Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novitri
"Pelayanan kesehatan di rumah sakit harus berfokus pada mutu dan keselamatan pasien, termasuk salah satu didalamnya adalah pelayanan operasi. Pada tahun 2022 angka penundaan operasi di RSUP Fatmawati sebesar 2,3%. Dampak dari penundaan operasi berpotensi pada terjadinya inefisiensi keuangan. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui adanya hubungan penundaan operasi terhadap kecemasan pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tahun 2023. Penelitian dilakukan dengan pendekatan observasional dan desain case control yang melibatkan 102 Responden pada penelitian kuantitatif dan 14 informan penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukan nilai OR “Estimate” yaitu 0.183, artinya sebagai faktor protective sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian risiko kecemasan pasien yang mengalami penundaan operasi lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mengalami penundaan operasi. Tetapi p value < 0.005 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penundaan operasi dengan kecemasan. Ditemukan ada hubungan kondisi pasien, hasil laboratorium dan kesiapan operator dengan penundaan operasi. Simpulan adalah penundaan operasi berisiko menimbulkan kecemasan pasien sehingga saran penelitian ini adalah pengembangan klinik pra bedah.

Health services in hospitals must focus on quality and patient safety, including surgical services. In 2022 the number of postponed operations at Fatmawati General Hospital will be 2.3%. The impact of postponing operations has the potential to result in financial inefficiencies. The aim of the research carried out was to determine the relationship between postponing surgery and patient anxiety at the Fatmawati Central General Hospital in 2023. The research was carried out using an observational approach and case control design involving 102 respondents in quantitative research and 14 qualitative research informants. The research results show that the OR "Estimate" value is 0.183, meaning it is a protective factor so it can be concluded that the incidence of anxiety risk in patients who experience a delay in surgery is lower than in patients who do not experience a delay in surgery. However, p value < 0.005 indicates there is a significant relationship between delaying surgery and anxiety. It was found that there was a relationship between patient condition, laboratory results and operator readiness with surgical delays. The conclusion is that delaying surgery risks causing patient anxiety, so the suggestion for this research is the development of a pre-surgical clinic."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Afandi
"Sebelum tahun 1950-an hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik, yaitu pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokternya tanpa bertanya apapun, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah mengabaikan hak pasien untuk turut menentukan keputusan. Sehingga mulai tahun 1970-an dikembangkan hubungan kontraktual. Konsep ini muncul berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to self determination) sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiiiki pasien tentang penyakitnya sebagai mana yang tertuang dalam Declaration of Lisbon (1981) dan Patients's Bill of Right (American Hospital Association,1972)- pada intinya menyatakan "pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari doktemya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik".
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan medik terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.(1,2,3,4,5,6,)
Di Indonesia, penghormatan atas otonomi pasien ini telah diatur dan dirumuskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) khususnya pasal 7a, 7b dan 7c, dimana seluruh dokter di Indonesia harus menghormati hak-hak pasien. Penghormatan atas hak ini lebih lanjut juga diatur dalam peraturan perundang-undangan RI secara implisit terdapat dalam amandemen UUD 1945 pass! 28G ayat (1) yang menyebutkan "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,...dst"."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria
"Latar Belakang: Secara global, jumlah penduduk usia lanjut terus meningkat yang diiringi dengan jumlah pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan juga meningkat. Pasien usia lanjut memerlukan perhatian khusus dalam persiapan, saat pembedahan dan pasca pembedahan karena kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sehingga lebih berisiko mengalami komplikasi.
Tujuan: Mendapatkan angka mortalitas, model prediksi, serta performa model prediksi pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif di RSCM. Metode: Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif dengan metode sampling konsekutif. Data sekunder rekam medis pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif di RSCM periode Januari 2015-Desember 2017 dianalisis dengan program statistik SPSS Statistics 20.0 untuk analisis univariat, bivariat, multivariat, Receiving Characteristics Operator (ROC), dan analisis bootstrapping pada uji kalibrasi Hosmer-Lemeshow.
Hasil: Terdapat 747 subjek penelitian yang dianalisis untuk mendapatkan angka mortalitas dan prediktor yang bermakna untuk disertakan sebagai komponen sistem skor. Sebanyak 108 (14,5%) pasien meninggal pascabedah. Variabel status fungsional, komorbiditas, kadar albumin serum preoperatif, jenis pembedahan, dan status fisik ASA merupakan variabel yang secara statistik independen berhubungan dengan mortalitas. Sistem skor yang dibuat memiliki nilai AUC = 0,900 (KI 95% 0,873-0,927). Kalibrasi sistem skor baik dengan nilai p>0,05. Hasil ini konsisten setelah dilakukan bootstrapping.
Kesimpulan : Angka mortalitas pasien geriatri yang menjalani pembedahan elektif adalah 14,5%. Prediktor dan komponen skor prediksi mortalitas pembedahan elektif pada pasien usia lanjut yaitu status fungsional, komorbiditas, kadar albumin serum preoperatif, jenis pembedahan, dan kategori ASA. Model prediksi memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan kuat.

Background: Globally, the number of elderly population continues to grow. It is accompanied by the increasing number of older people undergoing surgery. Elderly patients need certain care in preoperative, intraoperative,and postoperative phase since they are more likely to develop postoperative complication due to physiological and pharmacological deterioration. Aim: To get mortality rate, predictive model, and the performance of predictive model in elderly patients undergoing elective surgery in RSCM.
Methods: This study is a retrospective cohort study with consecutive sampling method. Secondary data from patients' medical record who underwent elective surgery from January 2015-December 2017 is analysed using SPSS Statistics 20.0 for univariate, bivariate, multivariate, and Receiving Operator Characteristics (ROC) and SPSS Statistics 20.0 for bootstrapping analysis in Hosmer-Lemeshow calibration test.
Results: All 747 subjects are analysed to get mortality rate and predictor variables that
are statiscally significant included as scoring system components. A hundred eight patients (14.5%) died within thirty days after surgery. Functional status, comorbidities, preoperative serum albumin level, type of surgery, and ASA physical status are independently associated with mortality. A scoring system composed of above predictors has an AUC value at 0.900 (95% CI 0.873-0.927). This scoring system shows good calibration with p>0,05 and this result is consistent even after bootstrapping analysis.
Conclusion: The mortality rate of elderly patients undergoing elective surgery in RSCM is 14.5%. Scoring system for predicting mortality in elderly patients undergoing elective surgery consist of functional status, comorbidities, preoperative serum albumin
levels, type of surgery and ASA physical status. The predictive model shows good calibration and strong discrimination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Yusnidar
"Latar Belakang. Komplikasi pascabedah elektif meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Status frailty pada pasien usia lanjut dikaitkan dengan peningkatan kejadian komplikasi pascabedah. Pengaruh status frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah perlu diteliti lebih lanjut pada pasien usia lanjut di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui pengaruh status  frailty terhadap komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut.
Metode. Studi dengan desain kohort prospektif untuk meneliti pengaruh status frailty terhadap kejadian komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut, dengan menggunakan pengambilan data pada pasien yang menjalani pembedahan elektif di RS Cipto Mangunkusumo pada tanggal 20 April sampai dengan 13 Juli 2018. Penilaian frailty dengan menggunakan FI 40 items. Analisis bivariat dan multivariat dengan logistik regresi dilakukan untuk menghitung crude risk ratio (RR) dan adjusted RR terjadinya komplikasi 30 hari pascabedah elektif antara kelompok frail terhadap kelompok fit, dan antara kelompok pre-frail terhadap kelompok fit dengan menggunakan SPSS.
Hasil. Sebanyak 21,1% dari total 180 subjek pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif mengalami komplikasi 30 hari pascabedah. Proporsi kejadian komplikasi 30 hari pada kelompok frail lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pre-frail dan fit (41,7% vs 15% vs 9,4%). Pada analisis multivariat, didapatkan adjusted RR pada kelompok frail sebesar 4,579 (IK 95% 1,799-8,118), setelah memperhitungkan faktor perancu, yakni jenis pembedahan. Pada kelompok pre-frail, tidak ditemukan komplikasi yang berbeda bermakna walaupun terdapat kecenderungan komplikasi lebih tinggi dibandingkan kelompok fit.
Kesimpulan. Kondisi frail meningkatkan risiko komplikasi 30 hari pascabedah elektif pada pasien usia lanjut. Sedangkan pre-frail dibandingkan fit walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun terdapat kecenderungan peningkatan komplikasi.

Background. Postoperative complication is increased in the elderly patients. Frailty in the elderly is associated with postoperative complication. The impact of frailty on 30- day complications after elevtive surgery needs to be evaluated in the elderly patients in Indonesia.
Objectives. To identify the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Methods. A prospective cohort study was conducted to determine the impact of frailty on 30-day complications after elective surgery in the elderly patient in Cipto Mangunkusumo hospital from 20 April to 13 Juli 2018. Frailty was asessed using Frailty Index  40 items. Analysis was done using SPSS statistic for univariate, bivariate and multivariate logistic regression to obtain crude risk ratio and adjusted risk ratio of probability of 30-day complications after elective surgery in the elderly patients.
Result. Out of the total 180 eldery patients who underwent elective surgery, 21,1% of those had 30-day complications. Postoperative complications were higher in those with frail than pre-frail and fit subjects(41,7% vs 15% vs 9,4%). Multivariate analysis using logistic regression analysis with type of surgery as counfounder, revelead that adjusted RR in frail group was 4.579 (95% CI 1.799-8.118). Although pre-frail subjects showed higher postoperative complications than fit subjects, but there were no differences significantly.
Conclusion. Elderly patients with frail condition had higher 30-day complications after elective surgery. There were no significant differences between pre-frail compared to fit subject on 30-day complications after elective surgery, although pre-frail subject tends to showed higher complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rahman, supervisor
"Pendahuluan dan tujuan: Penyakit virus corona (COVID-19) telah mempengaruhi praktik sehari-hari dalam pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak COVID-19 terhadap praktik urologi di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong-lintang menggunakan kuisioner berbasis web (Survey Monkey) yang didistribusikan dan dikumpulkan dalam waktu tiga minggu. Seluruh dokter urologi yang berpraktik di Indonesia dikirimkan sebuah tautan kuisioner elektronik melalui E-mail, aplikasi Whatsapp Messenger, dan/atau layanan pesan singkat, dan kepala residen dalam setiap pusat urologi mendistribusikan kuisioner elektronik kepada residen urologi.
Hasil: Rerata respon adalah 369/485 (76%) pada dokter urologi dan 220/220 (100%) pada residen urologi. Sejumlah kurang dari 10 persen respon [ada setiap bagian didapatkan tidak lengkap. Terdapat 35/369 (9.5%) dokter urologi dan 59/220 (26.8%) residen urologi yang pernah dinyatakan pasien suspek COVID-19, dan tujuh diantaranya dinyatakan positif terkonfirmasi COVID-19. Mayoritas dokter urologi (66%) lebih menyukai melanjutkan konsultasi tatap muka dengan jumlah pasien yang terbatas, dan lebih dari 60% dokter urologi lebih menyukai menunda mayoritas (66%) atau seluruh operasi elektif. Sebagian besar dokter urologi juga memiliki untuk menunda operasi elektif pada pasien dengan gejala terkait COVID-19 da pasien yang membutuhkan perawatan pasca-operasi ICU. Dokter dan residen urologi melaporkan tingginya rerata menggunakan apat pelindung diri, selain gaun medis dan masker N95, yang mana persediaannya terbatas. Beberapa dokter ahli bedah onkologi urologi dipertimbangkan menjadi prioritas utama untuk dokter urologi Indonesia selama masa epidemic COVID-19.
Kesimpulan: Pandemi COVID-19 telah menyebabkan penurunan pelayanan urologi baik pada klinik rawat jalan dan pelayanan pembedahan dengan prosedur uro-onkologi sebagai prioritas untuk dilakukan.

Introduction and objectives: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) has affected daily practices in health care services. This study aimed to investigate the impact of COVID-19 on urology practice in Indonesia.
Methods: This was a cross-sectional study using web-based questionnaire (Survey Monkey), which was distributed and collected within a period of three weeks. All practicing urologists in Indonesia were sent an e-questionnaire link via E-mail, WhatsApp Messenger application, and/or short message service, and the chief of residents in each urology centre distributed the e-questionnaire to urology residents.
Results: The response rate was 369/485 (76%) among urologists and 220/220 (100%) among urology residents. Less than 10 percent of the responses in each section were incomplete. There are 35/369 (9.5%) of urologists and 59/220 (26.8%) of urology residents had been suspected as COVID-19 patients, of whom seven of them were confirmed to be COVID-19 positive. The majority of urologists (66%) preferred to continue face-to-face consultations with a limited number of patients, and more than 60% of urologists preferred to postpone the majority (66%) or all elective surgery. Most urologists also chose to postpone elective surgery in patient with COVID-19-related symptoms and patient who required post-operative ICU-care. Urologist and urology residents reported high rates of using personal protective equipment, except for medical gowns and N95 masks, which were in short supply. Several uro-oncology surgeries were considered to be the top priority for Indonesian urologist during COVID-19 epidemic period.
Conclusion: The COVID-19 pandemic has caused a decline in urology service in both outpatient clinic and surgery services with uro-oncological procedure as a priority to conduct.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Budiluhur
"Memulai operasi elektif yang tepat waktu merupakan indikator dari mutu pelayanan di kamar bedah khususnya dalam efisiensi dan kerja.
Kamar bedah RS Islam Pusat mempunyai 8 kamar operasi. Dua kamar operasinya digunakan untuk operasi yang `bersih' atau non infeksi. Survei yang dilakukan bulan Januari - Maret 2003 terdapat 52,29% waktu dimulainya operasi elektif tidak tepat waktu di Kamar Bedah RS Islam Pusat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari pelayanan tindakan bedah di Kamar Bedah RS Islam Pusat Jakarta dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu dimulainya operasi yang tidak tepat waktu tersebut, sehingga pihak manajemen kamar bedah dapat mengatasi akar masalah tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional karena tidak bersifat intervensi.
Hasil penelitian membuktikan sebanyak 87,5% operasi yang dimulai tidak tepat waktu, rata-rata lama waktu dimulainya operasi elektif setelah 44 menit dart jadwal yang telah ditentukan. Melalui buku register anestesi dan reanimasi, dapat diketahui rata-rata lama operasi besar 2 jam, sedang 1 jam dan kecil jam. Sebanyak 77,1% operator datang tidak tepat waktu. Kedatangan pasien dari ruang rawat inap ke kamar bedah yang tidak tepat waktu adalah 69,8%. Sedangkan factor-faktor yang berhubungan dengan tidak tepat waktu dimulainya operasi elektif adalah kedatangan dokter bedah dan kedatangan pasien ke kamar bedah. Walaupun ketidakcukupan jumlah perawat tidak berhubungan dengan waktu dimulainya operasi yang tidak tepat waktu, tetapi adanya ketidakcukupan perawat di 3 hari kerja dalam seminggu sebagai bukti bahwa pihak manajemen perlu menyiasati penjadwalan dan bantuan tenaga pada Hari Rabu, Kamis dan Sabtu.
Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut mempermudah pihak Manajemen Kamar Bedah untuk membuat kebijakan guna menghindari masalah-masalah tersebut terjadi kembali.
Daftar Bacaan : 16 (1971 - 2003)

Analysis the Delayed of an Elective Surgery in Islam Central Hospital Jakarta, 2004A service quality in efficiency and effectivity indicator for operating room in Hospital can be known by it's just in time elective surgery services.
Islam Central Hospital has 8 operating rooms. Two rooms are for a non infection operation. The study that had been done in January-Mares 2003 showed there were 52,29 % delayed of an elective surgery .
The purpose of this study was to described the delayed of an elective surgery service and had recognized what factors which associated in, so the manager can handle the root cause of the problems.
This study was a cross sectional study with a quantitative analysis using primary and secondary data.
The result of this study showed that the delayed of an elective surgery was about 87,5 %. The average of the delayed was about 44 minutes after the proper time. The study can recollect the classification of surgery from the registered and reanimation book. The average of major surgery was 2 hour, intermediate was 1 hour small operative was '/2 hour. The surgeons didn't come on time was about 77,1 %. The arrival of the patient at operating room's gate was about 69,8 % late. The factor which associated with the delayed of an elective surgery were the arrival of surgeon and patient came into operating room's gate.(p value 0,00 and 0,000). Although there weren't enough nurse surgeon and it didn't associated in delayed elective surgery, the manager should has the strategies to solve that problem.
Recognized these factors would be easier for the Operating room's manager to remake standard operational procedure to minimalized the delayed.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berri Primayana
"Latar Belakang : Kejadian AKI Acute Kidney Injury pascabedah akan meningkatkan morbiditas, mortalitas dan lama perawatan di rumah sakit. Diagnosis AKI ditegakkan berdasarkan kriteria AKIN. Kondisi dan manajemen perioperatif sangat mempengaruhi kekerapan AKI pascabedah.
Tujuan : Mengetahui hubungan faktor komorbiditas prabedah dan jenis operasi sebagai prediktor AKI pascabedah elektif yang dirawat di ICU RSCM.
Metode : Penelitian kohort retrospektif menggunakan data dari rekam medis pasien yang dirawat di ICU pascabedah elektif antara Januari 2014 hingga Desember 2015. Seratus satu pasien diikutkan dalam penelitian dari total 1739 data pasien yang didapatkan. Diagnosis AKI ditegakkan dengan keriteria AKIN. Data diolah menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji Chi Square dan Independent T test.
Hasil : Analisis dilakukan pada 101 pasien dari 1739 populasi terjangkau. Insiden AKI didapatkan sebesar 44,6 . Diagnosis AKI ditegakkan dengan penurunan jumlah urin sesuai dengan Stage 1 AKI berdasarkan AKIN. Rata-rata usia AKI didapatkan sebesar 50,44 13,7 tahun p=0,304 . Analisis berdasarkan masing-masing variabel didapatkan kekerapan AKI pada diabetes melitus sebesar 50 p=0,633 , penyakit jantung sebesar 40,7 p=0,641 , hipertensi sebesar 46,9 p=0,749 , dan operasi intraabdomen sebesar 61,9 p=0,072 .
Kesimpulan : Dari variabel yang diteliti tidak ada hubungan faktor komorbiditas prabedah dan jenis operasi sebagai prediktor AKI pascabedah elektif yang dirawat di ICU RSCM."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rhea Putri Ulima
"Pendahuluan. Saat ini, infeksi daerah operasi (IDO) tetap menjadi komplikasi paling umum dari prosedur bedah. Dalam pencegahannya, antibiotik profilaksis menjadi pilihan pertama dan menyebabkan penggunaan antibiotik yang tinggi. Namun, pemberian antibiotik harus didasarkan pada strategi, yaitu stewardship. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai penggunaan antibotik menggunakan metode Gyssens. Metode Studi kohort retrospektif menganalisis pemberian antibiotik pada sebagian besar operasi elektif besar, termasuk tiroidektomi, mastektomi, dan kolesistektomi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia dari Januari hingga Juli 2023. Indikasi, jenis, dosis, waktu, interval, durasi, dan rute pemberian adalah variabel yang diteliti. Hasil Dari 191 subjek yang menjalani prosedur bedah elektif paling umum, 30 menggunakan antibiotik kombinasi. Kategori Gyssens 0 terdiri dari 165 subjek (86,5%), dan 11 subjek (5,8%) diklasifikasikan sebagai kategori IIA, yang menunjukkan dosis yang tidak sesuai (tidak memadai, tidak mencukupi). Ketidakakuratan penggunaan antibiotik teridentifikasi sebagai pemberian pada waktu yang salah (5,8%), pemilihan antibiotik yang kurang tepat (3,1%), dosis yang salah (2,6%), dan waktu pemberian yang tidak tepat (2,1%). Hubungan antara kategori Gyssens dengan SSI menunjukkan nilai p > 0,05 dengan odds ratio 1, yang menunjukkan bahwa pemberian antibiotik yang sesuai maupun tidak sesuai dari kategori Gyssens tidak menunjukkan hubungan pada kejadian IDO atau non-IDO. Kesimpulan Tingkat kepatuhan penatagunaan antibiotik pada kasus bedah elektif terbanyak di Departemen Bedah RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo yang dinilai menggunakan alur Gyssens mencapai 86,4% dan memerlukan perbaikan.

Introduction. Nowadays, surgical site infections (SSI) remain the most common complication of surgical procedures. In prevention, the prophylactic antibiotic is the first option and somehow leads to the high use of antibiotics. However, antibiotic administration should be based on the strategies, which is the stewardship. Thus, the study aimed to assess using Gyssens' method. Method. A retrospective cohort study analyzed the antibiotic administration of most major elective surgeries, including thyroidectomy, mastectomy, and cholecystectomy proceeded in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia from January to July 2023. Indication, type, dosage, timing, interval, and duration and route of administration were the variables of interest. Results. Of 191 subjects who underwent the most common elective surgery procedures, 30 used combination antibiotics. Gyssens category 0 consists of 165 subjects (86.5%), and 11 subjects (5.8%) were classified as category IIA, indicating inappropriate dose (inadequate, insufficient). Inaccuracies were identified as mistimed administration (5.8%), less effective antibiotic selection (3.1%), incorrect dosage (2.6%), and inappropriate timing (2.1%). The association of Gyssens categories with SSIs showed a p–value of > 0.05 with an odds ratio of 1, indicating that both appropriate and inappropriate antibiotics of the Gyssens category showed no impact on SSIs or non–SSIs. Conclusion. The adherence to antimicrobial stewardship in the most common elective surgery in the Department of Surgery, dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital was 86.4 and subjected to improvement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshelli Orlanda
"Latar Belakang: Mual dan muntah adalah salah satu keluhan pascaoperasi yang paling sering ditemukan selain nyeri pada pasien yang menjalani operasi dalam pembiusan umum. Dari banyak penelitian yang telah dilakukan, sebesar 20-30% pasien pascaoperasi mengalami mual muntah dalam waktu 24 jam setelah operasi, dan keluhan ini merupakan salah satu penyebab ketidakpuasan pasien dalam menjalani tindakan pembiusan. PONV (postoperative nausea and vomiting) memiliki faktor-faktor risiko yang multifaktorial seperti jenis kelamin, usia, riwayat PONV sebelumnya, riwayat merokok, penggunaan neostigmin, lama anestesi, anestesi inhalasi, dan penggunaan opioid. Di RSCM belum ada data mengenai gambaran insiden PONV dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui insiden PONV pada pasien bedah elektif di IBP RSCM, dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, dilakukan pada 256 pasien yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Data pasien kemudian dicatat, berupa data umum pasien, data mengenai teknik anestesi, obat-obatan yang digunakan serta jenis pembedahan. Pasien diamati dua kali dalam 24 jam yaitu dalam dua jam dan dalam 24 jam pascaoperasi tentang apakah pasien mengalami mual dan atau muntah. Data kemudian dianalisis menggunakan perhitungan regresi logistik multivariat untuk menentukan faktor-faktor risiko apa saja yang berpengaruh.
Hasil: insiden PONV dalam 24 jam pertama adalah 21,5%. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi dari penelitian ini adalah jenis kelamin perempuan, usia di bawah 50 tahun, teknik anestesi umum inhalasi, penggunaan fentanyl di atas 100 mcg, dan riwayat PONV sebelumnya. Faktor risiko yang tidak dapat disimpulkan sebagai faktor risiko PONV dalam penelitian ini adalah status merokok, penggunaan neostigmin, lama anestesi, penggunaan N2O, dan penggunaan morfin pascaoperasi.

Background:PONV is one of the most frequently found complaints postoperatively beside pain after elective surgery. From many studies it found that 20-30% patients will have PONV in 24 hours after surgery, dan this complain is one of the cause of patient’s discontent after undergoing anesthesia. PONV have multifactorial risk factors, such as sex, age, history of PONV, smoking history, neostigmin usage, duration of anesthesia, inhalational anesthesia technique, and opioid usage.At RSCM there is still no data depicting the incidence and risk factors of PONV. The purpose of this study is to find the PONV incidence at central operating theathre of RSCM and to determine the PONV risk factors that may contribute.
Methods: This study is a cross-sectional study, involving 256 patients undergoing elective surgery at central operating room of RSCM by consecutive sampling technique. Data obtained are patient’s general characteristics, anesthesia techniques, drugs used, and types of surgery. Patients were observed two times in 24 hours after surgery, the first observation is within 2 hours and the second is in 24 hours after surgery. Data are then analyzed using mutivariate logistic regression analysis to determine which risk factors that may contribute to PONV.
Results: PONV incidence in the first 24 hours is 21,5%. Indentified PONV risk factors are female sex, age under 50 years, inhalational anesthetic technique, usage of fentanyl above 100 mcg, and history of previous PONV. Factors that cannot be concluded as the PONV risk factors are smoking status, neostigmin usage, length of anesthesia, N2O usage, and postoperative morphine usage
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuty
"Pelayanan kamar operasi merupakan salah satu bentuk pelayanan yang sangat mempengaruhi tampilan suatu rumah sakit. Seiring dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan bedah menjadi bentuk pelayanan kesehatan spesialistik yang mahal, jadi harus efisien pengelolaannya.
Instalasi Kamar Operasi RSUD Pasar Rebo mempunyai 4 kamar operasi yang melayani bedah cito dan elektif. Dengan disatukannya pelayanan tindakan bedah cito dan elektif di instalasi kamar operasi ini, tindakan bedah elektif sering diundur pelaksanaannya karena harus mendahulukan pelaksanaan tindakan bedah cito yang mendapat prioritas utama dan adakalanya bedah elektif terpaksa ditunda/dibatalkan pelaksanaannya. Kapasitas waktu yang tersedia dari jam 8.00 pagi s.d 14.00 siang juga pada kenyataannya tidak dimanfaatkan seefisien karena belum adanya sistem penjadwalan operasi yang baik, pemakaian kamar operasi selalu dimulai diatas jam 8.00 pagi sehingga waktu kerja yang terbuang dimasing-masing kamar operasi rata-rata 32,87% perhari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran/karakteristik sistem pelayanan tindakan bedah di Instalasi Kamar Operasi di RSUD Pasar Rebo dan membuat tehnik penjadwalan yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan dapat efisien dan optimal. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dan melakukan analisa kuantitatif terhadap data sekunder untuk membuat model kuantitatif dan analisa deskriptif.
Dari hasil penelitian diketahui utilisasi kamar operasi sebesar 46,66% pada saat bedah cito masih dilakukan bersama-sama dengan bedah elektif. Lalu dari simulasi diperoleh besar utilisasi kamar operasi untuk bedah elektif (tanpa bedah cito) rata-rata sebesar 39,25% di setiap kamar operasi dengan 9 kasus perhari. Dengan simulasi juga dapat diketahui kapasitas optimal kamar operasi untuk mengerjakan bedah elektif sebanyak 18 kasus per hari. Dengan mengetahui kapasitas optimal masing-masing kamar operasi dan lama waktu operasi untuk masing-masing tindakan bedah dapat dibuat sistem penjadwalan yang sesuai untuk Instalasi kamar Operasi RSUD Pasar Rebo.
Dengan adanya penjadwalan dapat diketahui berapa besar kapasitas yang berlebih setiap hari dan disarankan membuat perencanaan untuk pemanfaatannya sehingga Instalasi Kamar Operasi dapat sebagai salah satu revenue center rumah sakit.

Developing a Model for Scheduling of Elective Surgery Service for The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo HospitalSugery theatre service is one of the hospital services that make an image to the hospital performance. In line with advanced knowledge and technology, surgical operation become more expensive specialistic health service and need to be managed efficiently.
The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo Hospital have four surgical theatres which serve surgical operations both emergency and elective surgery. As The Surgery Theatre Installation served surgical operations both emergency and elective surgery, resulting in postponement or cancellation of elective surgical operations. Allocated time to serve surgical operations is from 8.00 a.m to 2.00 p.m daily. This allocated time had not been utilized effectively because of unmanaged scheduling for surgical operations resulting in lost of worktime about 32,87% for each surgical theatre daily.
The purpose of this study was to describe characteristic of surgical service acheduling system of The Pasar Rebo Hospital and subsequently to develop a model to manage better through scheduling technique. This study was a cross sectional study with quantitative model related to scheduling of surgery services.
The result of this study showed that each surgical theatre utilization rate was about 46,6% when both emergency and elective surgical operations performed in those surgical theatres.
After performing simulation, utilization rate of elective surgery without emergency surgery was about 39,25% with 9 cases for each surgical theatre daily. In addition, optimal capacity of Sugery Theatre Installation was 18 cases daily. After knowing optimal capacity for each surgical theatre and average time for each surgical operation, a model of well managed scheduling system can be developed for The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo Hospital.
After implementing well managed scheduling system, The Surgery Installation of The Pasar Rebo Hospital would be able to know daily capacity for each surgery theatre and develop a plan to utilize effectively each surgery theatre daily resulting in increasing revenue for The Pasar Rebo Hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>