Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kindangen, Henry Yoseph
Abstrak :
ABSTRAK
Keberadaan lembaga penahanan sering juga disebut sebagai salah satu upaya paksa dalam proses penegakan hukum pidana sering dianggap sebagai sebuah ”a necessary evil” atau hal yang menyakitkan namun tetap diperlukan dan tidak dapat dihindari. Upaya untuk membatasi agar penahanan benar-benar digunakan sebagai sebuah upaya terakhir (last resort) pada dasarnya tidak cukup dengan sebatas mengatur secara ketat mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya penahanan, melainkan harus diimbangi dengan sebuah mekanisme pengawasan yang efektif untuk menjamin bahwa berbagai syarat-syarat tersebut dipatuhi oleh aparat penegak hukum dalam menerapkan kewenangannya. Peran pengadilan menjadi sangat penting untuk menjamin bahwa kepentingan dan kebutuhan untuk melakukan penahanan dipertimbangkan secara obyektif dan bukan semata-mata bersandar pada aspek subyektifitas dari instansi yang melakukan penahanan tersebut. Permasalahan menjadi menarik mengingat dengan dianutnya prinsip diferensiasi fungsional dalam KUHAP, maka masing-masing lembaga penegak hukum berwenang untuk melakukan penahanan sesuai dengan tingkatan pemeriksaannya masing-masing. Namun demikian, terlepas dari pemisahan secara tegas berbagai fungsi tersebut, KUHAP juga mengatur sebuah mekanisme lain yang dapat difungsikan sebagai bentuk pengawasan terhadap penggunaan penahanan pra persidangan, yaitu melalui mekanisme perpanjangan penahanan. Tesis ini akan berupaya untuk mengupas mengenai keberadaan lembaga perpanjangan penahanan sebagai pengawasan terhadap penahanan pra persidangan, termasuk kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam aturan mengenai perpanjangan penahanan dalam KUHAP seta bentuk pengawasan terhadap penahanan pra persidangan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang saat ini sedang dibahas di parlemen.
ABSTRACT
The existence of the detention as an effort in the process of criminal law enforcement is often regarded as a "a necessary evil", which is painful yet necessary and unavoidable. Efforts to limit the use of pre trial detention as the last resort is not enough basically by strictly regulate the conditions of detention, but must be balanced with an effective monitoring mechanism to ensure that the terms and conditions is observed by law enforcement officers in applying its authority. Role of the courts is essential to ensure that the interests and needs to make an arrest and detention to be considered objectively and not solely rely on the subjectivity aspect of the agency making the arrest. Issues have become particularly attractive given the espoused principles of functional differentiation in KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia), the respective law enforcement agencies are authorized to issue detention order in accordance to each level. Nevertheless, in spite of the strict separation of these functions, the Criminal Procedure Code also regulates a mechanism that may be used as a form of control over the use of pre-trial detention, the detention extension mechanism. This thesis will attempt to strip the existence of an extension detention mechanism as supervision of pretrial detention, including the weaknesses of extension detention mechanism according to KUHAP (The Book of Criminal Procedure Code of Indonesia) and also about the form of supervision of pretrial detention according to Criminal Procedure Code Draft which is currently being discussed in the House.
2013
T35479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Viktor T.
Abstrak :
Tesis ini tentang proses pembantaran tersangka pengguna narkoba di Poires Metro Jakarta Pusat. Pembantaran di sini adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka, karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan / rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter, sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.

Indonesia bukan lagi Sebagai ternpat transit dalam perdagangan narkoba, tetapi sudah menjadi tempat pemasaran bahkan telah menjadi tempat produksi ilegal narkoba. Berdasarkan data jumlah kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang terlaporkan terus rneningkat dari tahun ketahun. Sehingga, Pimpinan Polri telah menargetkan terhadap penanganan kasus narkoba yang dibebankan kepada setiap Polsek sebanyak 5 (lima) kasus dalam sebulan dan Satuan Narkoba Polres sebanyak 10 (sepuluh) kasus setiap bulannya, menjadi dasar untuk selalu konsisten dalam penanggulangan narkoba apalagi ada penekanan bahwa narkoba adalah kasus yang diprioritaskan penanganannya. Untuk memenuhi harapan masyarakat, maka Polda Metro Jaya mengeiuarkan kebijakan kembali berupa keputusan intern Polda Metro Jaya melalui Surat Telegram yang dikeluarkan oleh Kapolda Metro Jaya No. 168 tahun 2002 tentang petunjuk menangani tersangka pengguna narkoba. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengguna narkoba yang sifatnya baru pemula dan berstatus pelajar atau mahasiwa Serta memenuni syarat yang telah ditentukan dapat dilakukan pembantaran dalam rangka rehabilitasi terhadap dirinya.

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba seperti faktor keluarga, faktor individu, faktor dunia kerja dan faktor X atau faktor Iainnya. Dari hasil penelitian yang saya Iakukan, terdapat suatu kepastian bahwa seseorang menggunakan narkoba disebabkan oleh adanya permasalahan dalam hidupnya. Ketika ada permasaiahan tersebutlah, pengaruh dari Iuar untuk menggunakan narkoba menjadi lebih mudah untuk mempengaruhinya.

Dalam proses pengungkapan narkoba, dapat dipastikan bahwa kasus tersebut hasil dari penyelidikan kepolisian. Dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa poiisi dalam mengungkap kasus narkoba selalu menggunakan cepu (istilah Kepolisian untuk informan).

Prosedur pembantaran telah diatur dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya yang menyatakan bahwa sebelum dilaksanakan pembantaran, maka terlebih dahulu berkoordinasi dengan Tim penyalahgunaan narkoba sesuai "dengan Sprint Kapolda Metro Jaya. Dalam aturan atau prosedur pembantaran, dijelaskan bahwa pengamatan penyidik, dokter dan dari psikologi kepoiisian adaiah yang utama daIam menentukan seseorang merupakan pemakai pemula atau tidak. Tetapi dari hasil penelitian saya menunjukkan bahwa walaupun pengamatan-pengamatan tersebut, menunjukkan bahwa seseorang pengguna pemula, tanpa ada keputusan dari pimpinan yaitu Kapolres atau Tim, maka pembantaran tidak bisa dilaksanakan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Wardiani
Abstrak :
Permenkumham No.217/2011 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kemenkumham dan kebijakan turunan Dirjenpas No.PAS.32.PK.01.07.01/2016 Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Rutan-Lapas merupakan kebijakan utama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di UPT Rutan-Lapas yang merupakan tempat Tahanan dan Narapidana menjalani proses hukum. Rutan-Lapas di Indonesia memiliki jumlah penghuni yang melebihi kapasitas/overcrowded sampai 109%, wilayah Banten mencapai 211% sehingga termasuk dalam populasi rentan dan kunci dalam penyebaran penyakit. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan model Van Metter Van Horn (1975). Kesimpulannya kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas wilayah Banten belum dilakukan secara komprehensif dilihat dari variabel yang mempengaruhi impementasi Van Metter Van Horn (1975) ditemukan kendala-kendala dalam mendukung proses kinerja implementasi kebijakan yaitu: (1) pelayanan promotif dan rehabilitatif belum sesuai standar, (2) Pemanfaatan sumber daya anggaran belum maksimal, SDM kesehatan belum merata, fasilitas sarana prasarana pelayanan kesehatan belum lengkap dan dengan kondisi rusak, (3) Komunikasi dan koordinasi belum memiliki kontrol, (4) karakter dan sikap pelaksana yang belum memiliki penilaian baku. (5) ekonomi, sosial, dan politik memerlukan komitmen lintas kementerian yang perlu dipenuhi, (6) kecenderungan dan disposisi belum ada penguatan dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Hal tersebut harus dipenuhi agar implementasi kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas dapat dilakukan secara maksimal. ......Guideline Permenkumham No.217/2011 for Health Services within the Ministry of Law and Human Rights and derivative policy from Dirjenpas Number PAS.32.PK.01.07.01/2016 concerning Basic Service Standards for Health Care in Prisons Prison and Detention Center which is a place where them in violation of the law. Prisons condition in Indonesia has an overcrowded population up to 109%, Banten area it reaches 211%, so in the vulnerable and key population easily spread of disease. This study used qualitative descriptive research method from Van Metter Van Horn's (1975) model theory. The conclusion is health service policies in UPT Rutan-Prisons in Banten region haven’t been carried out comprehensively, judging from the variables that affect the implementation of Van Metter Van Horn (1975), obstacles were found to supporting the process of policy implementation, there are: (1) Promotive and rehabilitative services aren’t like standard, (2) Utilization of budget resources haven’t been maximized, health human resources aren’t distributed well, health service infrastructure facilities are incomplete and in damaged condition, (3) Communication and coordination haven’t control yet, (4) character and attitude of implementers don’t have a standard assessment, (5) Economic, social, and political require cross-ministerial commitments, and tendency, (6) disposition haven’t been strengthened and monitored by continuous evaluation. These are must be fulfilled so the implementation of health service policies in Prison and Detention Center Banten Region can be running optimally.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1984
S21633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andit Koeskamdani P.
1986
S21654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifan Alamsyah Ramly
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah penahanan diatur dalam pasal 20 sampai 31 KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana). Diantara pasal-pasal tersebut, pada pasal 29 (1) KUHAP inilah yang menimbulkan masalah. Dikatakan menimbulkan masalah karena beberapa Hakim pada Pengadilan Tinggi mengajukan permohonan perpanjangan masa penahanan kepada Mahkamah Agung terhadap terdakwa yang sedang di proses pemeriksaan dan akan habis masa penahanannya, dan Mahkamah Agung menolak permohonan perpanjangan masa penahanan ini dengan berdasarkan pada pasal 29 KUHAP juga.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
Abstrak :
Penahanan merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang membatasi kebebasan bergerak seseorang. Pemberlakuan KUHAP menetapkan secara limitatif wewenang penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan untuk menghindarkan tersangka atau terdakwa dari pembatasan hak asasi tanpa dasar. Penahanan mempunyai arti penting karena dapat mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Penahanan bukanlah pemidanaan karena seseorang yang berstatus tahanan belum tentu bersalah. Hal ini didasarkan pada asas praduga tidak bersalah yang terdapat dalam KUHAP. Tersangka atau terdakwa wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. Pengaturan penangguhan penahanan dalam Pasal 31 KUHAP sesuai dengan asas praduga tidak bersalah dan hak asasi manusia untuk hidup bebas. Penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan penangguhan penahanan setelah menerima tanggung jawab atas tersangka. Berdasarkan Pasal 31 KUHAP penuntut umum dapat memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan berdasarkan syarat yang ditentukan. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara rinci dan jelas mengenai alasan dan jaminan dalam pemberian penangguhan penahanan. Pada praktiknya penuntut umum memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif. Hal ini kurang memberikan kepastian hukum dan tidak ada pembatasan yang obyektif untuk menilai tindakan penuntut umum dalam memberikan penangguhan penahanan.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Faustine Jonathan
Abstrak :
Pengaturan mengenai syarat-syarat upaya paksa penahanan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia belumlah memadai. Kurang memadainya pengaturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan upaya paksa penahanan dalam penegakan hukum sehari-hari. Ketidakpastian hukum tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana agar di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, diatur lebih jelas mengenai upaya paksa, khususnya penahanan.
The regulations for conditions of validity of forceful measures in Indonesian legislation is not regulated clearly and well enough yet. The lack of regulations leads to legal uncertainity in the implementation of detention in law enforcement daily activities. The legal uncertainity has the potential to cause harm to society. Research methods used in this research is juridist normatives. The result of this research suggest that revision of the Law Number 8 of 1981 on Criminal Procedure and Police Chief Regulatory Number 14 of 2012 on Management of Criminal Investigation in order in both laws, shall be clear about the forceful measures, especially detention.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soesilo
Bogor : Politeia, 1977
363.2 SOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Febriandina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22634
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>