Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Lestari
Abstrak :
Eksekusi jaminan adalah tindakan hukum untuk melaksanakan putusan pengadilan. Hal ini guna dilakukan guna memenuhi suatu prestasi yang merupakan hak dari penggugat yang merupakan pihak yang dimenangkan sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan tersebut. Eksekusi jaminan harus dinyatakan dalam sebuah putusan pengadilan karena hal tersebut merupakan syarat formilnya hukum acara perdata. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1569 K/Pdt/2011 menganalisa mengenai eksekusi benda jaminan Hak Tanggungan milik pihak ketiga yang berkedudukan sebagai penjamin yang dieksekusi Kreditur guna pelunasan hutang Debitur. Tesis ini membahas kekuatan eksekutorial sertipikat Hak Tanggungan terhadap barang jaminan Hak Tanggungan milik penjamin dan dikaitkan dengan Pasal 1831 dan 1832 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tesis ini menggunakan penelitian hukum normative yang didasarkan pada data sekunder dan bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan agar pihak ketiga sebagai penjamin lebih berhati-hati dan mencari informasi mengenai benda miliknya yang dijadikan jaminan apabila Debitur melakukan cidera janji dikemudian hari, dan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) lebih aktif dalam melakukan penyuluhan hukum atas akta yang dibuatnya, serta Mahkamah Agung seharusnya memberikan pertimbangan hukum yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dalam memutuskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. ......The execution guarantee is the legal action to implement the court’s decree. This is made to fulfill the prestige which has become the rights of the accused as the winning party as stated in the court decree. The guarantee execution must be stated in the court decree since this is the formal procedure of the civil law. The Appeal Decree by the High Court of Justice, Republic of Indonesia Number 1569 K/Pdt/2011 analyze the item guarantee for the Obligation Rights owned by the third party whose position as the guarantee executed by the Creditor to settle the debts by the Creditor. This thesis explores the power of the certificate execution as the Obligation Rights of the guarantor’s eights and related to Articles 1831 and 1832 Paragraph (1) of the Civil Code of Law. This thesis uses the normative law observation based on the secondary data and acts as a normative jurist. The observation results suggest the third party as the guarantor to be more aware and seek information on the items’ ownership which later become the guarantee if the Debtor fails the promise and the Land Act by the Notary (PPAT) mist be more active in conducting the investigation on the act made, and the High Court of Justice must provide a legal balance in accordance to the constitution valid in deciding the matter discussed in this research.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Sukma Gumanti
Abstrak :
Kepastian hukum yang diberikan oleh akta Notaris tersebut karena akta Notaris merupakan salah satu akta otentik yang dijamin oleh undang-undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna serta memiliki kekuatan eksekutorial bagi akta yang terkait dengan kewajiban pembayaran hutang Kekuatan itu bisa memberikan kepastian hukum yang tinggi bagi para kreditor karena memiliki kekuatan yang setara dengan putusan pengadilan tetapi juga dapat merugikan pihak lain apabila di dalamnya mengandung unsur perbuatan melawan hukum seperti halnya dalam kasus yang dianalisis. Permasalahan pokok adalah pertanyaan tentang bagaimana kekuatan pembuktian sempurna yang melekat pada akta otentik dapat dibatalkan atau batal demi hukum, landasan hukum yang menjadi penyebab dibatalkannya akta hipotik oleh MA dalam kasus hukum pada putusan MA Nomor 919/K/PDT/2002-2007, serta akibat hukum dari batalnya akta hipotik terhadap hubungan hukum para pihak yang terjadi sebelum putusan MA tersebut. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan cara mengkaji data sekunder dalam bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekuatan eksekutorial akta hipotek dengan data sekunder berupa literatur sebagai pembanding. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang mengarah pada hasil penelitian secara evaluatif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; kekuatan eksekutorial yang melekat pada akta dapat batal atau dibatalkan apabila melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf i dan huruf k UUJN, Pasal 41 juncto Pasal 39 dan Pasal 40 UUJN. serta Pasal 48, 49, 50 dan 51 UUJN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 84 UUJN. Gugurnya keotentikan akta Notaris mengakibatkan hilangnya kekuatan eksekutorial (chrachts executorial) yang melekat pada akta hipotik dan akta yang mengandung kewajiban membayar sejumlah hutang sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dengan tetap memperhatikan asas pra duga sah terhadap akta Notaris; Akta hipotik dibatalkan oleh Putusan MA karena dalam proses pembuatannya telah terjadi perbuatan melawan hukum, tidak terpenuhinya unsur subjektif bagi akta hipotik, dan Notaris pembuatnya melalaikan kewajiban yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf dan Pasal 43 ayat (2) UUJN; serta akibat hukum yang timbul dari dibatalkannya akta hipotik dalam kasus ini adalah, tanah milik terperkara adalah milik sah dari pengugat, pihak-pihak yang sebelumnya meminjam sertifikat harus mengembalikan tanah dan sertifikatnya kepada Penggugat dan bukan BPD Jawa Tengah atau Kantor P3N yang saat itu menguasai sertifikat tersebut, penggugat dalam kedudukannya sebagai pemilik jaminan kredit, dinyatakan bebas dari segala hutang-piutang yang timbul atas perbuatan para Tergugat serta bank kreditor diwajibkan untuk menangguhkan surat pemberitahuan hutang kepadanya.
Legal certainty provided by a notarial deed is because it is one of the authentic documents which are guaranteed by law and has the perfect proving the strength and enforceable deed related to debt service obligations that force can provide a high legal certainty to the creditors because it has equal power with the decision of the court but also can harm the other party if in it contain elements of tort as well as in the cases analyzed. The main problem is the question of how perfectly the inherent strength of evidence on authentic documents may be canceled or annulled by law, the legal basis of the cause cancellation of deed of mortgages by the Supreme Court in the case law on the Supreme Court decision No. 919/K/PDT/2002-2007, and the consequences notarial law from the cancellation of mortgages on the legal relationship of the parties that occurred prior to the decision of the Supreme Court. Research method used is reviewing the research literature on secondary data in primary legal materials such as court rulings and legislation relating to enforceable deed of mortgage with secondary data from literature for comparison. Data analysis was performed with qualitative approach that leads to results analytical evaluative research. The results showed that; enforceable can be attached to the deed void or canceled if the violation of Article 16 paragraph (1) item i and item k UUJN, Article 41 as amended by Article 39 and Article 40 UUJN and also Article 48, 49, 50 and 51 UUJN as mentioned in Article 84 UUJN. Censelation resulting loss of authenticity of notarial deed enforceable (chrachts executorial) attached to mortgages and notarial deed containing the obligation to pay an amount payable under Article 224 HIR with due regard to the principle of legitimate pre suspected of notarial deed, deed of mortgages terminated by the decision of the Supreme Court because the the process of making unlawful act has occurred, the subjective element can not be fulfilled for the deed mortgages, and deed maker neglects obligations set out in Article 16 paragraph (1) item and also Article 43 paragraph (2) UUJN; as well as legal consequences arising from the cancellation of deed of mortgages in this case, land is owned by legitimate of the plaintiff, the parties previously borrowed must return the land certificates and certificates to the plaintiff and not the Java BPD Central Office or P3N that ruled the certificate, the plaintiff in his capacity as owner of the credit guarantee, otherwise free from any debt-related receivables arising from the acts of the defendant and the creditor banks are required to suspend debt notification letter to him.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28019
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fiqi Fatichadiasty
Abstrak :
ABSTRAK
Hadirnya Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) sebagai lembaga penegak hukum administrasi bagi para pencari keadilan, seringkali menemui hambatan atas pelaksanaan/eksekusi putusan. Putusan yang dimaksud ialah dalam konteks putusan tersebut sudah in kracht, terhadap putusan yang sudah in kracht tersebut Pejabat TUN selaku pihak yang kalah seringkali tidak mau mematuhi isi putusan dari para hakim PTUN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder. Terhadap faktor-faktor tidak dilaksanakannya putusan TUN disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya seperti belum adanya pengaturan pelaksanaan terkait uang paksa, penggunaan media massa sebagai upaya pejabat TUN jera ternyata tidak mudah dijangkau oleh penggugat, eksekusi hierarkis yang sering tidak ditindaklanjuti, serta dapat disimpulkan sekalipun terdapat berbagai macam upaya paksa ternyata letak martabat dan daya eksekusi putusan TUN sendiri berada pada kesadaran/self respect dari pejabat TUN. Adapun perbuatan tidak patuh terhadap isi putusan TUN tersebut dapat masuk kedalam unsur perbuatan Contempt of Court yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Adapun jenis perbuatan konstitutif ketidak patuhan pejabat TUN masuk kedalam bentuk penentangan terhadap perintah pengadilan secara terbuka atau disebut Obstruction of Justice. Hal tersebut dapat berimplikasi terhadap kemungkinan kriminalisasi Pejabat TUN sesuai Pasal 216 KUHP atas konsekuensi perbuatan tidak patuh tersebut.
ABSTRACT
The presence of the State Administrative Court (TUN) as an administrative law enforcement agency for justice seekers, often faces obstacles to the implementation / execution of decisions. The verdict in question is in the context of the verdict already in kracht, against the verdict that is already in kracht TUN officials as the losing party often do not want to comply with the contents of the decisions of the PTUN judges. This type of research is normative legal research using secondary data. The factors that the implementation of the TUN verdict were not caused by several factors such as the lack of implementation arrangements related to forced money, the use of mass media as a deterrent from TUN officials was apparently not easy to reach by the plaintiff, hierarchical executions were often not followed up, and it could be concluded even though there were various the kind of forced effort turns out that the location of the dignity and power of execution of the TUN decision itself is in the awareness / self respect of the TUN official. The act of not complying with the contents of the TUN decision can be included in the Contempt of Court element of action mentioned in Act Number 14 of 1985 jo Law Number 5 of 2004 concerning the Supreme Court. The type of constitutive act of disobedience of TUN officials goes into the form of open opposition to court orders or called Obstruction of Justice. This can have implications for the possibility of criminalization of TUN Officials in accordance with Article 216 of the Criminal Code for the consequences of such non-compliance.
2020
T54430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerrid Williem Karlosa Reskin
Abstrak :
Grosse akta pengakuan hutang bertujuan menjamin kepastian hukum bagi kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitur. Kekhususan dari grosse akta pengakuan hutang dibandingkan akta lainnya adalah adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” memiliki kekuatan eksekutorial seperti layaknya putusan pengadilan. Kekuatan eksekutorial ini juga dijelaskan pada pasal 224 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Pasal 1 angka 11 dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Namun sayangnya, Putusan Mahkamah Agung No. 2834K/PDT/2021, hakim tetap mengabsahkan salinan akta pengakuan hutang no 71 tahun 2018 yang tidak memiliki irah-irah tersebut. Selain itu adanya tindakan kreditur yang melakukan sita jaminan yang didasarkan atas salinan tersebut, bahkan dalam akta tersebut juga tidak mencantumkan ketentuan mengenai jaminan. Mengingat bahwa suatu akta pengakuan hutang merupakan pengakuan sepihak dari debitur karena telah berhutang kepada kreditur dalam jumlah tertentu dan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan lain, maka akta ini seharusnya dapat menjadi bias perihal kepastian jumlah hutangnya dikarenakan cicilan dari yang telah dilakukan oleh debitur yang wanprestasi. Kedua masalah inilah yang diangkat dalam tesis ini, antara lain; kekuatan hukum eksekutorial dalam akta pengakuan hutang no 71 tahun 2018 dan kedudukan hukum klausul denda dan bunga dalam akta pengakuan hutang 71 tahun 2018 berdasarkan studi putusan Putusan Mahkamah Agung No. 2834K/PDT/2021. Metode penelitian yang diterapkan dalam tesis ini adalah doktrinal. Hasil penelitian ini adalah tidak adanya kekuatan eksekutorial dalam akta pengakuan hutang tersebut dan pencantuman klausul dan denda yang menjadikan akta pengakuan hutang ini tidak murni dan membuat seolah-olah hanya sebagai surat sanggup atau perjanjian hutang piutang. Adapun saran yang diberikan antara lain pemahaman yang lebih jeli dari hakim terhadap keabsahan suatu surat pengakuan hutang murni dengan melihat faktor formil dan materiil. ......Grosse deed of acknowledgment of Debt aims to guarantee legal certainty for creditors in the event of default by the debtor. The specificity of the deed of acknowledgment of Debt grosse compared to other deeds is that the “For the sake of JUSTICE BASED ON THE ONE ALMIGHTY GOD” has executorial power like a court decision. This executive power is also explained in article 224 of the Herzien Inlandsch Regulation (HIR) and Article 1 point 11 in the Notary Office Law. But unfortunately, the Supreme Court Decision No. 2834K/PDT/2021, the judge still validated the debt acknowledgment deed No. 71 of 2018 which does not have these title. Apart from that, there was an action by the creditor who carried out a confiscation guarantee based on these constraints, even the deed did not provide provisions regarding collateral. Given that a deed of acknowledgment of debt is a unilateral acknowledgment of the debtor because he owes a certain amount to the creditor and cannot include other conditions, this deed should be biased regarding the certainty of the amount of his debt due to installments made by the default debtor. These two issues are raised in this thesis, among others; executorial legal force in the deed of acknowledgment of debt no 71 of 2018 and the legal status of fines and interest clauses in the deed of acknowledgment of debt 71 of 2018 based on the study of the Supreme Court Decision No. 2834K/PDT/2021. The research method applied in this thesis is doctrinal. The results of this study are that there is no executorial power in the debt acknowledgment deed and the inclusion of clauses and fines that make the debt acknowledgment deed impure and make it appear as if it is only a promissory note or receivables agreement. The advice given includes a more observant understanding from the judge on the validity of a pure debt acknowledgment by looking at formal and material factors.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alrido Ahmad Hidayatullah
Abstrak :
Penelitian ini membahas penerapan Force Majeure pada kondisi Pandemi COVID-19 berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XVIII/2020), sehingga diperlukan kajian terhadap masalah tersebut dengan isu hukum yang dibahas adalah penerapan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XVIII/2020, dampak pandemi COVID-19 terhadap eksekusi Objek Hak Tanggungan, keabsahan dari eksekusi yang dilakukan oleh Bank dengan dasar Titel Eksekutorial pada kondisi Pandemi COVID-19. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum dengan menggunakan sumber hukum sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah dengan adanya putusan tersebut menyebabkan keambiguan pada Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (1) UUHT dan tidak sesuai dengan prinsip dalam mempermudah semua kepentingan para pihak apabila terjadi wanprestasi ataupun sengketa atas objek dari Hak Tanggungan. Eksekusi atas Hak Tanggungan tidak bisa berjalan dengan seharusnya karena terdapat force majeure didalamnya. UUHT memberikan kekuatan pada kreditur dalam melakukan eksekusi tapi tidak bisa secara serta merta kreditur dapat melakukannya harus melalui beberapa prosedur yang sudah ditentukan oleh KUHPerdata dan juga HIR. Keabsahan dari Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan yang menggunakan titel eksekutorial harus memiliki izin dari ketua pengadilan dimana objek hak tanggungan tersebut berada atau perlu fiat dari pengadilan, jika tidak ada maka tidak sah eksekusi yang dilakukan dan akan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, diperlukan perubahan redaksi atas pasal 14 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (1) yang menyebabkan Hak Tanggungan ambigu dalam penerapannya, Eksekusi atas Objek Hak Tanggungan bisa dihindari dengan mewajibkan para pihak memasukkan klausula Force Majeure pada perjanjian pokok, dan harus menyertakan fiat dari pengadilan. ......This research discusses the application of Force Majeure in the COVID-19 pandemic condition based on the Constitutional Court Decision Number 21/PUU-XVIII/2020), it is necessary to study the issue with the legal issues being discussed, namely the application of the Constitutional Court Decision Number 21/PUU-XVIII/2020, the impact of the COVID-19 pandemic on the execution of the Object of the Mortgage, the validity of the executions carried out by the Bank on the basis of the Executive Titles in the conditions of the COVID-19 Pandemic. The method used is juridical normative, namely research on legal principles by using secondary sources of law. The result is the existence of this decision causes ambiguity in Article 14 paragraph (3) and Article 20 paragraph (1) UUHT. It doesn’t represent the principle of facilitating all the interests of the parties in the event of default or dispute over the object of the Mortgage. Execution of Mortgage Rights cannot run properly because there is force majeure in it. UUHT gives the creditor the power to carry out the execution but cannot immediately the creditor can do it, must go through several procedures that have been determined by the Criminal Code and also the HIR. The validity of the execution of the guarantee of mortgage that uses the title executorial must have the permission of the head of the court where the object of the mortgage is located or need fiat from the court, if there is no then the execution will not be valid and will be considered as an unlawful act. Therefore, there is a need for editorial changes to Article 14 paragraph (3) and Article 20 paragraph (1) which causes the Insurance Rights to be ambiguous in its application, Execution of the Object of the Insurance Rights can be avoided by requiring the parties to include a Force Majeure clause in the main agreement, and must include fiat from the court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aska Laksamana Putera
Abstrak :
ABSTRAK
Penggunaan Grosse Akta Pengakuan Hutang dalam perkembangannya semakin diminati oleh dunia bisnis Indonesia karena prosesnya yang relativ mudah dengan kepastian hukum yang tinggi bagi para kreditor karena memiliki kekuatan eksekutorial yang setara dengan putusan pengadilan. Akan tetapi kekuatan eksekutorial grosse akta pengakuan hutang bukanlah merupakan suatu kekuatan hukum yang mutlak, masih terdapat celah hukum atau kelemahan yang dapat menunda atau menggugurkannya bagi yang hendak mengingkarinya, seperti halnya dalam kasus yang dianalisis. Permasalahan pokok yang dianalisis adalah akibat hukum atas perbedaan perhitungan jumlah hutang menurut debitor dengan jumlah piutang menurut kreditor atas perkiraan jumlah hutang yang ditetapkan dalam Akta Pengakuan Hutang dan gugurnya kekuatan eksekutorial Grosse Akta Pengakuan Hutang dalam Putusan MA No. 2903 K/Pdt/1999-22 Mei 2001. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan cara mengkaji data sekunder dalam bahan hukum primer berupa Putusan Pengadilan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembuatan Grosse Akta Pengakuan Hutang dengan data sekunder berupa literatur sebagai pembanding. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang mengarah pada hasil penelitian secara evaluatif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum yang timbul karena perbedaan perhitungan jumlah hutang menurut debitor dengan jumlah piutang menurut kreditor atas perkiraan jumlah hutang yang ditetapkan dalam Akta Pengakuan Hutang akan terkait dengan 3 (tiga) hal, pertama; kesepakatan pendapat tentang Pasal 224 HIR sebagai landasan hukum pokok bagi kekuatan eksekutorial Grosse Akta Pengakuan Hutang; kedua, tidak ada perbedaan pendapat tentang kekuatan eksekutorial yang dimiliki Grosse Akta Pengakuan Hutang “mumi” serta ketiga, terdapat perbedaan pandangan hukum dalam hal kekuatan eksekutorial Grosse Akta Pengakuan Hutang yang disertai dengan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan. Putusan PN dan PT menetapkan adanya kekuatan eksekutorial Grosse Akta Pengakuan Hutang, tetapi berbeda dengan Putusan MA No. 2903 K/Pdt/1999 yang melahirkan kaidah hukum bahwa kekuatan eksckutorial hanya dimiliki oleh Grosse Akta Pengakuan Hutang di dalamnya tercantum dengan pasti jumlah serta tidak boleh memuat suatu perjanjian atau syarat-syarat lain selain tentang kewajiban pembayaran sejumlah uang tertentu, yang harus dilakukan oleh debitor kepada kreditor.
2008
T36927
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Reza Mahendra
Abstrak :
Ketentuan Pasal 15 UU 42/1999 tentang Jaminan Fidusia khususnya yang mengatur mengenai frasa “kekuatan eksekutorial”, menimbulkan berbagai permasalahan terkait dengan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan para Pemohon mengenai ketentuan eksekusi jaminan fidusia, dimana kekuatan eksekutorial hanya dapat dijalankan apabila terdapat kesepakatan antara debitur dan kreditur bahwa debitur telah melakukan cidera janji, dan apabila tidak ada kesepatan dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek jaminan fidusia maka segala mekanisme pelaksanaan eksekusi harus dilakukan melalui Pengadilan. Putusan tersebut menarik perhatian Penulis untuk meneliti bagaimanakah pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia di Bank BNI Syariah sebelum dan sesudah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Untuk itu agar dapat memecahkan permasalahan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dan didukung oleh data sekunder. Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dalam menganalisa data yang diperoleh dari studi literatur dan hasil wawancara. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi dapat berdampak pada jalannya bisnis pembiayaan, oleh sebab kreditur harus lebih selektif dalam memberikan pembiayaan kepada calon debitur guna mencegah adanya “debitur nakal” yang berusaha berlindung atau memanfaatkan ketentuan baru sehubungan dengan eksekusi jaminan fidusia dari putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk memperoleh keuntungan. ......The provisions of Article 15 of Law 42/1999 on Fiduciary Security, particularly those that regulate the phrase "executorial power", causes various problems related to the implementation of fiduciary security. There was a Constitutional Court Decision which partially granted the Petitioners' petition regarding the provisions for the execution of fiduciary security, where executorial power can only be exercised if there is an agreement between the debtor and creditor that the debtor has committed a breach of contract, and if there is no agreement and the debtor objected to voluntarily hand over the object of the fiduciary security then all mechanisms for carrying out the execution must be carried out through the Court. This decision attracted the attention of the author to examine how the execution of fiduciary security at Bank BNI Syariah before and after the Constitutional Court decision Number 18/PUU-XVII/2019. For this reason, in order to solve this problem, the author uses a form of normative juridical research which in character of descriptive analytical, and is supported by secondary data. In addition, this study uses a qualitative approach in analyzing data obtained from literature studies and interviews. Based on the results of this study, it is concluded that the Constitutional Court's decision could have an impact on the running of the financing business, because creditors must be more selective in providing financing to prospective debtors in order to prevent “bad debtors” who seek to take shelter or take advantage of the new provisions in connection with the execution of fiduciary security of decisions of this Constitutional court change of provisions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Furqoniah Hayati
Abstrak :
Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur bahwa akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan. Akibat hukum atas akta yang tidak dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan menyebabkan tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak, baik perusahaan pembiayaan selaku kreditur dan konsumen selaku debitur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan, bagaimana suatu jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan dapat didaftarkan, serta kekuatan eksekutorial akta jaminan fidusia di bawah tangan pada perjanjian pembiayaan konsumen. Metode penelitian dilakukan secara yuridis normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau meneliti data sekunder. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku teks serta peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam melakukan penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari wawancara berstruktur. Penjelasan mengenai keabsahan, pendaftaran dan kekuatan eksekutorial jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan dalam penelitian ini ditelaah dari penetapan suatu putusan dan pertimbangan Hakim dalam Perkara Perdata Nomor 11/Pdt.G.S/2021/PN MNd sebagai putusan utama dan Perkara Perdata Nomor 18/Pdt.G/2011/PN.Kds sebagai putusan pembanding. ......The provisions of Article 5 paragraph (1) of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees stipulate that a fiduciary guarantee deed must be drawn up with a notarized deed and registered. The legal consequences for deeds that are not made with a notarized deed and registered cause there is no legal certainty and protection for the parties, both finance companies as creditors and consumers as debtors. The purpose of this study is to determine the validity of fiduciary guarantees under the private deed, how a fiduciary guarantee under a private deed can be registered, as well as the executorial power of underhand fiduciary deeds on consumer financing agreements. The research method is carried out in a normative juridical manner, namely by examining library materials or examining secondary data. Library research is done by reading textbooks and laws and regulations. In addition, in conducting this research using primary data derived from structured interviews. Explanations regarding the validity, registration and executorial power of fiduciary guarantees with the private deed in this study were examined from the determination of a decision and the judge's consideration in Civil Case Number 11/Pdt.G.S/2021/PN MNd as the main decision and Civil Case Number 18/Pdt .G/2011/PN.Kds as a comparative decision.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library