Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hade Rachmat Daniel
"Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur, maka pemerintah membuat berbagai macam kebijakan yang salah satunya yaitu mengoptimalkan sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Melalui Kebijakan Sinergi BUMN tersebut, Pemerintah telah memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada BUMN di berbagai sektor salah satunya adalah sektor pengadaan. Dalam melakukan proses pengadaan barang dan jasa, BUMN harus memperhatikan prinsip dasar pengadaan barang dan jasa dari perspektif Hukum Persaingan Usaha yaitu transparansi, non diskriminasi, dan efisiensi. Namun kebijakan pemerintah mengenai Sinergi BUMN dapat bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena memberikan peluang terjadinya Penunjukan Langsung kepada anak perusahaannya untuk melakukan proyek pengadaan barang dan jasa.

To compliance needs of infrastructure, the government make various policies, one of them is optimizing synergy of State Owned Enterprise (SOE).Through this synergy, the government have given authorities to SOE in various sectors, one of them is in procurement sector .In procurement sector, SOE must obey some fundamental principles of procurement, more importanly from the perspective of a business competition law; such as transparency, non discrimination, and efficiency. But on the contrary, synergy of SOE can be contradictive to the principles of fair competition; Law No. 5 years 1999 concerning Prohibition of Practice Monopoly and Unfair Business Competition, because by law SOE can give the probability of direct appointment to its subsidiaries to did a project procurement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54779
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovial Mecca Alwis
"Ketersediaan infrastruktur termasuk sarana jalan tol, merupakan kebutuhan masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah dalam memenuhinya. Namun kemampuan Jana pemerintah menjadi salah satu kendala yang utama, karena dana yang dibutuhkan dalam penyediaan infrastruktur sangat besar sedangkan masih banyak pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya. Upaya pemerintah untuk mengajak pecan serta swasta dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur merupakan alternatif solusi atas permasalahan tersebut. Pada kenyataannya, minat swasta untuk ikut serta dalam proyek pembangunan infrastruktur turut dipengaruhi oleh keberadaan perangkat hukum yang memadai, karena hukum berperan dalam memberikan kepastian atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban setiap pihak yang terlibat dalam proyek-proyek dimaksud. Pada proyek-pmyek pembangunan infrastnuktur jalan tol, skema project financing merupakan skema pembiayaan yang menjadi pilihan karena karakteristik-karakteristik skema pembiayaan tersebut cocok dengan karakteristik proyek seperti mengenai skala besarnya pendanaan, jangka waktu pengembalian dana, sampai dengan keberadaan proyek sebagai jaminan. Selain itu, dengan karakteristiknya tersebut, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan hukum untuk memilih skema pembiayaan project financing dalam proyek pembangunan jalan tol. Skema pembiayaan project financing dalam proyek pembangunan jalan tol melibatkan sejumlah pihak seperti kreditur, debitur, sponsor/penjamin dan pihak-pihak lainnya. Melalui konstruksi hukum diantara pihak-pihak tersebut, akan tergambar mengenai hubungan hukum diantara para pihak, sekaligus mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara satu pihak dengan pihak-pihak lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Griya Firamita
"Jaminan Pemerintah untuk infrastruktur ketenagalistrikan dengan skema penugasan diberikan dalam rangka mendukung PT PLN (Persero) memperoleh pembiayaan dari perbankan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan. Dalam PMK 135/2019, jaminan Pemerintah dapat diberikan atas pemenuhan kewajiban PT PLN (Persero) kepada bank berdasarkan perjanjian pinjaman maupun perjanjian pembiayaan syariah. Pemenuhan jaminan atas kewajiban PT PLN (Persero) tersebut berasal dari dana yang dialokasikan dalam APBN. Seiring dengan adanya ketentuan jaminan Pemerintah terhadap pembiayaan syariah tersebut, perlu dilakukan kajian mengenai bentuk dan sifat jaminan Pemerintah terhadap kewajiban PT PLN (Persero) berdasarkan pembiayaan syariah tersebut. Berdasarkan Fatwa DSN 74/2009, jaminan syariah untuk pembiayaan dengan skema bagi hasil hanya dapat diberikan untuk pokok pembiayaan saja. Selain itu, pembiayaan syariah dengan skema bagi hasil yang berunsur keadilan dimana nasabah dan bank sama-sama menanggung risiko sesuai porsi modal dalam kerja sama dan mendapat keuntungan sesuai kesepakatan. Untuk itu, dikaji mengenai jaminan Pemerintah terhadap pembiayaan syariah tersebut dapat memberikan dampak bagi efisiensi keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan kepustakaan, dokumen hukum dan wawancara. Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa jaminan Pemerintah yang diberikan untuk pembiayaan syariah belum mengikuti jaminan sesuai dengan prinsip syariah, melainkan menggunakan penanggungan berdasarkan Pasal 1820 KUHPerdata. Apabila menggunakan jaminan berprinsip syariah, maka dapat memberikan potensi lebih baik bagi efisiensi keuangan negara. Hal ini karena cakupan yang dijamin hanya pokok pembiayaannya saja dan tidak termasuk biaya lain ataupun hasil keuntungan yang harus dikembalikan kepada bank. Pemerintah perlu melakukan kajian lebih lanjut dalam mengembangkan skema jaminan syariah untuk jaminan Pemerintah.

Government guarantees for electricity infrastructure with an assignment scheme are given in order to support PT PLN (Persero) in obtaining financing from banks to build electricity infrastructure. In PMK 135/2019, Government guarantees can be provided for the fulfillment of PT PLN (Persero) obligations to banks based on loan agreements or sharia financing agreements. The fulfillment of the guarantee for the obligations of PT PLN (Persero) comes from the funds allocated in the APBN. In line with the provisions of the Government guarantee against sharia financing, it is necessary to study the form and nature of the Government guarantee against the obligations of PT PLN (Persero) based on the sharia financing. Based on the DSN Fatwa 74/2009, sharia guarantees for financing with a profit-sharing scheme can only be given for the principal of the financing. In addition, sharia financing with a profit-sharing scheme with an element of justice in which the customer and the bank share the risk according to the share of capital in the cooperation and get the profit according to the agreement. So that, the guarantee with sharia principle for the electricity infrastructure development will have an impact on the efficiency of state finances. The research method used in this thesis is normative research with a qualitative approach and uses library materials, legal documents and interviews. From the results of the study, it was concluded that the government guarantees provided for sharia financing did not follow the guarantees in accordance with sharia principles, but used guarantees based on Article 1820 of the Civil Code. If using a guarantee with sharia principles, there is possibility the guarantee will provide better potential for the efficiency of state finances. This is because the guaranteed coverage is only the principal of the financing and does not include other costs or profits that must be returned to the bank. The government needs to conduct further studies in developing a sharia guarantee scheme for government guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhityo Adyahardiyanto
"Laporan International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa sekitar 33% dari total emisi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia berasal dari kegiatan di sektor energi. Jumlah yang signifikan ini membuat Indonesia menjadi negara kontributor GRK global terbesar ke-6 (enam) di dunia. Berkaitan dengan fakta tersebut, pemerintah Indonesia sejatinya telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK dalam Paris Agreement, sebagaimana diratifikasi sebagai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention Climate Change. Sebagai salah satu upaya tersebut, Pemerintah Indonesia melakukan penyusunan kebijakan percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan bermotor dan membangun sistem Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) secara bertahap. Secara lebih lanjut, hal ini diejawantahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (Perpres 55/2019). Dalam pendekatan umum, KLBB memang dapat mengatasi permasalahan emisi GRK dari kendaraan BBM. Namun jika dilihat lebih dekat, sejatinya kerangka kebijakan terkait infrastruktur untuk KLBB ini dapat menciptakan katastrofi selanjutnya dalam pengelolaan SDA, energi, serta keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Sebab, energi yang diperoleh SPKLU tersebut diperoleh dari sumber-sumber energi tidak terbarukan. Atas hal tersebut, penulis kembali mempertanyakan komitmen pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi GRK guna menciptakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan kelestarian lingkungan, khususnya ketahanan iklim, sebagaimana dijanjikan dalam UU 16/2016 terkait target penurunan emisi GRK. Penulis menggunakan penelitian yuridis-normatif dimana penulis melihat kesesuaian antara kebijakan SPKLU dengan berbagai bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Selain itu, utamanya penulis akan mengaitkan kebijakan tersebut dengan prinsip-prinsip kebijakan pengelolaan energi di Indonesia. Dari penelitian ini, Pemerintah Indonesia demikian perlu untuk mengevaluasi kembali penerapan kebijakan infrastruktur SPKLU di Indonesia. Hal ini tidak lain guna mendorong kesuksesan pencapaian target penurunan emisi GRK di Indonesia.

The International Energy Agency (IEA) report indicates that approximately 33% of Indonesia's total Greenhouse Gas (GHG) emissions come from activities in the energy sector. This significant amount makes Indonesia the 6th largest global contributor to GHG emissions. In light of these facts, the Indonesian government has committed to reducing GHG emissions as part of the Paris Agreement, ratified under Law Number 16 of 2016 concerning the Ratification of the Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change. As part of these efforts, the Indonesian government has formulated policies to accelerate the use of electric power for motor vehicles and gradually establish Public Electric Vehicle Charging Stations (SPKLU). This commitment is further articulated in Presidential Regulation Number 55 of 2019 on the Acceleration of Battery Electric Vehicle (BEV) Programs for Road Transportation (Presidential Regulation 55/2019). While electric vehicles can address the issue of GHG emissions from conventional fuel vehicles in a general sense, a closer examination reveals that the policy framework regarding the infrastructure for Battery Electric Vehicles (BEVs) could potentially lead to further catastrophes in the management of natural resources, energy, and environmental sustainability in Indonesia. This is because the energy obtained from these charging stations comes from non-renewable sources. In light of this, the author questions the Indonesian government's commitment to achieving GHG emission reduction targets for sustainable development, particularly in terms of climate resilience, as promised in Law 16/2016 regarding GHG emission reduction targets. The author employs a juridical-normative research approach, examining the compatibility of the SPKLU policy with various primary, secondary, and tertiary legal sources. Based on this research, it is imperative for the Indonesian government to reevaluate the implementation of SPKLU infrastructure policies in Indonesia. This is essential to ensure the success of achieving GHG emission reduction targets in the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library