Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desrezka Gunti Larasati
Abstrak :
The topic of this paper is to describe the defining criteria of originality of song works. The aspect of originality is important to make such work be protected by Copyright Law. In this research, the criteria to define originality are based on certain doctrines and/or theories of originality that may vary case by case. The use of such doctrines and/or theories is necessary, since the stipulations regarding originality in the Indonesian Copyright Act has not been considered suffice. With regard to the song works, the criteria of originality may be different from other works. Therefore, a comprehensive research on the characteristics of song as a work is also important. This research is a qualitative research with prescriptive design. The research depicts the use of certain doctrines and/or theories as supplementary provisions to the Copyright Law in defining the originality of songs, which have specific characteristics resulted from their author’s creations and intellectuals.

Topik makalah ini adalah untuk menggambarkan kriteria yang menentukan orisinalitas karya lagu. Aspek orisinalitas penting untuk membuat pekerjaan tersebut dilindungi oleh Undang- Undang Hak Cipta. Dalam penelitian ini, kriteria untuk menentukan keaslian didasarkan pada doktrin dan / atau teori orisinalitas yang mungkin berbeda kasus per kasus tertentu. Penggunaan doktrin dan / atau teori-teori tersebut diperlukan, karena ketentuan mengenai orisinalitas dalam UU Hak Cipta Indonesia belum dianggap cukup. Berkenaan dengan karya-karya lagu, kriteria orisinalitas mungkin berbeda dari karya-karya lain. Oleh karena itu, penelitian yang komprehensif tentang karakteristik lagu sebagai karya juga penting. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain preskriptif. Penelitian ini menggambarkan penggunaan doktrin dan / atau teori ketentuan tambahan Undang-Undang Hak Cipta dalam menentukan keaslian lagu, yang memiliki karakteristik tertentu yang dihasilkan dari kreasi penulisnya dan intelektual tertentu.
University of Indonesia, Faculty of Law, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mizan Ananto
Abstrak :
Artificial Intelligence (AI) dalam bidang seni rupa mengalami perkembangan yang kian pesat. Munculnya AI art generator mendisrupsi makna penciptaan suatu karya seni rupa yang telah lama dikenal. AI art generator mempunyai fitur yang memudahkan penggunanya untuk menciptakan gambar, cukup memasukkan deskripsi teks, maka AI akan langsung menghasilkan gambar sesuai yang diinginkan pengguna. Proses pembuatan karya seni rupa ini kemudian menimbulkan polemik mengenai apakah karya seni rupa yang dihasikan oleh AI Art Generator memenuhi syarat sebagai suatu ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta, dan bagaimana perlindungan hak cipta atas karya-karya yang digunakan tanpa izin sebagai training database AI Art Generator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berfokus kepada analisis teori-teori dan doktrin hukum disandingkan dengan peraturan perundang-undangan hukum hak cipta nasional dan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut hukum hak cipta internasional dan UU Hak Cipta Indonesia, karya seni rupa yang dihasilkan oleh AI Art Generator tidak memenuhi syarat sebagai ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta. Hal ini dikarenakan tidak dipenuhinya unsur orisinalitas yang merupakan salah satu syarat agar suatu ciptaan dapat dilindungi hak cipta. Karya seni rupa yang dihasilkan AI Art Generator tidak dapat membuktikan adanya pemenuhan unsur "human intellectual independent effort" dan "creative choice". Penggunaan ciptaan-ciptaan yang dijadikan referensi gambar dalam training database AI Art Generator dapat dibenarkan menurut doktrin fair use, karena memenuhi keempat syarat yang ada dalam “The Four Factor of Fair Use” yang diatur dalam U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator telah mempermudah aksesibilitas masyarakat awam dalam melihat dan membuat karya seni rupa. Dengan demikian, peran AI Art Generator terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang seni ini dapat dilegitimasi penggunaanya dengan berlindung pada doktrin fair use. ......The emergence of AI art generator disrupts the meaning of creating an artwork that has long been known. The AI art generator has features that make it easy for users to create images, simply by entering text descriptions, then the AI will produce the desired image. This creation process then raises questions, whether the artworks produced by AI Art Generator meet the requirements as a creation that can be protected by copyright and how is the protection of copyright on works that are used without permission as a training database for AI Art Generator. This study uses a normative juridical research method that focuses on the analysis of theories and legal doctrines juxtaposed with national and international copyright law regulations. The results showed that according to international copyright law and the indonesian copyright law, artworks produced by AI Art Generator did not meet the requirements as creations that were entitled to copyright protection. This is because the element of originality, which is one of the requirements for a creation to be protected by copyright, is not fulfilled. Artworks produced by AI Art Generator cannot prove the fulfillment of the elements of "human intellectual independent effort" and "creative choice". The use of artworks that are used as reference images in the AI Art Generator’s training database can be justified according to the fair use doctrine, because they meet the four criteria in “The Four Factor of Fair Use” regulated in the U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator has facilitated the accessibility of the general public in seeing and creating visual art works. The impact of AI Art Generator on the development of science, especially in the field of art, can be legitimized by relying on the fair use doctrine.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afuah, Allan
New York: Routledge, 2009
658.406 3 AFU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kusuma
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk mengatuhi peran atribut originality, quality, quantity dan humor pada TikTok terhadap intention to follow the account, the advice, dan intention to share melalui mediasi hedonic experience dan opinion leadership. Penelitian ini, menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) dalam pengolahan data. Responden pada penelitian ini merupakan pengguna TikTok berusia 18-35 tahun yang berdomisili di Indonesia. Data sebanyak 215 yang terdapat pada penelitian utama diolah dengan menggunakan metode Partial Least Square - Structural Equation Model (PLS-SEM). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa sebanyak 12 dari total 17 hipotesis diterima yaitu quality, quantity, dan humor berpengaruh terhadap hedonic experience. Sementara itu, originality, quality, dan quantity berpengaruh terhadap opinion leadership. Selanjutnya, ditemukan bahwa hedonic experience mampu memberikan perngaruh positif terhadap intention to follow the account dan intention to share. Sedangkan, opinion leadership mampu memberikan perngaruh positif terhadap intention to follow the account, the advice. dan intention to share. Hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi pemasar untuk dapat digunakan dalam penyusunan strategi influencer marketing pada TikTok. ......The research aims to determine the role of the originality, quality, quantity and humor attributes on TikTok on the intention to follow the account, the advice, and the to share through the mediation of hedonic experience and opinion leadership. This study uses a non- probability sampling technique with the Structural Equation Modeling (SEM) method in data processing. Respondents in this study are TikTok users aged 18-35 years who live in Indonesia. Data from 215 respondents in the main study were processed using the Partial Least Square - Structural Equation Model (PLS-SEM) method. The results of this study indicate that as many as 12 out of a total of 17 hypotheses are accepted, namely quality, quantity, and humor have an effect on hedonic experience. Originality, quality, and quantity affect opinion leadership. Then, this study found that hedonic experiences were able to have a positive influence on intentions to follow accounts and to share. Opinion leadership have a positive influence on the intention to follow the account, the advice and to share. The results of this research are useful for marketers in developing influencer marketing strategies on TikTok.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walter Orlando Wijaya
Abstrak :
Video Games adalah bentuk hiburan audio-visual yang dikomersialisasikan kepada publik, baik melalui bentuk fisik atau digital, dan merupakan subjek Hukum Kekayaan Intelektual, di bawah definisi pasal 2 Konvensi Berne sebagai Karya Sastra dan Artistik. Dalam gim video, terdapat beberapa jenis properti intelektual terkait aspek audio dan visualnya. Namun, tidak ada peraturan khusus yang secara ketat mengatur tentang sejauh mana videogame dianggap asli/orisinil, karena tidak ada spesifikasi eksplisit, hingga batas di mana videogame dianggap serupa atau pelanggaran langsung terhadap kekayaan intelektual yang dipegang oleh videogame lain. Hal ini diperparah oleh adanya dikotomi ide-ekspresi dimana adalam merupakan sebuah prinsip dalam hukum Kekayaan Intelektual, di mana. apakah mirip dalam sebuahvideogametelah melanggar gagasan, yang tidak dilindungi oleh hukum kekayaan intelektual, atau ekspresi, yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Lebih jauh lagi, membagi pada pandangan apakah permainan video dilihat sebagai karya sastra atau program komputer, menyebabkan kebingungan lebih lanjut ke batas orisinalitas dalam videogame, di mana tulisan ini berusaha untuk memperjelas melalui isinya. ...... Video Games are a form of an audio-visual entertainment that is commercialized to the public, either through physical or digital form, and is a subject of Intellectual Property Law, under the definition of article 2 of the Berne Convention as Literary and Artistic Work. Within video games, contains several types of intellectual properties regarding its audio and visual aspects. However, there are no specific regulations that strictly governs regarding what extent a videogame is considered original, as there are no explicit specifications, to the limits where a videogame is considered similar or an outright violation of an intellectual property held by another videogame. This is worsened by the presence of the idea-expression dichotomy principle presence in Intellectual Property law, in which whether a similar videogame has violated the idea, in which isnt protected under intellectual property law, or the expression, which is protected through copyright law. Furthermore, the divide on the view whether a video game is seen as a literary work or a computer program, causes further confusion to the limits of originality in a videogame, in which this paper seeks to clarify through its contents.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ramadhawianto
Abstrak :
[Negara Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya, haruslah dijaga dan dilindungi keberadaanya. Saat ini perlindungan akan warisan budaya menjadi isu yang mendesak bagi penduduk Indonesia karena sering dengan perkembagan zaman dan teknologi, ancaman akan eksploitasi terhadap produk ekspresi budaya tradisional sangat mungkin terjadi. Tapi di sisi lain penggunaan atau exploitasi ekspresi budaya tradisional juga penting dilakukan agar nialinya tetap terkandung dimasyarakat. Hal tersebut lah yang mendorong penulis untuk membahas penggunaan ekspresi budaya tradisional secara bebas. Teater I La Galigo adalah contoh nyata dimana exploitasi terhadap ekspresi kebudayaan tradisional berjalan lurus dengan pelestariannya. Dan seabgai sebuah teater yang mengadopsi alur cerita dari warisan budaya, maka penting untuk menuntukan originalitasnya agar karya tersebut dapat diberikan perlindungan dalam ruang lingkup hak cipta. Di sisi lain penting juga menentukan bahwa I La Galigo sebagai modifikasi expresi budaya tradisional tidak melanggar norma-norma yang ada pada masyarakat bugis. Sudut pandang tentang pelanggaran tersebut haruslah sesuai dengan hokum hak cipta dan sesuai dengan rancangan undang-undang tentang pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang saat ini menunggu untuk disahkan. Pada akhirnya modifikasi atau penggunaan ekspresi budaya tradisional haurslah bermafaat dan dapat mensejahterakan masyarakat aslinya. ......, The Republic of Indonesia, which consists of diverse ethnic and cultural, the existence must be maintained and protected. Currently, the cultural heritage protection was become an urgent issue for the people of Indonesia as often with the times and technological developments, the threat of exploitation of the products of traditional cultural expression is very possible to happen. But on the other hand the use or exploitation of traditional cultural expressions are also important so that its value remains contained in the community. That is what prompted the authors to discuss the use of traditional cultural expressions freely. Theater I La Galigo is a real example where the exploitation of the traditional cultural expression goes straight to its preservation. And as a theater that adopts the storyline of the cultural heritage, it is important to determine the originality so the work can be granted protection within the scope of copyright. On the other hand it is also important to determine that I La Galigo as a modification of traditional cultural expression does not violate the norms that exist in Bugis society. Viewpoints on these violations must be in accordance with copyright laws and corresponding with the draft law on traditional knowledge and traditional cultural expressions that are currently waiting to be approved. In the end, modification or use of traditional cultural expressions should be useful and can giving prosperity to the local communities.]
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2015
S62276
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Lingga Rachman
Abstrak :
Seni merupakan salah satu ruang bagi manusia dimana ia bisa berkreasi dan mengekspresikan dirinya. Sebagai manusia yang kritis, memiliki kemampuan untuk berkreasi dengan bekalan ide-ide dan sifat keunikan. Proses tersebut merujuk pada suatu konsep tentang kebaruan, yaitu originalitas. Sebagai konsep, originalitas membekali manusia dengan dorongan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Namun pada seni, originalitas tidak hanya bisa dilihat sebagai sebentuk konsep, tapi juga konteks dimana ia dapat mempengaruhi bentuk apresiasi seseorang terhadap suatu objek seni. Era modern yang telah bergerak mempengaruhi zaman, telah mengubah seni yang original dan autentik pudar, sehingga bagi seorang Walter Benjamin, seni telah kehilangan aura. Seni modern tidak hanya bermuatan estetis tetapi juga politis serta ekonomis, sehingga menjadikan seni tidak lagi diapresiasi sebagai suatu substansi keindahan, melainkan sebagai komoditas. Dalam hal ini, seni yang telah kehilangan auranya tersebut bisa tetap diapresiasi meski ia berdiri tanpa bekalan originalitas yang berupa konteks pada karya, karena karya seni terlahir dengan muatan-muatan ide mengenai keindahan bernuansa artistic sehingga bisa tetap berdiri tanpa harus menggali konteks originalitas. Melihat hal tersebut, originalitas yang telah pudar dari proses kreasi dan pada konsep seni telah berganti menjadi rumusan inovasi yang masih tetap mengusung semangat kebaruan. ......Art is a space men can used to create and express themselves. As critical human being, men are capable to create things based on the ideas and uniqueness. The process itself leads to a concept of originality. As a concept originality gave men the force to create something based on new ideas. Yet in art, originality not only stands as a concept, but as a context as well which affecting the way of appreciation of a man to an object. Modernity has made the art lost its authenticity and sense of originality, and to Walter Benjamin, its aura. Modern arts are not always aesthetical, but political and economical at some points, which made the modern arts cannot be perceived or taking appreciations as a substance of beauty, but instead as commodities. In a way, the art which no longer has its aura still available for appreciations even without the originality as a context on the work of art. An art existed with its ideas of beauty and artistic being so without digging the context of originality the art still available for appreciation. The basic concept of originality, in this case, has turned to a new conceptual form of innovation whereas the ideas of ?new? is there as well.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S1534
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library