Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Pataprilia
Abstrak :
Sistem Pemasyarakatan berasumsi bahwa WBP bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktuwaktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan WBP berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan WBP agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Di samping itu, sistem pemasyarakatan juga berasumsi bahwa pada hakekatnya perbuatan melanggar hukum oleh WBP adalah cerminan adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya perbuatan melanggar hukum bertumpu dan diakibatkan oleh "kegagalan" yang bersangkutan dengan ketiga aspek tersebut. Aspek hidup diartikan sebagai hubungan manusia dengan penciptaNya. Aspek kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia. Sedangkan aspek penghidupan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya (yang dimanifestasikan sebagai hubungan manusia dengan pekerjaannya). Oleh sebab itu, tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara WBP dengan masyarakatnya (Sujatno, 2003). Untuk mencapai tujuan dimaksud, sistem pemasyarakatan mengenal adanya dua jenis program pembinaan dan pembimbingan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar WBP menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan ketrampilan agar WBP dapat kembali berperan aktif sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab (Sujatno, 2004). Pembinaan kepribadian meliputi : a. Pembinaan kesadaran beragama. b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. c. Pembinaan kemampuan intelektual. d. Pembinaan kesadaran hukum e. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program: a. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri. b. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil. c. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing. d. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian. Namun, beberapa program pembinaan tadi belum terlaksana/berjalan sesuai dengan tujuan pemasyarakatan karena berbagai faktor. Dalam pelaksanaannya, banyak narapidana yang belum tersentuh program pembinaan tersebut dan andaikan tersentuh pembinaan kepribadian seperti pembinaan rohani sifatnya massal seperti ceramah yang kurang efektif. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang terdapat pada program kepribadian. Menurut penulis, di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) perlu adanya program pembinaan kepribadian yang bersifat individual karena mengingat latar belakang dan permasalahan yang dihadapi oleh para narapidana tersebut tidaklah sama. Salah satu program yang dapat dijadikan program pembinaan kepribadian adalah Program Self Control. Menurut Shapiro (dalam Franken, 2003)), pengendalian diri (self control) penting untuk kesehatan fisik dan mental. Kehilangan kendali dihubungkan dengan timbulnya berbagai gangguan, seperti stress, depresi, kecemasan, mengkonsumsi obat-obatan sampai kecanduan obat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Kuntari Putri
Abstrak :
Proses regulasi diri diduga merupakan mekanisme yang mendasari Penggunaan Smartphone Bermasalah/PSB terutama di kalangan usia emerging adults. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa komponen perilaku dari sistem regulasi diri, yaitu kontrol diri, dapat menjadi prediktor negatif yang signifikan untuk PSB. Namun, terdapat penelitian-penelitian lainnya yang tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kontrol diri dan PSB. Penelitian ini menduga bahwa pemahaman mengenai proses regulasi diri dalam PSB perlu memperhitungkan interaksi komponen perilaku dan komponen kognitif dari sistem regulasi diri. Partisipan, yang terdiri dari emerging adults yang aktif menggunakan smartphone (N=130), mengisi pengukuran kontrol diri (Brief Self Control Scale), penggunaan smartphone bermasalah/PSB (Smartphone Addiction Scale-Short Version), serta mengerjakan tugas kognitif Stroop sebagai pengukuran kontrol inhibisi. Hasil analisis moderasi PROCESS Model 1 menunjukkan bahwa kontrol inhibisi memoderasi hubungan antara kontrol diri dan PSB secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa peran kontrol diri dalam mengurangi kecenderungan perilaku PSB dapat diperkuat dengan peningkatan performa kontrol inhibisi. Diskusi terkait hasil penelitian ini akan menekankan interaksi kontrol diri dan kontrol inhibisi sebagai sistem regulasi diri dalam mendukung perilaku penggunaan smartphone yang lebih sehat. ......The process of self-regulation has been proposed to be the underlying mechanism of Problematic Smartphone Use (PSU), particularly among emerging adults. Previous studies have demonstrated that self-control, a crucial behavioral component of the self-regulatory system, can significantly predict PSU. However, conflicting findings have been reported, with some studies failing to establish a significant relationship between self-control and PSU. This study proposes that a comprehensive understanding of the self-regulatory process in PSU should consider the interplay between the behavioral and the cognitive component of the self-regulatory system. A sample of 130 Indonesian emerging adults, who actively use smartphones, completed measures of self-control (Brief Self-Control Scale), problematic smartphone use (Smartphone Addiction Scale-Short Version), and performed the Stroop task as an inhibitory control measure. The results of the moderation analysis using PROCESS Model 1 revealed that inhibitory control significantly moderated the relationship between self-control and PSB. The result suggests that enhancing inhibitory control performance can strengthen the role of self-control in reducing individuals’ tendency towards PSU. The discussion of the current study's findings will underscore the interaction between self-control and inhibitory control as a self-regulatory system that supports healthier smartphone usage behaviors.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nela Regar Ursia
Abstrak :
Prokrastinasi telah lama dianggap sebagai perwujudan dari rendahnya self-control. Kemunculan teori motivasi temporal (TMT) sebagai suatu kerangka teoretis untuk menjelaskan prokrastinasi juga mendukung peran self-control dalam memunculkan perilaku prokrastinasi. Penelitian ini ingin menguji kesesuaian TMT dalam menjelaskan pola hubungan antara self-control dan prokrastinasi, baik secara umum maupun dalam pengerjaan skripsi. Subjek penelitian adalah 157 mahasiswa psikologi yang sedang mengerjakan skripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-control memiliki korelasi negatif dengan prokrastinasi umum (r=-0,663) dan skripsi (r=-0,504). Peran elemen-elemen TMT sebagai mediator menjadi terbukti ketika korelasi negatif tersebut melemah secara signifikan setelah dilakukan pengendalian terhadap ketiga elemen TMT. Sekalipun demikian, pelemahan yang lebih besar justru ditemukan ketika self-control yang dijadikan sebagai variabel mediator. Dugaan penyebab dan implikasi temuan terhadap kesesuaian TMT didiskusikan dalam badan tulisan.

Procrastination has long been regarded as reflection of low self-control. The emergence of temporal motivation theory (TMT) as a theoretical framework to explain procrastination also supports the role of self-control in bringing forth procrastination. This study aimed to test the suitability of TMT in explaining correlational pattern of self-control and procrastination, both in general and in thesis completion. Subjects were 157 psychology students working on their thesis. The results show that self-control has a negative correlation with general procrastination (r = -0.663) and thesis (r=-0.504). The role of TMT’s elements as mediators has been proven when the negative correlations weakened significantly after controlling for TMT elements. Nevertheless, a greater attenuation was actually found when self-control was used as the mediator variable. Alleged causes and implications of the findings are discussed.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Ikhsan Fahdiat
2002
S3170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freisty Yuwika
Abstrak :
Tingginya tingkat property theft (dikenal dengan nama korupsi) )yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan di Indonesia mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah, sayangnya, masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara conscietiousness, kontrol diri, dan sikap terhadap property theft dengan kohesi sosial sebagai moderator. Penelitian dilakukan terhadap 258 pegawai di sebuah institusi pemerintahan Indonesia dengan metode survey menggunakan kuesioner. Pengukuran sikap terhadap property theft menggunakan cara baru berupa skenario. Hasil analisis moderated multiple-regresi menujukkan bahwa conscientiousness dan kontrol diri memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap property theft (βcons = -.196, p<0,05), (βkontrol = -.241, p<0,01), Selain itu, kohesi sosial secara signifikan memoderasi hubungan antara kontrol diri dan sikap terhadap property theft (βkohesi x kontrol = -.148, p>0.01). ...... The high level of property theft (known as corruption) committed by government employees in Indonesia resulted in losses up to trillions of rupiah, unfortunately, there is very little research conducted in Indonesia in relation to this topic. This study aimed to examine whether there is a relationship between conscietiousness, self-control, and attitude toward property theft with social cohesion as moderator. The data was gather from 258 public employees of Indonesia‘s government institution with a survey method using a questionnaire. Measurement attitude towards property theft using a new way in the form of scenarios. Results of moderated multiple-regression analysis showed that conscientiousness and self-control have a negative relationship with attitude toward property theft (βcons = -.196, p<0,05), (βcontrol = -.241, p<0,01). In addition, social cohesion is significantly moderated the relationship between self-control and attitudes towards property theft (βcohession x control = -.148, p>0.01)
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T42933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Radityaputra
Abstrak :
Latar Belakang Bekerja dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti burnout. Burnout layak mendapat perhatian khusus karena dampaknya cukup signifikan terhadap kehidupan pekerja. Penelitian ( dalam Schabracq, Winnubst, & Cooper, 2003) telah menunjukkan bahwa orang yang mengalami burnout akan terlihat sedih dan memperlihatkan mood yang depresif, merasa tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan, keluhan - keluhan psikosomatis, bolos kerja, keluar dari pekerjaan, performa kerja yang menurun, dan kehilangan motivasi intrinsik seperti gairah, antusiasme, minat, dan idealisme. Wawancara yang pernah peneliti lakukan terhadap seorang staf pada lembaga penelitian X, menyatakan bahwa kemungkinan burnout yang dialami oleh beberapa karyawan dan peneliti yang bekerja disana. Beberapa keluhan dari karyawan menunjukkan indikasi burnout seperti kelelahan dan sikap negatif terhadap pekerjaan khususnya terhadap atasan. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi burnout adalah mengembangkan keterampilan coping dan mengembangkan metode relaksasi (Maslach & Goldberg, 1998). Pengembangan keterampilan coping dan metode relaksasi dapat diwujudkan dengan pendekatan modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku dapat digunakan untuk pengembangan coping terhadap stresor (Moller, Milinski, & Slater; Taylor dalam Martin & Pear, 2007). Salah metode modifikasi perilaku adalah program self-control (Martin & Pear, 2007). Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi-eksperimental dengan tipe one groupprettest ? posttest design (Kerlinger & Lee, 2000) yang dilakukan pada 2 orang karyawan lembaga penelitian X. Intervensi dengan program self-control dilakukan selama 8 hari sebanyak 4 sesi pertemuan. Hasil Kedua partisipan mengalami penurunan skor burnout, khususnya penurunan pada dimensi exhaustion, diketahui dari perbaikan skor Maslach Burnout Inventory - General Survey. Kesimpulan Program Self-Control dapat membantu menurunkan burnout pada 2 orang peneliti lembaga penelitian X. Teknik self-control yang dianggap membantu adalah self-recording dan mastery criteria.
Background Working can cause negative effect on people, such as burnout. Burnout deserves special attention because of its significant effect to the worker's life. Researches (Schabracq, Winnubst, & Cooper, 2003) have shown that people who experienced burnout will look sad, feel helpless, powerless, show depressive mood, psychosomatic symptoms, absenteeism, decreasing work perfomance, and loss of intrinsic motiovation such as passion, enthusiasm, interest, and idealism. Researcher has taken an interview with one worker in X research institution, the worker stated that there are possibilities that some workers dan researchers in the institution are experiencing burnout. Some of the workers? complaints are exhaustion and negative attitude towards the job especially the supervisors. There are several strategies that can be used to decrease burnout, such as developing coping skills and a relaxed lifestyle (Maslach & Goldberg, 1998). Developing coping skills and a relaxed lifestyle can be done through behavior modification. Behavior modification can be used to develop the ability to cope with stressor (Moller, Milinski, & Slater; Taylor in Martin & Pear, 2007). One method of behavior modification is self-control program (Martin & Pear, 2007). Method This research use quasi-experimental method with one group pretestpostest design (Kerlinger & Lee, 2000) which is done to two X research institution workers. The self-control program range eight days with four sessions. Result The two participants experienced a decrease in burnout, especially in the exhaustion dimension. This result is known through change of score in Maslach Burnout Inventory - General Survey. Conclusion Self-Control Program is useful to decreased burnout in two X research institution researchers. The techniques that are considered useful are selfrecording and mastery criteria.
2012
T31194
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carmelia Susanti
2001
S3056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Razi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esteria Guretty
Abstrak :
Remaja merupakan transisi perkembangan dari anak-anak menuju ke fase dewasa. Ketidakmatangan remaja seringkali menjebak mereka dalam kasus-kasus yang merugikan dirinya seperti seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan dan lain sebagainya. Kontrol diri merupakan kemampuan untuk menahan impuls untuk menghindari perilaku beresiko dan memperoleh kesenangan jangka panjang. Salah satu hal yang menentukan kontrol diri seseorang adalah keterlibatan ayah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada remaja. Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan menggunakan Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk domain afektif dan Father Involvement Scale (FIS) untuk domain perilaku (Finley & Schwartz, 2004), sedangkan kontrol diri menggunakan Kontrol Diri Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 170 orang remaja berusia 12-20 tahun di Jakarta, Depok, dan Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada domain afektif, sedangkan pada domain perilaku tidak ditemukan hubungan yang signifikan. ...... Adolescence development is the stage from children to adult. Adolescent immaturity often made them trapped in cases that adverse themselves, such as free sex, drug use, violence, and etc. Self-control is the ability to resist impulses of risky behaviors and gain long-term pleasure. One important thing that determines a person's self-control is father involvement. This study was conducted to examine the relationship between father involvement and self-control in adolescents. Measurements performed using Nurturant Fathering Scale (NFS) for the affective domain and the Father Involvement Scale (FIS) for the behavior domain (Finley & Schwartz, 2004). To measure self-control, this study used Self-Control Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). The sample participated in this research were 170 adolescents aged 12-20 years old in Jakarta, Depok, and Bekasi. The results showed a significant correlation between father involvement and self-control in the affective domain, while the behavior domain had no significant relationship.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezfandhanny Fritan`S Bermawi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pemaknaan dan kebijaksanaan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 96 (MUsia = 22.32, SDUsia = 2.658) dan diperoleh dengan metode sampling nonprobability-convenience sampling. Partisipan menyeleasikan kuesioner berisi alat ukur wisdom (3DWS; Ardelt, 2003) dan alat ukur construal level (LPAQ; Vallacher & Wegner, 1989). Hasil analisis yang didapatkan membuktikan bahwa kebijaksanaan tidak memiliki korelasi signifikan dengan construal level. Keterbatasan dan saran untuk penelitian selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada bagian diskusi laporan ini.
ABSTRACT
The aim of this research is to examine relationship between construal level and wisdom. The participant of this research were acquired by using nonprobability sampling method ? convenience sampling (N= 96, MAge = 22.32, SDAge = 2.658). Participant complete the wisdom questionnaire (3DWS; Ardelt, 2003) and construal level questionnaire (LPAQ; Vallacher & Wegner, 1989). Main finding of this research shows that there is no significant correlation between construal level and wisdom. Limitation and future research will be dicussed more in this report.
2016
S63074
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>