Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1971
S2336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sujanto
Jakarta: Bumi Aksara , 1993
155.2 AGU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gardner, John W.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
303.4 GAR et
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gardner, John W.
New York: Harper colophon books, 1962
301.15 GAR e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astrid Susanti
"ABSTRAK
Evaluation Apprehension Model menunjukkan bahwa kehadiran audiens akan meningkatkan dorongan dalam diri masing-masing orang yang dapat meningkatkan fasilitas sosial dalam menyelesaikan sebuah tugas yang mudah. Mengenai perbedaan budaya, orang-orang yang berasal dari budaya kolektivis lebih khawatir terhadap kritik dari orang lain atau menyelamatkan muka dibandingkan dengan orang-orang dari budaya individualis. Eksperimen ini bertujuan untuk menguji apakah kehadiran audiens akan memengaruhi kinerja antara orang-orang dari budaya kolektivis dan individualis dalam mengerjakan tugas sederhana. 40 mahasiswa dengan jumlah yang seimbang dari masing-masing budaya diuji untuk melakukan tugas dot-to-dot sederhana dalam kondisi sendiri atau kehadiran audiens, dan waktu pengerjaan tugas ini dicatat sebagai ukuran kinerja. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara individualis dan kolektivis dalam kedua kondisi. Kesimpulannya, kekhawatiran untuk di-evaluasi model tidak mempengaruhi perbedaan budaya.

ABSTRACT
Evaluation Apprehension Model suggests that the presence of audience will increase the drive within people that leads to social facilitation in completing an easy task. Regarding cultural differences, people from collectivist culture are more apprehensive about others critics or saving face compared to people from individualist culture. This experiment aims to test whether the presence of audience will affect performance in a simple task between the individualist and collectivist culture. 40 college students with equal amount from each culture were tested to do a simple dot-to-dot task in audience or alone condition, and the time taken was recorded as the measure of performance. The results showed that there was no significant difference in performance between individualists and collectivists in both conditions. In conclusion, evaluation apprehension theory may not affect the cultural differences."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ashton, Michael C.
"How do we come to be who we are? Why do we differ in our personalities? How do these differences matter in life? Individual Differences and Personality aims to describe how and why personality varies among people. Unlike books that focus on individual theorists, this book focuses on current research and theory on the nature of personality and related individual differences. The book begins by discussing how personality is measured, the concept of a personality trait, and the basic dimensions of personality. This leads to a discussion of the origins of personality, with descriptions of its developmental course, its biological causes, its genetic and environmental influences, and its evolutionary function. The concept of a personality disorder is then described, followed by a discussion of the influence of personality on life outcomes in relationships, work, and health. Finally, the book examines the important differences between individuals in the realms of mental abilities, of beliefs and attitudes, and of behavior."
London: Academic Press, 2013
e20427046
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam penelitian ini, sebuah skala yang terdiri dari 20 item untuk mengukur kecenderungan belanja impulsif secara umum, disusun serta diuji kesahihannya. Skala ini meliputi faktor kognitif (unsur tanpa perencanaan dan kesengajaan) dan faktor afektif (perasaan sukacita, bergairah, kompulsi, takterkendali, penyesalan) dari perilaku belanja impulsif. Hasil korelasi yang signifikan antara skala kecenderungan belanja impulsif dengan self report dari pembelanjaan impulsif paling akhir dilakukan oleh para subjek (71 orang mahasiswi dan 46 orang mahasiswa), merupakan bukti atas predictive validity dari skala tersebut. Selain itu, ditemukan pula kolerasi antara kecenderungan belanja impulsif dengan perbedaan individual yang dijabarkan dalam dimensi-dimensi kepribadian menurut five factor model. Kecenderungan belanja impulsif berkaitan dengan dimensi agreeableness yang rendah. Secara lebih spesifik, aspek kogniitif dari kecenderungan belanja impulsif ini berhubungan dengan conscientiousness yang rendah; sedangkan aspek afektif dari kecenderungan belanja impulsif berhubungan dengan neuroticism tinggi. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan belanja impulsif memiliki dasar yang kuat dalam kepribadian."
150 JPSI 12:2 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gallagher, Winifred
New York: Random House , 1996
155.2 GAL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Sastrawardoyo
"DR. Rollo May, seorang psikoanalis yang berpraktek di New York, mulai belajar psikoterapi di Wina, Austria. Dr. May sangat dipengaruhi oleh aliran Eksistensialisme dan pemikiran Dr. Binswanger, seorang psikiater di Swiss yang memelopori pendekatan eksistensial pada pasien penyakit jiwa. Apa yang sebenarnya ditentang oleh psikologi eksistensial dalam pemikiran sistem-sistem psikologi yang telah berdiri lebih dahulu? Yang ditolak terutama dan terpenting adalah ditariknya konsepsi sebab akibat seperti yang terdapat pada ilmu pengetahuan fisika, ke dalam ilmu pengetahuan psikologi. Tidak ada sebab akibat dalam hubungan eksistensi manusia. Paling banyak yang terlihat hanya bagian kecil dari aspek-aspek tingkah laku, dan dari hal-hal ini tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa bagian-bagian itu merupakan sebab dari tingkah laku seseorang. Sesuatu yang terjadi ketika seorang masih, kanak-kanak bukanlah sebab dari tingkah lakunya di kemudian hari ketika ia dewasa. Kedua kejadian dapat mempunyai arti eksistensial yang sama, yaitu situasi dan kondisi yang mirip tetapi bukan menjadi bukti bahwa Kejadian A mengakibatkan Kejadian B. Sejalan dengan pemikiran ini psikologi eksistensial juga menolak positivisme, determinisme dan materialisme. Ditekankan bahwa psikologi tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang lain, maka dengan sendirinya tidak dapat mengambil seba_gai contoh metoda ilmu pengetahuan lain. Psikologi eksistensialis ini menggantikan konsepsi sebab akibat dengan konsepsi motivasi. Motivasi dan pe_ngertianlah yang menjadi prinsip operasional dalam analisa tingkah laku eksistensial. Yang secara tegas ditolak juga oleh pemikiran ini adalah dualisme dari subyek dan akal budinya pada satu pihak serta obyek dan lingkungannya pada pihak lainnya. Psikologi eksistensial memperjuangkan kesatuan manusia dalam dunianya. Semua pemikiran yang memecahbelahkan kesatuan ini adalah kekeliruan dan memfragmentasikan eksistensi manusia. Psikologi eksistensial juga menolak menerima bahwa di balik fenomena terletak sesuatu yang menyebabkan fenomena itu terjadi. Fenomena adalah apa adanya, yang terjadi pada detik itu bukan satu topeng atau sesuatu yang disimpulkan dari kejadian lain. Tugas psikologilah untuk meneliti dan menganalisa fenomena setepat mungkin. Selanjutnya psikologi eksistensial curiga terhadap semua teori, karena teori berpretensi bahwa sesuatu yang tidak dapat dilihat dapat mengakibat_kan yang dapat dilihat, sedangkan untuk fenomenologi hanya yang dapat dilihat atau dialami sendiri adalah realitas Teori justru dapat membuat manusia buta terha_dap kebenaran yang dialami seseorang. Akhirnya psikologi eksistensial ini menolak untuk melihat manusia seperti obyek belaka, di samping men-dehumanisasi manusia, pendekatan ini juga mencegah untuk mengerti secara menyeluruh manusia sebagai eksistensi di dalam dunianya. Berada di dalam dunia (Dasein),istilah ini berasal dari Heidegger, seorang filsuf yang secara konsekwen mempergunakan metode fenomeno logis. Konsepsi ini adalah yang merupakan konsepsi fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh eksistensi manusia didasarkan pada psinsip ini, berada di dalam dunia ini adalah eksistensi manusia secara menyeluruh. Tanpa dunia manusia tidak bereksistensi dan dunia tidak punya eksistensi tanpa manusia, manusia membuka dunia, ia menerangi dunia hingga semua yang akan terjadi dapat terjadi, berkembang ke luar dan menampakkan diri sebagai fenomena. Berada di dalam dunia menghilangkan dikhotomi antara subyek dan obyek dan mempersatukan lagi manusia dengan dunianya. Filsafat Heidegger yang secara explisit digunakan dalam psikologi existensial."
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S16064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bieliauskas, Linas A.
Boulder Colorado: Westview Press, 1983
155.2 BIE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>