Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thee, Kian Wie
Abstrak :
Thee Kian Wie was one of Indonesia's most respected and most prominent economic historians. His recent passing is a great loss for Indonesia and its younger economists, many of whom refer to Thee as a role model. This book gathers together 14 of Thee's published papers that were scattered elsewhere, making it a valuable collection for readers seeking to understand the chronology and dynamics of Indonesia's economic development since the 1940s.
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2015
e20442436
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sutjipto
Abstrak :
Krisis ekonomi yang telah melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak yang sangat berat dan bahkan sampai merusak sendi-sendi perekonomian nasional. Berbagai usaha pemerintah telah dilakukan untuk pemulihan ekonomi, khususnya untuk menggerakkan sektor rill yang secara langsung menyangkut kehidupan orang banyak. Diantara berbagai sektor, Sektor Konstruksi merupakan sektor yang paling dinamis, selain merupakan industri yang padat karya, Industri Jasa Konstruksi melibatkan berbagai kegiatan usaha baik dalam industrinya sendiri maupun industri lainnya, yaitu Industri Bahan Bangunan, Industri Peralatan bangunan, Industri Peralatan Konstruksi, Lembaga-lembaga Keuangan, Perbankan dan Asuransi. Banyaknya industri yang terlibat dalam kegiatan Industri Konstruksi telah menjadikan sektor Konstruksi sebagai penggerak perekonomian karena sektor Konstruksi dapat menimbulkan dampak pengganda atau "multiplier effect" yang sangat berguna dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui simulasi dalam penelitian ini, dampak pengganda tersebut dapat dibuktikan bahwa pada simulasi I (SI) dengan peningkatan investasi sebesar Rp 125 triliun telah menciptakan output dalam perekonomian nasional sebesar Rp 197 triliun (11,1%) dan Nilai Tambah Bruto Rp 89 triliun (8,6%) serta Peningkatan Tenaga Kerja sebanyak 6,213 juta orang. Sedangkan pada simulasi II (S2) dengan peningkatan investasi sebesar Rp 214 triliun telah menciptakan output sebesar Rp 337 triliun (19%) dan Nilai Tambah Bruto sebesar Rp 152 triliun (14,8%) serta Peningkatan Tenaga Kerja sebanyak 10,650 juta orang. Dengan kemampuan seperti tersebut diatas dan pertumbuhan kontribusi Industri Konstruksi dalam Produk Domestik Bruto yang tinggi (12%) sebelum terjadinya krisis ekonomi, telah menjadi bukti bahwa industri memang telah berperan menjadi penggerak ekonomi atau "engine of growth" dalam perekonomian nasional. Hasil temuan dalam penelitian akan dapat menjadi masukan yang sangat berguna bagi penentu kebijakan investasi pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Widyastuti
Abstrak :
Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa beta merupakan satusatunya faktor yang dapat menjelaskan average return saham. Penelitian empiris lainnya menyatakan bahwa beta tidak eukup, bahkan tidak dapat membantu menjelaskan return saham. Sebaliknya variabel yang tidak berkaitan dengan teori seperti market equity yang menyatakan ukuran perusahaan (Bann (1981), Reinganum (1981)), book to market equity ratio (Rosenberg, Reid and Lanstein (1985)), cash flow yield (James L. Davis (1994), Lakonishok (1991)) memiliki kekuatan menjelaskan return saham yang signifikan. Beberapa penelitian tentang return saham dilakukan dengan menggunakan metode cross-section dalam analisisnya. Demikian juga dengan penelitian ini, yang menggunakan sampel terbatas pads perusahaan yang memiliki beta (risiko sistematik) positif dengan memakai periode pengamatan sebelum krisis (Januari 1995 aid Desember 1996) clan periode selama krisis (Januari I997 aid Desember 1999). Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari banyak penelitian yang berusaha menguji Capital Asset Pricing Model dan perluasan CAPM serta pengaruh variabel anomali terhadap average return saham. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beta, likuiditas, size, cash flow yield dan price to book value. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ada tiga hal. Pertama, apakah variabel beta dan likuiditas mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis maupun selama krisis. Kedua, apakah pengaruh variabel-variabel firm size, price to book value, dan cash flow yield yang merupakan anomali, mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Ketiga, apakah variabel-variabel yang merupakan anomali dapat menggantikan beta dan likuiditas ataukah variabel-variabel tersebut hanya menambah kemampuan menjelaskan average return selain variabel beta clan likuiditas pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Penelitian empiris ini membuktikan kebenaran pengaruh beta dan relative bid-ask spread (sebagai proksi dari likuiditas) terhadap average return pada periode sebelum krisis maupun selama krisis menunjukkan basil yang sesuai dengan perluasan CAPM dan mampu menjawab hipotesis yang diajukan. Pengaruh variabel yang emrupakan anomali (size, price to book value dan cash flow yield) secara tunggal pada periode sebelum krisis menunjukkan basil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.Demikian juga pada periode selama krisis. Sedangkan untuk regresi berganda pada periode selama krisis menunjukkan terdapat sate variabel yang signifikan pada tingkat kepercayaan 10% yaitu price to book value. Pada periode sebelum krisis perluasan CAPM memiliki kekuatan menjelaskan average return sebesar 0.166661. Sedangkan variabel anomali hanya mampu menjelaskan average return sebesar 0.122381, sehingga berdasarkan perbandingan besarnya nilai Adjusted R-square menunjukkan variabel anomali tidak mampu menggantikan standard CAPM dalam menjelaskan averag return. Variabel anomali hanya mampu menambah kemampuan CAPM dalam menjelaskan average return, hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan nilai Adjusted R-square yang memungkinkan kenaikan maupun penurunan. Dari semua regresi secara tunggal maupun berganda berdasarkan besarnya nilai Durbin Watson terlihat bahwa tidak terdapat serial correlation karena nilai DW terletak antara du < DW < 2 dengan 2 < DW < 4-du. Sedangkan untuk uji asumsi homoskedasticity berdasarkan nilai probabilitas White Heteroscedasticity test menunjukkan basil yang diharapkan yaitu varians error dari semua variabel adalah konstan. Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang merniliki nilai beta (risisko sistematik) positif sehingga jumlah sampel sangat kecil yaitu 36 perusahaan. Untuk penelitian yang akan datang sampel dapat diperbanyak dengan memperpanjang periode pengamatan. Disarnping itu penelitian belum mencakup pertanyaan mengenai pengaruh variabel-variabel beta dan anomali terhadap average return pada jenis industri yang berbeda.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Awaludin
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia bermula dari terpuruknya nilai tukar rupiah. Krisis ekonomi ini berkembang menjadi krisis yang bersifat multidimensional. Krisis ekonomi ini ditandai dengan meroketnya laju inflasi dari 6,47 persen di tahun 1996 menjadi 11,05 persen -tahun 1997 dan bahkan menjadi 77,63 persen di tahun 1998. Pertumbuhan ekonomi di tahun 1996 yang mencapai 7,8 persen melambat di tahun 1997 menjadi 4,9 persen dan bahkan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -I3,7 persen di tahun 1998. Gejolak nilai tukar merupakan suatu pertanda adanya akumulasi dari permasalahan ekonomi yang terpendam selama ini, baik permasalahan di sektor perbankan, sektor moneter maupun sektor Untuk mencapai kestabilan nilai tukar, diperlukan adanya usaha yang menyeluruh dan terpadu dalam pembenahan dari permasalahan yang melanda sektor perekonomian.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Maury Surya Wardhana
Abstrak :
Krisis Ekonomi yang terjadi di kawasan Asia yang dimulai dengan kejatuhan mata uang Bath Thailand, juga menimpa Indonesia dan Korea Selatan. Rupiah dan Won terpuruk nilainya yang mengakibatkan negara ini terancam akan mengalami kebangkrutan akibat desakan hutang-hutang jangka pendek yang harus segera dilunasi yang diketahui semuanya dalam denominasi dollar Amerika Serikat. Maka tidak lain kedua negara meminta IMF yang merupakan organisasi keuangan internasional untuk membantu kesulitan finansial dalam negeri kedua negara. IMF sebagai lembaga keuangan internasional yang memberikan bantuan likuiditas terhadap negara-negara anggota yang mengalami kesulitan sebagaimana tertuang dalam Artikel I mengenai peran dan fungsi lembaga ini, bersedia untuk membantu kedua negara. Tetapi terdapat perbedaan perilaku dalam cara-cara pemberian bantuan terhadap Indonesia. Indonesia yang tergolong sebagai negara berkembang dan juga termasuk dalam salah satu Highly Debt Country (Kelompok Negara Penghutang Besar) mendapat cairan dana hanya US$ 10 milyar itupun diberikan dalam waktu yang cukup lama semenjak komitmen IMF untuk memberikan bantuan ekonomi yang berjumlah US$ 43 milyar disepakati tahun 1998. Berbeda dengan Korea Selatan yang sebelumnya tergabung dalam OECD (Kelompok Negara-negara Kaya), IMF dengan mudahnya mengucurkan bantuannya, bahkan sejak tahun 1997 sejak Korea Selatan mulai terjerembab dalam krisis ekonomi, IMF dengan mudahnya mencairkan dana talangannya sebesar US$ 20 milyar. Sebagaimana diketahui penyebab krisis ekonomi yang dialami oleh kedua negara hampir serupa. Pertama, terlalu banyak arus modal jangka pendek dari luar negeri yang masuk ke dalam pasar domestik yang tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Kedua, budaya dan etika bisnis yang sangat rentan terhadap iklim persaingan dalam pasar global, seperti masih kuatnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di kalangan pengusaha dan pejabat pemerintah. Asumsi dasar yang digunakan adalah berdasarkan keberhasilan kedua negara untuk keluar dari krisis ekonomi. Maka bantuan ekonomi yang diberikan IMF untuk Indonesia dianggap tidak berjalan cukup efektif dibandingkan dengan bantuan ekonomi IMF untuk Korea Selatan. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya Korea Selatan untuk keluar dari krisis ekonomi terlebih dahulu dengan hasil pencapaian makro dan mikro ekonomi yang dianggap telah baik sejak akhir tahun 1998, dibandingkan dengan Indonesia yang sampai tahun 2000 saja indikator perekonomiannya tidak menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Dalam penelitian ini sekurang-kurangnya ada dua variabel utama yang menjadi penyebab efektif tidaknya bantuan IMF terhadap Indonesia dan Korea Selatan. Pertama adalah variabel eksternal, yaitu variabel-variabel yang ada di dalam atau di luar IMF dimana kedua variabel tersebut dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap efektif tidaknya bantuan ekonomi IMF. Kedua, adalah variabel internal yaitu kondisi-kondisi sosioekonomi Indonesia dan Korea Selatan yang berpengaruh kepada efektif tidaknya bantuan ekonomi yang diberikan. Terdapat dua variabel eksternal yaitu : pertama, adalah faktor-faktor internal IMF dalam hal ini proses terbentuknya pengambilan kebijakan IMF, dimana terjadi perumusan kebijakan paket bantuan ekonomi kepada negara-negara yang terkena krisis. Kedua adalah faktor-faktor eksternal IMF, yaitu adanya negara-negara besar (Amerika Serikat dan Jepang) yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan bantuan ekonomi IMF. Kedua variabel eksternal ini selanjutnya akan diukur secara kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder. Variabel internal merupakan variabel selanjutnya yang menjadi bagian dari proses analisis. Dalam variabel ini terdapat sekurang-kurangnya tiga variabel utama yaitu politik, ekonomi dan sosial. Kemudian dari ketiganya diambil satu sampai dengan empat indikator yang kemudian diukur secara kualitatif dengan menggunakan data-data sekunder. Selanjutnya secara metodologis kedua variabel akan digunakan untuk melihat tidak efektifnya bantuan ekonomi IMF di Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Suryani
Abstrak :
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin, yang menurut perkiraan BAPPENAS, meningkat sampai 80 %. Propinsi Riau sebagai salah satu propinsi terkaya di Indonesia juga tidak terlepas dari imbas krisis ekonomi tersebut. Peningkatan jumlah penduduk miskin di negeri penghasil minyak ini, berdasarkan pendataan BKKBN sampai bulan Agustus 1998, sebesar 132% yakni; dari 43.346 kepala keluarga menjadi 78.022 kepala keluarga, melebihi perkiraan BAPPENAS. Untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi tersebut Pemerintah membuat suatu terobosan yang dikenal dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Salah satu bentuk penjabaran dari program tersebut adalah program Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis - Ekonomi (PDM-DKE) berupa bantuan langsung kepada masyarakat miskin dan jatuh miskin. Dana program PDM-DKE, yang disalurkan sejak pertengahan bulan Pebruari 1999, menurut berbagai pengamat dan LSM yang ada di Pekanbaru 80 % tidak tepat sasaran dalam arti ada sebagian masyarakat yang seharusnya menerima ternyata tidak menerima dan sebaliknya ada yang seharusnya tidak menerima ternyata menerima dana tersebut. Penelitian ini berupaya menjawab permasalahan tersebut dengan mengemukakan beberapa permasalahan, antara lain ; pertama, bagaimana proses dan hasil seleksi yang dilakukan petugas dalam melaksanakan program PDM-DKE. Kedua, kasus-kasus apa saja yang muncul sehubungan dengan pola seleksi peserta program PDMDKE yang telah ditetapkan oleh petugas. Disain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi analisis dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh ; pertama, dari sumber sekunder, antara lain : Biro Pusat Statistik (BPS) tingkat II tahun 1998, Kecamatan Rumbai dalam Angka tahun 1998, dan Monografi Kelurahan Meranti Pandak tahun 1998. Kedua, sumber primer yang meliputi ; data komunitas dan data rumah tangga. Sedangkan teknis analisis data yang digunakan yaitu wawancara mendalam yang bersifat bebas dan teknik observasi. Lokasi penelitian adalah seluruh wilayah Kelurahan Meranti Pandak Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru yang ditetapkan secara purposive, dengan pertimbangan kelurahan tersebut dapat mewakili penduduk miskin di Kota Pekanbaru serta pernah mendapatkan bantuan program 1DT dan RSDK. Alasan lain adalah penduduk miskin terkonsentrasi walaupun wilayah tersebut berdampingan dengan perusahaan minyak PT. CPI. Populasi penelitian adalah seluruh warga Kelurahan Meranti Pandak yang memperoleh dana bantuan program PDM-DKE. Sampel ditarik secara purposive yang mencakup keseluruhan kelompok penerima dana program PDM-DKE, dari masing-masing kelompok ditarik satu individu sebagai perwakilan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan dan perumusan proses dan hasil seleksi program PDM-DKE adalah wewenang petugas dalam menentukan siapa yang patut dan tidak patut menerima bantuan program. Kriteria penerima bantuan yang ditetapkan oleh petugas, diantaranya ; pertama, mereka yang mempunyai usaha tetap, kedua, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, ketiga, etika kejujuran, keempat, memiliki KTP asli, dan kelima, tidak pernah terlibat tindakan kriminal. Pertimbangan-pertimbangan subyektif masih tampak dalam proses seleksi ini, seperti misalnya ; kasus Birin yang dinilai oleh petugas sebagai orang yang terlalu banyak `ingin tahu' terhadap program-program yang dilaksanakan sehingga petugas merasa `terganggu'. Akibatnya Birin tidak diikutsertakan sebagai penerima bantuan walaupun secara obyektif layak menerima. Kendala utama yang dihadapi oleh petugas dalam proses seleksi ini adalah masalah keterbatasan waktu. Prospek program PDM-DKE di kelurahan Meranti Pandak adalah ; pertama, membenahi pendataan, kedua, pengamatan terhadap kelayakan usaha calon penerima harus secara menyeluruh, ketiga, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas, keempat sosialisasi program yang kurang, kelima, pendamping harus berperan aktif dalam mensukseskan program, keenam pelaporan hendaknya bukan hanya untuk mencapai target tapi juga memonitoring daya beli masyarakat, ketujuh, koperasi KARYA BAKTI sebagai pengelola program dituntut untuk konsisten dalam menjalankan program.
2001
T7718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
[The book provides a panoramic approach to social exclusion, with emphasis on structural causes (education, health, accidents) and on short term causes connected with the crisis which started in 2008. The picture emerging, based on econometric analysis, is that the crisis has widened the risk of social exclusion, from the structural groups, like disabled people and formerly convicted people, to other groups, like the young, unemployed, low skilled workers and immigrants, in terms of income, poverty, health, unemployment, transition between occupational statuses, participation, leading to a widening of socio-economic duality. It has also been stressed the relevance of definitions of socio-economic outcomes for the evaluation of the crisis, and their consequences to define interventions to fight socio-economic effects of the economic downturn. The adequacy of welfare policies to cope with social exclusion, especially during a crisis, has been called into question., The book provides a panoramic approach to social exclusion, with emphasis on structural causes (education, health, accidents) and on short term causes connected with the crisis which started in 2008. The picture emerging, based on econometric analysis, is that the crisis has widened the risk of social exclusion, from the structural groups, like disabled people and formerly convicted people, to other groups, like the young, unemployed, low skilled workers and immigrants, in terms of income, poverty, health, unemployment, transition between occupational statuses, participation, leading to a widening of socio-economic duality. It has also been stressed the relevance of definitions of socio-economic outcomes for the evaluation of the crisis, and their consequences to define interventions to fight socio-economic effects of the economic downturn. The adequacy of welfare policies to cope with social exclusion, especially during a crisis, has been called into question.]
Berlin: [Springer, ], 2012
e20397291
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jalilian, Hossein
Abstrak :
The global financial and economic shock of 2007-09 is the third major economic crisis to have buffeted Cambodia in its post-conflict period, coming in the wake of the food crisis of 2007-08 and just a decade after the Asian financial crisis of 1997-98 (the "triple crises"). Cambodia's post-conflict history can be divided into two periods: 1991-98, referred to as the early phase of transition during which the first of the triple crises, the Asian financial crisis, occurred; and 1998 to the present, the late phase of transition during which the food and economic shocks transpired. A stocktake of the developments in Cambodia's post-conflict history suggests that the country has come a long way in reinstituting the foundations of a capitalist economic and procedural democracy but has yet to make significant headway in economic sophistication and substantive democracy. The triple crises were different, yet had similar characteristics. They were all exogenously-driven shocks with their own specific causes but their effects were shaped by the country's situation at the time.
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2014
e20442278
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismiarti
Abstrak :
Setelah krisis moneter mulai berlalu, kondisi ekonomi mulai membaik. Bagi industri perbankan, keadaan terbilang kondusif dibandingkan dengan keadaan pada 5 sampai 7 tahun lalu. Oleh sebab itu, perbankan mulai berlomba untuk menunjukkan perbaikan kualitas dan pelayanan di mata nasabahnya. Begitu juga dengan Bank Danamon. Bank yang baru keluar dari pengawasan BPPN pada bulan juni 2003 ini terlihat berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya. Pada bulan januari 2001, Bank Danamon mengeluarkan layanan jasa phone banking yang bernama Danamon Access Center. Tujuannya adalah sebagai alternative delivery channel bagi nasabah untuk melakukan aktifitas perbankan "anytime & anywhere", selain itu juga sebagai salah satu media untuk membangun customer relationship, dan terakhi r yaitu sebagai salah satu channel untuk customer acquisition dan fee based income generator. Layanan ini terutama ditujukan untuk nasabah dari segmen menengah keatas yang mempunyai mobilitas tinggi. Bank Danamon berhasil mendapatkan predikat terbaik dalam hal performa pelayanan pada tahun 2003. Namun sayangnya, bank ini tidak termasuk kedalam kategori bank terbaik berdasarkan pelayanan phonebanking. Bank yang menduduki peringkat terbaik dalam hal pelayanan phonebanking adalah Bank HSBC. Untuk itu penulis tertarik untuk membandingkan antara Bank Danamon dan Bank HSBC ini. Dalam penelitian ini, penulis membatasi hal yang akan dibandingkan, yaitu mengenai kemudahan untuk dihubungi, kelengkapan feature, keamanan dalam melakukan transaksi dan kecepatan transaksi itu sendiri. Pertama, akan dilakukan analisis terhadap layanan jasa Danamon Acces Center terkait dengan empat hal diatas. Kemudian analisis yang sama juga akan dilakukan terhadap layanan jasa phonebanking Bank HSBC dimana nantinya akan diketahui keunggulan dan kelemahan masing-masing bank tersebut. Keunggulan Bank Danamon akan dijadikan rekomendasi bagi bank ini untuk membangun strategi diferensiasi dan menjadikan dia berbeda. Sedangkan untuk ketemahannya akan diberikan saran-saran guna perbaikan yang terus menerus dalam rangka mencapai perusahaan yang best-in-class.
After monetary crisis, the economic condition is getting better. It is a conducive situation for banking industries, compared to 7 years ago. That is why, banking industries are trying to perform quality and services improvement. The Danamon bank which is just settled from IBRA in Jun, 2003, seems to increase its quality service. In January 2003, the Danamon Bank was launching phone banking service, namely Danamon Access Center. The goals of this service are as alternative delivery channel for customer to do banking activities "anytime & anywhere", besides that as one of medias to build customer relationship, and the last, as one of channels for customer acquisition and fee based income generator. This service is specially dedicated to middle up customers who have high mobility. The Danamon Bank has got the best predicate in service performance in 2003. Unfortunately, this bank did not include on the best bank in phone banking services category. The best bank in phone banking service category is HSBC Bank. For this reason, the writer is interested in benchmarking between The Danamon Bank and The HSBC Bank. This research was restricted for 4 aspects to be benchmarked, that are easily to access, features, security and velocity in doing transactions. The first step in this research was that analyzing the Danamon Bank's phone banking, Danamon Access Center. This would be done also to the HSBC Banks's phone banking. By this analysis, the writer indicated the strengths and the weaknesses of each bank. The strengths of the Danamon Bank would be recommended to develop the differentiation strategy of this bank. The writer would give suggestions for the weaknesses improvement of this bank in order to get best-in-class company.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library