Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rience Fitwendry
"Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified (PDD-NOS) merupakan salah satu bentuk spektrum pada autism spectrum disorder (ASD). Layaknya anak autis lainnya, anak PDD-NOS sering mengalami pemusatan perhatian atau berkonsentrasi (Mangunsong, 2009). Individu autistik seringkali tidak bisa memusatkan perhatiannya dalam menyelesaikan tugasnya karena ia lebih asyik tenggelam dalam dunianya sendiri. Hal ini akan sangat mengganggu apabila anak tersebut sudah memasuki usia sekolah yang menuntut perhatian anak untuk fokus dalam mengikuti pelajaraan. Ada beberapa terapi yang sering digunakan untuk menangani anak autistik antara lain Metode Applied Behavior Analysis (ABA) dengan teknik discrete trial training (DTT) yang bersifat home-based theraphy. Metode ABA tepat bagi anak yang mengalami PDD-NOS karena teknik ini memiliki tujuan sederhana, dan menggunakan proses pengajaran yang terstruktur, terarah, serta terukur. Program intervensi ini dilakukan oleh orangtua untuk meningkatkan konsentrasi anak dalam kegiatan menulis dengan menggunakan teknik DTT. Keterlibatan orangtua dalam melakukan intervensi memberikan dampak yang signifikan terhadap keberhasilan program. Kesimpulan program intevensi adalah adanya peningkatan pemahaman pada ibu dalam menggunakan teknik DTT untuk meningkatkan konsentrasi subyek dalam aktivitas menulisnya. Hal ini berdampak pada adanya peningkatan konsentrasi pada subyek pada aktivitas menulisnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teffy Aulia Merry Dame
"Latar belakang: GPK adalah gangguan neurodevelopmental yang dikarakteristikkan dengan gangguan performa motorik dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak konsisten dengan usia dan intelegensi anak. Penyandang GPK juga memiliki gangguan keseimbangan selain gangguan motorik kasar dan halus yang memiliki ciri khas berupa kesulitan dalam proses pembelajaran motorik, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Akibat gangguan yang dimilikinya, anak dengan GPK cenderung melakukan isolasi dan restriksi dari beragam aktivitas fisik yang apabila tidak dikoreksi dapat memberikan defisit di bidang lainnya seperti akademis, perawatan diri bahkan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Gangguan ini dapat menetap hingga dewasa namun apabila diberikan intervensi dapat memberikan keluaran yang lebih baik dalam performa motorik anak, sehingga sebuah intervensi penting untuk diberikan. Penyandang GPK memiliki defisit mulai dari gerakan yang diinisiasi diri, gangguan motorik prefungsional, Kemampuan kontrol motoric dan performa motorik serta keterampilan motorik yang akhirnya mempengaruhi fungsi motoric adaptifnya, dalam hal ini bermain. Sementara engklek sendiri berperan dalam fungsi motorik adaptif yaitu bermain bersama dalam komunitas, yang aktivitasnya meliputi lompat,lempar dan berbalik, yang dengan pelatihan dapat meningkatkan fungsi koordinasi serta keseimbangan dan tidak lupa peningkatan motivasi bergerak serta memenuhi unsur praktek berulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan consecutive sampling pada 18 orang anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun dengan GPK yang memiliki skor motorik pada zona merah berdasarkan penilaian dengan Movement Assessment Battery for Children-2. Intervensi yang diberikan berupa latihan engklek sebanyak 2x/minggu sebanyak 10 kali putaran selama 6 minggu.
Hasil: Dari hasil penilaian skor pada awal, minggu ketiga dan akhir penelitian didapatkan peningkatan fungsi keseimbangan, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Tidak signifikannya perbaikan ini dapat didasari oleh dasar mekanisme pada GPK yaitu kesulitan dalam proses pembelajaran motorik itu sendiri. Dalam penelitian ini, tiap anak hanya mendapatkan 120x momen permainan engklek total yang setara dengan 520 kali pengulangan lompat dengan satu kaki. Sehingga,penyandang GPK perlu lebih banyak latihan untuk menyesuaikan dengan kondisinya
Kesimpulan: permainan tradisional engklek memberikan perbaikan skor keseimbangan pada anak dengan GPK yang tidak signifikan secara statistik

DCD is a neurodevelopmental disorder characterized by motor performance problems in daily activities that are inconsistent with the age and intelegency. Children with DCD also has a balance problem in addition to fine and gross motor problems with a characteristic of difficulty in the motor learning process, which can take a longer time in motor learning process. Due to his or her problems, child with DCD tends to make a self isolation and restriction to various physical activities. Uncorrected problems in DCD children leads to other areas deficits such as academic, self-care even mental problems that can eventually affect children quality of life. These disorders can remain to adulthood but when given the intervention can provide better output in children motor performance, so that an intervention is important to this condition. DCD children have a deficit ranging from self-initiated movements, prefunctional Motor disorders, motoric control capabilities and motor performance as well as motor skills that ultimately affect its adaptive motoric function like plays. While the Engklek itself plays a role in adaptive motor function like play together in the community, whose activities include jumping, throwing and turning, which with training can improve the function of coordination as well as balance and also increased motivation to moves and fulfill elements of repetitive practice. Methods: This research is an intervention study with consecutive sampling in 18 elementary school children aged 6-12 years with DCD that has a motor score in the red zone based on the assessment with the Movement Assessment Battery for Children-2. The intervention given is 2x/week of Engklek training as much as 10 rounds for 6 weeks. Results: Assessment was taken at baseline, third and final week of study which shows improved balance function, but the results were not statistically significant. This finding might because of the based on the basic mechanism of DCD i.e difficulty in the motor learning process itself. In this study, each child only gained 120x a total game moment equivalent to 520 times the jump loop with one foot. Thus, DCD child needs more exercise to adjust to its condition. Conclusion: Engklek traditional game usually provide balance function score improvement in children with DCD but not statistically significant"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Puspita Asih
"ABSTRAK
Tugas Akhir ini disusun untuk menjawab dugaan bahwa orangtua dengan anak
remaja autistik memerlukan sebuah buku panduan guna membantu mereka
mengelola berbagai permasalahan dan dampak permasalahan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu tugas akhir ini dirancang
berbentuk penelitian yang dilakukan untuk mengetahui berbagai permasalahan
yang dapat menjadi sumber stres bagi beberapa ibu yang memiliki remaja
autistik. Permasalahan yang diduga muncul antara lain adalah masalah yang
berkaitan dengan gejala autisme anak, masalah kesehatan anak, masalah
pendidikan dan masa depan anak, masalah orangtua yang umumnya berada
pada masa transisi dewasa lanjut, masalah permasalahan pasangan yang
berkaitan dengan hubungan antar individu, permasalahan remaja, permasalahan
ekonomi, permasalahan kakek-nenek yang tinggal bersama dengan keluarga,
sampai pada permasalahan saudara kandung individu autistik yang terkena
dampak gangguan perkembangan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan data diperoleh melalui
wawancara mendalam terhadap tiga orang ibu dengan anak autis remaja. Hasil
penelitian menyimpulkan adanya metode coping yang dilakukan setiap orangtua
pada saat menghadapi permasalahan khas keluarga dengan remaja autistik.
Hasil penelitian menghasilkan saran disediakannya informasi dalam bentuk
buku panduan maupun bentuk lain untuk membantu orangtua mengelola
berbagai permasalahan yang umumnya muncul pada saat anak autistiknya
berkembang remaja."
2009
T37656
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha Farhana Dahlan
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) adalah gangguan perkembangan neuron atau saraf dengan tanda-tanda gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, dan melakukan kegiatan dan ketertarikan dengan streotipe tertentu yang berulang-ulang. Prevalensi GPP yang semakin meningkat menjadi penyebab dilakukannya penelitian pada berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan GPP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor karakter sosiodemografi orangtua dan riwayat keluarga dengan GPP. Faktor karakter sosiodemografi orangtua meliputi usia Ayah saat kelahiran anak, usia Ibu saat kelahiran anak, dan sosial ekonomi keluarga. Faktor riwayat kesehatan keluarga meliputi diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) dan 156 anak tanpa GPP sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) untuk menganalisis sembilan faktor kelahiran bayi yang diduga berperan pada kejadian GPP. Data diperoleh melalui wawancara ibu kandung dan catatan rekam medik.
Hasil penelitian mengemukakan usia Ayah saat kelahiran anak berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 0,47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0,024). Usia Ibu saat kelahiran anak, sosial ekonomi keluarga, riwayat kesehatan keluarga seperti diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya tidak terbukti berhubungan secara bermakna dengan gangguan perkembangan pervasif pada penelitian ini.
Disimpulkan bahwa usia Ayah saat kelahiran anak adalah faktor risiko Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a neuronal development disorder manifested as impairment of social interaction and communication,with certain repetitive and stereotyped behaviors. Studies to discover potential factors of PDD have been made as the consequence of increasing Prevalence of PDD.
The purpose of this study is to discover the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The parental demographic includes that paternal age at birth, maternal age at birth, and socioeconomic of family. The family history includes diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder.
This case-control study involves the parents of 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females, mean age 7.3 years) and the parents of 156 normal developing children as control group (132 males, 24 females, mean age 7.3 years) to analyze the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The data was obtained from biological mothers and medical records.
The results show that paternal age at birth was significantly correlate with PDD (OR = 0.47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0.024). Meanwhile maternal age at birth, socioeconomic of family, family history of diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder were not significantly correlate with PDD.
In conclusion, paternal age at birth is the risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenni Kim Dahliana
"Latar belakang. Gangguan perkembangan koordinasi GPK berdampak pada tumbuh kembang anak, dan saat ini belum ada penelitiannya di Indonesia.
Tujuan. Mencari prevalens GPK, tersangka GPK, faktor risiko, serta dampak GPK terhadap tumbuh kembang anak usia sekolah.
Metode. Potong lintang, deskriptif analitik di 4 sekolah dasar: SD Tiara Kasih, SDN 03 Menteng, SDN 01 Menteng di Jakarta dan SD Bina Pratama di Tangerang, pada Nopember 2015 - Nopember 2016. Menggunakan modifikasi terjemahan DCDQ untuk mencari prevalens, dan analisis statistik untuk menilai faktor risiko GPK. Potong lintang perbandingan untuk meneliti dampak GPK terhadap status gizi dengan IMT, perilaku menggunakan SDQ bahasa Indonesia, dan prestasi akademik nilai rapor sekolah. Didapat 27 anak GPK, terjaring dari tersangka GPK, dan dilakukan pemeriksaan BOTMP serta dipasangkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat kelas dengan 54 kontrol.
Hasil. Dari 861 subyek terdapat 104 12 [IK95 9,92-14,28] anak tersangka GPK, dan 27 3,14 [Ik 95 1,98-4,30] anak GPK. Faktor risiko tersangka GPK adalah riwayat keluarga GPK dan keterlambatan perkembangan. Faktor risiko GPK adalah riwayat keluarga GPK. Anak GPK mempunyai kemungkinan peningkatan risiko untuk menjadi obesitas OR 8,31 IK 95 2,54-18,54, gangguan perilaku OR 13,43 IK 95 3,85 ndash;49,53, prestasi akademik lebih rendah OR 39,88 IK 95 6,30 ndash;253,46 dibandingkan kontrol.
Kesimpulan. Prevalens tersangka GPK cukup tinggi dan GPK mempunyai dampak terhadap obesitas, gangguan perilaku, dan prestasi akademik yang rendah pada anak usia sekolah.

Background. Developmental coordination disorder DCD is highly correlated to child 39 s growth and development, however there rsquo s no DCD data available in Indonesia.
Objective. To explore the prevalence and the risk factor of DCD at school age children and its impact on their growth and development.
Methods. Cross sectional descriptive analytic study, data were available from three elementary schools located in Jakarta Tiara Kasih, 03 Menteng, 01 Menteng and one elementary school located in Tangerang Bina Pratama. The Study was conducted between November 2015 and November 2016, to calculate the prevalence of probable DCD by using modified DCDQ Indonesian version. Cross sectional comparative study was also performed to explore the association between DCD and other factors nutritional status using IMT, behavior difficulties, and academic achievement at school age children. Behavior difficulties and academic achievement were assessed using SDQ Indonesian version and teacher reports respectively. Twenty seven children with confirmed DCD were retrieved from probable cases using BOTMP measurement. The confirmed DCD were paired with 54 controls based on gender, age and school grade.
Results. There were 104 probable DCD found from 861 children 12 95 CI 9,92 14,28, whereas only 27 confirmed cases were found 3,14 95 CI 1,98 4,3. The risk factors for probable DCD were delayed development and history of DCD in family, while for confirmed case only history of DCD in family. Children with confirmed DCD had significant increased risk for obesity OR 8,31 95 CI 2,54 18,54, behavior difficulties OR 13,43 95 CI 3,85 49,53, and poorer scores on academic achievement OR 39,88 95 CI 6,30 253,46 if compared to normal children.
Conclusion. The prevalence of DCD is quite high in school age children, and it has impact on their nutritional status, behavior difficulties, and academic achievement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alzena Masykouri
"ABSTRAK
Banyak kasus yang ditangani oleh psikolog anak adalah gangguan perkembangan pada anak, terutama anak usia sekolah. Salah satu gangguan perkembangan tersebut dikenal sebagai Attention Deficit/Hyperactive Disorder (AD/HD). Gangguan ini memiliki ciri-ciri adanya tingkah laku tertentu yang berulang dan berlangsung minimal selama 6 bulan. Tingkah laku yang dikategorikan sebagai gangguan adalah tingkah laku yang inattenrion, hyperactivity, dan impolsivity Anak dengan gangguan AD/HD ini menunjukkan rentang perhatian yang singkat, mudah terganggu (distractibility) atau tidak bisa tenang (restless). Aspek sosial anak pun dapat terganggu karenanya. Kemarnpuan berelasi sosial menjadi rendah, kontrol diri yang buruk, bahkan cenderung tidak: mematuhi perintah dan bertindak agresif. Demikian pula pada aspek kognitif dan akademik, dimana AD/HD menyebabkan kurangnya perhatian dan timbulnya kesulitan belajar spesifik.
Penyebab AD/HD adalah disfungsi neurologis di otak, dan penanganan AD/HD secara psikologis Iebih ditekankan pada terapi tingkah laku (Behavior Therapy). Karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai AD/HD dari tinjauan neurologis, baik secara teori maupun praktis, yaitu berdasarkan teori Sensory Integration.
Teori Sensory Integration mengemukakan bahwa. integrasi sensori merupakan proses pengolahan informasi di otak Otak, sebagai mesin sensoris, harus dapat memilih, mengembangkan, melanjutkan, menghambat, membandingkan, dan mengasosiasikan informasi-informasi sensoris secara fleksibel dan dengan pola yang berubah-ubah. Singkatnya, otak harus mengintegrasikan seluruh informasi yang masuk melalui sensor-sensor dari tubuh sehingga manusia dapat berfungsi optimal. Proses integrasi sensori yang terjadi pada manusia dimulai dari proses penerimaan informasi oleh indera yang dirniliki oleh rnanusia, kemudian diolah oleh susunan saraf pusat (SSP). Akhirnya respon yang diberikan oleh indera-indera manusia, yaitu indera dekat : tactile, vestibular, dan proprioceptive, serta indera jauh: pengelihaian, penciuman, perabaan, perasa, dan pendengaran.
Anak dengan gangguan pada proses integrasi sensori menunjukkan tingkah laku yang berbeda dengan anak pada umumnya Perbedaan perilaku itu sering dilihat sebagai ciri-ciri dari AD/HD, yaitu inattetion, hyperactivity, dan restless. Untuk mengatasi permasalahan telsebut, maka anak diberikan suatu program intervensi atau tetapi yang berbasis sensory integration. Prinsip utama dari intervensi ini adalah menyediakan kesempatan bagi individu untuk mendapatkan informasi melalui indera-indera dekat, yaitu proprioceptive, vestibuiar, dan tactile. Sedangkan tujuan dari intervensi ini adalah memodulasi onntasi pertahanan dari sistem saraf individu dengan menggunakan lingkungan dan pengalaman sensoris, serta untuk menghasilkan tingkah laku adaptif yang sesuai. Juga untuk memperbaiki keseimbangan antara inhibisi dan eksitasi dalam sistern saraf atau secara sederhana meningkatkan fungsi SSP.
Berdasarkan pengamaian dan analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan kasus ADH-ID dapat digunakan pendekatan Sensory Integration, yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada kemampuan individu untuk memfungsikan sensor-sensor tubuh atau indera, agar dapai memproses informasi yang masuk dengan efektif dan menghasilkan tingkah laku yang adaptif. Peningkatan kemampuan individu dengan AD/HD yang ditangani dengan terapi Sensory Integration tampak pada meningkatnya rentang perhatian (attention) dan kemampuan untuk merencanakan gerak (impulsivitas) dan mengorganisasikan gerak Hyperactivity). Ini disebabkan kemampuan individu untuk kedua hal tersebut berkembang seiring berkembangnya kemampuan dari indera-indera sensorisnya. Dengan demikian dapat dianggap bahwa, melalui kegiatan-kegiatan sensory integration ini maka proses penerimaan dan pengolahan informasi yang teljadi di otak menjadi lebih baik, seiring dengan tampilan tingkah laku yang lebih adaptif dari individu dengan AD/HD.
Berdasarkan hal tersebut, maka pendekatan dengan menggunakan sensory integration ini dapat disarankan untuk menangani individu dengan AD/HD."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puri Ayu Arditi
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas refleks primitif pada anak usia 4-12 tahun dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dan tanpa GPPH serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini bersifat deskriptif dimana refleks yang dinilai adalah refleks Moro, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Hasil yang ditemukan adalah banyak anak dengan GPPH ditemukan refleks primitif, terutama ATNR. Faktor-faktor yang mempengaruhi GPPH adalah pendidikan orangtua, pekerjaan ayah, pola asuh, kemiskinan, kesehatan ibu saat mengandung, dan paparan rokok. Diharapkan refleks primitif dijadikan sebagai pemeriksaan rutin pada anak sebelum memasuki usia sekolah.

ABSTRACT
Focus of the study was to describe primitive reflexes in 4-12 years old children with and without attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) and influenced factors in ADHD emerging. It was descriptive research. Five reflexes were valued that were oro refex, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Results noted primitive reflexes could be found in ADHD, mainly ATNR. Parent?s education, father?s occupation, parenting, poverty, mother?s health in pregnancy, cigarette?s exposure related to persistence of primitive reflexes. We recommend primitive reflexes should be early physical assessment in children before entry school age, Focus of the study was to describe primitive reflexes in 4-12 years old children with and without attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) and influenced factors in ADHD emerging. It was descriptive research. Five reflexes were valued that were oro refex, asymmetric tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), tonic labyrinthe reflex (TLR), dan spinal Galant. Results noted primitive reflexes could be found in ADHD, mainly ATNR. Parent’s education, father’s occupation, parenting, poverty, mother’s health in pregnancy, cigarette’s exposure related to persistence of primitive reflexes. We recommend primitive reflexes should be early physical assessment in children before entry school age]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonny Elimin
"Nama : Leonny EliminProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul Tesis : Dampak Sectio Caesarea terhadap RisikoKesehatan Ibu dan Anak Studi Kasus KlaimPerusahaan Asuransi X Periode 2014 - 2016Tingkat sectio caesarea SC telah meningkat sangat tinggi diseluruh duniasehingga beban biaya kesehatan untuk SC yang tidak dibutuhkan jauh melebihibeban SC yang dibutuhkan dan mempunyai risiko kesehatan jangka pendek danjangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yangmempengaruhi pemilihan tindakan SC dan pengaruh akibat tindakan SC tersebutterhadap terjadinya risiko kesehatan ibu dan anak. Penelitian dengan desain crosssectional ini menggunakan data klaim perusahaan asuransi komersial X periode2014 ndash; 2016. Identifikasi ibu melahirkan dengan SC, Low Back Pain LBP padaibu, bronchopneumonia dan gangguan perkembangan motorik pada anakberdasarkan ICD-10. Hasilnya tingkat SC dipengaruhi oleh urutan kelahiran anak OR=2,43 , manfaat asuransi OR=1,66 dan fasilitas kesehatan OR=0,23 .Analisa dampak SC mendapati bahwa kelahiran melalui SC nilai p=0,08;OR=13,87; SK 95 =0,73-263,57 , fasilitas kesehatan dan usia anak >= 1 tahunmempengaruhi risiko gangguan perkembangan motorik pada anak. Kelahiranmelalui SC tidak mempengaruhi risiko bronchopneumonia, melainkandipengaruhi oleh fasilitas kesehatan dan usia anak >=1. Kelahiran SC mempunyairisiko LPB pada ibu sebesar 144 namun tidak ada hubungan bermakna. Hasilpenelitian ini mendukung hipotesa bahwa urutan kelahiran anak, manfaat asuransidan fasilitas kesehatan dapat meningkatkan pemanfaatan SC, kemudian anak yangdilahirkan melalui SC dapat mengalami peningkatan risiko gangguanperkembangan motorik.Kata kunci: section caesarea, Low Back pain, bronchopneumonia, gangguanperkembangan motorik.
ABSTRACTName Leonny EliminStudy Program Public Health ScienceTitle Impact of Sectio Caesarea On Maternal HealthRisk and Children Case Study of Claim inInsurance Company X Period 2014 2016Caesarea Section CS rates has been increasing dramatically around the world,the health cost of the ldquo medically unnecessary rdquo CS was far beyond the ldquo needed rdquo CS, and might cause the short term and long term health risk. The objective ofthis study was to investigate the factors increasing the likelihood of undergoingCS and the impact of CS on maternal health risk and children. This study wascross sectional desain and using database of commercial insurance company X forthe period of 2014 ndash 2016. The ICD 10 was used to identify the mothers with CS,Low Back Pain LBP in mothers, bronchopneumonia and specific developmentaldisorder of motor function in children. The results found that the CS rate wasassociated with birth order OR 2,43 , insurance benefit OR 1,66 and healthfacility OR 0,23 . Further study due to CS, were found that CS delivery pvalue 0,08 OR 13,87 CI 95 0,73 263,57 , health facility and children age 1 year might increase the risk of developmental disorder of motor function inchildren. CS delivery was not associated with bronchopneumonia in children buthealth facility and children age 1 year were found to increase the risk ofbronchopneumonia. CS delivery might increase the risk of LBP in mothers 144 but has no significant association. The results of this study support the hypothesisthat birth order, insurance benefit and health facility might increase CS delivery,then the children born by CS might increase the risk of specific developmentaldisorder of motor function.Keywords section caesarea Low Back pain bronchopneumonia, specificdevelopmental disorder of motor function."
2017
T48748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Pashya Mauluddy Syalsabila
"Timbal yang bersifat neurotoksik dapat dikeluarkan dari daur ulang baterai bekas. Ada kegiatan daur ulang aki bekas di Desa Cinangka yang sudah beroperasi sejak 1978. Studi ini menyangkut faktor risiko untuk eksposur terkait timbal dan mempengaruhi kejadian gangguan perkembangan mental di area daur ulang aki bekas, Desa Cinangka. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan analisis bivariat. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur kadar timbal dalam tanah dan air, kuesioner, dan observasi. Hasilnya menunjukkan tingkat rata-rata timbal dalam tanah adalah 4.448,21 ppm dan rata-rata kadar timbal dalam air adalah 0,02 ppm. Variabel yang berhubungan dan mempengaruhi gangguan perkembangan mentalitas di area daur ulang aki bekas adalah riwayat aktivitas daur ulang aki bekas di rumah (p = 0,036; OR = 7.000). Kesimpulan dari penelitian ini adalah di Desa Cinangka, Area daur ulang aki bekas, ada area yang memiliki kadar timbal dalam tanah melebihi standar kualitas 400 ppm dari US EPA dan variabel pengaruh yang signifikan gangguan perkembangan mental di bidang daur ulang baterai bekas adalah sejarah kegiatan mendaur ulang baterai bekas di rumah.

Lead which is neurotoxic can be removed from recycling used batteries. There is a used battery recycling activity in Cinangka Village that has been operating since 1978. This study concerns the risk factors for lead-related exposure and affects the incidence of mental development disorders in the used battery recycling area, Cinangka Village. This study used a case control study design with bivariate analysis. Data collection was carried out by measuring lead levels in soil and water, questionnaires, and observations. The results showed that the average level of lead in the soil was 4,448.21 ppm and the average level of lead in water was 0.02 ppm. The variable related to and affecting mental development disorders in the used battery recycling area was the history of recycling used batteries at home (p = 0.036; OR = 7,000). The conclusion of this study is that in Cinangka Village, a used battery recycling area, there are areas that have lead levels in the soil exceeding the 400 ppm quality standard of the US EPA and the significant influence variable mental development disorders in the field of used battery recycling is the history of recycling activities. used batteries at home."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Sylvania Oswari
"Gangguan perkembangan dan koordinasi (GPK) adalah suatu kondisi di mana anak memiliki kelemahan dalam mengatur gerakan motorik sehingga anak tampak perilaku ceroboh. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa bahwa jenis kelamin dan berat badan lahir anak merupakan faktor risiko terjadinya GPK pada anak bahwa. Di Indonesia, masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dampak GPK terhadap prestasi akademik dan angka absensi siswa, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor risiko, epidemiologi, dan dampak GPK terhadap prestasi akademik dan jumlah absensi siswa. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa sekolah-sekolah dasar di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi desain potong Garis Lintang. Kuesioner Bahasa Indonesia DCDQ'07 dibagikan dan orang tua diminta untuk melengkapi. Subjek kemudian dipisahkan menjadi 2 kelompok yaitu subjek yang diduga mengalami GPK dan subjek tidak diduga GPK. Dari 221 subjek yang termasuk dalam penelitian ini (127 laki-laki) dan 94 perempuan), 22 subjek diduga mengalami GPK. Usia (median = 10,64) dan berat badan kelahiran (median = 3000 gram) merupakan variabel yang signifikan terhadap kejadian GPK. Tipe jenis kelamin, latar belakang pendidikan orang tua dan tingkat pendidikan anak di sekolah tidak signifikan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara GPK dengan prestasi akademik dan kehadiran siswa. Namun, anak-anak dengan GPK ditemukan memiliki skor dan ketidakhadiran yang lebih rendah lebih tinggi dari anak yang tidak terduga dengan GPK. Kesimpulan: Faktor yang signifikan untuk GPK menurut penelitian ini adalah usia dan berat badan lahir. Prevalensi GPK dalam penelitian ini adalah 10%. Tidak ada signifikansi yang ditemukan antara GPK dengan prestasi akademik dan absensi siswa.

Developmental coordination disorder (DCD) is a condition where children have poor ability in motor planning hence, clumsy behavior. Studies done previously have proven that several risk factors such as gender and birth weight play role towards the occurrence of DCD. As studies about the impact of DCD towards average academic score and absenteeism is very limited in Indonesia, this study aims to explore the risk factors, epidemiology, and impact of DCD towards average academic score and absenteeism. Subjects include primary school students in a public school in Jakarta. This study uses cross-sectional design. Questionnaires (DCDQ’07, Indonesian version) were distributed and parents were asked to fill in the questions completely. Subjects will then be grouped into subjects suspected with DCD and subjects not suspected with DCD. From 221 subjects (127 males and 94 females), 22 subjects are suspected with DCD. Age (median = 10,64) and birth weight (median = 3000 grams) were significant towards the occurrence of DCD. Gender, parental education, and grades were not found to be significant. DCD are not found to be significantly correlated with academic achievement and total absence. However, children with DCD has slightly lower academic achievement and higher absence.
Conclusions: Factors significantly associated to DCD were age and birth weight. The prevalence of DCD in this study is 10% which is similar to other studies. Average academic achievement and absenteeism were not found to be significantly associated with DCD.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>