss Among Tanker's Engine Room Workers Of "P" Company , Jakarta 1998Scope & Methodology Hearing Conservation Program has been implemented in "P" company since 1981. To study the effectiveness of the program a study on NULL problem and related factors among the company's engine workers. An intervention study consisting of 3 phases was conducted, to increase the effectvvness of the program. - Data base collection, by measuring noise intensity in a tanker's engine room, a survey was conducted an engine's room workers, who were visiting the Deli's policlinic during September 1998, interview to the management to learn about the current hearing conservation program. - Intervention on the management - Evaluation after 3 months The results showed: The noise intensity was above TLV (85 dB A during 8 working hours) either during sailing or when harboured, and the range of noise intensity within the machine room was 86 - 11O dB. The human study on 30 respondents (a total sample), who were visiting Deli's policlinic owned by the company on September 1998, showed that the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) was 66,6%. Factors found related to NIHL were age when first entering engine room job, attitude towards noise and the use of PPD (personal protective devices). Evaluation after 3 months intervention showed that, management of hearing conservation program, has become more effective, e.g. routine audiometer's examination, ear protective devices are available, rotation among NIHL employees.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risdawati
Abstrak :
Tuli mendadak merupakan kedaruratan dibidang audiologi yang perlu penatalaksanaan segera. Konsensus terapi tuli mendadak tahun 2010 di Madrid-Spanyol dan systematic review yang dilakukan Cochrane tahun 2009 menetapkan steroid sebagai terapi utama. Pasien yang mengalami kesembuhan memperlihatkan peningkatan nilai emisi otoakustik selama terapi. Perbaikan emisi terjadi lebih awal dibandingkan perbaikan ambang dengar. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil terapi metil prednisolon dosis terbaru pada tuli mendadak dengan pemeriksaan DPOAE dan audiometri nada murni dengan desain pre-eksperimental bersifat analitik pre-post terapi. Pemeriksaan audiometri nada murni dan DPOAE dilakukan sebelum dan sesudah terapi hari ke-15 pada 22 subjek penelitian. Pada penelitian ini didapatkan perubahan bermakna nilai audiometri di semua frekuensi yang diteliti, perubahan bermakna nilai DPOAE di frekuensi 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz dan hubungan bermakna perubahan SNR pada DPOAE dengan tingkat perubahan ambang dengar pada frekuensi 8000 Hz dan 10000 Hz. Penelitian ini mendapatkan perubahan yang bermakna nilai audiometri nada murni sebelum dan sesudah terapi pada semua frekuensi yang diteliti dengan menggunakan dosis terbaru metil prednisolon. Oleh karena itu dosis ini dapat diaplikasikan untuk terapi tuli mendadak.
Sudden deafness is an emergency case in audiology that need immediate treatment. Consensus 2010 in Madrid-Spain and Cochrane systematic review in 2009, stated steroid as drugs of choice in sudden deafness therapy. Patient that has been recovered from sudden deafness has increasing otoacoustic emission during treatment. The emission improvement begins earlier than the improvement of the hearing level. The aim of research is to evaluate new dose of methylprednisolon therapy in sudden deafness by using DPOAE and pure tone audiometry with pre-experimental analytical design pre-post treatment. Pure tone audiometry and DPOAE evaluation before therapy and day 15th after therapy on 22 subjects. This reseach found that there are changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies, there is also changes in DPOAE for 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz frequencies and a significant difference between changes in DPOAE with changes in hearing threshold level for 8000 Hz and 10000 Hz. This research found changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies by using new dose of methylprednisolone. There fore, this new dose could be applied for sudden deafness therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>