Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggun Iman Hernawan
Abstrak :
Latar Belakang :Pekerja sektor informal tepi jalan merupakan salah satu kelompok pekerja yang perlu mendapat perhatian dikarenakan jumlahnya yang terus berkembang dan risiko penyakit akibat kerja yang cukup besar. Hasil studi pendahuluan menunjukkan terdapat 46,7 pekerja sektor informal pengecat mobil tepi jalan mengalami gangguan fungsi paru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pajanan logam berat dengan kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronis PPOK pada pekerja informal tepi jalan wilayah DKI Jakarta. Metode :Desain yang digunakan adalah cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 90 data sekunder pekerja sektor informal tepi jalan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaan, dan kadar logam berat dalam darah. Analisis dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariate serta dengan menghitung nilai rasio prevalensi. Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pekerja yang mengalami PPOK sebesar 11,1 , terdapat 3 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan PPOK, yaitu usia diatas 42 tahun OR = 12,0; 95 CI = 2,351-61,249 , perokok sedang berat OR = 8,308; 95 CI =1,646-41,920 , dan masa kerja ge;13 tahun OR = 12,84; 95 CI = 2,509-65,729 . Berdasarkan temuan prevalensi yang tinggi pada pekerja dengan PPOK maka disarankan kepada dinas tenaga kerja dan dinas kesehatan untuk melakukan upaya promotif serta preventif agar pekerja sektor informal tepi jalan dapat terjaga kesehatan dan keselamatan kerjanya.
Background Roadside informal workers is groups of workers that needs attention because of the growing number and the risk of major work related desease.The preliminary study showed that 46,7 of roadside car painting workers experienced lungfunction disorder. The aim of the study is to know the association between heavy metal exposure with the incidence of Chronic Obstructive Pulmonary Disease COPD on roadside informal workers in Jakarta. Method The design used is cross sectional. Ninety secondary data of roadside informal workers were studied. The independent variables in this research are workers characteristic, job characteristic, and levels of heavy metals in the blood. Univariate, bivariate, and multivariate analysis were performed and prevalence ratios were calculated. Result The results showed that the prevalence of workers who had COPD 11.1 . Three variables have significant association with COPD, those are age over 42 years OR 12.0, 95 CI 2,351 61,249 , heavy smokers OR 23.5 95 CI 0.024 8,607 and working time ge 13 years OR 12,84, 95 CI 2,509 65,729. Based on finding of high workers prevalence that have COPD 11,1 therefore suggested work laborer department and health department to increase the promotif and preventif effort, in order that the savety and the health status of roadside informal workers will be aware.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
Abstrak :
Tenaga kerja informal dimanfaatkan oleh pabrik pembekuan hasil laut seperti ikan, udang, cumi, rajungan, skalop pada tahap pembersihan sebelum proses pembekuan. Tenaga kerja informal umumnya mengeluh gatal pada tangan dalam bentuk dermatitis kontak, berobat dengan biaya sendiri. Tenaga kerja ini diupah secara harian. Pada bulan Desember 1999 dilakukan pemagangan di pabrik pembekuan hasil laut "A" Jakarta selama satu bulan lebih. Merupakan studi kasus dengan tahapan identifikasi permasalahan, intervensi, evaluasi. Identifikasi permasalahan dengan teknik kriteria matriks, didapatkan dermatitis kontak pada delapan responden dari lima belas tenaga kerja informal yang seluruhnya wanita. Prevalensinya 53,33%. Pajanan yang dialami yaitu faktor fisik berupa trauma mikro dari bagian tubuh hasil laut. Tekanan, gesekan bagian tubuh hasil laut dan alat bantu proses pembersihan. Kotoran lumpur hasil laut, pecahan es batu, suhu dingin, air, kaporit. Waktu dan rentetan kontak dialami tenaga kerja ini. Diagnosis dermatitis kontak berdasarkan anamnesis dan gambaran Minis. Bila dibandingkan dengan sebelas orang tenaga kerja tetap wanita yang tidak mengerjakan proses pembersihan, prevalensi dermatitis kontak 9,09%. Uji Fisher's Exact didapatkan p = 0,024. Pekerjaan proses pembersihan berisiko menimbulkan dermatitis kontak. Prioritas intervensi berdasarkan teknik kriteria matriks. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dermatitis kontak serta upaya pencegahannya. Uji t berpasangan didapatkan p < 0,01. Pemakaian sarung tangan dan pengobatan dapat menurunkan kasus dermatitis kontak tenaga kerja informal di pabrik "A".
Informal workers are used by the company to freeze marine source such as fish, shrimp, squid, crab, scallop, in cleaning process before freezing takes place. Informal workers usually experience some itchy on their hands which are in forms of contact dermatitis, cured with own expenses. These workers are paid daily. In December 1999 for more than one months. There's an industrial training done at freezing company "A". It is a case study with problems identification, intervention and evaluation processes. Problems identification with matrix technical criteria results in contact dermatitis on 8 from 15 informal workers respondents which all are women. The prevalence is 53,33 %. Exposed is physical factor in forms of micro trauma from parts of marine source body. Pressure, scratch from marine source body and cleaning processing tools. Mud in marine source, ice cube piece, cold temperature, water, calcium hypochlorite. These workers also experience time and continuous contact. Contact dermatitis diagnose is based on anamnesis and clinical background. Compared to another 11 fixed women workers who do not do cleaning, contact dermatitis prevalence is 9,09 %. Statistic test Fisher's Exact shows p = 0,024. Cleaning process is therefore due to contact dermatitis risks. Intervention priority is chosen based on matrix technical criteria. Seminar can develop knowledge about contact dermatitis disease and the prevention efforts. Statistical test show p<0, 01. The usage of personal protection equipment such as gloves and cure can reduce cases for contact dermatitis informal workers in factory "A".
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T2748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Riama Valentina
Abstrak :
Sebagai negara dengan populasi yang besar, Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam mengatur sumber daya manusia agar dapat mendukung pembangunan. Pemerintah telah mengalokasikan dana yang cukup signifikan dalam bidang Pendidikan untuk dapat meningkatkan dunia Pendidikan di Indonesia yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan dan daya saing masyarakat Indonesia di pasar tenaga kerja. Namun, sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berada di sektor informal yang identik dengan pendidikan dan penghasilan yang rendah. Keputusan untuk bekerja di sektor informal ini dipengaruhi berbagai hal baik itu karakteristik individual seperti tingkat pendidikan maupun kondisi pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat tingkat imbal balik pendidikan secara pribadi khususnya bagi para pekerja informal dengan menggunakan persamaan Mincer serta melihat lebih jauh perbedaan tingkat imbal balik pendidikan antara pria dan wanita dan antara mereka yang berada di kota dan desa. Tulisan ini menunjukkan bahwa pendidikan masih memberikan imbal balik yang positif terhadap pendapatan para pekerja meskipun imbal balik pendidikan pada pekerja yang berada di sektor formal lebih besar daripada pekerja yang ada di sektor informal ......As developing countries with large population, Indonesia face challenges in managing its human capital to support the development. The government has allocated significant amount of money in educational sector to improve the education in Indonesia that will lead to increase in Indonesian capability and competitiveness in the labour market. However, labour market in Indonesia is still dominated by the informal workers which characterized with low educated and low earning jobs. Despite its characteristics, the decision to be informal workers can be varied and can be influenced by individual’s characteristics like education and/or labour market condition. Therefore, this paper aims to explore whether education bring private return to the informal workers by applying the Mincer human capital earning function and exploring the returns between gender and areas (rural or urban). The results show that education bring positive impact to the worker’s earning although the return is smaller in the informal sector than in the formal one.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hastuti
Abstrak :
Studi kasus dilakukan di industri mebel informal yang selama ini masih kurang mendapat perhatian dalam hal usaha kesehatan dan keselamatan kerja. Tujuan studi kasus untuk mendapat informasi tentang sarana dan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja, pajanan di tempat kerja, keluhan akibat pajanan debu kayu, gangguan saluran napas pada tenaga kerja, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya penyakit, usulan alternatif pemecahan masalah serta hasilnya. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran lingkungan kerja serta sarana kesehatan dan keselamatan kerja; pada tenaga kerja dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan uji faal paru. Hasil studi kasus didapatkan sarana kesehatan dan keselamatan kerja masih kurang antara lain ventilasi, penerangan (75 luks), kadar pajanan debu kayu masih di bawah nilai ambang batas (1-5mg/m3), keluhan akibat pajanan debu kayu sudah dirasakan antara lain bersin-bersin dua orang, gatal di mata dan kulit dua orang, batuk-batuk dua orang dan satu kasus asma tanpa disertai penurunan uji faal paru. Faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kasus adalah merokok dan atopi, asma yang diderita mungkin berhubungan dengan pekerjaan. Hasil perbaikan yang dicapai antara lain perbaikan ventilasi, pencahayaan dan kebersihan lingkungan kerja, terhadap kasus pembatasan waktu kerja dan mengurangi merokok. ...... This case study was conducted, considering that informal furniture industries usually do not on work health and safety. The objective of this study was to obtain information on facilities and its health and safety, exposure on work environment, complaints caused by exposure to wooden dust, disorders of respiratory tract in the workers, other factors that seems to contribute the illness, to propose of alternative problem solving and the result of it's. Data for this case study have been collected from observation and measurements of the work environment, observation of the facilities and health safety, interview, physical examination, laboratory examination and lung function test to the workers. The results of this case study indicates that work health and safety is not adequate, such as minimal ventilation and light (75 lux). Although exposure to wooden dust is still below the permitted limit (1-5 mg/m3), are complaints caused by exposure to wooden dust such as sneezing, irritation of eyes and skin, cough each other two workers; and one special case asthma without decrease of the lung function. Other factors that may contribute to the effect are cigarettes and individuals atopi, asthma probably work related diseases. The improvements of this case study are ventilation, lighting and environment; one special case asthma have suggested to reduce the working hours and cigarettes.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnarti Hasan
Abstrak :
Beberapa studi mengungkapkan bahwa membengkaknya sektor informal yang terjadi di kota-kota besar khususnya di negara berkembang seperti Indonesia disebabkan karena terbatasnya daya serap sektor modern atau formal terhadap angkatan kerja. Terbatasnya daya serap sektor formal atau modern ini karena tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang mempunyai pendidikan dan keterampilan yang tinggi, padahal di lain pihak sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih mempunyai pendidikan yang rendah. Akibatnya tenaga kerja yang tidak terserap di sektor formal terpaksa masuk ke sektor informal yang tidak membutuhkan persyaratan apa-apa seperti di sektor formal. Dan asumsi tersebut, banyak pendapat yang membedakan sektor formal dan informal dari ciri-ciri sosial ekonomi dan demograti pekerjanya. Pekerja di sektor informal pada umumnya mempunyai pendidikan yang relatif rendah dibandingkan pekerja di sektor formal. Sebagian besar perempuan, dan dilihat dari usianya, rata-rata berusia tua serta mereka yang berstatus migran lebih banyak yang terserap dalam sektor ini. Selain itu dilihat dari jam kerja, kebanyakan pekerja di sektor informal bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, tetapi penghasilan yang mereka terima sangat rendah. Dalam studi ini dengan menggunakan data Sakerti tahun 1993, beberapa ciri pekerja informal masih konsisten dengan penelitian sebelumnya, kecuali dilihat dari status migrasi, justru yang bukan migran cenderung bekerja di sektor informal. Selain itu dengan memperhatikan jam kerja, proporsi terbanyak adalah mereka yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu. Dilihat dari penghasilan, yang memperoleh penghasilan antara Rp. 100000 sampai dengan Rp. 200000 sebulan cenderung berada di sektor informal, Bahkan proporsi responden yang mempunyai penghasilan kurang dari Rp.100000 sebulan, justru lebih banyak yang di sektor formal dibandingkan di sektor informal. Dilihat dari tempat tinggal, proporsi terbanyak adalah mereka yang bertempat tinggal di pedesaan. Pekerja sektor informal yang di pedesaan ini, proporsinya lebih banyak perempuan. Dilihat dari usia, lebih banyak yang lansia. Sebagian besar tidak sekolah atau tidak tamat SD. Pada umumnya bertempat tinggal di luar pulau Jawa dan Bali, serta berstatus migran karena ingin mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan. Proporsi terbanyak adalah meraka yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu, dan penghasilan yang diperoleh pada umumnya antara Rp.100000 sampai dengan Rp.200000 sebulan. Dilihat dari propinsi tempat tinggal, sebagian besar pekerja sektor informal berada di luar pulau Jawa dan Bali. Dilihat dari usia, pada umumnya adalah mereka yang berusia 65 tahun keatas. Sebagian besar perempuan. Kemudian bila dilihat dari tingkat pendidikan, kebanyakan pekerja sektor informal yang bertempat tinggal di luar pulau Jawa dan Bali ini, tidak sekolah atau tidak tamat SD. Pada umumnya berstatus bukan migran. Proporsi paling banyak adalah mereka yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu, dan paling banyak menerima penghasilan antara Rp.100000 sampai dengan Rp.200000 sebulan. Dilihat dari jenis kelamin, perempuan cenderung bekerja di sektor informal. Lebih banyak perempuan yang berstatus kawin. Hal ini terlihat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Jenis pekerjaan paling banyak dilakukan perempuan yang berstatus kawin di sektor informal adalah sebagai tenaga usaha penjualan, dan kebanyakan bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu. Dilihat dari segi umur, proporsi terbanyak diisi oleh mereka yang berusia 65 tahun keatas. Di perkotaan, pekerja sektor informal yang berusia 65 tahun keatas ini lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan di pedesaan sebaliknya. Jenis pekerjaan terbanyak dilakukan oleh mereka adalah sebagai tenaga usaha penjualan, kecuali yang bertempat tinggal di luar pulau Jawa dan Bali, lebih banyak yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, perikanan, perburuan dan kehutanan. Dilihat dari pendidikan, di perkotaan, sebagian besar pekerja informal yang lansia ini tamat SLTP, sedangkan di pedesaan lebih banyak yang tamat SD. Laki-laki lebih banyak yang tidak sekolah atau tidak tamat SD, sedangkan perempuan lebih banyak yang tamat SD. Di pulau Jawa dan Bali, pekerja sektor informal yang lansia ini lebih banyak yang tidak sekolah atau tidak tamat SD, di luar pulau Jawa dan Bali justru lebih banyak yang tamat SLTP. Sebagian besar bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu, kecuali untuk perempuan, di pulau Jawa dan Bali dan yang di pedesaan, kebanyakan bekerja dengan jam kerja antara 25 sampai 45 jam seminggu. Penghasilan yang diterima oleh mereka yang bertempat tinggal di perkotaan relatif tinggi yaitu diatas Rp.200000 sebulan. Sedangkan di pedesaan, laki-laki maupun perempuan, di pulau Jawa dan Bali serta di luar pulau Jawa dan Bali, proporsi terbanyak adalah mereka yang menerima penghasilan antara Rp.100000 sampai dengan Rp.200000 sebulan. Dilihat dari tingkat pendidikan, tanpa mengontrol variabel lain, kebanyakan pekerja sektor informal tidak sekolah atau tidak tamat SD. Bila dikontrol dengan variabel lain, lain-lain baik di perkotaan maupun di pedesaan atau di pulau Jawa Bali dan di luar pulau Jawa Bali, pada umumnya tidak sekolah atau tidak tamat SD, sedangkan perempuan, khusus di perkotaan atau di pulau Jawa Bali serta di luar pulau Jawa Bali lebih banyak yang tamat SD, tetapi khusus perempuan yang bertempat tinggal di pedesaan justru lebih banyak yang tamat SLTP. Mereka yang tidak sekolah atau tidak tamat SD ini sebagian besar bekerja sebagai tenaga usaha penjualan. Pada umumnya bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu, kecuali pekerja sektor informal yang berusia 65 tahun keatas, kebanyakan bekerja dengan jam kerja antara 25 - 45 jam seminggu. Penghasilan yang diterima, pada umumnya antara Rp.100000 - Rp.200000 sebulan, kecuali untuk perempuan, pekerja sektor informal yang tidak sekolah atau tidak tamat SD justru memperoleh penghasilan diatas Rp.200000 sebulan. Dilihat dari status migrasi, tanpa memperhatikan variabel kontrol, yang bekerja di sektor informal sebagian besar adalah mereka yang berstatus bukan migran. Setelah memperhatikan variabel kontrol, di daerah perkotaan baik di pulau Jawa Bali maupun di luar pulau Jawa Bali, pekerja sektor informal yang berstatus bukan migran masih lebih banyak dibandingkan dengan yang berstatus migran dengan alasan apapun. Tetapi di pedesaan, baik di pulau Jawa Bali maupun di luar pulau Jawa Bali, yang berstatus migran karena alasan ingin mendapatkan pekerjaan baru karena tidak cukup lapangan kerja ditempat sebelurnnya terlihat lebih banyak. Dilihat dari tempat tinggal, baik diperkotaan maupun di pedesaan, pekerja sektor informal yang berstatus bukan migran ini, lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Sebagian besar berusia 65 tahun keatas. Dilihat dari tingkat pendidikan, kebanyakan mempunyai pendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD, kecuali yang bertempat tinggal di pedesaan, proporsi paling banyak adalah mereka yang tamat SD. Selanjutnya bila dilihat dari propinsi tempat tinggal, pekerja sektor informal yang berstatus bukan migran ini, yang bertempat tinggal di pulau Jawa Bali, lebih banyak perempuan, sebaliknya di luar pulau Jawa Bali, lebih banyak laki-laki. Sebagian besar berusia 65 tahun keatas dan mempunyai pendidikan tidak sekolah atau tidak tamat SD. Pada umumnya bekerja sebagai tenaga usaha penjualan, kecuali yang tamat SLTP keatas, justru lebih banyak yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, perikanan, perburuan dan kehutanan. Dilihat dari jam kerja, pada umumnya pekerja sektor informal bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu. Pekerja sektor informal yang bekerja dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu ini, sebagian besar bekerja sebagai tenaga usaha penjualan, kecuali yang mempunyai pendidikan tamat SLTP dan SLTA keatas, lebih banyak yang bekerja sebagai tenaga operator dan alat-alat angkutan. Dilihat dari penghasilan, tanpa memperhatikan variabel kontrol, sebagian besar menerima penghasilan antara Rp.100000 sampai dengan Rp.200000 sebulan. Pekerja sektor informal yang menerima penghasilan antara Rp.100000 sampai dengan Rp.200000 sebulan ini, terlihat mengelompok pada hampir semua jenis pekerjaan seperti tenaga usaha penjualan, jasa, pertanian, tata usaha dan sejenisnya, produksi, pekerja kasar dan lainnya. Setelah dilakukan analisa inferensial dengan menggunakan model logistik sederhana dan berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya seseorang ke sektor informal, di temukan bahwa jenis kelamin tanpa dikontrol mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap status pekerjaan, namun setelah di kontrol dengan variabel tempat tinggal menjadi tidak signifikan. Umur dan Pendidikan merupakan variabel yang mempengaruhi seseorang memasuki pekerjaan di sektor informal, dengan atau tanpa di kontrol dengan variabel tempat tinggal. Dilihat dari status perkawinan, mereka yang berstatus kawin mempunyai resiko yang lebih besar untuk memasuki pekerjaan di sektor informal dibandingkan dengan mereka yang berstatus tidak kawin. Setelah di kontrol dengan variabel tempat tinggal, variabel status perkawinan dan interaksi antara status perkawinan dan tempat tinggal menjadi tidak signifikan. Kemudian, dilihat dari status migrasi, tanpa mengontrol variabel lain, status migrasi mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap masuknya seseorang kesektor informal. Mereka yang berstatus bukan migran mempunyai resiko yang lebih besar untuk masuk sektor informal dibandingkan dengan mereka yang berstatus migran karena alasan ingin mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan dan karena alasan lain, sedangkan untuk migran yang pindah karena alasan ingin mencari pekerjaan bare karena tidak cukup lapangan pekerjaan di tempat sebelumnya tidak terdapat perbedaan proporsi yang bekerja di sektor informal dengan mereka yang berstatus bukan migran. Bila di kontrol dengan tempat tinggal, setelah mengeluarkan variabel yang tidak signifikan, di peroleh bahwa di perkotaan, resiko memasuki pekerjaan di sektor informal oleh mereka yang berstatus bukan migran lebih tinggi dibandingkan dengan yang berstatus migran. Di pedesaan juga terlihat hal yang sama, kecuali untuk migran yang pindah karena-alasan ingin mencari pekerjaan bare karena tidak cukup lapangan pekerjaan ditempat sebelumnya mempunyai resiko yang lebih besar untuk memasuki pekerjaan di sektor informal dibandingkan dengan yang bukan migran. Melalui analisa inferensial dengan menggunakan model logistik penjumlahan, baik respondennya adalah mereka yang bekerja atau yang bekerja dan bertempat tinggal di daerah perkotaan atau yang bekerja dan bertempat tinggal di pedesaan hanya variabel pendidikan, umur, indikator status migrasi l yang merupakan faktor penentu masuknya seseorang ke sektor informal. Dilihat dan nilai odd ratio diperoleh hasil sebagai berikut:
(a) resiko memasuki pekerjaan di sektor informal untuk mereka yang mempunyai pendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mempunyaipendidikan lebih tinggi, setelah memperhitungkan variabel bebas yang lain.
(b)resiko memasuki pekerjaan di sektor informal untuk mereka yang berusia lebih tua lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berusia lebih muda, setelah memperhitungkan variabel bebas yang lain.
(c). resiko memasuki pekerjaan di sektor informal untuk mereka yang berstatus bukan migran lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berstatus migran karena alasan ingin mendapatkan pekerjaan ditempat tujuan, setelah memperhitungkan variabel bebas yang lain. Jadi dari sernua variabel bebas yang diduga mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas status pekerjaan, ditemukan hanya umur dan pendidikan yang dianggap paling menentukan seseorang memasuki pekerjaan di sektor informal baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Maiyanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menguraikan kesenjangan penghasilan sektor formal dan informal di Indonesia dengan menggunakan data Sakernas 2013. Menggunakan dekomposisi Blinder-Oaxaca 1973 yang dikembangkan oleh Jann 2008 , ditemukan kesenjangan penghasilan antara pekerja formal dan informal yang signifikan. Kesenjangan tersebut dijelaskan oleh dua faktor utama, yaitu faktor explained yang dikaitkan dengan faktor endowment pekerja dan faktor unexplained terkait dengan tingkat pengembalian terhadap karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan. Kontribusi faktor endowment adalah yang paling besar terhadap kesenjangan penghasilan. Secara umum, pekerja sektor formal lebih banyak terkonsentrasi pada jabatan dan upah yang lebih tinggi, lebih berpendidikan, dan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas karakteristik secara keseluruhan.Kata kunci: Kesenjangan Penghasilan, Dekomposisi Blinder-Oaxaca, Faktor explained endowment , faktor unexplained return , pekerja formal, pekerja informalPenelitian ini bertujuan menguraikan kesenjangan penghasilan sektor formal dan informal di Indonesia dengan menggunakan data Sakernas 2013. Menggunakan dekomposisi Blinder-Oaxaca 1973 yang dikembangkan oleh Jann 2008 , ditemukan kesenjangan penghasilan antara pekerja formal dan informal yang signifikan. Kesenjangan tersebut dijelaskan oleh dua faktor utama, yaitu faktor explained yang dikaitkan dengan faktor endowment pekerja dan faktor unexplained terkait dengan tingkat pengembalian terhadap karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan. Kontribusi faktor endowment adalah yang paling besar terhadap kesenjangan penghasilan. Secara umum, pekerja sektor formal lebih banyak terkonsentrasi pada jabatan dan upah yang lebih tinggi, lebih berpendidikan, dan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas karakteristik secara keseluruhan.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Adi Pranaya
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Lebih dari sepertiga pekerja pembuatan batubata mengalami keluhan nyeri pada bahu. Perlu di identifikasi penyebab atau faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri bahu, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan di tempat kerja dengan harapan terjadi peningkatan derajat kesehatan pekerja pembuatan batu bata.Metode : Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan pemilihan sampel secara total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengamatan cara kerja. Variabel yang diteliti adalah umur, indeks massa tubuh, masa kerja, lama kerja, aktivitas olahraga, kebiasaan merokok, pekerjaan rumah tangga, posisi kerja lengan atas, lama posisi lengan atas sewaktu istirahat, posisi duduk ketika bekerja. Dilakukan pengukuran nyeri dan disabilitas juga menggunakan instrumen shoulder pain and disablity index SPADI Hasil : Jumlah responden adalah 92 orang lelaki. Didapatkan prevalensi nyeri bahu 57,6 dengan skor pain index 40 tahun ROs 30,62 IK95 7,16-131,01 , tidak aktivitas olahraga ROs 8,97 IK95 1,30-61,76 Faktor pekerjaan yang berhubungan; lama kerja > 8 jam ROs 5,71 IK95 1,56-20,80 , masa kerja > 5 tahun ROs 5,00 IK95 1,30-19,13 , serta posisi duduk bungkuk ROs 5,13 IK95 1,20 ndash;21,95 . Kesimpulan dan saran : Prevalensi nyeri bahu pada pekerja pembuatan batubata adalah 57,6 . Faktor yang berhubungan adalah; umur > 40 tahun, tidak aktivitas olahraga, lama kerja > 8 Jam, masa kerja > 5 tahun, posisi duduk bungkuk. Saran agar desain tempat kerja agar sesuai dengan posisi bekerja dan dianjurkan untuk berisitirahat yang cukup bagi pekerja seteleh bekerja 8 jam sehari. Kata Kunci : Nyeri bahu, pekerja informal, pembuat batu bata, aktivitas olahraga, lama kerja, masa kerja, posisi duduk.
ABSTRACT
Analysis of shoulder pain and associated risk factors among male brick making workers Study in Cibarusah sub district, Bekasi district Background More than one third of brick making workers suffer from shoulder pain. It is necessary to identify causes or related factors to shoulder pain among them, so that prevention measures in the workplace can be implemented so that it can improve the health status of brick making workers. Method The study used cross sectional design with total sampling. Data collection was done by interviewing and observing the workers. The variables studied were age, body mass index, work period, duration of work, sport activity, smoking habit, housework, upper arm position, upper arm position during rest, sitting position at work. Pain index and disability index was measured using shoulder pain and disablity index SPADI instrument. Result The number of respondents were 92 people consisting of all men. The prevalence of shoulder pain was 57,6 . Pain index score 40 years AOR 30,62 95 CI 7,16 131,01 , no sport activity AOR 8.97 95 CI 1.30 61,76 . Related work factors duration of work 8 hours AOR 5.71 95 CI 1.56 20.80 , working period 5 years AOR 5.00 95 CI 1.30 19.13 , and AOR hunched position 5.13 95 CI 1,20 21,95 . Conclusion and suggestion The prevalence of shoulder pain in brick making workers was 57.6 . Related factors are age 40 years, no sports activity, duration of work 8 hours, work period 5 years, hunched position. Suggestions for the design of the workplace to fit the working position and it is advisable to have adequate rest for workers after work 8 hours a day. Key words Shoulder pain, informal workers, brick makers, sports activities, work period, duration of work, sitting position at work.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alin Fadhlina Hayati
Abstrak :
Peningkatan jumlah penduduk dari waktu ke waktu telah mendorong munculnya dominasi peran warganya untuk bekerja di sektor informal. Pekerja informal di Indonesia mampu menyerap lebih banyak angkatan kerja sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, program perlindungan terhadap pekerja informal khususnya jaminan kesehatan belum optimal dan berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis determinan kepesertaan jaminan kesehatan pada pekerja informal. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status ekonomi, karakteristik sosial demografi, akses media, akses fasilitas kesehatan, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan inferensial (Regresi Multinomial Logistik) dengan sumber data Susenas 2016 dan Podes 2014. Hasil penelitian menunjukkan masih banyak pekerja informal yang tidak memiliki jaminan kesehatan yaitu sekitar 43,96% dari total responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara status ekonomi, sosial demografi, akses media, akses terhadap fasilitas kesehatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan dengan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional pada pekerja informal. Secara statistik, variabel status ekonomi memiliki korelasi yang paling tinggi dengan kepesertaan jaminan kesehatan. Hasil penelitian menujukkan bahwa karakteristik JKN PBI sudah sesuai dengan justifikasi kriteria penerima iuran jaminan kesehatan walaupun masih terdapat adanya inclusion error yang terlihat dari hasil deskriptif antara status ekonomi dan kepesertaan JKN PBI. Kecenderungan kepesertaan jaminan kesehatan non subsidi lebih rendah pada laki-laki, status ekonomi rendah, berpendidikan rendah, berstatus cerai, berkerja di sektor perdagangan, hotel dan rumah makan, tinggal di daerah perdesaan, tidak memiliki akses media. Aspek moral hazard yang dilihat dari faktor akses dan pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan yang relatif mudah, namun kecenderungan pekerja informal untuk menjadi peserta jaminan kesehatan justru lebih rendah. Sosialiasi melalui akses media perlu dilakukan untuk menambah informasi terkait program jaminan kesehatan nasional terutama pada karakteristik pekerja informal yang cenderung belum terproteksi. ......Increasing in population over time has led to the dominance of the role of citizens to work in the informal sector. Informal workers in Indonesia are able to absorb more labor force so as to support economic growth. However, the program of protection against informal workers, especially health insurance is not optimal and sustainable. The aims of this study are to analyze the determinants of health insurance participation in informal workers. The independent variables in this study are economic status, social demographic characteristics, media access, access to health facilities, and utilization of health facilities. The method of analysis in this study is descriptive and inferential analysis (Multinomial Logistic Regression) with data source Susenas 2016 and Podes 2014. The results showed there are still many informal workers who do not have health insurance that is about 43.96% of the total respondents. The results of this study indicate that there is a correlation between economic status, social demography, media access, access to health facilities and utilization of health facilities with the participation of National Health Insurance on informal workers. Statistically, economic status variables have the highest correlation with health insurance membership. The results showed that the characteristics of JKN PBI are in accordance with the justification of the criteria of recipients of health insurance contributions, although there is inclusion error that described in descriptive of economic status and national health insurance membership. Most of the respondent who not participated in non-subsidized health insurance are men, low economic status, low education, divorced status, work in trade, hotels, and restaurants, living in rural areas, lacking media access. The moral hazard can be seen in the access and utilization of first-rate health facilities and advanced health facilities are relatively easy, but participation in health insurance is lower. Socialization through media access needs to add information related to the national health insurance program, especially on the characteristics of informal workers who tend to be uninsured.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T50801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahratul Hayati Nurzain
Abstrak :
Tugas Karya Akhir ini membahas tentang mekanisme resiliensi sosial yang dilakukan oleh perempuan pekerja rumahan selama pandemi COVID-19 dari disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perempuan pekerja rumahan yang menghadapi kondisi kerentanan dari aspek ekonomi, sosial, dan hukum selama masa pandemi COVID-19. Perempuan pekerja rumahan mengalami kehilangan pendapatan karena rantai pasok yang terganggu selama masa pandemi COVID-19. Mekanisme resiliensi sosial dibutuhkan oleh perempuan pekerja rumahan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama pandemi. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi kerentanan, mekanisme resiliensi sosial, serta faktor-faktor resiliensi sosial dari perempuan pekerja rumahan di Indonesia, India, dan Thailand pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan non-reaktif melalui kajian literatur. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa perempuan pekerja rumahan berada dalam kondisi yang semakin rentan, dari aspek sosial, ekonomi, dan kesehatan selama masa pandemi COVID-19. Untuk menghadapi kerentanan tersebut, perempuan pekerja rumahan di Indonesia, India, dan Thailand melakukan berbagai mekanisme resiliensi sosial, di antaranya memanfaatkan bantuan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar, mempertahankan hubungan sosial melalui bergabung dengan koperasi, diskusi, kerja sama, dan advokasi, serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilan diri dengan mengikuti pelatihan dan memulai pekerjaan atau usaha baru. Dalam melakukan mekanisme resiliensi sosial ini, diidentifikasi persamaan dan perbedaan faktor pelindung dan faktor risiko di antara perempuan pekerja rumahan di Indonesia, India, dan Thailand. Persamaan yang signifikan adalah adanya budaya patriarkis yang memengaruhi peran gender dalam pekerjaan serta pendidikan yang rendah bagi perempuan sebagai faktor risiko, serta peran organisasi pendamping yang memberikan bantuan sosial dan pelatihan sebagai faktor pelindung. Sedangkan, perbedaan yang signifikan adalah dalam aspek regulasi pekerja rumahan yang sudah ada di Thailand, tetapi belum ada atau masih terbatas di Indonesia dan India. Penelitian ini menyimpulkan bahwa masing-masing faktor pelindung dan risiko yang telah diidentifikasi memengaruhi perempuan pekerja rumahan untuk melalui ketiga proses resiliensi sosial, yaitu recovery, sustainability, dan growth. ......This study aims to explain social resilience mechanisms adapted by women home-based workers during the COVID-19 pandemic in the view of Social Welfare Science. The background of this research is the economic, social, and legal vulnerability faced by women home-based workers during the COVID-19 pandemic. Women home-based workers experienced loss of income due to disrupted supply chains during the COVID-19 pandemic. Social resilience mechanisms are needed by women home-based workers to meet their basic needs during the pandemic. This study describes the vulnerability conditions, social resilience mechanisms, and social resilience factors of women homeworkers in Indonesia, India, and Thailand during the COVID-19 pandemic. This research is a descriptive and non-reactive research that uses literature review method. The finding of this research shows that women home-based workers are even in more vulnerable conditions while COVID-19 pandemic, both in the aspect of economic, social, and health. To face that vulnerability, women home-based workers in Indonesia, India, and Thailand are doing various social resilience mechanisms, such as fulfilling basic needs from social assistance, maintaining social relationships through cooperatives, discussion, and advocacy, and also improving their knowledge and skills through training and starting new job or small business. This research also identified similarities and differences in protective and risk factors contributing to women home-based workers’ social resilience mechanisms in Indonesia, India, and Thailand. The significant similarity is patriarchy culture in these three countries as a risk factor that affect strong gender role in labour and also affect low education for women. Another similarity is the non-government organization’s significant role in these three countries as a protective factor in facilitating social assistance and various trainings for women home-based workers. Meanwhile, the significant difference is regulation aspect, where Thailand already established an act, while there is still limited to none regulation in Indonesia and India. This study concludes that each of the identified protective and risk factors influenced the women homeworkers to go through the three processes of social resilience, namely recovery, sustainability, and growth.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
McCann, Dredier
Abstrak :
ABSTRAK
Unacceptable forms of works (UFW) have been identified as an "area of critical importance" for ILO as it approaches its centenary. Yet there is currently no comperhensive elaboration of the dimentions, causes or manivestations of UFW. This article reports ona research project that has proposed such a framework. The article first investigates and reconceptualize key discourses on contemporary work to identify their contribution to an analytically rigorous conception of UFW. It then outlines a novel multidimensional model that has been designed for use by local policy actors in identifying and targeting UFW in countries across a range of icome levels.
Geneva: Blackwell Publishing, 2017
331 ILR 156:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>