Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Rizki Nur Widana
"ABSTRAK
From Prada to Nada 2009 adalah sebuah film drama romantis mengenai dua saudara perempuan manja yang harus pindah dari Beverly Hills ke lingkungan orang-orang Meksiko di Los Angeles timur. Artikel ini berfokus pada perjuangan-perjuangan dan perubahan-perubahan yang terkait dengan tahapan-tahapan kejutan budaya yang dihadapi oleh kedua saudara perempuan dan orang-orang Meksiko sepanjang perjalan mereka. Dengan menggunakan teori Oberg mengenai tahapan-tahapan kejutan budaya, artikel ini bertujuan untuk menemukan sebab-sebab dan akibat-akibat yang dimiliki kejutan budaya terhadap dua saudara perempuan dan orang-orang Meksiko melalui dialog, adegan, dan interaksi kedua budaya yang dihadirkan dalam film ini.

ABSTRACT
From Prada to Nada 2009 is a romantic drama movie about the two spoiled sisters who have to move from Beverly Hills to Mexicans neighborhood in East Los Angeles. This article is focusing on the struggles and changes related to the stages of culture shock that the two sisters and Mexicans face throughout their journey. By using Oberg rsquo;s theory of the stages of culture shock, this article aims to uncover the causes and effects that the culture shock has toward the two sisters and Mexicans through the dialogue, scene, and both cultures interaction which are presented in the movie."
Lengkap +
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Nadia Darariani
"Stres akulturatif merupakan jenis stres dengan stresor yang bersumber dari proses-proses akulturasi (Berry dkk., 1987). Stres akulturatif seringkali dialami oleh mahasiswa yang sedang merantau. Jika tidak ditangani dengan baik, stres akulturatif dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan mahasiswa, kinerja akademik, menginduksi keadaan negatif, seperti kecemasan, ancaman stereotip, dan peningkatan beban kognitif. Skripsi ini dilaksanakan untuk meneliti gambaran stres akulturatif pada mahasiswa perantau tingkat pertama di Universitas Indonesia. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa sebagian besar mahasiswa perantau mengalami stres akulturatif berat (50,9%) dimana stresor yang paling banyak dialami adalah masalah akademik, masalah finansial, dan perceived discrimination. Selain itu, didapatkan juga bahwa terdapat perbedaan tingkat stres akulturatif berdasarkan jenis kelamin dan asal daerah. Perempuan lebih banyak yang mengalami stres akulturatif tingkat berat (61%) dibandingkan laki-laki (40,7%). Sedangkan jika berdasarkan asal daerah tinggal mahasiswa perantau, ditemukan mahasiswa yang paling banyak mengalami stres akulturatif tingkat berat adalah mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa.

Acculturative stress is a type of stress with stressors sourced by acculturation process (Berry et al., 1987). Acculturative stress is frequently experienced by migrant students. If it is not handled well, acculturative stress could affect studenst's health and well-being, decrease academic performance, induce negative situations, such as anxiety, threatening stereotypes, and increasing cognitive burdens. This thesis is carried out to discuss the description of acculturative stress of first-year migrant students in Universitas Indonesia. This study found that the majority of students experienced severe acculturative stress (50.9%). The most stressors experienced are academic problems, financial problems, and discrimination problems. In addition, it was also found out the acculturative stress level differences based on gender and regional origin. More women experience severe acculturative stress level (61%) than men (40.7%). Besides that, migrant students who come from outside Java Island experience more stress."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hyqal Kevinzky
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses dan dinamika komunikasi mahasiswa perantauan di UNPAD Bandung dalam beradaptasi, ketika menghadapi culture shock. Culture shock merupakan gejala sosial yang dialami oleh perantau ketika pindah dan mendiami daerah dengan kultur budaya yang berbeda. Penelitan ini menggunakan beberapa konsep dan teori besar di antaranya CAT, KAB, dan Adaptasi Budaya. Penelitian ini menggunakan metode snowball dan purposive sampling dalam pemilihan informannya, kemudian di analisis dengan menggunakan metode analisis tematik. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat sejumlah kecenderungan seseorang dalam beradaptasi dengan budaya asing di sekitarnya, yang kemudian menentukan pemilihan tipe adaptasinya agar bisa bertahan di perantauan.

The purpose of this research is to see how the process and commucation?s dynamic of the sojourners college student at UNPAD, Bandung during the period of adaptation while they were dealing with culture shock. Culture shock is a social phenomenon experineced by the sojourners college student student when they are moving into a region which is having a different culture. This research uses some of concepts and common theories which are CAT, KAB, and cultural adaptation. This research uses snowball method and purposive sampling in chosing the informants, then the researsh will be analyzed with the method of thematic analysys. Furthermore, this research reveals that there are some tendencies of someone while they are in the process of adaptation with the foreign culture around them, that later on will determine the selection of the type of adaptation in order to survive in the sojourners college student."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Putri Pramesthi
"ABSTRAK
Jerman telah lama menjadi negara tujuan migrasi dari berbagai negara sejak tahun 1950. Hal itu lantaran Jerman Barat mengalami kemajuan dan membutuhkan banyak pekerja dari luar negeri. Kini, para imigran datang tak hanya untuk bekerja, namun untuk berbagai tujuan. Budaya yang dibawa oleh para imigran tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam karya sastra dan karya yang ditulis oleh para imigran di Jerman, yang disebut dengan Migrantenliteratur. Penelitian ini akan membahas tentang perkembangan identitas seorang imigran pada karya Yoko Tawada: Von der Muttersprache zur Sprachmutter. Eine Begegnungen mit dem Deutschen yang terbentuk melalui konflik menggunakan teori being and becoming yang digagas oleh Stuart Hall. Hasil penelitian deskriptif kualitatif menunjukan bahwa identitas lama sangat mempengaruhi terbentuknya identitas baru. Identitas baru terbentuk dengan tidak menghilangkan identitas lama, namun keduanya saling mempunyai pengaruh.

ABSTRACT
Since 1950 Germany has been the country of destination to many people due west Germany in the past needed many workers from overseas. Nowadays immigrant in Germany not only to work but these people come based on many purposes. Immigrant has made much influences in literature, these literature is being called as Migrantenliteratur. This research is about new identity that ich character develop through the conflicts in Yoko Tawada rsquo s Literature Von der Muttersprache zur Sprachmutter. Eine Begegnungen mit dem Deutschen. These new identities development is going to be analyzed through being and becoming theory by Stuart Hall. The result by using qualitative descriptive method in analysing this short story shows that previous identity has huge influence in the process of new identity development. New identity is being made by not forgetting previous identity, both identity are equal in new identity itself. "
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Imaz Zaniar Majid
"Adaptasi culture shock adalah suatu penyesuaian diri yang dilakukan oleh mahasiswa internasional akibat pengaruh perbedaan budaya asal dengan budaya tuan rumah. Literature review ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi culture shock pada mahasiswa internasional. Literature review ini diambil dari tiga layanan publikasi yaitu; scopus, proquest, science direct yang. Penelusuran publikasi dilakukan mulai dari bulan Mei-Juni tahun 2020. Metode yang digunakan dalam studi literature ini adalah (preferred reporting items for systimatik reviews and meta-analysis) PRISMA. Terdapat 12 studi dari literature yang ditemukan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sebagian besar studi dilakukan di Amerika Serikat. Sampel pada penilitian ini minimal 150 dengan analisis yang digunakan sebagian besar menggunakan Struktural Equation Model (SEM). Faktor yang memiliki kontribusi pada adaptasi culture shock terdiri dari dua yaitu internal (self efficacy, motivasi dan komunikasi), dan eksternal (sosial support, budaya dan rekreasi).

Culture shock adaptation is an adjustment made by international students due to the influence of cultural differences of origin with host culture. This literature review aims to identify internal and external factors that influence the adaptation of culture shock to international students. This literature review was taken from three publication services namely; sqopus, proquest, science direct yang. Publication searches are conducted from May to June 2020. The method used in this literature study is PRISMA's preferred reporting items for systematic review and meta-analysis. There are 12 studies from the literature found according to inclusion and exclusion criteria. Most studies are conducted in the United States. Samples in this research are at least 150 with the analysis used mostly using Structural Equation Model (SEM). The factors that contribute to the adaptation of culture shock consist of two factors, namely internal (self efficacy, motivation and communication), and external (social support, culture and recreation).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Romauli
"Emotional eating merupakan kecenderungan mengkonsumsi makanan secara belebih sebagai respon terhadap emosi negatif. Emotional eating dapat menyebabkan obesitas, eating disorder, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara stres, jenis kelamin, premenstrual syndrome (PMS), aktivitas fisik, citra tubuh, harga diri, kualitas tidur, penggunaan media sosial, tempat tinggal, dan culture shock dengan perilaku emotional eating pada mahasiswa UI angkatan 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2023 melaui kuesioner online, dengan teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan uji t-independent. Hasil dari penelitian ini menunjukkan sebanyak 19% responden mengalami emotional eating. Terdapat hubungan yang signifikan antara emotional eating dengan stres (p-value = 0,003), dan terdapat perbedaan rata-rata skor citra tubuh yang signifikan pada kelompok dengan dan tanpa emotional eating (p-value = 0,005). Pada penelitian ini, terdapat 7 variabel yang berhubungan signifikan dan 3 varibel yang tidak berhubungan signifikan dengan perilaku emotional eating. Harapannya mahasiswa UI maupun kelompok usia dewasa muda mampu memperhatikan jenis stressor yang dialami dan mencari coping stres yang sesuai dengan karakteristik masing-masing individu.

Emotional eating is the tendency to overeat in response to negative emotions. Emotional eating can lead to obesity, eating disorders, diabetes mellitus, and cardiovascular disease. This study aims to look at the relationship between stress, gender, premenstrual syndrome (PMS), physical activity, body image, self-esteem, sleep quality, social media use, residence, and culture shock with emotional eating behavior in UI student batch 2022. This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design. Data collection was carried out in June 2023 through an online questionnaire, with purposive sampling technique. Data analysis was performed using chi-square and independent t-test. The results of this study showed that 19% of respondents experienced emotional eating. There is a significant relationship between emotional eating and stress (p-value = 0.003), and there is a significant difference in average body image scores in groups with and without emotional eating (p-value = 0.005). In this study, there are 7 variables that are significantly related and 3 variables that are not significantly related to emotional eating behavior. It is hoped that UI students and young adults will be able to pay attention to the types of stressors experienced and find stress coping that suits the characteristics of each individual."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Robbyah Nauli Mansur
"Bercampurnya mahasiswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda seperti suku bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat dapat memungkinkan terjadinya kontak antar budaya, yang berpotensi menimbulkan gegar budaya. Gegar budaya adalah perasaan kehilangan, kebingungan, dan rasa tidak mampu karena individu memasuki lingkungan yang baru. Hal ini dapat menimbulkan stres yang merupakan masalah yang paling sering dialami oleh mahasiswa kedokteran. Penanganan terhadap stres atau mekanisme koping yang baik membuat seseorang dapat beradaptasi terhadap lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara mekanisme koping dan strategi adaptasi terhadap culture shock (gegar budaya) pada mahasiswa asal luar Jawa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2015-2018. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan total samplingdari mahasiswa asal luar Jawa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia angkatan 2015-2018. Responden diminta secara sukarela untuk mengisi kuesioner Brief COPE, kuesioner strategi adaptasi, dan kuesioner gegar budaya yang telah divalidasi di penelitian sebelumnya dan diujicoba dalam penelitian ini. Jumlah responden yang mengisi kuesioner dengan lengkap dan benar adalah 91 responden (response rate= 95%). Terdapat korelasi positif yang bermakna antaradysfunctional coping/maladaptive coping dengan kejadian gegar budaya (r=0,284, p=0,006). Sebaliknya, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara strategi adaptasi dengan gegar budaya (p>0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwadysfunctional coping/maladaptive copingmemiliki korelasi positif yang bermakna dengan kejadian gegar budaya, namun strategi adaptasi tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian gegar budaya.

The mixed of students who come from different ethnicities, religions, languages, and customs enable intercultural contact, which may lead to culture shock. Culture schock can be defined as a feeling of loss, confusion, and a sense of inadequacy because individuals enter a new environment. It can cause stress which is the most common problem experienced by medical students. Response to stress or coping mechanism enables someone to adapt to their environment. The purpose of this study is to assess the relationship between coping mechanisms and adaptation strategies with culture shock of students from out of Java in Faculty of Medicine Universitas Indonesia from academic year 2015 to 2018. This study was a cross sectional study with a total sampling of students whocome out of Java in Facultyof Medicine Universitas Indonesia from Academic Year 2015to 2018. A total of 91 respondents (response rate = 95%) completedthe BriefCOPE, Adaptation Strategies, and Culture Shock questionnairesthat had been validated in previous studies. There was a significant positive correlation between dysfunctional/maladaptive coping and the incidence of culture shock (r = 0.284, p = 0.006). On the other hand, there is no significant relationship between adaptation strategies and culture shock (p> 0.05). This study shows that dysfunctional/maladaptive coping correlates positively with culture shock whereas adaptation strategy does not correlate with culture shock."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanti Dyah Lynaringtyas
"Jumlah migran Korea Utara di Korea Selatan terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Kementerian Unifikasi Republik Korea, jumlah migran Korea Utara yang menetap di Korea Selatan telah mencapai 33.523 jiwa pada tahun 2019. Dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat Korea Selatan, migran Korea Utara dapat mengalami apa yang disebut sebagai gegar budaya atau culture shock. Hal ini didorong oleh adanya perbedaan budaya yang cukup signifikan antara Korea Utara dan Korea Selatan setelah terpecah selama lebih dari tujuh puluh tahun. Pengalaman gegar budaya ini dicerminkan dalam memoar The Girl with Seven Names karya Hyeonseo Lee, salah satu memoar migran Korea Utara yang paling populer. Memoar ini menceritakan pengalaman Lee dalam mencari identitasnya selama hidup di Korea Utara, Cina, dan Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana gegar budaya yang dihadapi migran Korea Utara digambarkan dalam memoir The Girl with Seven Names. Dengan menggunakan teori Oberg (1960) mengenai tahapan gegar budaya, penelitian ini menemukan bahwa migran Korea Utara melewati seluruh tahapan gegar budaya dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat Korea Selatan. Dari seluruh tahapan tersebut, crisis stage menjadi tahapan gegar budaya yang paling menggambarkan permasalahan adaptasi migran Korea Utara di Korea Selatan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gegar budaya tidak hanya dialami oleh orang-orang dengan latar belakang etnis dan budaya yang berbeda saja.
The number of North Korean migrants in South Korea continues to increase every year. According to the Ministry of Unification of the Republic of Korea, the number of North Korean migrants residing in South Korea reached 33,523 in 2019. In adapting to South Korean society, North Korean migrants can experience culture shock. This is driven by the significant cultural differences between North and South Korea after being divided for more than seventy years. This culture shock experience is reflected in the memoir The Girl with Seven Names by Hyeonseo Lee, one of the most popular memoirs by North Korean migrants. This memoir tells of Lee's experience in finding her identity while living in North Korea, China, and South Korea. This study aims to understand how the culture shock faced by North Korean migrants is illustrated in the memoir The Girl with Seven Names. Using Oberg's (1960) theory regarding stages of culture shock, this study found that North Korean migrants go through all stages of culture shock in adapting to South Korean society. Of all the stages, the crisis stage becomes the stage of culture shock that most describes the adaptation problems of North Korean migrants in South Korea. The results of this study also showed that culture shock was not only experienced by people with different ethnic and cultural backgrounds."
Lengkap +
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Yunian Putri
"Culture shock merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami adanya rasa ketidaknyamanan atas apa yang dilakukannya saat berada di lingkungan yang baru atau berbeda secara signifikan dengan lingkungan asalnya, sehingga membuat seseorang sulit untuk beradaptasi. Ketidaknyamanan ini dapat mencakup perbedaan dalam norma sosial, nilai budaya, dan perilaku yang berlaku di lingkungan baru. Individu yang mengalami culture shock seringkali mengalami kesulitan dalam beradaptasi, karena mereka merasa tidak familiar dengan aturan dan norma yang berlaku. Teman sebaya tidak hanya dapat memberikan kenyamanan emosional, tetapi juga menyediakan sumber daya yang mendukung proses adaptasi individu di lingkungan yang baru dan jauh dari lingkungan keluarganya. Dukungan sosial ini mencakup pertukaran informasi, pengalaman, dan pemahaman bersama yang dapat membantu individu untuk mengatasi tantangan culture shock dan mempercepat proses adaptasi mereka. Saat ini pemerintah memberikan kesempatan untuk para mahasiswa yang ingin merasakan belajar di luar negeri melalui program barunya yaitu IISMA (Indonesian International Student Mobility Award). Program IISMA sudah berjalan selama 2 tahun sejak 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan culture shock pada mahasiswa yang mengikuti program belajar di luar negeri, secara spesifik pada penelitian ini ialah program IISMA (Indonesian International Student Mobility Award). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis survey. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah stratified random sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan tabel silang dan uji korelasi Kendall’s tau b serta uji validatitas dan reliabilitas. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai Desember 2023 kepada 74 mahasiwa Universitas Indonesia yang telah menyelesaikan program IISMA (Indonesian International Student Mobility Award) batch 1 maupun batch 2. Hasil penelitian melalui uji korelasi Kendall’s tau-b menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat culture shock dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,237 dan p-value 0,037. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan yang dihasilkan rendah, tetapi hubungan antara keduanya negative yang berarti semakin tinggi tingkat dukungan sosial teman sebaya yang dimiliki, maka akan semakin rendah tingkat culture shock yang dialami. Terdapat beberapa saran yaitu mahasiswa IISMA perlu persiapan akademis dan aktif berpartisipasi dalam kehidupan sosial lokal untuk mengatasi culture shock. Kemudian, pengembangan mata kuliah Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial dapat diperkaya dengan program adaptasi, metode pengajaran interaktif, dan sumber daya online, serta kolaborasi dengan lembaga dukungan mahasiswa. Terakhir, penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dan culture shock, menyarankan penelitian lanjutan untuk eksplorasi program dukungan inovatif.

Culture shock is a condition in which an individual experiences discomfort in response to their actions in a new environment significantly different from their original one, making it challenging for them to adapt. This discomfort may encompass differences in social norms, cultural values, and behaviors prevailing in the new environment. Individuals undergoing culture shock often face difficulties in adapting because they feel unfamiliar with the rules and norms in place. Peers can provide not only emotional comfort but also resources that support the individual's adaptation process in a new environment far from their family setting. This social support includes the exchange of information, experiences, and shared understanding that can help individuals overcome culture shock challenges and expedite their adaptation process. Currently, the government offers opportunities for students who want to experience studying abroad through its new program called the Indonesian International Student Mobility Award (IISMA). The IISMA program has been running for two years since 2021. This research aims to determine the relationship between peer social support and culture shock in students participating in study abroad programs, specifically focusing on the IISMA program. The research employs a quantitative approach with a survey type. The sampling technique used is stratified random sampling. The analysis techniques include univariate and bivariate analyses using cross-tabulation tables and Kendall's tau-b correlation test, as well as validity and reliability tests. The study was conducted from May to December 2023 on 74 students from the University of Indonesia who have completed the IISMA program batches 1 and 2. The results of the Kendall's tau-b correlation test show a significant negative relationship between peer social support and the level of culture shock, with a correlation coefficient of -0.237 and a p-value of 0.037. This result indicates a low relationship, but the negative correlation suggests that the higher the level of peer social support, the lower the level of experienced culture shock. There are several recommendations, namely that IISMA students need academic preparation and active participation in local social life to overcome culture shock. Furthermore, the development of the Human Behavior and Social Environment course can be enriched with adaptation programs, interactive teaching methods, online resources, and collaboration with student support institutions. Finally, research indicates a significant relationship between peer social support and culture shock, suggesting further research to explore innovative support programs."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library