Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bazooka Akbar Anantama
"Letusan Gunung Kelud yang terjadi pada malam hari tanggal 13 Februari hingga dini hari 14 Februari 2014 meninggalkan dampak pada daerah di sekitarnya. Kabupaten Kediri yang terletak di sebelah barat Gunung Kelud, merupakan salah satu kabupaten yang terdampak letusannya. Arah angin pada saat hari kejadian menjadikan Kabupaten Kediri wilayah yang paling parah terpapar oleh material hasil letusan Gunung Kelud. Di samping faktor angin, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Kabupaten Kediri termasuk ke dalam wilayah terdampak letusan Gunung Kelud 2014, diantaranya faktor morfologi, topografi dan kemiringan lereng, serta jaringan sungai daerah bersangkutan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana dampak letusan Gunung Kelud serta bagaimana kerusakan yang ditimbulkan, khususnya di wilayah Kabupaten Kediri. Melalui analisis citra radar, spasial dan deskriptif dapat ditunjukkan bahwa seluruh wilayah Kabupaten Kediri terpapar oleh material letusan dan sejumlah desa di empat kecamatan mengalami kerusakan permukiman dengan kategori ringan hingga berat. Analisis kapasitas dan sensitivitas menunjukkan bahwa daerah yang terkena dampak letusan Gunung Kelud tidak serta merta mengalami kerusakan baik itu ringan, sedang maupun berat.

Kelud Eruption that had happened in 2014 from February 13 night till February 14 night, was exposed its surrounding area. Kediri Regency which located in the west of Mount Kelud, is one of regencies that exposed by the eruption. Even Kediri Regency became the most exposed by all material things from the eruption. Furthermore, there's some other factors that impact Kediri Regency as an exposed area of Kelud Eruption. Those factors such as morphology, topography, slope, and river network in that area.
So, the purposes of this research are observing how far impact of the eruption and the damage that's been caused in Kediri Regency. By using radar imagery interpretation, spatial analysis, and descriptive analysis, readers will know how far Kediri Regency exposed and many houses in some villages in 4 districts were damaged, those kind of damage can be categorized as light and heavy damage. In addition, capacity and sensitivity analysis will show area that is not damaged by eruption, neither light, moderate nor heavy damage.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iis Yatty Liud
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi penyintas erupsi Merapi serta mengkaji nilai, norma, dan/atau praktek budaya Jawa apa saja yang terkait dengan kemampuan resiliensi penyintas erupsi Merapi tersebut. Pengertian resiliensi yang dipakai merujuk pada lima karakteristik resiliensi dari Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Gambaran resiliensi diperoleh dengan menggunakan alat ukur CD-RISC 10 yang sudah diadapatasi oleh Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI tahun 2011 dan kajian budaya Jawa diperoleh dari wawancara mendalam. Penelitian ini dilakukan di Desa Krinjing yang merupakan salah satu desa yang terdekat dari puncak Gunung Merapi. Partisipan penelitian terdiri dari empat orang yang berusia 51 hingga 60 tahun dan yang diwawancara mendalam adalah tiga orang yang berusia 51 hingga 60 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan berusia 51 hingga 60 tahun mendapatkan skor resiliensi sedang dengan variasi skor yang beragam dari rendah sampai tinggi. Adapun nilai, norma, dan/atau praktek budaya Jawa yang terkait dengan kemampuan resiliensi penyintas erupsi Merapi adalah prinsip kerukunan, gotong royong, prinsip hormat, nrima, iklas, kekerabatan orang Jawa, dan alam gaib. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk mengatasi keterbatasan penelitian, disertakan.

This study was conducted to gain picture of resiliency among Merapi eruption survivors, and to assess Javanese values, norms, and/or cultural practices associated with the resiliency ability among the survivors. The concept of resiliency refers to the five characeristic of resiliency from Wagnild (2010), and they are meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness. Picture of resiliency was obtained using the CD-RISC 10 adapted by Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI in 2011 while the Javanese cultural studies were obtained through interviews. Data were collected in Krinjing village which is one of the nearest villages from the top of Mount Merapi. Altogether four participants of 51 to 60 years old filled out the resiliency scale and three people of 51 to 60 years old were interviewed.
The results indicate that most participants get a middle score of resiliency. The Javanese cultural aspects associated with resiliency ability among eruption survivors were rukun, respect, gotong royong, family relationship among Javanese, nrima, iklas, and belief in supernatural being. Recommendations for futher research are included.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rahmawati
"ABSTRAK
Dampak erupsi terhadap pertanian tanaman pangan dapat terlihat dari hasil
produktivitas pasca erupsinya. Besar pengaruh erupsi tersebut ditentukan oleh
jenis fraksi, ketebalan material, kondisi angin, topografi, dan intensitas curah
hujan. Penelitian ini mengkaji perubahan hasil produktivitas pada lahan pertanian
tanaman pangan pasca erupsi serta menganalisis keterkaitannya dengan tingkat
ketebalan endapan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat variasi sebaran
material vulkanik di Kecamatan Ngantang, selain itu terjadi penurunan hasil
produktivitas pada lahan yang didominasi oleh fraksi pasir juga abu dengan
ketebalan 2-6 cm dan <2 cm. Akan tetapi, terjadi kenaikan pada lahan yang
didominasi oleh fraksi abu dengan ketebalan >6 cm. Adanya variasi sebaran
endapan dipengaruhi oleh kondisi angin dan fisik wilayah dan perubahan hasil
produktivitas dipengaruhi oleh curah hujan, jenis fraksi, serta tingkat ketebalan
endapan.

ABSTRACT
The impatc of eruption on agricultural crops can be seen in after the eruption of
the productivity. That effects depending on material type of ash, its thickness,
wind direction, topography, and intensity of subsequent rainfall. This research was
to study the changing productivity of agricultural crops after 12 month eruption
and to analyze ash thickness effect to the changing productivity. The results
showed that there was variation of volcanic ash distribution, a decline in
productivity of agricultural crops that dominated by sand and ash, with 2-6 cm
and <2 cm thickness. However productivity increase occured on agricuktural
crops which were dominated by ash material with the thickness >6 cm. Wind
direction and topography effects on variation of volcanic ash distribution and the
changing of productivity influenced by the intensity of subsequent rainfall, also
ash thickness."
2015
S60804
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Alim Yekini
"Tuf Banten (Qpvb) merupakan endapan piroklastik yang cukup penting di ujung barat Pulau Jawa. Tuf Banten (Qpvb) cukup penting karena memiliki persebaran yang sangat luas sampai hampir menutupi sebagian besar daerah Banten. Di tengah persebaran Tuf Banten (Qpvb), terdapat sebuah keberadaan Kaldera dengan bentuk persegi panjang yang memiliki luas 13.7 km x 6.5 km. Meskipun begitu, belum ada penelitian yang menjelaskan mengenai kapan dan bagaimana proses erupsi tersebut. Penelitian ini dilakukan di daerah Pancanegara dan sekitarnya, Serang Provinsi Banten. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif (pemetaan lapangan) dan kuantitatif (Distribusi Ukuran Butir dan Analisis Komponen). Dihasilkan lebih dari sepuluh (10) singkapan yang telah dideskripsi secara rinci. Pendeskripsian singkapan tersebut telah menghasilkan korelasi tephra-stratigraphy dalam empat satuan fasies erupsi. Setiap fasies erupsi memiliki distribusi dan komponen yang berbeda. Empat fasies erupsi ini dikelompokkan menjadi tiga fase erupsi. Dari tiga fase erupsi tersebut, dihasilkan sejarah erupsi dengan enam episode erupsi dengan dua episode sebagai jeda erupsi.

Banten Tuff (Qpvb) is a pyroclastic deposit that is quite important in the western tip of Java. Banten Tuff (Qvpb) is quite important because it has a very broad distribution which almost covered the entire area of Banten. In the middle of Banten Tuff's (Qvpb) distribution, there is a caldera in a rectangle shape which has an area of 13.7 km x 6.5 km. However, there is still no research that explains about when and how was the eruption processed. This research was done around Pancanegara area, Serang, Banten Province. The method used by this research is qualitative method (geological mapping) and quantitative method (Grain Sized Distribution and Component Analysis). More than 10 outcrops are produced and had been described in detail. The description of the outcrops produced a tephra-stratigraphy correlation in four eruption facies units, which each of the unit has different distribution and component. The four eruption facieses are grouped into three eruption phases. From the three eruption phases, produce a history of eruption with six eruption episodes which two of the episodes as a pause is created."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Rizki Muladi
"Latar belakang: Penyebab stunting bersifat multifaktorial, salah satu faktor risikonya adalah malnutrisi kronis akibat kurangnya asupan protein. Kurangnya asupan protein dapat menyebabkan terjadi penurunan IGF-1, yaitu salah satu faktor pertumbuhan penting dalam pembangunan sel tubuh. IGF-1 juga memiliki peran dalam perkembangan kompleks dentoalveolar, terutama pada enamel, akar gigi, dentin, ligamen periodontal, dan jaringan pulpa gigi. Perlu dianalisis apakah gangguan perkembangan kompleks dentoalveolar akibat penuruan kadar IGF-1 pada anak stunting juga mempengaruhi waktu erupsi gigi. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kadar IGF-1 dengan waktu erupsi gigi pada anak stunting. Metode: Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan pedoman alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) pada tiga electronic database, yaitu PubMed, EBSCO, dan Scopus. Penilaian kualitas literatur dilakukan dengan menggunakan QUADAS-2. Hasil: Terdapat 5 studi yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa kadar IGF-1 lebih rendah pada anak stunting dibandingkan dengan kelompok anak normal. Hal ini disebabkan karena kadar IGF-1 dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya yaitu nutrisi, status gizi, dan usia. IGF-1 yang rendah pada anak stunting berpotensi menyebabkan keterlambatan waktu erupsi gigi karena mengganggu mekanisme persinyalan molekul selama erupsi gigi, seperti BMP-2, Runx-2, dan TGF-. Kesimpulan: Terdapat korelasi positif antara kadar IGF-1 yang rendah dengan erupsi gigi pada anak stunting. Ekspresi IGF-1 yang rendah dapat menyebabkan terjadinya gangguan waktu erupsi gigi karena mengganggu proses maturasi gigi.

Background: The causes of stunting are multifactorial, one of the risk factors causing stunting is chronic malnutrition due to lack of protein intake. Lack of protein intake can cause the decrease of IGF-1 level, which is one of the important growth factor supporting the growth and development of somatic cells. Furthermore, IGF-1 also has a role in the development of the dentoalveolar complex, especially enamel, tooth roots, dentin, periodontal ligament, and dental pulp tissues. It should be clarified whether the disturbances of dentoalveolar complex development due to decreased IGF-1 level in the stunted children would also affect the eruption time of the dentition. Objective: To analyze the relationship between IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Methods: Literature researches were done by using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) guidelines through three electronic databases, which were PubMed, EBSCO, and Scopus. Quality assessment of bias was examined using QUADAS-2 tool. Results: There were 5 selected studies based on inclusion and exclusion criteria. The results of the study showed that IGF-1 levels were lower in stunted children compared to normal children. The influencing factors of the level of IGF-1 in the blood, are nutritional status and age. Low level of IGF-1 in stunted children has the potential to cause delays in the timing of tooth eruption, by interrupting the activity of BMP-2, Runx-2, and TGF-β. Conclusion: There is a positive correlation between low IGF-1 level and the timing of tooth eruption in stunted children. Low IGF-1 expression can cause disturbances in the timing of tooth eruption because it interferes with the dental maturity process."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Tias Endarti
"Upaya meminimalisir penurunan kualitas hidup pada populasi rawan bencana dapat dilakukan dengan peningkatan ketangguhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketangguhan pada tingkat individu, keluarga dan komunitas dengan kualitas hidup individu di daerah rawan bencana pascaerupsi Gunungapi Kelud 2014.
Pendekatan studi yang digunakan adalah mixed method dengan strategi eksplanatoris sekuensial dengan penekanan pada studi kuantitatif. Pada pendekatan kuantitatif, peneliti menggunakan desain hybrid cross sectional ecology pada 252 responden terpilih yang berada di wilayah rawan bencana. Sedangkan untuk studi kualitatif menggunakan metode FGD pada 5 kelompok dan wawancara mendalam kepada 12 informan. Sebanyak 13,1% responden memiliki kualitas hidup yang buruk. 40% responden merupakan individu yang tangguh, 40% individu tinggal di keluarga yang tangguh dan sebanyak 79,4% individu berada di komunitas yang tangguh.
Secara komposit, ketangguhan individu, keluarga dan komunitas tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Namun komponen ketangguhan pada tingkat individu (umur dan pekerjaan) dan komunitas (kapital sosial dan SOP bencana) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup. Variabel tingkat komunitas dapat menjelaskan variasi risiko kualitas hidup buruk sebesar 56,33%.
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa karakter kapital sosial yang kuat pada populasi ini adalah bonding dan bridging, sedangkan untuk karakter linking masih perlu ditingkatkan. Variabel umur, pekerjaan dan SOP terintegrasi dalam suatu dinamika kapital sosial di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup, yang disebut dengan model model peningkatan kualitas hidup melalui peningkatan ketangguhan komunitas. Dengan demikian dapat direkomendasikan bahwa peningkatan kualitas hidup dapat dilakukan dengan penguatan kapital sosial.

Decreased of health-related quality of life (HRQoL) among disaster prone population could be minimized by increased of resilience. The study was intended to determine the effect of individual, family and community resilience to HRQoL within disaster prone area post Kelud Volcano eruption 2014.
Mixed method approach was used with the sequential explanatory strategy that weighted into quantitative study. In the quantitative approach, hybrid cross sectional ecology design was employed to 252 selected respondents. Qualitatively approach, FGD and In-depth Interview methods were employed to 5 groups and 12 informants.
Poor quality of life status was reported by 13,1% respondents. Individual resilience was about 40% of respondents. Around 40% and 79,4% of respondents living in a resilient family and community, respectively. Composite variables of each individual, family and community resilience were not significantly associated with individual HRQoL. However, components of both individual resilience (age and occupation) and community resilience (capital social and SOP) were found having significant association with HRQoL. Community level was able to explain risk variation of poor HRQoL about 56,3%.
Qualitative study revealed that the character of a strong social capital in this population was bonding and bridging, while character of linking still need to be improved. Age, occupation and SOP were integrated into a community dynamics of social capital in improving HRQOL, called as the model of HRQoL improvement through increased of community resilience. It was therefore recommended that the improvement of HRQoL within disaster prone community can be implemented along with the strengthening of social capital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mediani Retno Putri
"Latar Belakang. Indonesia masih memiliki masalah gizi kurang, salah satu faktor yang mempengaruhi erupsi gigi sulung adalah status gizi, baik status gizi ibu prenatal maupun status gizi anak.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara status gizi ibu prenatal dan anak usia 6 - 37 bulan terhadap pola erupsi gigi sulung di kecamatan Beji, Depok.
Metode. Penelitian cross-sectional dilakukan pada ibu dan anaknya yang berusia 6 - 37 bulan di lima posyandu kecamatan Beji, Depok. Informasi status gizi ibu dan anak didapatkan dari buku KIA/KMS subjek.
Hasil. Terdapat perbedaan bermakna.

Background. Indonesia still have poor nutritional status problems, one of the factors that influence the eruption of primary teeth are mothers prenatal nutritional status and child nutritional status.
Objective. To identify the relationship between mothers prenatal nutritional status and 6 ndash 37 month children to primary teeth eruption pattern in the district Beji, Depok.
Methods. This cross sectional study conducted on mothers and their children in five posyandus in Beji District, Depok. The nutritional status information of mothers and children obtained from books KIA KMS subject.
Results. There is significant differences.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rustiono Widodo
"Kawasan Rawan Bencana KRB III Gunung Merapi adalah kawasan yang letaknya dekat sumber bencana, oleh sebab itu kawasan ini harus bebas dari permukiman penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk: 1 melihat kondisi yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di KRB III Gunung Merapi 2 melihat kondisi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan gunung api 3 membuat indeks kesiapsiagaan masyarakat dengan metode skoring dan pembobotan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mixed method. Penentuan jumlah responden dengan rumus Slovin dengan batas toleransi 7 persen dan terpilih sebanyak 151 responden. Penentuan responden untuk kepala keluarganya dengan menggunakan sistematik random sampling. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di daerah rawan bencana menggunakan analisis deskriptif. Sementara untuk indeks komposit kesiapsiagaan menggunakan lima parameter yaitu pengetahuan bencana, kebijakan kesiapsiagaan bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana dan mobilisasi sumber daya. Selanjutnya, setiap pertanyaan yang sudah dikelompokan berdasarkan parameter dikalikan dengan nilai bobot.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 61,6 persen masyarakat merasa nyaman dan tenteram tetap tinggal di daerahnya meski daerahnya rawan bencana. Kenyamanan ini dikarenakan faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial. Faktor lingkungan terutama kesuburan tanah, potensi pasir, kerikil dan batu. Sebanyak 56,9 persen penduduknya berpenghasilan lebih besar dari upah minimum regional kabupaten yang sebesar 1,4 juta rupiah per bulan. Sebanyak 92,7 persen mereka mempunyai kerabat yang masih tinggal di satu lokasi dan 95,4 persen aktif dan ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan seperti arisan, pengajian, dan perkumpulan lainnya. Sementara itu indeks kesiapsiagaan di daerah penelitian dalam kategori sedang atau dalam kondisi siap dengan nilai 66,83.

Disaster Prone Areas KRB III of Mount Merapi is an area that located near the source of the disaster, therefore that area must be free from residential areas. This study aims to 1 considering the conditions that cause people to stay in KRB III of Mount Merapi 2 analyze the factors of community preparedness to face of volcanic eruption disaster 3 Create a community preparedness index using the scoring and weighting method. This research is conducted by mixed method approach. Determination the number of respondents carried out by Slovin formula with a tolerance limit of 7 percent and selected 151 respondents. Determination of respondent for head family by using systematic random sampling. Determination the factors that cause people to stay in disaster prone areas using descriptive analysis. As for the composite index preparedness used five parameters namely disaster knowledge, disaster preparedness policy, emergency response plan, disaster early warning, and resource mobilization. Then each question that has been grouped by parameter multiplied by the weight value.
The results showed that 61.6 percent of people feel comfortable and peaceful stay in their area despite the disaster prone areas. This convenience is due to environmental, economic, and social factors. Environmental factors, especially soil fertility, the potential of sand, gravel, and stone. 56.9 percent of the population earns more than the district minimum wage of 1.4 million rupiahs per month. About 92.7 percent of them have relatives who still live in one location and 95.4 percent active and participate in community activities such as arisan, pengajian, and other associations. Meanwhile, the index of preparedness in the research area is in the medium category with a value of 66.83.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Ahmad Arkan
"Latar Belakang : Stunting merupakan salah satu manifestasi dari malnutrisi kronis yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih rendah dari standar tinggi badan untuk usia individu tersebut. Salah satu faktor penyebab stunting adalah kurangnya asupan nutrisi. Kurangnya asupan nutrisi dapat menyebabkan berkurangnya kadar Hb dan IGF-1. Berkurangnya asupan nutrisi juga dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan gigi yang dapat mempengaruhi watu erupsi gigi. Perlu dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara stunting dengan kadar Hb, IGF-1, dan erupsi gigi. Tujuan : Menganalisis hubungan antara kadar Hb, IGF-1, dan erupsi gigi dengan kondisi stunting. Metode : Penelusuran literatur dilakukan dengan menggunakan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) pada tiga electronic database, yaitu : PubMed, EBSCO, dan SCOPUS. Kualitas dari literatur dinilai menggunakan QUADAS-2 tool. Hasil : Terdapat 27 artikel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. 19 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar Hb dengan stunting, dimana anak dengan kondisi stunting lebih memungkinkan untuk memiliki kadar Hb yang rendah (anemia). 4 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kadar IGF-1 dengan stunting, dimana anak dengan kondisi stunting memiliki kadar IGF-1 yang lebih rendah dibandingkan dengan anak non-stunting. 3 artikel menyatakan bahwa terdapat hubungan antara stunting dengan erupsi gigi, dimana anak dengan kondisi stunting mengalami keterlambatan erupsi gigi. 1 artikel menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara stunting dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi. Kesimpulan : Terdapat korelasi positif antara stunting dengan kadar Hb dan IGF-1. Korelasi antara stunting dengan erupsi gigi belum dapat ditentukan dengan pasti

Background : Stunting is a manifestation of chronic malnutrition which is characterized by a lower height than the individual's age standard. One of the primary cause of stunting is the lack of nutritional intake. Lack of nutritional intake can cause reduced Hb and IGF-1 levels. Lack of nutritional intake can also interfere with the process of growth and development of the teeth which can affect the timing of tooth eruption. An analysis is needed to see the relationship between stunting and levels of Hb, IGF-1, and the timing of tooth eruption. Objective : To analyze the relationship between Hb levels, IGF-1 levels, and the timing of tooth eruption with stunting. Method : Literature research was carried out using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis (PRISMA) guidelines on three electronic databases, namely: PubMed, EBSCO, and SCOPUS. The quality of the literature was assessed using the QUADAS-2 tool. Results : There are 27 articles that were selected based on predetermined inclusion and exclusion criteria. 19 articles state that there is a relationship between Hb levels and stunting, where stunted children are more likely to have low Hb levels (anemia). 4 article states that there is a relationship between IGF-1 levels and stunting, where stunted children have lower IGF-1 levels compared to non-stunted children. 3 The article states that there is a relationship between stunting and tooth eruption, where stunted children experience delays in tooth eruption. 1 article states that there is no relationship between stunting and dental growth and development Conclusion : There is a positive correlation between stunting and Hb and IGF-1 levels. The correlation between stunting and tooth eruption cannot be determined with certainty."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Kurnia Wardani
"Tuf Banten (Qpvb) adalah endapan piroklastik hasil erupsi eksplosif gunung api di sekitar Selat Sunda pada zaman Kuarter yang tersebar luas di Banten. Penelitian skripsi dilakukan di daerah Kecamatan Kragilan dan Sekitarnya, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Serang oleh Rusmana dkk. (1991). Secara keseluruhan penelitian ini menggunakan metode analisis foto udara, kegiatan lapangan, analisis distribusi ukuran butir, analisis komponen, dan petrografi. Luaran dari penelitian ini adalah karakteristik fisik Tuf Banten dan mekanisme erupsinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat 7 litofasies yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik endapan, yaitu T29, LT20, LT26, T24, A29, A24, dan LA20. Orientasi kemiringan (dipping) dari singkapan menunjukkan ke arah barat daya dan singkapan di barat daya juga cenderung lebih tak terkonsolidasi. Hasil analisis distribusi ukuran butir berupa diagram plotting median diameter (φ scale) dan standar deviasi (φ scale) yang digunakan untuk menentukan mekanisme erupsi dan berkaitan dengan sortasi endapan. Dari distribusi nilai puncak ukuran butir, litofasies T29, LT26, A29, dan A24 memiliki sebaran nilai puncak unimodal dan litofasies LA20 adalah polimodal. Hasil analisis komponen dan petrografi menunjukkan dominasi batuapung dengan kehadiran rata-rata 90%. Berdasarkan dominasi batuapung tersebut dapat diinterpretasikan erupsi yang terjadi di daerah penelitian adalah tipe magmatik. Sejarah pada daerah penelitian terbagi menjadi 3 episode erupsi, yaitu episode 1 ditandai oleh terjadinya erupsi magmatik pertama dengan mekanisme piroklastik jatuhan, aliran, dan surge. Selanjutnya episode 2 ditandai oleh terjadiya erupsi magmatik kedua dengan mekanisme piroklastik jatuhan, dan episode 3 ditandai oleh terjadinya erupsi magmatik ketiga dengan mekanisme piroklastik jatuhan, aliran, dan surge.

Banten Tuff (Qpvb) is a pyroclastic deposit from an explosive volcanic eruption around the Sunda Strait during the Quaternary period which is widespread in Banten. This research was held in the Kragilan District and its surroundings, Serang Regency, Banten Province. The research area is included in the Geological Map of Lembar Serang by Rusmana et al. (1991). The methods used are imagery analysis, field work, grain-size distribution analysis, component analysis, and petrography. The output of this research is the characteristics of the Banten Tuff and its eruption mechanism. Based on the results that has been carried out, there are 7 lithofacies based on the characteristics of the deposits, namely T29, LT20, LT26, T24, A29, A24, and LA20. The dipping orientation shows to the southwest and the outcrop in the southwest also tends to be unconsolidated. The results of the grain-size distribution analysis are plotting diagrams of the median diameter (φ scale) and deviation standard (φ scale) which are used to determine the eruption mechanism and relate to pyroclast sorting. From the distribution of grain size peak values, lithofacies T29, LT26, A29, and A24 had a unimodal peak value distribution and lithofacies LA20 were polymodal. The results of component analysis and petrography show the dominance of pumice with an average presence of 90%. Based on the dominance of the pumice, it can be interpreted that the eruption that occurred in the study area was magmatic type. The history of the study area is divided into 3 eruption episodes, namely episode 1 marked by the occurrence of the first magmatic eruption with pyroclastic fall, flow, and surge mechanism. Furthermore, episode 2 is marked by the occurrence of a second magmatic eruption with a pyroclastic fall mechanism, and episode 3 is marked by the occurrence of a third magmatic eruption with pyroclastic fall, flow, and surge mechanism."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>