Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
The Ciguatera Fish Poisoning (CFP) causing microorganisms were observed at the reef flat of Panjaliran Barat Islands and Pramuka Islands District,Seribu Island national Park,North Jakarta , Indonesia....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The research was aimed to understand the composition and dominancy of aquatic microalgae,and to know the potential toxicity of Cyanobacteria occuring in three lakes of Jakarta-Bogor area....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endar Widiah Ningrum
Abstrak :
Mikroplastik dan merkuri dapat menyebabkan efek toksik pada biota perairan, dan berpotensi terpapar pada manusia. Teri anchovy (Stolephorus sp.) yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan komoditas ikan yang berlimpah di laut Indonesia, mudah dijumpai, ekonomis, dan bernutrisi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis konsentrasi mikroplastik, 2) menganalisis konsentrasi merkuri dari mikroplastik yang ditemukan pada teri anchovy (Stolephorus sp.), dan 3) memberikan rekomendasi porsi teri anchovy yang aman dikonsumsi. Saluran pencernaan teri anchovy diisolasi dan didestruksi dengan campuran 1M NaOH 20mL dan 0,5% Sodium laureth sulfate (SLS) 10mL, kemudian sampel disimpan di suhu ruang. Sampel kemudian dikuantifikasi kandungan mikroplastiknya dengan mikroskop, diuji tipe polimernya dengan Fourier- transform infrared spectroscopy (FTIR), dan diuji kandungan merkurinya dengan Atomic Absorption Spechtophotometer (AAS) unflame cold vapor method. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan referensi. Partikel mikroplastik dan pencemar merkuri ditemukan pada teri anchovy dari kota-kota pesisir Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan mikroplastik ditemukan merata di seluruh lokasi (Sig.0,545). Rata-rata partikel mikroplastik yang ditemukan adalah 224 ± 2,97 par/idv. Tipe polimer yang ditemukan adalah LDPE, HDPE, PP, PS, PET, dan poliamida/nilon. Bentuk dan ukuran secara signifikan mempengaruhi banyaknya partikel mikroplastik yang ditemukan pada teri anchovy (Sig.<0,01). Mikrofiber (217 ± 8,89 par/idv) dan mikrobead (43 ± 12,7 par/idv) ditemukan paling banyak pada teri anchovy dari Krui, Lampung. Mikrofilm (481 ± 16,07 par/idv), dan mikrofragmen (134 ± 15,53 par/idv) ditemukan paling banyak dari teri mamuju. Ukuran mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah 50-500 μm (Sig.0,036). Rata-rata partikel mikroplastik berukuran 50-500 μm pada teri anchovy dari zona tangkap Samudra Hindia Timur (225 ± 4,81 par/idv) lebih banyak dibandingkan dengan Pasifik Tengah Barat (115 ± 2,92 par/idv), namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Sig.0,617). Adapun mikrofiber pada teri anchovy dari Samudra Hindia Timur (33 ± 5,76 par/idv), dan Pasifik Tengah Barat (33±5,80 par/idv) memiliki rata-rata jumlah yang sama (Sig.0,944). Hubungan antara panjang total teri anchovy dengan banyaknya partikel mikroplastik yang ditemukan adalah Y = -45,803 + 2,683X. Timbulan sampah bersama dengan lokasinya dapat digunakan untuk memprediksi 11,6% keberadaan mikroplastik berukuran 50-500 μm. Teri anchovy yang berasal dari kota sedang-metropolitan (Mamuju, Krui-Lampung, dan Talisayan-Berau) ditemukan mengandung mikroplastik lebih banyak daripada teri yang berasal dari kota kecil-sedang (Fakfak, Waingapu, dan Karimunjawa). Adapun mikroplastik bersama dengan zona tangkap secara simultan memiliki hubungan yang kuat dengan keberadaan pencemar merkuri (R = 0,557) yaitu sebesar 31%. Meskipun pengaruhnya tidak signifikan secara statistik (Sig.0,075), namun keberadaan mikroplastik bersama pencemar merkuri pada teri anchovy dapat digunakan untuk menurunkan batas maksimum toleransi paparan merkuri. Rata-rata merkuri (HgMPs) pada teri anchovy adalah sebesar 0,034 ppm. Teri meulaboh memiliki konsentrasi merkuri (HgMPs) paling tinggi yaitu sebesar 0,09 ppm. Sementara itu, pencemar merkuri tidak terdeteksi pada teri dari talisayan, Kalimantan Timur. Teri yang berasal dari kota sedang-metropolitan (Meulaboh, Manado, dan Lampung) mengandung lebih banyak merkuri (HgMPs) dibandingkan dengan teri anchovy dari kota kecil-sedang (Fakfak, Kendari, dan Berau). Berdasarkan zona tangkapnya, kandungan merkuri (HgMPs) pada teri anchovy dari Samudra Hindia Timur (0,06 ppm) lebih tinggi daripada Pasifik Tengah Barat (0,03 ppm), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (Sig.0,094). Rasio paparan merkuri (HgMPs) masyarakat Aceh paling tinggi, yaitu 1,79 pada laki-laki, dan 1,96 pada perempuan (THQ > 1,0). Masyarakat Aceh, dan Sulawesi Utara terpapar merkuri (HgMPs) paling tinggi (EWI), yaitu sebanyak 0,002 ppm/pekan yang disebabkan oleh ditemukan pencemar merkuri (HgMPs) yang tinggi pada teri anchovy bersama dengan Angka Konsumsi Ikan (AKI) yang juga tinggi. Batas toleransi merkuri (MTI) apabila ditemukan mikroplastik paling ketat pada masyarakat Lampung, yaitu tidak boleh melebihi 0,06 ppm/pekan. Petunjuk konsumsi ikan yang aman diperlukan oleh masyarakat agar dapat menghindari terpapar merkuri berlebih. Adapun rekomendasi nasional bagi konsumsi teri anchovy yang aman dalam sepekan untuk ibu hamil dan menyusui adalah 2-3 kali dengan ukuran porsi sebesar 76 gram. Anak-anak dapat mengonsumsi teri anchovy 2 kali dalam sepekan dengan ukuran porsi 19 gram (1-3 tahun), 38 gram (4-7 tahun), 57 gram (8-10 tahun), dan 76 gram (>11 tahun). Kategori dewasa lainnya dapat mengonsumsi 2-3 kali dalam sepekan dengan ukuran porsi ≤ 362 gram bagi laki-laki, dan ≤ 304 gram bagi perempuan. Sebagai saran, referensi dosis oral (RfD) mikroplastik dan merkuri, serta petunjuk konsumsi ikan yang aman sebaiknya ditetapkan sebagai regulasi oleh BPOM Republik Indonesia. ......Microplastics and mercury can cause toxic effects on aquatic biota and potentially be exposed to humans. Anchovy (Stolephorus sp.) used in this study is a fish commodity that is abundant in Indonesian seas, easy to find, has economic value, and has high nutrition. This study aims to 1) analyze the concentration of microplastics, 2) analyze the mercury concentration of microplastics found in anchovies (Stolephorus sp.), and 3) provide recommendations for the safe portion of anchovy consumption. The digestive tract of anchovies was isolated and destructed with a mixture of 1M NaOH 20mL and 0.5% sodium laureth sulfate (SLS) 10mL; the samples were stored at room temperature. The samples were then quantified for microplastic presence under a microscope, the type of polymers was tested using Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), and the presence of mercury was tested with the Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) unflame cold vapor method. The results are then compared with the reference. Microplastic particles and mercury contaminants were found in anchovies from Indonesian coastal cities. The results showed that microplastics were found in all locations (Sig.0.545). The average particle of microplastic found was 224 ± 2.97 par/idv. The polymer types found were LDPE, HDPE, PP, PS, PET, and polyamide/nylon. Shape and size significantly affect the number of microplastic particles found in anchovies (Sig.<0.01). Microfibers (217 ± 8.89 par/idv) and microbeads (43 ± 12.7 par/idv) were primarily found in anchovy from Krui, Lampung. Microfilms (481 ± 16.07 par/idv) and microfragments (134 ± 15.53 par/idv) were primarily found in mamuju’s anchovies. The most commonly found microplastics were 50-500μm (Sig.0.036). The average size of 50- 500 μm microplastic particles in anchovies from the Eastern Indian Ocean fisheries zone (225 ± 4.81 par/idv) was higher than that of the Western Central Pacific (115 ± 2.92 par/idv), but this difference was statistically insignificant (Sig.0.617). The microfibers in anchovies from the Eastern Indian Ocean (33 ± 5.76 par/idv) and the Western Central Pacific (33 ± 5.80 par/idv) had the same average number (Sig.0.944). The relationship between the total length of anchovies and the number of microplastic particles found was Y = -45,803 + 2,683X. The waste and location can predict 11.6% of microplastic presence in 50-500 μm size. Anchovies from medium-metropolitan cities (Mamuju, Krui- Lampung and Talisayan-Berau) contained more microplastics than anchovies from small- medium cities (Fakfak, Waingapu and Karimunjawa). Meanwhile, microplastics and the fisheries zone simultaneously have a strong relationship with the presence of mercury pollutants (R = 0.557) which is 31%. Although the effect was statistically insignificant (Sig.0.075), the presence of microplastics together with mercury contaminants in anchovies could be used to reduce the maximum tolerance for mercury exposure. The average mercury (HgMPs) in anchovies is 0.034 ppm. Meulaboh’s anchovies had the highest mercury (HgMPs) concentration of 0.09 ppm. Meanwhile, mercury was not detected in the talisayan’s anchovies, East Kalimantan. Anchovies from medium- metropolitan cities (Meulaboh, Manado, and Lampung) contain more mercury (HgMPs) than anchovies from small-medium cities (Fakfak, Kendari, and Berau). Based on the fisheries zone, the mercury (HgMPs) concentration in anchovies from the Eastern Indian Ocean (0.06 ppm) was higher than that of the Western Central Pacific (0.03 ppm), but this difference was statistically insignificant (Sig.0.094). The mercury (HgMPs) exposure ratio of the Acehnese is the highest, namely 1.79 for men and 1.96 for women (THQ > 1.0), so it has the potential to get health side effects. Aceh and North Sulawesi people have the highest exposure to mercury (EWI), which is 0.002 ppm/week, due to the high mercury (HgMPs) pollutant found in anchovy along with the high Fish Consumption Rates (AKI). The maximum tolerable intake (MTI) of mercury when microplastic is found is the strictest in the people of Lampung, which should not exceed 0.06 ppm/week. The community needs safe fish consumption guidelines to avoid excessive mercury exposure. The national recommendation for a safe meal in a week for pregnant and lactating women is 2-3 times with a serving size of 76 grams anchovy fish. Children can consume the anchovy two times a week with serving sizes of 19 grams (1-3 years), 38 grams (4-7 years), 57 grams (8-10 years), and 76 grams (>11 years). Another adult category can consume 2-3 times a week with a serving size of ≤ 362 grams for men and ≤ 304 grams for women. As a suggestion, the reference for oral doses (RfD) of microplastics and mercury and the guidelines for safe fish consumption should be established by BPOM Republic of Indonesia.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fachri Wijaya
Abstrak :

Doksorubisin merupakan obat kemoterapi yang efektif. Namun, dalam kerjanya, doksorubisin menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat hepatotoksik. Moringa oleifera merupakan tumbuhan yang memiliki potensi hepatoproteksi dengan kandungan senyawa fenolik dan flavonoidnya yang merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoproteksi ekstrak daun Moringa oleifera (MO) melalui kadar GGT, bilirubin, dan albumin serum. Ketiga parameter ini merupakan biomarker diagnostik dan keparahan kerusakan hati yang dapat dideteksi pada plasma darah. Penelitian ini menggunakan sampel plasma darah tikus tersimpan. Sebanyak 24 ekor tikus Sprague-Dawley jantan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol (Normal) yang diinjeksi NaCl. Ketiga kelompok lainnya diberikan injeksi doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu (Dox) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-200 mg/kgBB/hari (Dox + MO 200) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-400 mg/kgBB/hari (Dox + MO 400), selama 4 minggu. Pada akhir minggu keempat, tikus dimatikan, lalu darah diambil, disentrifugasi, dan plasma disimpan. Plasma darah tikus tersebut digunakan di penelitian ini untuk dilakukan analisis kadar GGT, bilirubin, dan albumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok Dox mengalami kerusakan hati yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum secara signifikan. Kadar GGT serum meningkat dan kadar albumin menurun namun tidak signifikan. Kelompok Dox + MO 200 menunjukkan penurunan kadar bilirubin secara bermakna, dan Dox + MO 400 menunjukkan penurunan kadar GGT secara bermakna, sedangkan kadar albumin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada keempat kelompok. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak Moringa oleifera dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB menunjukkan potensi dalam melindungi hati dari toksisitas doksorubisin. ......Doxorubicin is an effective chemotherapy drug but can lead to hepatotoxicity due to the generation of ROS. Moringa oleifera, rich in flavonoid and phenolic compounds with antioxidant and anti-inflammatory properties, is a potential hepatoprotective agent. This study aimed to assess the hepatoprotective effects of Moringa oleifera leaf extract (MO) on doxorubicin through GGT, bilirubin, and albumin levels, which serve as diagnostic biomarkers for liver damage. This study utilized stored rat plasma samples. Twenty-four male Sprague-Dawley rats were randomly assigned to four groups. The first group (normal control) received NaCl injections. The other three groups were administered doxorubicin at 4 mg/kgBW/week (Dox) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 200 mg/kgBW/day (Dox+MO-200) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 400 mg/kgBW/day (Dox+MO-400) for four weeks. At the end of the fourth week, the rats were euthanized, blood was collected, centrifuged, and plasma was stored. The rat plasma samples were used for analyzing GGT, bilirubin, and albumin levels in this study. The results showed that the Dox group exhibited liver damage as indicated by a significant increase in serum bilirubin levels. Serum GGT levels increased, and albumin levels decreased, although not significantly. The Dox+MO-200 group showed a significant decrease in bilirubin levels, and the Dox+MO-400 group showed a significant decrease in GGT levels. No significant differences were observed in albumin levels among groups. From these results, it can be concluded that MO at doses of 200 mg/kgBW and 400 mg/kgBW demonstrated potential in mitigating doxorubicin-induced liver damage.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita
Abstrak :
Penggunaan pestisida oleh para petani di Desa Nunuk untuk tanaman di sawah mereka bukanlah sebuah hal yang baru. Hal ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan berbagai program pengendalian hama terpadu yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia ini nampaknya tidak membawa banyak perubahan dalam praktik penggunaan pestisida oleh para petani ini. Hal ini bukannya tanpa alasan. Ada kesamaan dalam skema para petani yang melandasi terus dilakukannya praktik ini, skema kognitif yang membuat para petani berada pada kerangka dunia yang disederhanakan, yaitu mengenai bagaimana mereka sendiri membayangkan dunia ini semestinya?terutama terkait padi dan sawah. Ini adalah sebuah proses kognitif, yang kemudian menghasilkan variasi dalam perilaku petani memilih dan menggunakan pestisida. Penelitian skripsi yang melewati tidak kurang dari dua kali masa panen ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan connectionism sebagai kerangka analisisnya. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan observasi dan wawancara mendalam kepada para informan di sebuah desa yang menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. ...... Pesticide usage by farmers in Nunuk Village is not a new thing. This has been going on for a long time, even the integrated pest management programs with the objective of diminishing chemical pesticides usage among farmers seem to have no significant influence in changing farmers pesticide practices. This isn't without reason. There's a similarity in their schemas which makes this practice continue, a cognitive scheme which makes the farmers exist in such a simplified world, that is about how they imagine what this world should be-mainly about paddy and their rice fields. This, including the various practices in selecting and using pesticides, is a cognitive process. This research which was undertaken through not less than two harvests season uses qualitative method with connectionism as the analytical framework. The data has been collected through observation and in-depth interviews with the informants in a village which administratively is a part of Indramayu district, West Java.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eggen, Jean Macchiaroli
St. Paul, MN : Thomson/West, 2010
346.7 EGG t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adhie Prasetyo P Wirawan
Abstrak :
Film layar lebar adalah salah satu bentuk hiburan yang sangat populer. Namun, kini film telah berkembang menjadi alat yang efektif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang beragam isu, mencakup ekonomi, lingkungan, politik, dan banyak lagi. Never Back Down (2008) adalah sebuah film yang menggambarkan tema toxic masculinity dan tekanan untuk patuh pada norma-norma maskulinitas tradisional. Dua pertanyaan diajukan untuk menggali tentang toxic masculinity dalam film ini (1) bagaimana toxic masculinity direpresentasikan dalam Never Back Down (2008), dan (2) bagaimana film ini menawarkan evaluasi kritis tentang toxic masculinity yang memberikan pemahaman baru tentang maskulinitas. Dengan menggunakan teori Janet Chafetz, konsep-konsep Michael Kimmel tentang toxic masculinity, dan analisis perangkat sinematiknya, temuan menunjukkan bahwa film ini menggambarkan bahayanya toxic masculinity yang merugikan bagi para pria. Penelitian ini memberikan penilaian tentang cara Never Back Down (2008) menyajikan dan mengungkap konsekuensi negatif dari toxic masculinity yang dapat menyebabkan kekerasan, agresi, dan penekanan emosional. Selain itu, film ini juga menawarkan kritik terhadap norma-norma tradisional tentang maskulinitas dengan memberi penonton kesempatan untuk mengevaluasi kembali pandangan mereka tentang maskulinitas. Penelitian ini menyajikan wawasan tentang bagaimana sebuah film dapat berfungsi sebagai alat kritik sosial. ......Motion picture is one of the many popular forms of entertainment. However, it has now developed into a powerful tool for people to raise awareness regarding diverse issues covering economy, the environment, politics and many more. Never Back Down (2008) is a film that portrays the theme of toxic masculinity and the pressure of conforming to traditional masculine norms. Two questions are presented to grapple with toxic masculinity in the film (1) how is toxic masculinity represented in Never Back Down (2008), and (2) How does the film offer a critical evaluation of toxic masculinity that sheds new light on the understanding of masculinity. Using Janet Chafetz’s theory, Michael Kimmel’s concepts on toxic masculinity, and analyses of its cinematic devices, the findings show that the film presents the perniciousness of toxic masculinity that is harmful to men. This study provides an evaluation of the ways Never Back Down (2008) presents and exposes the negative consequences of toxic masculinity that can lead to violence, aggression, and emotional suppression. Moreover, the film also offers a critique of traditional norms of masculinity by providing viewers with the opportunity to reevaluate their perception of masculinity. This research presents insight into how a film can serve as a tool for social critique.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Gelatin kulit ikan patin Siam (Pangasius hypophthalmus) telah dihasilkan oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Untuk mengetahui tingkat keamanan produk, telah dilakukan uji toksisitas subkronik dari gelatin kulit ikan patin Siam secara in vivo terhadap hewan uji mencit (Mus musculus). Sebanyak 72 mencit jantan dengan berat 20-30 9 dibagi dalam 4 kelompok dan diberi perlakuan pakan gelatin secara oral dengan menggunakan sonde. Dosis yang diberikan adalah 0 (kontrol negatif); 1,5; 3; dan 6persen atau setara dengan 0, 12, 24, dan 48 mg/g bb mencit. Pemberian bahan uji dilakukan setiap hari selama 4 minggu yang dilanjutkan dengan masa pemulihan (recovery) selama 2 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi serum darah, yaitu Glutamic Oxaloacetic Transaminase (GOT), Glutamic Pyruvic Transaminase (GPT), kreatinin, albumin, dan Blood Urea Nitrogen (BUN) serta tingkat kerusakan organ target (hati, ginjal, dan lambung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian gelatin pada dosis 48 mg/g bb mencit berpengaruh pada kadar GOT setelah minggu ke-2 perlakuan. Selain itu tidak terdapat pengaruh pemberian gelatin terhadap kerusakan organ target dari kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.
620 JPBK 6:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Isradi Zainal
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat risiko dari bahan berbahaya dan beracun yang ada di Kota Balikpapan. Metode yang digunakan adalah penilaian risiko dengan melihat potensi bahaya dan tingkat paparannya, mengacu pada Pedoman Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan/atau Limbah B3 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penilaian risiko yaitu jenis kegiatan Pengelolaan B3, jenis industri, klasifikasi B3, jumlah B3, potensi bahaya terhadap keselamatan jiwa manusia; dan potensi ancaman terhadap fungsi lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai risiko kedaruratan B3 di sektor Pertambangan Energi, Minyak, dan Gas Balikpapan dari pendekatan KLHK dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masing-masing sebesar 32,87 dan 32,81, yang artinya berisiko sedang. Jenis B3 yang dominan adalah mudah terbakar dan korosif. Rata-rata nilai risiko kedaruratan B3 di Sektor Penyedia Air Bersih Balikpapan dari pendekatan KLHK dan Kemnaker masing-masing sebesar 24, yang artinya berisiko rendah. Jenis B3 yang dominan adalah korosif. Rata-rata tingkat risiko B3 di Kota Balikpapan dari pendekatan KLHK dan Kemnaker masing-masing sebesar 31,56 dan 31,51 (sedang). Potensi kedaruratan B3: terjadinya tumpahan B3, kebakaran, ledakan, paparan terhadap manusia dan pencemaran lingkungan. Program kedaruratan B3 meliputi tersusunnya infrastruktur dan penanggulangan B3 dan Limbah B3 ......This study aim is to determine the level of risk of hazardous and toxic materials in Balikpapan City. The method used was a risk assessment carried out by looking at the potential hazards and the level of exposure referring to the Guidelines for Preparation of Hazardous and/or Hazardous Waste Management Emergency Programs by the Ministry of Environment and Forestry in 2019. Data and information needed for risk assessment are: type of HTS Management activity, type of industry, HTS classification, amount of HTS, potential hazards to the safety of human life; and potential threats to environmental functions. The results showed that the average of HTS emergency risk value in the Balikpapan Energy, Oil and Gas Mining sector from the Ministry of Environment and Forestry (MEF) and the Ministry of Manpower approaches was 32.87 and 32.81, respectively; which means moderate risk. The dominant types of HTS are flammable and corrosive. The average of HTS emergency risk value in the Balikpapan Water Supply Sector from the MEF and Ministry of Manpower approaches is 24, which means low risk. The dominant type of HTS is corrosive. The average level of HTS risk in Balikpapan City as a whole from the MEF and Ministry of Manpower approaches is 31.56 and 31.51 (medium). If the highest category is taken, the risk level for HTS waste is at a low level. Potential for HTS emergencies: HTS spills, fires, explosions, exposure to humans and environmental pollution. The HTS emergency program includes infrastructure and countermeasures for HTS and HTS Waste
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Royal Society of Chemistry, 1988
363.738 4 RIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>