Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulky Rizfy Izmul Azhom
"Penelitian ini menilai dampak transformasi digital terhadap kinerja bank sebelas bank di Indonesia—meliputi bank konvensional dan syariah—selama periode dari kuartal kedua tahun 2016 hingga kuartal pertama tahun 2024. Metode kuantitatif, khususnya analisis regresi data panel, diterapkan untuk mengolah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan bulanan bank-bank tersebut. Variabel dependen dalam penelitian ini termasuk Capital Ratio, Non-Performing Loan (NPL), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Financing to Deposit Ratio (FDR), Financing Growth, dan Deposit Growth. Sebagai variabel independen, penelitian ini menggunakan dummy digital dan dummy syariah, ditambah dengan beberapa variabel kontrol seperti ukuran bank, suku bunga, dan pertumbuhan GDP. Hasil analisis menunjukkan bahwa transformasi digital memiliki dampak positif signifikan terhadap Capital Ratio, Financing Growth, dan Deposit Growth, serta BOPO, sementara dampaknya terhadap ROA, ROE, dan NPL adalah negatif signifikan. Temuan serupa juga terobservasi pada bank digital syariah ketika dibandingkan dengan bank digital konvensional, kecuali pada variabel ROE. Penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi lingkungan akademis, praktisi perbankan, dan regulator tentang efektivitas transformasi digital di sektor perbankan Indonesia.

This study assesses the impact of digital transformation on the financial performance of eleven banks in Indonesia—including both conventional and Islamic banks—from the second quarter of 2016 to the first quarter of 2024. A quantitative method, specifically panel data regression analysis, was employed to process the secondary data derived from the banks' monthly financial reports. The dependent variables in this study include Capital Ratio, Non-Performing Loan (NPL), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Operational Expenses to Operational Income (BOPO), Financing to Deposit Ratio (FDR), Financing Growth, and Deposit Growth. The independent variables used are digital and Islamic banking dummies, along with several control variables such as bank size, interest rates, and GDP growth. The analysis results show that digital transformation has a significant positive impact on Capital Ratio, Financing Growth, and Deposit Growth, as well as BOPO, while its impact on ROA, ROE, and NPL is significantly negative. Similar findings were also observed in Islamic digital banks compared to conventional digital banks, except to the ROE. This research provides important contributions to the academic community, banking practitioners, and regulators regarding the effectiveness of digital transformation in the Indonesian banking sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aluf Ra`Syiah Rabah
"Bank digital telah menjadi inovasi signifikan dalam industri keuangan, menghadirkan tantangan baru dalam pengaturan dan pengawasan. Di Indonesia, regulasi bank digital diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/POJK.03/2021 yang memberikan kerangka hukum untuk tata kelola, manajemen risiko, dan penggunaan teknologi. Namun, regulasi ini tidak secara khusus membedakan bank digital dari bank umum, terutama dalam perlindungan konsumen dan mekanisme operasional berbasis teknologi. Pendekatan ini serupa dengan Amerika Serikat yang menggunakan regulasi umum seperti National Bank Act (NBA). NBA memberi kewenangan kepada Office of the Comptroller of the Currency (OCC) untuk menerbitkan piagam bank nasional, memungkinkan bank digital menerima simpanan dan memberikan pinjaman. Berbeda dengan Indonesia dan AS, Singapura memiliki kerangka hukum khusus untuk bank digital. Otoritas Moneter Singapura (MAS) mengeluarkan lisensi seperti Digital Full Bank License dan Digital Wholesale Bank License, mencakup standar keamanan siber dan perlindungan konsumen. Proses lisensi bertahap di Singapura, termasuk tahap restricted, memitigasi risiko dan memastikan kesiapan operasional. Studi ini membandingkan regulasi bank digital di Indonesia, Amerika Serikat, dan Singapura, memberikan rekomendasi adaptif bagi regulasi perbankan digital Indonesia dengan menganalisis keunggulan pendekatan Singapura.

Digital banks have emerged as significant innovations in the financial industry, posing new regulatory and supervisory challenges. In Indonesia, digital banking regulations are governed by Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 12/POJK.03/2021, which provides a legal framework for governance, risk management, and technology usage. However, this regulation does not distinctly treat digital banks as unique entities compared to traditional banks, particularly regarding consumer protection and technology-based operational mechanisms. This approach mirrors the United States, where general regulations like the National Bank Act (NBA) apply. The NBA grants the Office of the Comptroller of the Currency (OCC) authority to issue national bank charters, allowing chartered digital banks to accept deposits and extend loans. In contrast, Singapore has developed a specialized legal framework for digital banks. The Monetary Authority of Singapore (MAS) issues detailed licenses such as the Digital Full Bank License and Digital Wholesale Bank License, covering cybersecurity standards and consumer protection. Singapore’s phased licensing process, including a restricted phase, mitigates risks and ensures operational readiness before granting full licenses. This study compares digital banking regulations in Indonesia, the United States, and Singapore to identify adaptive regulatory recommendations for Indonesia by analyzing Singapore’s advantages."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Intan Soraya
"Pada era modern saat ini, masyarakat cenderung menggunakan pembayaran dengan metode dompet digital dibandingan dengan cara konvensional. Melihat fenomena ini, Bank Indonesia tengah mengembangkan Central Bank Digital Currency atau biasa disebut sebagai Digital Rupiah sebagai alternatif alat pembayaran yang diharapkan dapat menjadi pelengkap pilihan pembayaran. Lebih lanjut, penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana pengaturan penggunaan Rupiah Digital sebagai alternatif alat pembayaran menurut UU P2SK serta bagaimana dampak dan peran dari penggunaan Rupiah Digital terhadap eksistensi uang kartal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penulisan hukum doktrinal dengan melakukan evaluasi normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberikan analisis lebih lanjut dan berkaitan dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai CBDC telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, pada Pasal 10 menjelaskan bahwa Rupiah Digital diakui dan berfungsi sama seperti rupiah kertas dan logam sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Kemudian, penggunaan CBDC dapat menaikan jumlah transaksi internasional yang berpengaruh pada tingkat PDB maupun PNB suatu negara. Penggunaan CBDC sebesar sekian persen dari jumlah PDB suatu negara dapat menekan tingkat inflasi dan menaikan pendapatan negara. Akan tetapi, CBDC tidak semerta-merta menghapuskan penggunaan uang kartal sehingga penggunaan Rupiah Digital dan Uang Kartal harus dilakukan secara selektif, dominasi berlebih pada salah satunya dapat menimbulkan ketidakmaksimalan hasil yang diharapkan dalam kebijakan moneter yang dilakukan. Lebih lanjut, UU P2SK belum dapat menjadi landasan penerapan Rupiah Digital karena sifat dan muatannya sebagai undang-undang payung semata, sehingga diperlukan regulasi yang merinci yang mengatur mengenai Rupiah Digital di Indonesia serta diperlukan sosialisasi yang baik oleh pemerintah kepada masyarakat terkait peredaran dan penggunaan Rupiah Digital.

In today's modern era, people tend to use digital wallet payments compared to conventional methods. Seeing this phenomenon, Bank Indonesia is developing a Central Bank Digital Currency or commonly referred to as Digital Rupiah as an alternative payment method that is expected to complement payment options. Furthermore, this study aims to answer the formulation of the problem regarding how to regulate the use of Digital Rupiah as an alternative payment method according to the P2SK Law and the impact and role of the use of Digital Rupiah on the existence of paper money in Indonesia. This study uses a doctrinal legal writing method by conducting a normative evaluation of applicable laws and regulations that provide further analysis and are related to the topics raised in this study. The results of the study show that the regulation regarding CBDC has been regulated in Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector, Article 10 explains that Digital Rupiah is recognized and functions the same as paper and metal rupiah as legal tender in Indonesia. Then, the use of CBDC can increase the number of international transactions that affect the GDP and GNP levels of a country. The use of CBDC of a certain percentage of a country's GDP can reduce inflation and increase state revenue. However, CBDC does not immediately eliminate the use of paper money so that the use of Digital Rupiah and Paper Money must be carried out selectively, excessive dominance of one of them can result in suboptimal results expected in the monetary policy carried out. Furthermore, the P2SK Law cannot yet be the basis for the implementation of Digital Rupiah because of its nature and content as an umbrella law alone, so that detailed regulations are needed that regulate Digital Rupiah in Indonesia and good socialization is needed by the government to the public regarding the circulation and use of Digital Rupiah."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Hany Ayunda Mernisi
"Perkembangan teknologi pada Era digitalisasi saat ini mendorong dunia sektor jasa keuangan untuk turut mendigitalisasi sistem perbankan konvensionalnya menjadi digital, dimana lahirnya berbagai Bank Digital yang bergantung kepada teknologi informasi pula yang menjadi sebab banyaknya fraud yang terjadi dan menyebabkan timbulnya kasus kerugian yang dialami oleh nasabah sehingga perlu diatur regulasi tentang perlindungan hukum terhadap nasabah atas fraud tersebut dan bentuk pengawasan pada tingkat kelayakan dan keamanan produk dan/atau layanan pada aktivitas transaksi Bank Digital serta bentuk Kepatuhan yang wajib ditaati oleh Bank Digital sebagai penyelenggara. Penelitian ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) Permasalahan hukum antara lain Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah atas Fraud pada Transaksi Bank Digital?, Bagaimana bentuk pengawasan terhadap Kelayakan produk elektronik pada Transaksi Bank Digital?, Bagaimana bentuk Kepatuhan (Compliance) yang diatur dan dirumuskan dalam Sistem Pengawasan terhadap aktivitas Transaksi Bank Digital?. Penelitian ini berbentuk Penelitian Doktrinal dengan menggunakan metode deskriptif-analitis terhadap fenomena dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dengan melakukan wawancara langsung terhadap Informan. Dimana sistem perlindungan hukum yang diatur oleh otoritas yang berwenang adalah dengan memperhatikan aspek risiko elektronik dan penerapan pengelolaan yang meliputi tahapan Pencegahan, Deteksi dan Penanganan, serta Pemantauan. Pemantauan dengan berpedoman pada bentuk pengawasan terhadap kelayakan produk dan/atau Layanan aktivitas transaski Bank Digital yang dilakukan oleh Otoritas yang berwenang pada Sektor Jasa Keuangan dimana efektivitas perlindungan dan pengawasan dapat berlaku dengan adanya kepatuhan (Compliance) oleh Bank Digital terhadap berbagai ketentuan yang diberlakukan pada penyelenggaraan Bank Digital.

Technological developments in the current era of digitalization have encouraged the world of the financial services sector to participate in digitizing its conventional banking system to digital, where the birth of various Digital Banks that depend on information technology has also been the cause of the large number of frauds that have occurred and led to cases of losses experienced by customers so that it is necessary regulated regulations regarding legal protection for customers against such fraud and forms of supervision at the level of eligibility and security of products and/or services in Digital Bank transaction activities as well as forms of Compliance that must be obeyed by Digital Banks as organizers. This research was conducted based on 3 (three) legal issues, including what is the legal protection for customers for fraud in digital bank transactions? Supervision of Digital Bank Transaction activities?. This research is in the form of Doctrinal Research using descriptive-analytical methods of phenomena and applicable laws and regulations as well as by conducting direct interviews with informants. Where the system of legal protection regulated by the competent authorities is by taking into account aspects of electronic risk and implementation of management which includes the stages of Prevention, Detection and Handling, and Monitoring. Monitoring guided by the form of supervision on the feasibility of products and/or services for Digital Bank transaction activities carried out by the competent Authority in the Financial Services Sector where the effectiveness of protection and supervision can apply with compliance (Compliance) by Digital Banks with various provisions that apply to the implementation Digital Banks.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hizkia Alfredo
"ABSTRACT
Hubungan Hukum antara Bank dengan Nasabah Penyimpan Dana didasari oleh perjanjian pembukaan rekening yang memuat syarat dan ketentuan sebagai suatu perjanjian baku. Perlu disadari bahwa penggunaan perjanjian baku dalam industri perbankan sangat erat kaitannya dengan timbulnya penyalahgunaan keadaan dari pihak Bank sebagai akibat dari posisi tawar yang tidak seimbang antara Bank dengan Nasabah. Lebih lagi di era teknologi ini, berkembang pesatnya digital banking yang bersifat self-service, membuat pihak Bank dengan Nasabah dapat menyetujui suatu perjanjian baku digital tanpa adanya tatap muka langsung dengan Bank dan Nasabah. Hal ini dapat merugikan nasabah bila terjadinya kesalahpahaman dari apa yang dimaksud oleh Bank dalam perjanjian tersebut, atau bahkan dapat pula termuatnya penyesatan oleh Bank dengan berlindung dibalik asas duty to read. Untuk itu, skripsi ini membahas mengenai perjanjian baku digital dalam pembukaan rekening Jenius pada Bank BTPN. Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang akan menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa belum ada peraturan yang khsusus mengatur perjanjian baku digital melainkan masih tersebar dalam peraturan-peraturan seperti UU ITE serta PP PSTE disamping UUPK, POJK PKJK serta SEOJK PB. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada dasarnya Bank BTPN sudah mengupayakan terhindarinya kesalahpahaman dalam perjanjian baku digital yang dibuatnya tersebut. Namun demikian masih terdapat dua klausula dalam perjanjian baku digital pembukaan rekening Jenius yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP TIPB PDPN. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar kedua klausula dalam perjanjian baku digital tersebut untuk diubah dengan disesuaikan berdasarkan ketentuan yang termuat dalam UUPK, POJK PKJK, SEOJK PB, serta PP TIPB PDPN.

ABSTRACT
AbstractThe contractual terms between Bank and Depositary Customer is based on an account opening agreement that containing terms and conditions as a standard agreement. It should be recognized that the use of standard agreements in the banking industry is closely related to the abuse of the Bank rsquo s circumstances as a result of an unbalanced bargaining position between the Bank and the Customer. Moreover, in this era of technology, the rapidly expanding digital banking that is self service, enabling Banks and Customers to agree on digital standard agreement without face to face contact. This may be detrimental to the customer in the event of any misunderstanding of the Bank rsquo s true intention in the agreement, or may even contain misleading by the Bank by taking refuge behind the duty to read principle. Therefore, this thesis discusses the digital standard agreement in the opening of Jenius account at Bank BTPN. This thesis is a literature research that will deliver a descriptive research typology. This thesis found that there is no specific regulation about electronic digital standard agreement itself, but still scattered in the rules like UU ITE and PSTE beside UU PK, PP PKJK and SEOJK PB. In addition, this thesis found that basically BTPN has sought to avoid the misunderstandings in the digital standard agreement of opening the Jenius account, but there are still two clauses in the agreement that is not in accordance with the provisions in PP TIPB PDPN. Therefore the authors suggest that these two clauses in this digital standard agreement to be amended according to the the provisions contained in the UU PK, POJK PKJK, SEOJK PB, and PP TIPB PDPN."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Frans Joshua
"Perkembangan teknologi berjalan sangat pesat salah satunya pada sektor keuangan. Kemampuan untuk berinovasi menciptakan perkenbangan jenis uang sebagai alat tukar yang semakin efisien, efektif, aman dan berbiaya murah yaitu cryptocurrency. Cryptocurrency merupakan uang yang diterbitkan privat diatas teknologi blockchain sehingga transaksi dapat dilakukan secara peer-to-peer. Saat ini terjadi adopsi yang semakin besar didukung perkembangan generasi blockchain. Bank Sentral kemudian merespon kehadiran teknologi blockchain dan kebutuhan akan blockchain sehingga menciptkan central bank digital currency. Penelitian ini akan menelaah keberadaan cryptocurrency dan central bank digital currency serta menganalisis penggunaanya berdasarkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi No.8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Aset Kripto (crypto asset) di Bursa Berjangka. Dalam penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perlindungan yang diberikan terhadap penggunanya. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode yuridis normatif. Dalam penelitian akan dijelaskan bahwa keberadaan cryptocurrency di Indonesia bukan sebagai Mata Uang menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Cryptocurrency melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 disebut sebagai aset komoditi. Dalam pelaksanaan perdagangan terdapat cryptocurrency exchange yang memfasilitasi kegiatan perdagangan. Pengguna jasa exchanger perlu untuk dilindungi mengingat perdagangan cryptocurrency merupakan kegiatan berisiko tinggi. Demikian juga dengan penerbitan central bank digital currency oleh Bank Sentral harus ditelaah risiko dan keuntungan penggunaannya. Penulis memberikan saran, perlindungan hukum terhadap penggunaan cryptocurrency dan central bank digital currency juga harus diatur dengan jelas agar pengguna terhindar dari risiko kerugian yang mungkin mucul.

Technology developments are progressing very rapidly, one of which is in the financial sector. The ability to innovate creates the development of types of money as an increasingly efficient, effective, safe, and low-cost medium of exchange, namely cryptocurrency. Cryptocurrency is money issued privately on blockchain technology so that transactions can be carried out peer-to-peer. Currently, there is growing adoption supported by the development of blockchain generation. The Central Bank then responded to the presence of blockchain technology and the need for blockchain, thus creating a central bank digital currency to withstand the growing use of cryptocurrencies. This study will examine the existence of cryptocurrencies and central bank digital currencies and analyze their use based on Law no. 7 of 2011 concerning on Currency and Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation No. 8 of 2021 concerning Guidelines for the Implementation of Crypto Asset Trading on the Futures Exchange. This study also aims to analyze the protection provided to its users. This research is qualitative and uses a normative juridical method. In this study, it will be explained that the existence of cryptocurrency in Indonesia is not a currency according to Law Number 7 of 2011 concerning Currency. Cryptocurrencies through Commodity Futures Trading Regulatory Agency Regulation Number 8 of 2021 are referred to as commodity assets. In the implementation of trading there is a cryptocurrency exchange that facilitates trading activities. Exchanger service users need to be protected considering cryptocurrency trading is a high-risk activity. Likewise, the issuance of a central bank digital currency by the Central Bank must examine the risks and benefits of using it. The author provides advice, legal protection against the use of cryptocurrencies and central bank digital currency must also be clearly regulated so that users avoid the risk of losses that may arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Purnomo
"Transformasi digital dalam sektor perbankan telah mendorong munculnya bank digital yang menyediakan layanan secara daring tanpa memerlukan kantor fisik. Namun, transformasi ini membawa berbagai risiko, termasuk ancaman terhadap keamanan informasi dan tantangan dalam memenuhi kepatuhan regulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat kematangan manajemen risiko di Bank Digital XYZ dengan menggunakan kerangka kerja COBIT 2019. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis kesenjangan untuk membandingkan kondisi saat ini dengan standar yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara praktik manajemen risiko saat ini dan standar yang direkomendasikan oleh COBIT 2019 sekitar 20%. Temuan ini menunjukkan perlunya pendekatan manajemen risiko yang lebih terstruktur dan sistematis untuk meningkatkan kesiapan Bank Digital XYZ dalam menghadapi ancaman keamanan siber dan risiko operasional lainnya. Rekomendasi yang diberikan meliputi penguatan kebijakan keamanan, penerapan teknologi prediktif, serta pelatihan rutin untuk meningkatkan kompetensi tim keamanan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan strategis bagi Bank Digital XYZ dalam memitigasi risiko, meningkatkan efisiensi operasional, dan mencapai standar tata kelola internasional.

The digital transformation in the banking sector has driven the emergence of digital banks, offering online services without the need for physical branches. However, this transformation brings various risks, including information security threats and challenges in regulatory compliance. This study aims to evaluate the maturity level of risk management in Digital Bank XYZ using the COBIT 2019 framework. The research methodology employs a qualitative approach with gap analysis to compare the current state with the expected standards. The findings reveal significant gaps between the current risk management practices and the standards recommended by COBIT 2019, around 20 %. These results highlight the need for a more systematic and structured risk management approach to enhance Digital Bank XYZ's preparedness in addressing cybersecurity threats and other operational risks. Recommendations include strengthening security policies, implementing predictive technologies, and conducting regular training to improve the security team's competencies. This study is expected to serve as a strategic guideline for Digital Bank XYZ to mitigate risks, improve operational efficiency, and achieve international governance standards."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venitta Yuubina
"Seiring perkembangan digitalisasi ekonomi, bank sentral dari berbagai negara gencar melakukan eksplorasi mata uang dalam bentuk digital, yaitu Central Bank Digital Currency (CBDC). Hal ini membuka peluang bagi Bank Indonesia selaku bank sentral Indonesia untuk berinovasi mengembangkan CBDC Indonesia atau yang dikenal sebagai Rupiah Digital. Dalam konteks CBDC, tantangan yang akan dihadapi meliputi aspek dasar hukum, kerangka pengawasan, dan kebijakan yang mendasari penerbitan dan pengoperasian CBDC. Lebih lanjut, desain CBDC yang beragam, seperti teknologi distributed ledger technology atau centralized technology, serta model distribusi one-tiered atau two-tiered, berpengaruh besar terhadap pembentukan regulasi dan perundang-undangan yang perlu disusun, serta teknis implementasinya. Aspek hukum, kerangka pengawasan, kebijakan, serta pemilihan desain sangat berkenaan dengan aspek pelindungan privasi dan data pribadi pada CBDC. Hal ini dapat mempengaruhi pembagian wewenang dan tugas para peserta CBDC terhadap akses data. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengkaji terkait pelindungan privasi dan data pribadi dalam Rupiah Digital di Indonesia dengan membandingkan skema pelindungan privasi dan data pribadi CBDC di negara Nigeria, China, dan Uni Eropa. Penelitian ini akan menganalisis aspek pelindungan data pribadi pada CBDC tersebut dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Data sekunder yang akan digunakan sebagai bahan analisis berupa peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, laporan internasional, dan data lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema pelindungan privasi dan data pribadi dalam Rupiah Digital yang ada saat ini belum komprehensif. Terdapat beberapa aspek yang dapat dipetik dari skema pelindungan privasi dan data pribadi yang direkomendasikan oleh organisasi internasional dan/atau praktik CBDC di Nigeria, China, dan Uni Eropa.

The rapid advancement of economic digitalization has spurred central banks worldwide to explore Central Bank Digital Currencies (CBDCs). This development presents an opportunity for Bank Indonesia, as Indonesia's central bank, to innovate by introducing the Indonesian CBDC, known as the Digital Rupiah. However, the implementation of CBDCs comes with several challenges, including establishing a robust legal foundation, regulatory framework, and policies to govern their issuance and operation. Additionally, various CBDC design choices—such as distributed ledger technology versus centralized technology and one-tiered versus two-tiered distribution models—significantly impact the formulation of regulations, legislation, and technical implementation. Key legal aspects, regulatory frameworks, and policy considerations are closely tied to privacy protection and personal data management in the context of CBDCs. These factors influence the allocation of authority and responsibilities among CBDC participants concerning data access. This study aims to examine privacy and personal data protection in the implementation of the Digital Rupiah in Indonesia, drawing comparisons with privacy and data protection frameworks for CBDCs in Nigeria, China, and the European Union. The research employs doctrinal methods, analyzing secondary data sources such as legislation, books, journals, international reports, and other relevant materials. The findings reveal that the current privacy and personal data protection framework for the Digital Rupiah lacks comprehensiveness. Insights can be gleaned from the privacy and data protection practices recommended by international organizations and implemented in CBDC systems in Nigeria, China, and the European Union. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemas Khaidar Ali Indrakusuma
"Bank digital merupakan inovasi dari perbankan untuk menghadapi keperluan nasabah ritel yang semakin tinggi. Bank BTPN merupakan salah satu bank yang mengeluarkan produk bank digital, yaitu Jenius. Ancaman fraud terhadap pengguna Jenius akan terus ada dan mengalami peningkatan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis dan mengukur tingkat kesadaran keamanan informasi nasabah Jenius serta memberikan rekomendasi langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengurangi kasus fraud yang diakibatkan oleh kelalaian nasabah. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain di masa yang akan datang di bidang kesadaran keamanan informasi pengguna. Area fokus yang dipakai di penelitian ini merupakan adaptasi dan perluasan dari framework HAIS-Q. Pengukuran tingkat kesadaran keamanan informasi ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner dengan lima skala Likert ke 385 responden lalu diolah dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan delapan pakar untuk mengukur bobot dari beberapa area fokus yang teridentifikasi serta diklasifikasi dengan skala Kruger. Hasil pengukuran kesadaran keamanan informasi mendapatkan nilai 81,9770 yang menunjukkan bahwa kesadaran keamanan informasi pengguna Jenius memiliki tingkat yang baik. Pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat dua area fokus dan sepuluh sub-area fokus yang masih belum dalam kategori baik. Area fokus yang kategorinya belum baik adalah email use dan internet use. Selain itu, diberikan beberapa rekomendasi untuk Jenius agar area fokus dan sub-area fokus yang kategorinya belum baik dapat ditingkatkan sehingga kesadaran keamanan informasi nasabah Jenius menjadi lebih baik.

Digital bank is an innovation from bank to deal with the high demand of retail customer. Bank BTPN is one of the bank that launch its own digital bank, Jenius. Customers of Jenius are increasing in number every year. The threat of fraud to its users will continues to exist and has increased. This study aims to analyse and measure the level of information security awareness of Jenius customers and provide recommendations for steps that need to be taken to reduce fraud cases caused by customer negligence. This study can also be used as a reference for other research in the future particularly in the field of user information security awareness. Focus areas that included in this research are the adaptation and extension of HAIS-Q framework. The measurement of the information security awareness is carried out by distributing questionnaires with five Likert scale to 385 respondents and then processed using the Analytic Hierarchy Process (AHP) method which involves eight experts to measure the weight of several identified focus areas and then classified using Kruger scale. The information security awareness measurement has a result of 81,9770 which indicates that information security awareness of Jenius users has a good level. The results of data processing show that there are two focus areas and ten focus sub-area that are still not in good category. Focus areas that are still not in good category are email use and internet use. In addition, several recommendations are given to Jenius so that the focus areas and focus sub-areas that are not categorized as good can be improved to make sure the information security awareness of Jenius customers become better."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rizki Fauzan
"Digitalisasi pada sektor perbankan menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik dan munculnya bank digital di Indonesia bisa saja menjadi sebuah solusi untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Selama beberapa tahun terakhir, bank digital terlihat menarik pada sektor perbankan dan hal ini dapat dilihat pada transformasi bank. Studi ini bertujuan untuk membandingkan kinerja saham yang disesuaikan risikonya untuk bank digital dan bank konvensional di Indonesia menggunakan rasio ukuran kinerja yang umum digunakan seperti rasio Sharpe, Treynor, Sortino, dan Jensen. Regresi data panel dilakukan berdasarkan rasio-rasio tersebut pada penelitian ini. Hasil utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja saham bank digital cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan kinerja saham bank konvensional. Kemudian, penelitian ini juga menemukan bahwa besaran suatu bank, return on equity (ROE), dan non-performing loans (NPL) memiliki kecenderungan pengaruh positif pada kinerja saham bank. Salah satu limitasi pada penelitian ini adalah kurangnya penelitian terdahulu mengenai bank digital. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian eksplorasi lebih lanjut tentang bank digital.

The digitalization in the banking sector shows enormous growth, and the rise of digital banks may be a solution to boost financial inclusion in Indonesia. In recent years, digital banks in Indonesia seem to attract the banking sector, which is reflected in the bank transformation. This study aims to compare the risk-adjusted stock performance of digital banks and conventional banks in Indonesia using commonly used performance measure ratios, such as Sharpe, Treynor, Sortino, and Jensen. Panel data regression with performance ratios as the dependent variables was constructed in this study. The main outcome of this study shows that the performance of digital banks tends to be better than conventional banks. Moreover, size of banks, return on equity (ROE), and non-performing loans (NPL) tend to be positively associated with the risk-adjusted performance. One of the limitations of this research is the absence of prior research on digital bank. As a result, exploratory research on digital banking can be conducted."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>