Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49 dokumen yang sesuai dengan query
cover
McCormack, Mark H.
New York: Beech Tree Books, 1987
174.309 73 MCC t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
347.01 DJO m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khunaifi Alhumami
"Dalam struktur ketatanegaraan, Kejaksaan merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif (executif power) yang melaksanakan sistem peradilan pidana yang ada dalam ruang Iingkup kekuasaan kehakiman (judiciary power). Sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif, Kejaksaan mengikuti politik penegakan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman, Jaksa tidak boleh diintervensi oleh siapa pun ketika menangani suatu perkara, agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik. Dalam dua periode, yaitu sebelum dan sesudah tahun 1959, terdapat perbedaan penting dilihat dari sisi pelaksanaan penegakan hukum seiring dengan perubahan status Jaksa Agung dan Struktur Organisasi Kejaksaan. Sebelum tahun 1959, Jaksa Agung disebut Jaksa Agung pada Mahkamah Agung dan secara administartif menjadi bawahan Menteri Kehakiman karena Kejaksaan berada dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Walaupun begitu Jaksa Agung punya kemandirian karena ia diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara sampai usia pensiun, sehingga dapat melaksanakan penegakan hukum dengan baik, bahkan terhadap Menteri Kehakiman sekalipun. Setelah tahun 1959, Presiden Soekarno manjadikan Jaksa Agung sebagai Menteri/Pembantu Presiden disusul dipisahkannya Kejaksaan dari Departemen Kehakiman menjadi lembaga yang mandiri. Kebijakan itu diikuti oleh para Presiden penggantinya dengan sedikit modifikasi yaitu sebagai pejabat setingkat menteri, namun tetap menjadi anggota kabinet/Pembantu Presiden. Kedua perubahan itu, justru membuat pelaksanaan penegakan hukum semakin merosot. Kejaksaan mudah disalahgunakan oleh penguasa untuk memukul lawan-lawan politiknya. Secara kelembagaan, Kejaksaan mandiri namun independensi Jaksa Agung dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya menjadi pudar karena ia Pembantu Presiden yang dapat diberhentikan kapan saja oleh Presiden. Jaksa yang semula ada dalam korsa pegawai kehakiman (judicial service), berubah menjadi korsa pangreh praja (civil service), bahkan semi militery service. Otonomi individual Jaksa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum menjadi hilang.

In the constitucional structure, prosecution service represents the part of executive power which enforce the criminal justice system in scope of judiciary power. As a part of executive power, prosecution service follows the law enforcement politic is specified by government. Prosecutor is the part of judiciary power; he can not intervene by everyone even when handling a case, so that law enforcement is ambulatory better. In two periods, that is before 1959 and after it there are important difference seen from law enforcement along with change of status of Attorney General and organization structure of prosecution service. Before 1959, Attorney General is referred as Attorney General of the Supreme Court of Justice and administratively become the subordinate of Minister of Justice because Prosecution Service stays in Department of Justice. Nevertheless, Attorney General has independence because he is appointed by president as a chief nation until retired age, so that they can execute law enforcement better, even to Minister of Justice. After 1959, Soekarno made Attorney General as Minister/auxiliary of President, and then Prosecution Service is dissociated from Department of Justice become independence institute. This policy followed by presidents after him by little modification that is as official in the level of minister, but remains to be cabinet member/auxiliary of President. These changes exactly make law enforcement more declines. Prosecution service is misused by the government to fight against the political enemy. In institute, prosecution service is independent but the independence of Attorney General in enforce the task and the authority become faded away because he just auxiliary of president which can be riffed any time by president. At the first, the prosecutor is in the Judicial Service then change into the Civil Service, even become the Semi Military Service. Individual autonomy of prosecutor in executing the task of law enforcement become loses.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Sekarsari Anindyati
"Pemberian kuasa adalah persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Saat ini terdapat surat kuasa yang banyak digunakan dalam praktik bisnis, yaitu “surat kuasa mutlak.” Surat kuasa ini mencantumkan klausul “tidak dapat dicabut kembali dan para pihak mengenyampingkan Pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata.” Pada kasus, pemberi kuasa adalah SHR dan penerima adalah PT BKB. Kuasa tersebut dibuat berdasarkan suatu perjanjian investasi di antara SHR dan PT BKB. Permasalahan kemudian timbul ketika tiba-tiba SHR sebagai pemberi kuasa mencabut kuasanya pada PT BKB, padahal SHR telah mendapatkan manfaat dari penerima kuasa.
Power of attorney (POA) is an agreement by which gives power to an attorney, who accepted it, and on the principal’s behalf, to hold an affair. There is one type of POA agreement called “irrevocable power of attorney” which has “shall not be terminated for any reasons, waive Article 1813, 1814 and 1816 of the Civil Code” clause in it. In this case, the principal is SHR and the attorney is PT BKB. The POA was made based on an investment agreement. The problem happened when suddenly SHR revoke the POA after PT BKB gave their performance to SHR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Tamara
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Putusan Nomor 438/PDT/2013/PT.Bdg, dimana akta
kuasa menjual yang dibuat oleh Notaris dan juga Akta Jual beli yang dibuat oleh
PPAT berdasarkan akta kuasa menjual tersebut batal demi hukum, karena
dianggap sebagai kuasa mutlak. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian
yuridis normatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa putusan pengadilan tersebut
tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Perlindungan hukum bagi pihak
yang aktanya menjadi batal demi hukum yaitu dengan mengajukan gugatan
perdata dengan membuktikan bahwa kuasa menjual tersebut bukan kuasa mutlak.
Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah mengikuti ketentuan yang
berlaku untuk menghindari pengingkaran atau perbuatan melampaui hak yang
timbul terkait dengan keberadaan kuasa menjual tersebut

ABSTRACT
This Thesis analyze about The Ruling of High Court Number
438/PDT/2013/PT.Bdg, which is the sell attorney made by Notary and also deed
of sale and purchase made by PPAT became void by the law because that sell
attorney was considered as the irrevocable power of attorney. . The research used
judicial normative. The result of the research showed that the verdict was not
appropriate with relevant law. Legal protection for the people whom the deed
became void is submit a private suit and prove that the sell attorney is not the
irrevocable power of attorney and also show that the land sale as transition of land
right is legal. Suggestion for people who want to make deed of sale and purchase
is following the relevant rule to avoid refusing or something pass over the right
because of the sell attorney"
2016
T46545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Riyanto
"Eksistensi profesi Advokat secara praktek telah dikenal dari sejak jaman pemerintah Hindia Belanda sampai masa kemerdekaan hingga pemerintah Orde Baru berkuasa. Akan tetapi eksistensi profesi Advokat tersebut tidak diatur secara tegas dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri melainkan hanya terdapat pada pasal-pasal pada peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang bantuan hukum. Tidak seperti profesi hukum lain Polisi, Jaksa dan Hakim dimana ketiga profesi hukum tersebut keberadaannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Memasuki masa reformasi, Indonesia telah mengalami 4 (empat) tahap perubahan UUD 1945. Perubahan secara signifikan adalah dianutnya secara tegas prinsip negara berdasar atas hukum. Dalam usaha mewujudkan prinsip negara hukum, peran serta fungsi Advokat merupakan hal yang sangat penting dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat serta turut serta menciptakan lembaga peradilan yang bebas dari campur tangan pihak lain.
Sejalan dengan usaha mewujudkan prinsip negara hukum maka telah disahkan Undang-undang Nomor 1B Tahun. 2003 tentang Advokat, yang memberikan legitimasi bagi Advokat dalam menjalankan profesinya sekaligus menjadikan profesi Advokat sejajar dengan penegak hukum lain. Advokat mempunyai fungsi memberikan jasa hukum di bidang litigasi dan non litigasi. Dibidang litigasi khususnya dalam perkara pidana, Advokat dapat mewakili klien sebagai kuasa di Pengadilan untuk memberikan keterangan dan kejelasan hukum dalam persidangan dari tahap pemeriksaan Polisi sampai pelaksanaan putusan pengadilan. Dalam perkara perdata Advokat dapat mewakili pihak yang berperkara, tetapi hal yang sangat penting adalah Advokat dapat mendamaikan pihak yang berperkara sebelum perkara dibawa ke pengadilan.
Di bidang non litigasi Advokat dapat memberikan konsultansi kepada perseorangan atau badan hukum swasta lainnya. Advokat Asing yang bekerja pada Kantor Advokat Indonesia, berstatus sebagai karyawan atau tenaga ahli bidang hukum asing, dan hanya dapat memberikan jasa hukum dibidang non litigasi dan wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan, penelitian hukum selama 120 jam setiap tahun. Dengan diberlakukan Undang-Undang Advokat, menjadikan peran negara atau pemerintah bersifat statis, karena seluruh penyelenggaraan kepentingan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat tanpa adanya campur tangan dari pemerintah. Karena itu Undang-Undang Advokat perlu direvisi dan dibentuk Komisi Independen yang bertugas untuk rekruitmen dan pengawasan terhadap Advokat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayu Sri Rahayu
"Tesis ini membahas mengenai eksistensi Surat Kuasa Memasang Jaminan Fidusia (SKMJF) yang diberlakukan di PT. Bank UOB Indonesia (Bank UOB Indonesia). Hasil penelitian dalam penulisan ini yaitu Pengikatan jaminan untuk barangbarang yang dapat diikat dengan jaminan fidusia, dalam prakteknya di Bank UOB Indonesia, tidak selamanya menggunakan Akta Jaminan Fidusia (AJF), akan tetapi kadang-kadang diikat dengan SKMJF yang dibuat dengan akta dibawah tangan. Eksistensi pengikatan jaminan dengan SKMJF diantaranya dilakukan untuk barang jaminan berupa mesin. Hal tersebut disebabkan pembelian mesin dilakukan secara indent. Oleh karena tidak dapat dipastikan bahwa debitur dapat hadir kembali untuk menandatangani AJF dihadapan Notaris pada tanggal tibanya mesin yang dibiayai oleh Bank UOB Indonesia. Berdasarkan SKMJF tersebut pihak bank disamping sebagai pihak pemberi kuasa juga sebagai pihak penerima kuasa dalam AJF. Dengan SKMJF tersebut, jaminan fidusia tidak didaftarkan, sehingga tidak mendapatkan perlindungan hukum bagi Bank UOB Indonesia. Berdasarkan Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Fidusia dalam hal debitur pemberi fidusia cidera janji maka bank UOB Indonesia tidak berkedudukan sebagai kreditur preferen yang berhak diutamakan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan objek jaminan fidusia dari kreditur lainnya.

The Thesis to study the existence of Power of Attorney to Impose Fiduciary Right which applied at PT Bank UOB Indonesia (Bank UOB Indonesia). Result of research in this article is to impose of security agreement for collateral which able to be imposed by fiduciary right that in the fact at Bank UOB Indonesia, not longer with Deed to Impose Fiduciary Right but some cases to be imposed by the Power of Attorney to Impose Fiduciary Right which made in gentle agreement. The existance of Power of Attorney to Impose Fiduciary Right for machine collateral. Its caused purchase of machine conducted with indent and cannot to be made sure that debtor able re-attend to sign Deed to Impose Fiduciary Right before Notary on date of machine arrives which financed by Bank UOB Indonesia. Based on Power of Attorney to Impose Fiduciary Right whereby Bank besides as principal also as Attorney in Deed of Securiry of Fiduciary Power of attorney is not registered therefore BANK UOB Indonesia as the principal didn't receive any legal protection. Based on Article 20 and 21 of Law of Fiduciary that in case of debtor default on credit agreement, Bank UOB Indonesia as preference creditor entitle to be prioritized for payment from sale result of collateral then other creditor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Heryanto
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisa ketentuan Undang-Undang atas Sengketa Surat Kuasa 3 Juni 2003 dan penyelenggaraan RUPSLB 17 Maret 2005 dan RUPSLB 18 Maret 2005 PT. CTPI dalam Putusan MA No. 238/PK/Pdt/2014. Penelitian yuridis normatif ini memakai metode Penalaran Deduktif dari Soetandyo Wignjosubroto dan menggunakan sumber hukum Undang-Undang, Yurisprudensi, buku-buku teori hukum, surat kabar, dan kamus. Temuan inti menyatakan Surat Kuasa Yang Tidak Dapat Ditarik Kembali tidak diperbolehkan, dan dapat ditarik melalui cara berakhirnya Pemberian Kuasa (Psl. 1813-1819 KUHPer) dan Perikatan (Psl. 1381- 1403 KUHPer). Namun demikian penarikan Surat Kuasa 3 Juni 2003 tidak dibenarkan karena tidak ada tanda bukti bahwa penerima kuasa telah mengetahui tentang penarikan ini (Psl 1818 KUHPer). Penelitian juga menunjuk RUPSLB 17 Maret 2005 cacat formil karena melampaui tenggang waktu pengesahan Kementrian dalam pendaftaran dan pengumumannya; begitu pula RUPSLB 18 Maret 2005 yang tidak mengirimkan undangan 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada pemegang saham (Ps 68 jo. 69 UU PT 1995). Disarankan untuk penarikan surat kuasa selalu dilengkapi dengan tanda terima tertulis telah diketahui penerima kuasa, dan penerima kuasa yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi sesuai Psl. 1812 KUHPer. RUPS hendaknya diselenggarakan sesuai Anggaran Dasar yang mematuhi ketentuan UU Perseroan Terbatas dalam pemanggilan, penyelenggaraan, pendaftaran, dan pengumumannya. RUPS yang mencakup agenda pembayaran hutang pribadi pemegang saham disarankan mengadakan perjanjian subrogasi terpisah antara investor dan pemegang saham untuk kepastian perpindahan hak kreditur ke investor (ps. 1400 KUHPer).

The thesis analyzes the legal dispute of Irrevocable Power of Attorney 3rd June 2003, EGM 17th March 2005, and EGM 18th March 2005 of PT. CTPI in the Supreme Court Decision No. 238/PK/Pdt/2014. This legal normative research utilizes Logical Deductive method by Soetandyo Wignjosubroto with resources including Constitutional Law, Jurisprudence, newspapers, dictionary, as well as books and journals on law. The finding notes that Irrevocable Power of Attorney is not in alignment with the law; it can therefore be revoked in methods described in Art. 1813-1819 KUHPer and in Art. 1381-1403 KUHPer governing the termination of Power of Attorney and Contract respectively. That being said, the Irrevocable Power of Attorney 3rd June 2003 was not properly revoked due to lack of evidence that the beneficiary knew of its termination (Art. 1818 KUHPer). The research also notes EGM 17th March 2005 as illegal because it surpassed the time frame to be registered and announced (Art. 21 jo. 22 Company Act 1995); so was EGM 18th March 2005 that failed to mail its invitation 14 (fourteen) days beforehand to its shareholders (Art. 68 jo. 69 Company Act 1995). It is advised that the revocation of Power of Attorney should be accompanied by written notification signed by the beneficiary, while beneficiary that suffered losses can sue the principal for compensation in accordance to Art. 1812 KUHPer. EGM that covers payment of shareholders? personal debt should include separate and clearly stated subrogation agreement between investor and shareholders to ensure transfer of creditors? rights to the investor (Art. 1400 KUHPer). EGM should attend to the Company Act in all process of invitation, execution, registration, and announcement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Anasthasia Frecilia Dora
"ABSTRAK
Notaris merupakan Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik. Profesi Notaris pada saat ini menjadi sangat penting karena Notaris oleh Undang-undang diberi wewenang untuk membuat suatu alat pembuktian berupa akta otentik yang pada intinya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk semua orang yang membutuhkan suatu alat pembuktian untuk keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan usaha. Pembuatan akta otentik bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan serta masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat telah menganggap bahwa seorang Notaris adalah pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang dapat diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.Namun dalam Praktek hukum pembuatan akta notaris, tak jarang dijumpai bahwa ada notaris yang menyalahi tugas dan wewenangnya sebagai pejabat umum yang secara khusus diberi wewenang untuk membuat akta otentik, dengan tindakan menyimpang. Tugas dan wewenang yang diberikan negara kepada notaris tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga terjadi kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh notaris yang menimbulkan terganggunya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Salah satu contoh pelanggaran yang biasa dilakukan oleh seorang pejabat notaris adalah pelanggaranterhadap Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pada Pasal 16 ayat 1 . Akta Notaris yang telah dibuat pada awalnya tidak ada masalah, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali terjadi permasalahan, permasalahan itu timbul ketika salah satu pihak merasa dirinya dirugikan dan pada akhirnya akan menimbulkan suatu sengketa, dimana salah satu pihak menghendaki pembatalan atas akta Notaris yang telah dibuat sebelumnya. Suatu akta otentik yang dibuat atas permintaan para pihak yang berkepentingan, apabila terjadi pelanggaran maupun penyimpangan dari isi akta terhadap ketentuan perundang-undangan, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Dalam kasus tersebut dapat menjadi salah satu contoh bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris seringkali kurang hati-hati sehingga menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan.

ABSTRACT
Notary is the General Officer authorized to make an authentic deed. Notary Profession at this time becomes very important because the Notary by the Law is authorized to make an authentication instrument in the form of authentic deed which in essence is considered correct. This is very important for all people who need a tool of evidence for the purposes, both for personal interest and business interests. The making of authentic deeds aims to ensure legal certainty, order and legal protection for the interested parties and the community as a whole. The public has assumed that a Notary is an official where one can obtain reliable advice. Everything that is written and stipulated is true, he is a powerful document maker in a legal process.But in the practice of notarial deed making law, not infrequently encountered that there is a notary who violates the duties and authority as general officials who are specifically authorized to make the deed Authentic, with deviant action. The duties and authorities granted by the state to the notary are not carried out properly, resulting in errors and misappropriation by the notary which results in the disruption of legal certainty and sense of community justice. One example of a violation commonly committed by a notary official is a violation of Law Number 30 of 2004 concerning the Notary in Article 16 paragraph 1 . Notarized deeds that were made initially no problem, but in the implementation of the problem often occurs, the problem arises when one of the parties feel themselves harmed and will eventually lead to a dispute, in which one party wants the cancellation of the notarial deed previously made. An authentic deed made at the request of the parties concerned, in the event of violation or deviation from the contents of the deed to the provisions of the legislation, the deed only has the power of proof as a deed under the hands or deed is degraded its evidentiary power as a deed that has the power of proof as Deed under hand. In such cases it can be an example that in the performance of a Notary is often inadvertent, causing one party to feel disadvantaged. "
2017
T47615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky J.H.
"Penerapan restorative justice di lingkup penuntutan melalui Perja 15/2020 merupakan aturan hukum baru dibandingkan di tingkat penyelidikan, penyidikan dan pengadilan. Statusnya yang masih baru menjadikan peraturan ini sebagai sebuah tantangan tersendiri bagi jaksa untuk menerapkannya dalam rangka restorative justice, termasuk bagi para jaksa di Kejari Medan yang sejak dikeluarkannya Perja tersebut baru menerapkan restorative justice pada 15 April 2021. Penelitian ini bermaksud menelaah tiga hal; pertama, penerapan restorative justice di Kejari Medan berdasarkan Perja 15/2020; kedua, kendala-kendala yang dihadapi Kejari Medan dalam menerapkan restorative justice; dan ketiga, pelaksanaan ideal restorative justice di masa yang akan datang. Jenis penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder yang didukung dengan data primer berupa wawancara dan pengisian kuesioner yang diolah serta dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, penerapan restorative justice di Kejari Medan berdasarkan Perja 15/2020 belum dapat berjalan maksimal, terbukti sampai saat ini baru satu kasus yang dapat diselesaikan menggunakan mekanisme tersebut, yaitu kasus tindak pidana penganiayaan dengan tersangka Hengky dan korban Nilawati pada bulan April di tahun 2021; kedua, adapun kendala-kendala yang dihadapi Kejari Medan dalam menerapkan restorative justice dilandasi atas permasalahan pengaturan yang masih dianggap sangat umum dan tidak mengatur teknis pelaksanaan sehingga menimbulkan kebingungan bagi jaksa pelaksana, struktur pelaksana yang masih belum sepenunya siap melaksanakan restorative justice, fasilitas dan sarana penunjang pelaksanaan yang masih minim, serta partisipasi dan budaya hukum masyarakat sekaligus juga dari internal jaksa sendiri yang masih belum sepenuhnya menerima penyelesaian restorative justice; dan ketiga, konsep ideal penerapan restorative justice di masa yang akan datang didasarkan pada semangat penguatan singkronisasi sub-sistem dalam paradigma SPPT yang diejawantahkan melalui pengaturan ketentuan restorative justiceyang seragam.

The application of restorative justice in the scope of prosecution through the Attorney General’s Regulation 15/2020 is a new legal rule compared to the level of investigation, investigation, and court. However, due to its new status, it is actually a challenge and obstacle for prosecutors in implementing these regulations in the context of restorative justice, including for the Medan District Attorney, which since the issuance of the Regulation has only implemented restorative justice on April 15, 2021. This study intends to answer three questions, that is; first, the application of restorative justice at the Medan District Attorney based on the Attorney General’s Regulation 15/2020; second, the obstacles faced by the Medan District Attorney in implementing restorative justice; and third, the implementation of the ideal restorative justice in the future. This type of research is normative juridical research with a conceptual approach and legislation. The type of data used is secondary data which is supported by primary data in the form of interviews and filling out questionnaires which are processed and analyzed descriptively-qualitatively. The results showed that; first, the application of restorative justice at the Medan District Attorney based on the Attorney General’s Regulation 15/2020 has not been able to run optimally, it is proven that so far only one case can be resolved using this mechanism, namely the case of a criminal act of persecution with the suspect Hengky and the victim Nilawati in April in 2021; second, the obstacles faced by the Medan District Attorney in implementing restorative justice are based on regulatory issues which are still considered very general and do not regulate the technical implementation, causing confusion for the implementing prosecutor, the implementing structure which is still not fully ready to carry out restorative justice, facilities and supporting facilities. implementation is still minimal, as well as participation and legal culture of the community as well as from the internal prosecutors themselves who still have not fully accepted the restorative justice settlement; and third, the ideal concept of implementing restorative justice in the future is based on the spirit of strengthening sub-system synchronization in the Integrated Criminal Justice System paradigm which is embodied through the regulation of uniform restorative justice provisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>